belum mendalami ya? usah masih tetepan harus mendalami ya tapi belum main belum main dua kita nanti ya gak apa-apa ini, lipat ini pakai-pakai aja ya pakai-pakai aja ya mansetnya mana? hilang hilang hilang gak tau hilangnya siapa udah gua mulai nih ya gua bisa tunggu Terus kenapa lu bilang partai politik masalahnya gitu? Apa yang membuat lu berpikir kalau salah satu masalah terbesar tadi partai politik dan lu menolak tawaran gua? Ini opini pribadi gua ya.
Yang terjadi di kabinet kita sekarang itu bentuknya namanya kabinet akomodatif. Pertama, coba lu setuju nggak kalau misalnya pemerintah ini mau maju, orang yang masuk itu harus yang sangat kompeten dan kepentingannya nomor satu adalah untuk memajukan negara? Merit sistem. Merit sistem.
Itu yang diomongin sama Pak Prabowo juga. Merit. Prestasi, prestasi, prestasi, pengorbanan, dll. Nah, ini udah jadi analisa publik juga.
Gimana kalau misalnya partai politik, atau dimulai dari tahun 1955 kalau nggak salah pertama kali presiden itu kalau mau maju harus didukung oleh... oleh partai-partai. Kenapa? Soalnya butuh dana untuk kampanye.
Sistem pemilu kita kan kayak gitu. That's how democracy works. Tapi kalau misalnya itu jadi cikal bakal untuk adanya celah di mana kabinet itu diisi dengan orang-orang yang tidak kompeten, itu satu, kabinet itu diisi sama orang-orang yang tidak mengampentingkan kepentingan negara, itu dua, atau kabinet itu diisi sekedar untuk politik dagang sapi, titipan jabatan. Kalau misalnya di satu organisasi, orang-orang yang nggak kompeten dan punya kepentingan negara, dibanding dari kepentingan dari organisasi itu, gimana cara negara itu maju. Oke?
Kalau partai politik itu bisa mengusung yang memang berkompeten, yang memang pintar dan bisa di bidangnya, apakah dia punya kepentingan satu dan hanya satu, yaitu memajukan negara kita, apa tetap harus tunduk ke partai politik kalau misalnya ada agenda lain? Dan itu alasan lu bilang partai politik adalah masalah dalam republik ini? Salah satu dari masalahnya.
Tapi kan itu nggak menjawab sebenarnya kenapa masalahnya ada di partai politik. Berarti kan bukan partai yang bermasalah, tapi how? Partai-partai yang menjalankan kaderisasinya, menurut lu?
menunjuk orangnya, dan siapa yang ada di situ. Karena nggak semua politisi tidak kompeten, loh. Benar. Nah, ini kenapa pemikirannya harus kritis. Itu spot on banget.
Tapi kita kan membuat opini berdasarkan fakta yang udah ada selama berapa puluh tahun lalu. Kalau kita lihat dari kabinet maju kita sekarang, coba lihat semua orang-orang atau anggota yang menjabat di pemerintahan yang terjerat kasus korupsi. Coba lihat mereka dari mana. Iya, dari partai politik.
Jadi kan opini terbentuk dari sejarah. Sejarah membentuk pengalaman. Jadi makanya gue bisa beropini, itu part of the problem.
It's a part of problem, tapi... kalau kita telah ahli dalam bukan bukan organisasi atau label partai politiknya masalah tapi the system bener the system yang mereka jalankan itulah yang membuat orang-orang incompetence itu bisa memegang kekuasanya lebih tinggi bener dan memegang nasib banyak orang dan dan menjalankan kepentingan-kepentingan yang sebenarnya tidak berazaskan kesejahteraan bersama. Kan itu kan poinnya.
Tapi sebenarnya, partai politik kan produk demokrasi. Benar, produk demokrasi. Produk demokrasi itulah.
Coba saya tanya, saya akan tanya pertanyaan satu. Saya suka podcast, kenapa soalnya di dialog? Kalau misalnya di YouTube, saya selalu monolog.
Apakah kita melakukan demokrasi yang sebenarnya? Apakah kita tidak melakukan demokrasi yang sebenarnya? Jawabannya selalu di tengah-tengah, kan? Enggak, enggak di tengah-tengah. Karena dia...
Karena kritik pada demokrasi itu pun kurang. Gimana cara kita menilai bahwa demokrasi kita baik dan benar? Dia nggak bisa.
Nggak ada indikatornya. Kalau indikator yang diterima secara universal ya? Iya, nggak ada universal.
Tapi ada satu indikator yaitu indeks demokrasi. Yang diakui seluruh dunia. Kalau nggak dunia, ya beberapa negara.
Iya, beberapa orang pakai. Beberapa negara pakai. Iya kan. Tahu kan kita... lagi menurun terus kan?
Iya. Indeks anti-korupsi juga menurun terus kan? Artinya demokrasi kita nggak ditegakkan dengan baik dong? Iya, dan partai politik itu produk demokrasi yang tidak ditegakkan dengan baik itu.
Benar. Berarti apakah demokrasinya dulu yang diubah atau partainya yang diubah? Pemimpinnya.
Oke. Jadi kayak gini, kayak lo bilang tadi kan, partai politik, kemunculin orang-orang yang tidak kaya tobo. Masalahnya satu, sekarang partai politiknya berdali, kalian yang pilih.
Salah kan? Iya memegang kekuasaan dan roda pemerintahan bukan cuma eksekutif, legislatif juga dong Eksekutif, eksekutif, indikatif banget Iya, dan lu milih anggota DPR lu gitu loh Nah sekarang kita yang menghendaki anggota DPR kita, kita pilih langsung Nah ketika kita minta pertanggung jawaban, partai politiknya bilang, bahkan lu yang milih Bener Nah gimana menurut lu sistem yang bilang, kan ada proportional terbuka, ada proportional tertutup Gue, gue termasuk orang ya, demokrasi adalah hal yang baik Tapi Kita belum bisa dengan semua kecerdasan, dengan semua tingkat intelektual, dengan semua pemahaman masyarakat untuk membebankan semuanya kepada masyarakat. Makanya, oke mungkin profesional tertutup bukan pilihan yang buruk, karena kita tahu siapa yang di-point out. Benar. Nah, menurut lo?
itu kayak gimana? kalau sistemnya diganti nih sekarang kita milih DPR nya bukan dari base on partai politik anggota DPR itu ditutupkan sendiri sama partainya kita milih partainya dan mau nggak mau mereka harus cari yang kompeten dong memang kalau nggak, mereka bakal belum tentu Apakah mereka akan cari yang kompeten? Itu pertanyaannya. Dan ini gue lempar lagi balik pertanyaannya, apakah warga memilih yang kompeten?
Ya enggak, karena mereka nggak punya knowledge. Benar. Jadi kan di salah satu video itu gue bikin statement, masalahnya realita dari pemilu kita, realita dari sistem demokrasi kita, pemimpin yang terpilih belum tentu pemimpin yang terbaik, tapi pemimpin yang paling populer.
Kenapa popularitas itu jadi komoditas yang penting untuk masyarakat kita? Karena pendidikan dan knowledge yang mereka punya itu sangat rendah. Nah sekarang kalau misalnya kepemimpinan atau kepilihan itu dipilih, dipilih berdasarkan popularitas, bukan berdasarkan kredibilitas, bukan berdasarkan prestasi atau merit.
Dan ada masalah. Masalah di mana? Di sistem.
Kalau kita melihat, kalau sudah tahu warganya itu tidak terlalu pintar, dan sangat mudah untuk digiring opini-nya, yang kita juga tahu, kita kan konten kredibilitas. Misal kita ngomongin tentang suatu opini, padahal kita tidak ngomong fakta. Semua merasa itu fakta.
Benar nggak? Iya. Itu realitanya dari sistem demokrasi kita yang menurut gue, agak sembuh. Berarti sistem demokrasinya yang diubah?
Sistem demokrasinya agak sembuh. Jadi, diubah atau enggak? Kita tuh tinggal di negara yang sebenarnya menurut gue sistem hukumnya enggak sejelek itu. Yang jelek adalah penegakan hukum. Kalau kita melihat dari negara tetangga, kalau lu benar-benar mau pemerintah, pemimpin, dan seluruh jajarannya dipilih berdasarkan merit sistem, kita lucutin satu senjata yang bisa membodohi masyarakat, yaitu popularitas.
Yang dilakuin di Jepang adalah mereka nggak punya tuh boleh budget-budget kampanye gede-gede. Aturannya very strict. Mereka dikasih slot khusus di mana masing-masing yang berhak untuk dipilih, mereka nunjukin berdasarkan visi-misi dan prestasi.
Nggak ada yang tiba-tiba punya privilege lebih untuk bisa core-core. Core ABCD, di mana pemilihan berdasarkan popularitas, bukan berdasarkan prestasi. Itu problemnya.
Nah, berarti popularitas itu kan produk demokrasi, Ray. Benar. Iya.
Produk yang tidak sempurna. Konsekuensi dari demokrasi, demokrasi itu nggak akan pernah lepas dari popularitas. Nah, lu nggak mau popularitas ini tetap jadi base dalam elektabilitas. Artinya demokrasinya dicabut, dong.
Gue lebih setuju, ini opini pribadi gue. Gue lebih setuju kalau misalnya negara yang berkembang, sesuai dengan statementnya Lee Kuan Yew, walaupun dia bukan orang perfect ya, bahwa negara berkembang itu sulit untuk mengadopsi demokrasi kalau misalnya dia mau jadi negara maju. Karena, Karena gue sempat dilema juga, Indonesia udah demokrasi dari dulu. Kenapa? Soalnya mau langsung nilai, gue bebas nih dari Belanda.
Tapi kalau misalnya lo mau negaranya maju, lu butuh orang-orang yang sangat kompeten. Itu tetap poin nomor satu. Mau demokrasi, mau otoritarian, mau apa.
Tapi gue dilema, apakah Indonesia butuh sistem yang lebih ke arah otoritarian? Nggak mesti komunis. Komunis itu ekstrim.
Tapi demokrasi itu kan nggak 1 sama 0. Itu bukan 0-some game. Amerika tuh bener-bener boom, full demokrasi. China itu komunis. Anggapannya nggak gitu. Idological ya, komunisme.
Tapi ya, dalam prakteknya, dalam markupnya, it's not communism. Makanya semua ini gray area. Di mana demokrasi kita itu juga gray area. Gray area yang ke arah lebih buruk.
Berdasarkan indeks demokrasi yang turun-menurun terus. Yang sekarang, turun lagi. Problem, lo mau negara ini maju, gue speak up kayak gini tuh bukan untuk diri gue sendiri, tapi anak nama cucu gue.
Mereka mau tinggal di mana, di mana survei internasional bilang 71% anak muda zaman sekarang decide buat emigrasi. Dan kalau lo sadar, lo gak scrolling Instagram, TikTok, Tok dan teman-temannya ya, lu bakal lebih sering ngeliat negara lain nge-adds untuk tarik orang pindah keluar dari negara Indonesia. Apakah itu nggak fatal?
Ya, Pak. Nah, berarti kan sebenarnya the whole system itu kan bermasalah. Menurut lu the whole system bermasalah?
Bermasalah. Dan cara mengubahnya, how? The number one. Presiden yang selanjutnya, yang gue taruh di video gue, keharapan besar gue taruh di paproboh, dengan hak prerogatif yang dia punya, dia berhak untuk menepis segala yang tidak sesuai dengan nilai-nilai untuk membajukan negara.
Kalau dia nggak mau? Kalau dia nggak mau ya udah. Bisa apa? Makanya gue ajak lo, ayo kita bikin partai politik.
Solusinya bukan partai politik. Lalu apa? Lalu apa? Karena ini bukan soal, iya, solusi partai politik memang nggak ada.
Solusinya adalah pemimpinnya harus gerak. Kita mau bikin partai politik 10 biji, yang paling kuat di Indonesia. Kita mau jadi menteri, kita mau jadi apa, mau pegang staffsus, mau pegang apa, gitu. Kalau pemimpinnya nggak baik, kita nggak bakal maju.
Ya, ini jadi pemimpin. Nah, gue gak kredibel jadi presiden. Oh, fuck man. Gue gak kredibel. Gue tau diri.
Semua orang ngerasa gue tau diri, gue gak kredibel. Terus siapa yang kredibel? Harus diubah.
Kalau misalnya gak ada yang kredibel, ini jawabannya. Iya, iya. Semua orang tau harusnya yang kredibel. Kalau gak ada opsi yang lebih kredibel, dan kalau yang sekarang tidak kredibel, Ya sudah, kita bisa ngapain?
Kecewa. Tapi? Kecewa gue karena lu orang yang gue sangat harapkan gitu loh.
At least lu take responsibility dong for your idea gitu loh. Gue selalu berasa ketika gue punya idea sesuatu. Ketika gue punya satu idea yang gue pikir ini harus dilakukan, maka gak ada orang yang lebih kredibel untuk melakukan idea itu selain diri gue sendiri. Man, itu barrier-nya tuh, itu garis.
Benar. Nah, kalau kita ngomong tentang perubahan, lo harus sadar diri kapabilitas lo. Kalau misalnya gue jadi presiden, gue nggak bisa.
Tapi kapasitas gue sebagai content creator, sebagai pebisnis, sebagai orang yang sayang sama negara ini, apa yang bisa gue lakuin? Menyuarakan. Indonesia bekerja dari sistem hukum sama politik, ada satu lagi, hukum, politik, dan publisitas.
Banyak kok yang bilang no viral, no justice, kenapa regulasi itu banyak baru diusung kalau misalnya ada isu-isu yang rame. Say it as it is. Sistemnya sekarang begitu.
Kalau misalnya kita udah tahu sistemnya begitu, which is not good. Yaudah, kita gunakan publisitas itu untuk mengatakan hal-hal yang benar. Kalau semua orang menyuarakan, yang gerakin siapa? Yang gerakin, harapannya presiden mendengarkan.
Kenapa? Soalnya dari kata-katanya Pak Prabowo sendiri. Kalau kita mau dihormati, kita mau di-respect, kita harus mengembalikan sistem, merit system. Prestasi, prestasi, prestasi. Itu kata-kata yang sudah diusir.
diucapkan oleh Pak Prabowo sendiri dengan sabda Pandita Ratutan kena wala wali sebuah ucapan yang sudah diucapkan oleh pemimpin itu tidak boleh berganti-ganti karena itu menjadi pedoman untuk masyarakat dan siapa yang bekerja untuknya Hai pecah tak pertanyaannya Apakah beliau akan melakukan itu terus kalau diminta Raymond seorang Raymond Oke Raymond gua merasa lu punya kompetensi lu kayak pabong untuk satu bidang tertentu dan gua ngasih tanggung jawab geluh untuk lu jalanin katakan kominfo yang mungkin kita sepakat salah satu Gue berani ngomong menteri dan kementerian yang berjalan dengan sangat tidak baik dan yang buruk. Dan gue tahu lo lebih capable untuk ngelakuin itu. Dan presiden minta lo ngejalanin itu, maka lo akan ambil atau enggak? Pak Presiden, menurut Bapak saya yang paling capable di seluruh Indonesia nggak?
Iya, kalau nggak ngapain saya ngomong kayak gitu? Nah, kalau Bapak merasa saya capable, dan Bapak dengerin saya, saya bukan orang yang paling capable. Saya akan carikan orang yang jauh lebih capable daripada saya, yang punya jiwa nasionalisme untuk menilai aku.
Tunggu. Tunggu taruh posisi itu. Kedewasaan dalam kepemimpinan adalah kalau lo tau lo gak becus, lo suruh orang lain yang lebih becus taruh di sana.
Oke. Dan lu ngerasa diri lu gak becus? Diri gua gak cukup untuk jadi menteri. Tapi lu punya ide aja. Lu identifikasi masalahnya.
Gua pelajarin tentang data protection, data sovereignty, apalagi nanti kita masuk ke quantum computing. Background lu IT. Lu ngerti finance. Kenapa lu merasa diri lu gak capable untuk melakukan itu?
Itu kayak lempar batu sembunyi tangan gitu. Lu menyuarakan sesuatu tapi lu not take responsibility for it. Lu tau alih wadahnya?
Umurnya 30 tahun. saya 33 tahun balik Indonesia dari berkulit suami ngomong tidak ada orang lebih saya percaya untuk jadi Menteri Keuangan selain bunga di musim masih sini Pak saya yang percaya orang lain tidak percaya tapi saya percaya dia lakuin dia salah satu Menteri Keuangan terbaik 15 tahun bayangin kalau Aliwardana menjawab saya akan carikan orang lebih kompeten sama saya enggak akan selesai kita dari perinvasi 66 dengan segala plus minusnya media berkulit tapi ya the fact karena yang politisi sekarang ada gua ngerasa banyak sekali orang-orang yang baik dan benar ini karena tidak mau dirinya tidak baik dan benar kalau gue say yes jadi kominfo, menurut lo permasalahan besar yang kita diskusi tadi gak? apa? soal sistem kenegaran, sistem semua pemerintahnya sekarang itu misalnya menurut lo? tidak selesai semua tapi ada yang lebih baik.
Kalau gue percaya lo bisa jadi kominfo. Dimana kominfo yang assisting ya? Tentu temen gue Raymond Chin jadi kominfo gue akan percaya.
Dan kalau gue di challenge sama ide sama, ya ayo. Itu yang gue, karena orang-orang pintar yang gue kenal, salah satunya lo. Why?
Kenapa kalian? Kenapa kalian sangat-sangat... Coba gue perbalik dulu. Apa keresahan lo sekarang di negara ini?
Keresahan gue di negara ini? Keresahan gue di negara ini masalah pendidikannya, masalah bagaimana sistem berjalan, masalah bagaimana prioritas masyarakat, bagaimana prioritas pemerintah, dan bagaimana masyarakat merespon. Semuanya gue resah.
Kalau misalnya lo ditawarin jadi Menteri Pendidikan lo mau apa? Ambil. Ambil? Iya. Hmm, gue nggak.
Kenapa? Gue tetep. Karena gue punya kedewasan dan punya knowledge untuk tahu ada orang lain lebih hebat daripada gue.
Ya, orang lain yang lebih hebat nggak ditawarin gimana? Bener-bener. Bener. Kalau begitu, hal terbaik yang gue bisa lakuin adalah...
Tapi lu bakal... Gue bakal cari orang terhebat itu. Dan kalau ternyata dia enggak, gue bakal bujuk orang terhebat itu. Kalau nggak bisa, cari orang kedua terhebat.
Kalau nggak bisa, cari orang ketiga. Kalau nggak bisa, cari orang keempat. Kalau nggak bisa, ujung-ujung jatah ke gue nih, dan gue orang yang paling kompeten yang mau, gue mau maju.
Gitu dong. Kita harus responsibel dengan apa yang kita ucapkan. Tapi, ini prinsip gua. I will not be in a corrupt system.
Kalo lu suruh gua jadi menteri, dan sistem yang masih jelek, dimana gua harus tunduk terhadap sistem-sistem atau aturan yang berlaku yang gua tau sebenernya itu flawed, gua tetep gak mau ambil. Karena gua bakal jadi bagian dari hal yang gua kritisi. Karena lu gak mau kotor.
Karena gua bakal jadi bagian dari hal yang gua kritisi. Gak pertanyaan yuk, karena lu gak mau kotor. Salah, gua mau kotor.
Tapi kotor gua. gue penghasilkan apa? Kalau ternyata kotor lu itu menghasilkan lebih banyak lagi masyarakat yang sejahtera.
Tapi lu dinilai buruk sama orang. Dinilai kompromis sama orang. Tapi lu tahu apa yang lu lakuin ini benar. Gue bakal lakuin.
Soalnya kebijakan yang baik itu... gue nggak pasti kebijakan populer. Lo kalau trackback semua yang dilakukan oleh Malik Wan, yang ngebangun Singapura, lo kira orang nggak takut sama dia? Orang trauma, loh. Sistem diktatorship dia, di mana semua media, orang-orang yang ngomong against the company itu, the country, ya, itu dibungkam.
Takut orang sama dia. Tapi semua kebijakan-kebijakan yang dia bikin, itu secara long term, itu maju banget. Gue baru sering ngobrol sama temen gue yang tinggal di Singapura.
Dia bilang kayak video pertama yang gue ngomong tentang Lee Kuan Yew itu spot on. Dia ngerasain dari A sampai Z yang gue omongin. Dan semua kebijakan itu belum tutup populer. lu lihat indeks orang yang stress, Singapura itu 91%, Indonesia mungkin data terakhirnya cuma 75%, tapi gua nggak percaya. Tapi negaranya maju nggak maju.
Kebijakanan baik itu belum ketuk kebijakanan populer. Dan lu bakal lakuin itu walaupun lu nggak populer selama itu? Of course. Of course. Berarti lu punya semuanya dong, semua elemen, semua faktor yang emang, oh Raymond Chin ini orang yang bisa menggerakkan.
Negara sistem dengan lebih baik karena Kalo gue jadi menteri gue bisa ubah sistem ya? At least lo bisa jadi step pertama Lo bisa solo, lo mungkin gak bisa nyelesain 100 masalah Tapi seenggaknya lo bisa nyelesain 10 masalah Itu lebih better daripada biarin 100 masalah jadi masalah Makanya kalo gue bilang ayo kita bikin partai politik I'm not kidding Karena memang Bersuara itu ada batas ya? Bersuara pada akhirnya suara... Kalau orang yang kita suarakan itu memilih untuk tutup telinga, kita bisa apa? Anggap ada mobilnya.
Engine-nya rusak, bentunya rusak, asenya rusak, suspensinya rusak, semua. Terus, obengnya di bannya rusak. Gue komplain terusin sama orang ini mobil.
Ini mobil bakal rusak, ini bakal membahayakan nyawa orang gitu misalnya. Gue disuruh buat benerin skrup di bannya. Itu tawaran yang kamu berikan saya sebagai Menteri Kominfo. Kira-kira gua bangga benerin satu skrup di ban itu, kalau gua tahu mobilnya itu masih bermasalah. Gak bangga.
Bukan soal kebanggaan. Masalah kontribusi. Kontribusi lu di mobil yang udah tau bobrok, lu cuma ganti obeng, lu kontribusi apa? Iya kalau lo ngeliat itu cuma ganti skrup Kenyataannya Gue jadi menteri Kominfo itu cuma ganti skrup Kenapa?
Karena the big problem Itu bukan Kominfo The big problem Presiden yang lebih baik Dan bisa memperkuat Enforce prerogative rights Yang dipegang sama Pak Prabowo Harapan gue besar sama Pak Prabowo Dan tiga video yang gue buat kemarin Yang viral banget Banget loh Gila Gila langsung gue upload video sama dengan dia ya dan gue tuh merasa lebih merakyat gitu video gue soal buta warna gitu gak keren, ya Raymond udah satu juta anjing wah gila nih gue juga kaget, to be honest dia tuh tinggi banget loh, udah gue nonton lu kaget banget, gua bilang aja ke koko oh anjir bisa segitu ya dan lu tuh sangat sadis itu tuh eh gua gak tau ya dibalik itu semua cuman lu menahan amarah, lu berusaha untuk control yourself proposinya apa? apa yang mau lu harapkan video itu menghasilkan output apa outputnya tuh warga lebih sadar kalo gua insya Allah bisa dilihat juga oleh Pak Prabowo. Karena itu, gue bukan siapa-siapa, tapi kan gue warga negara Indonesia.
Mengusung nilai demokrasi kan berarti mendengarkan setidaknya segelintir masyarakat yang menunjukkan harapan. Emang nggak boleh masyarakat punya harapan? Ekspektasinya bisa begini, Pak.
Gue bisa aja salah, bisa aja opini gue nggak valid, gitu loh. Tapi kan nilai-nilai demokrasi mendengarkan masyarakat. Itulah kenapa lu berusaha memanfaatkan demokrasi yang ada.
Iya. Gue sampai ditanya, kok ini titipan siapa nih? Gue anaknya apa?
Iya, anaknya apa? Nggak. Sampai sekarang gue berani taruhan siapa-siapapun, trace semua chat gue, nggak ada titipan siapa.
Ini bener-bener dari hati gue. Sedih gue tinggal di Indonesia ngeliat kayak situasi terakhir kita, gitu. Terus lo waktu pemilu kemarin milih siapa? Confidential. Confidential.
Karena itu akan spin off opini orang. Gue tau bisa menggiring opini orang ke arah yang salah. Oke.
Dan itu sangat, sangat, sangat, sangat, sangat menarik. Lo pilih siapa? Hah?
Lo pilih siapa? Gue golput. Gue pilih. Gue golput karena dari awal gue suarakan gue golput.
Kenapa gua mau ikut? Ya banyak sekali alasan gua untuk tidak. Karena gua mencintai semuanya. Karena bagi gua semuanya baik. Kayaknya.
Jadi bingung gua milih siapa. Kenapa lu ngerasa semuanya baik? Iya semuanya baik. Ya karena gua punya perasaan kayak baik aja gitu.
Karena menurut gua semuanya baik, gua semuanya oke. Semuanya bekerja untuk Indonesia. Apakah mereka bener-bener bekerja untuk Indonesia? Hah? Apakah semuanya bener-bener baik dan bekerja untuk Indonesia?
Indonesia. Setau gue gitu ya. Gue gak tau deh kalau enggak.
Nah itu kan pertanyaan kenapa nama podcast ini devil's advocate. Kita menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang susah. Gue juga gak punya jawabannya. Mereka baik, jelek, gak tau. Tapi kan umpamanya opini muncul ya lihat historikalnya aja gitu loh.
Iya kan? Apa yang terjadi selama beberapa bulan terakhir ini, satu tahun ini emang nggak resah. Lihat kayak kebanyakan kebijakan pinjaman kok kayak kok susah ya diterima masyarakat ya. Kok kesannya kayak nggak mengedepankan Indonesia tapi kesannya kayak memenangkan segelintir orang.
Iya kan? Dulu gue suka banget sama Pak Jokowi. Ya oke.
Berarti sengaja gue sudah mengeliminasi satu nama dari yang lo pilih ya. Dulu gue suka sama Pak Jokowi. And that?
Belakangan ini kok gue ngeliat kebijakannya Menurut opini pribadi gue ya Kok aneh? Hmm? Kok tidak seperti pro Indonesia? Iya kan?
Apa-apa aja, lu tentu udah banyak sekali video lu yang mengkritik kebijakan. Coba-coba elaburin, apa aja. MK. Iya. Kok bisa?
MK isinya juga kebijakan ya. Itu manuver. Gua juga gak mau bilang.
Pemerintah keputusan. Pemerintah kan eksekutif ya? Sebenernya kalau kayak gitu kan harusnya legislatif ya. Kok bisa berubah ya?
Kok bisa tiba-tiba yang seharusnya nggak bisa maju jadi bisa maju ya? Peraturannya berubah. Kenapa bisa berubah? Atas dasar apa? Iya, tanya hakimnya lah.
Kenapa bisa berubah? Nah, itu yang lo pertanyakan. Iya, kenapa bisa berubah?
Coba menurut netizen, kenapa aturan itu bisa berubah? Buat teman-teman yang nonton yang berpikir kritis, karena ini namanya Devil's Advocate, kenapa bisa berubah? Nah, menurut lo kenapa bisa berubah?
Pasti ada kepentingan. Kepentingan dari yang ingin mengubah. Siapa pun yang mau mengubah itu.
Siapa yang kira-kira dimenangkan. Dan itu yang lo bilang tadi, kebijakan Pak Jokowi yang lo pertanyakan, yang seperti tidak cinta Indonesia. Salah satunya MK.
Karena mau itu salahnya Pak Jokowi atau bukan, mau itu influence-nya Pak Jokowi atau tidak, atau bukan, dari segenap kepercayaan gua, apapun yang salah di bawah itu salah pemimpinnya. Masalahnya gua udah pegang prinsip itu. Jadi apapun yang salah itu salah pemimpinnya. Itu namanya hak derogatif.
Mau itu dibiarkan berarti walaupun Pak Jokowi nggak campur tangan, itu salah Pak Jokowi. Kenapa? Karena Pak Jokowi bisa campur tangan.
Itu namanya hak derogatif. Itu yang bikin gua kecewa. Selain itu?
Hai emak sama ya ya mirip-mirip lah kek kakak-kakak adik ada rumor yang gue lumayan kaget sih belakang ini yang kaget banget sih sebenarnya sih tapi gua nggak tahu ini bener atau enggak ya dan ada campur tangan atau enggak itu pas konsiderasi One Tim Press jadi Dewan Pertenggangan Agung Serem gak itu menurut lo? Mungkin, mungkin serem. Gue gak tau sih soalnya. Soalnya kan tujuan umat tim pres itu apa?
Untuk meng-advise presiden kan. Dimana presiden itu tetap punya hak prerogatifnya untuk melakukan sesuatu gitu. Tapi kok gak?
Makin gue baca-baca soal Dewan Pertimbangan Agung, yang awalnya kursinya di limit nih. Sekarang kursinya jadi unlimited yang gue dengar rumornya. Katanya gue orang bodoh ya.
Tiba-tiba, loh diganti, dan kok punya hak lebih dari advising presiden? Oke. Kok bisa? Itu yang bikin lo kecewa dengan pemerintah Pak Jokowi yang awalnya lo suka? Pertama gue mau tanya, lo sukanya kenapa dulu?
Oh dulu karena semua yang dikatakan tuh keren. Bagus, rakyat, kelihatan kayak pro-rakyat banget. Keren, keren. Jadi despite Pak Jokowi salah atau enggak, tetap ada data-data yang tidak mencerminkan bahwa sukses.
Angka kemiskinan target 6,5 sampai 75 persen. Itu target. Sekarang masih di 9,75 persen. FDI. Kenapa ekonomi kita nggak bisa grow sampai 8 persen, kenapa?
Salah satu faktor pendurunya FDI. Kenapa asing nggak mau invest sama kita? Karena ada ketidakpastian hukum.
Oh iya, jelas. Jelas. It's not about the law, it's weak law enforcement.
Dan kalau mau di-breakdown, ada puluhan lagi pertanyaan, kenapa Indonesia kayak sekarang gitu loh? Tapi karena gue punya kepercayaan bahwa semua yang salah di dalam adalah salah pemimpinnya, jadi kan, lo pemimpinnya sekarang siapa? Ya, Pak Jokowi. Gue nggak tahu Pak Jokowi itu sebenarnya baik atau jahat.
Nggak tahu. Tapi kan... Tapi lo tahu benar atau salah nggak? Nggak bisa benar sama salah kan... Baik dan jahat lo nggak tahu nih?
Tapi menurut lo benar atau tidak? Dua-duanya gak bisa bilang, soalnya gini ya, yang gue paling benci dari orang yang ngekritik, yang paling gue benci ya, yang mengkritik pemerintah, mengkritik apapun, adalah cuma ngeliat dari jelek-jeleknya. Pak Jokowi ngelakuin hal-hal yang bagus juga, kalau ada beberapa. Contoh? Pak Jokowi kan...
fokusnya ke infrastruktur dan ekonomi domestik. Bener nggak? Fokus dia dua hal itu.
Konsumsi rumah tangganya waktu itu sempat oke, tapi sekarang udah nggak lah ya. Beli menurun. Nah itu, ingetin gue bahas itu lagi ya.
Menurut gue itu agak kayak propaganda. Propaganda apa? UMKM tulang punggung.
UMKM nggak pernah jadi tulang punggung. Tulang punggung, kontribusi 60% lebih dari GDP kita. Ya kan? Ya enggak, itu salah. Pesan lebih berarti?
Enggak dong, UMKM itu kan cuma soal transaksi ekonomi yang berjalan, Pak. Ya, konsumsi dalam rumah tangga paling gede di... C....oleh UMKM. C. Transaksi ekonomi, itu kan masuknya... Ya, C, konsumsi.
bener, tapi kan dari seluruh GDP konsumsinya lebih dari 50% gini, kalau UMKM sebagai tulang punggung seperti tulang punggung ini masa gue harus nilainya sini, gini banyak Gue tanya lo dulu, lo setuju nggak UMKM itu langsung menggambungi negara? Itu yang diomongin sama kita, itu yang selalu diganggu-gangguin selama beberapa tahun terakhir. Dan lo bilang itu berapa keadaan? Gue bilang itu nggak tepat.
Karena? Karena realitanya, kenapa UMKM-nya bisa sebanyak itu? Lo bisa jawab, Pak? Kenapa di Indonesia? Ya itu, kita punya concern yang sama.
Karena UMKM di Indonesia itu tidak terintegrasi. Sama mainstream bisnis yang emang butuh bulu kehilir. Negara mana yang bergantung sama UMKM sekarang? Harusnya UMKM-nya naik kelas dong. Harusnya, masa UMKM dibiarin kecil dan menengah terus?
Dalam 2 tahun ya proyeksinya lu harus jadi usaha gede. Kenapa mereka gede? Itu belum menjawab pertanyaan pertama, kenapa UMKM banyak di Indonesia?
Cuma di Indonesia kan? Karena UMKM banyak. Kenapa? Kenapa? Karena orang-orang nggak ada opsi lain, sekarang jadi UMKM.
Iya, karena sektor formalnya belum ada. Ngerti gak sih? Iya.
Makanya gue bilang, gue sangat menolak idea dan propaganda. Mungkin lu propaganda ya, bilang kalau UMKM itu adalah tulang punggung yang harus dilestarikan. No, UMKM jangan dilestarikan.
UMKM harus lu bikin gede supaya terintegrasi nih bulu kehilirnya. Setuju. Karena sekarang semua sektor informal itu jangan jadi kebanggaan dong. Itu benar, itu maksud gue.
Tapi selama ini kalau lu lihat narasi dari pemerintah, narasi dari negara, UMKM itu... Di sini, kita harus meninggikan UMKM. UMKM itu penting. Kenyataannya ini hasil dari opini gue.
Enggak, enggak opini lu. Itu valid. Hasil dari tidak terciptanya sektor formal di Indonesia.
Betul. Setiap perkembangan 1% GDP... di Indonesia sekarang dibanding 20 tahun yang lalu menghasilkan kurang dari 1 per 5 dari lapang kerja yang terbuka.
Kenapa? Dutch disease. Di industrialisasi dini. Di tahun 2000-an kita kenyang banget soal komoditas. ekspor saja semuanya, kita tinggalkan itu industrialisasi.
Mengapa kita membuat Lemonade kalau kita bisa jual lemonnya langsung? Tapi ironinya, lemon yang kita jual keluar. Kita beli balik Lemonade dari luar dan hargai mahal value chainnya di luar. Di sana, sektor informal terbangun. Ini power of line.
Tapi begini, UMKM. Kita balik lagi ngomong UMKM. Gue tuh kuliah di Binus. Dulu gue ada satu warung yang gue suling makan kalau misalnya gue balik. Enak, kurangnya.
Murah. Rp15.000 gitu kan. 8 tahun kemudian, waktu itu emang ada acara, gue jadi pembicara di Binus. Gue lihat lagi, gue datangin.
Orangnya sama, bisnisnya sama, rame-nya sama. Indonesia itu kan butuh warga yang pelan-pelan dari low skill jadi intermediate, jadi kayak high skill labor. Menurut lo dia naik nggak skill-nya?
Melakukan hal yang sama selama datang terakhir? 8 tahun. 8 tahun lho? Gua datang warungnya masih ada. Orangnya masih sama.
Berarti nggak scale up dong? Warganya nggak makin pinter. Dan itu yang lu kritisi? Kalau Indonesia mau maju, sekarang itu kita di era dimana kita butuh high skill labor.
Gimana cara menciptakan high skill labor? Adalah memberikan jenjang, both dari pekerjaan sama pendidikan, untuk mereka bisa naik level. Iya. Tapi mana Indonesia bisa memperoleh itu? Bilangnya ekonomi yang bakal dibuka itu blue atau green economy, lupa gua.
Ntar dua itu kan. Enggak, kita perlu industrialisasi dulu. Industrialisasi itu cara yang paling tepat untuk bikin orang yang low-skill, tanda kursi bodoh, pasang skrup, copot skrup, lama-lama depan komputer, lama-lama apa, mereka naik level.
Jadi UMKM itu... nggak bisa dibanggakan oleh negara. Banyaknya UMKM nggak bisa dibanggakan sama negara.
Benar. Yang bisa dibanggakan negara adalah ketika UMKM naik kelas. Itu baru sebuah kebanggaan.
Itu baru sebuah kebanggaan. Yang baru terintegrasi sama industri formal. Benar.
Kenyataannya naik kelas nggak ya? Problemnya kayak gini, Rey. Negara lain, kemanufaktur udah lewat. Udah jasa. Kita langsung faktur aja belum.
Sedih gak? Sedih. Sedih banget, bos. Karena ini yang dibicarain ekonomi ya. Ada satu yang lu put tadi soal industrialisasi.
Industrialisasi itu nggak akan jalan. Hilir itu nggak akan bisa jalan dengan oke. Kalau hulunya nggak kurus.
Masalahnya, R&D kita berantakan. Gue kemarin ke Brim, terus ngobrol sama ininya Brim. Budgetnya 6T kan?
Hah? Budgetnya 6T. Cuma 6T loh. 0,1 apa 0,01?
Cuma 6T. Dibanding negara lain yang punya alokasi R&D jauh lebih signifikan. Karena mereka tahu R&D itu backbone. dari produk yang dikeluarkan.
Namanya aja gross domestic product. Produk kita apa? Begituloh.
Makanya kan, kita butuh hilirisasi. Kita bisa hilirisasi kalau kita punya produk. Nah, kita punya produk. Kalau kita punya inovasi, inovasi. Kalau kita punya, ya randi.
Nah, ini supply chain-nya udah mati nih. Menurut lu siapa yang salah? Ya, government. Ya, salah government.
Ya, udah. Tapi, tapi kan it's not the problem-nya ya. Kita semua tahu ini, yang kurang government-nya.
Dibalik semua kesuksesan atau keberhasilan di sektor lain atau di... aspek yang lain, disini bermasalah tapi gue ngerasa pesimis aja kalau cuma ngomong gitu loh benar, tapi nah, itu yang gak solving gitu soalnya gue gak dapat solusi nih selain bersuara, dan faktanya lo tidak capek untuk bersuara, dan tidak kurang bersuara gue tidak kurang bersuara Dan akhirnya apa? Suara yang ketika kita bersuara yang bisa kita harapkan adalah kebaikan hati atau pintu hati mereka terkutuk untuk mengubah ini dan mengembalikan lagi kepedulian kepada diri mereka yang telah lama hilang.
Naif banget sih. bener-bener harapan tuh biasa selalu dilihat sebagai kenaifan nah iya tapi butuh harapan itu punya-punya goals kedepannya apa misalnya lu bilang Oh bukan berpartai politik Oke Ray gue mendengarkan apa kalau kita enggak kita enggak berpolitik kita enggak percaya bahwa lu sangat Saya sangat percaya bahwa suara tidak cukup kuat. Iya, suara tidak cukup kuat. Suara tidak.
Dengan, gue nggak nyebut lawannya, dengan apa yang dihadapi, tidak lagi cukup kuat. Tapi kan kita melihat dari sejarah, sejarah sejarah kan. Kan itu problem gedenya.
Kalau kita lihat problem-problem kecil, kebijakan, penegakan hukum, macem-macem, kecil aja problemnya. Terima kasih. Dari pengamatan lo selama 10 tahun terakhir ya di era digital ya, berapa persen masalah yang diselesaikan setelah dia viral?
Yang gini, ada satu hal yang orang nggak paham adalah viral justice by viral itu, itu baru terjadi ketika ada satu pihak yang juga punya kepentingan yang sama. Kalau semua pihak tidak punya kepentingan yang sama, mau se-viral apapun, kurang klik. Viral apa protes padatah, Omnibus Law. Menurut gue itu salah.
Bapak, menurut gue itu salah. kelemahan KPK orang turun ke jalan orang ngomong suara media, ya karena orang gak punya kepentingan yang sama jadi ada identifikasi yang masalah nih, ada identifikasi yang masalah ketika orang melihat oh iya bisa viral, dengan harapan itu berubah, dan berubahnya karena viral, bukan karena viral karena ada orang yang punya power, yang punya kepentingan yang sama maka itu bisa dieskalatkan Gue setuju itu ada beberapa kasus, tapi nggak semuanya. Yang nggak semuanya coba kasih contoh. Kenapa?
Soalnya sudah 10 tahun terakhir, di sistem kabinet akomodatif, gimana caranya orang-orang itu dapat power? Gimana cara orang-orang di pemerintahan bisa dapat posisi? Gimana?
Komoditas publisitas kan. Kenapa politikus tiba-tiba sosmednya gede semua? Karena mereka tahu itu komoditasnya mahal.
Karena mereka menggunakan komoditas itu untuk mendapatkan kekuatan yang mereka miliki, mereka tidak bisa buta komoditas yang dipakai untuk mengkritiknya juga. Itu level permainan yang sama. Iya, kalau lo untuk mendapatkan satu kekuasaan atau posisi lo gunakan popularitas, semua orang juga tahu. Tapi apakah suara itu bisa mengubah satu kebijakan yang lo pikir harus diubah?
Kemarin ya pas kasus TikTok, kenapa permendaknya bisa dikeluarin. Menurut lo karena apa? Ya karena ada yang punya kepentingan yang sama dengan apa yang gue suarakan.
Di saat yang sama, karena semua orang berkata TikTok adalah pembunuh orang KM. Di saat yang sama. Oh, gue bisa ngomong banyak soal ini karena gue yang...
yang put the trigger ya gue tahu video selesai beramak masalah satu yang pertama yang pertama yang pertama apakah gue berpikir itu bisa berubah karena gue itu berubah karena ada kepentingan lain yang sejalan dengan itu dan karena gue tahu ada kepentingannya sejalan dan itu dan gue berpikir bahwa ini caranya barulah suara efeknya kalau kita setuju sama teori itu berarti kita setujunya bahwa virality atau publisitas adalah katalis Iya jelas katalis Tapi bukan jadi powerful weapon Bisa Nah untuk jadi powerful weapon Kita harus punya pemerintah yang benar dulu Nah untuk punya pemerintah yang benar Harus ada orang benar dulu masuk Nah pertanyaan gini Kalau kita udah setuju bahwa Publisitas atau kayak Attention adalah katalis Dan dari awal harus orang yang emang mau benar kan Baru kita jadi katalisnya kan Gue harus percaya lebih tepatnya ya Taruh harapan gue ke Pak Prabowo Gue harus percaya Pak Prabowo itu nasionalis Dia pengen liatin Indonesia Maju. Gue harus percaya lebih tepatnya ya. Karena lo gak punya pilihan lain.
Karena udah gak ada pilihan lain. Dia yang terpilih kan. Jadi gue harus percaya.
Jadi itu basisnya. Suara rakyat menjadi katalis. Setuju gak lo soal itu? Kalau dia benar.
Kalau dia benar. Balik lagi. Berarti lo bilang dia gak benar? Bisa jadi nggak benar, bisa jadi benar. Exactly.
Kan bilang, kalaupun nggak benar, ini akan jadi siklus yang berulang. Kalaupun nggak, kalau benar, oke, mantap, good, keren. Benar, tapi bukankah itu, apalagi kalau kita ngomong agama ya, sensitif nih agama nih ya, bukankah kita bergerak dari yang namanya faith? Harapan. Kita nggak tahu benar atau salah, tapi kenapa bisa orang percaya?
Karena orang punya faith. Harapan. Harapan itu yang bikin gua harus percaya bahwa Pak Prabowo cuma punya satu tujuannya, itu untuk memajukan Indonesia. Dengan kepercayaan itu, gua menyuarakan dan berharap itu menjadi katalis.
Dan kalaupun itu ternyata tidak sampai dengan apa yang lu soalkan, what then is that? It is what it is. Sudah. Sudah.
Gimana? I did my part. Tapi kalau lu punya chance untuk membawa perubahan itu secara langsung, dan lu yang yang lebih lu bakal take the opportunity of kalau bener-bener orang lain lebih bagus lebih bagus kalau nggak ada orang lain lebih bagus daripada gua kalau nggak ada orang lain lebih kompeten daripada gue seluruh Indonesia which I think is unlikely ya udah gue maju itu itu itu pertanyaan gue maksudnya gue jadi presiden sekarang bukan bukan bukan Kenapa semua orang semua orang yang ada di dunia gua percaya air bisa yang gua merasa punya kapabilitas yang jauh di atas gua melakuin sesuatu, itu selalu ngerasa kalau, ya gue nunggu orang lain yang tepat.
Dan kita sudah menunggu selama hampir 80 tahun. Itu namanya kedewasaan kepemimpinan? No, it's not kedewasaan. Itu lebih kayak, ya udah gue nggak mau capek aja. Nggak, gue mau capek.
Ya kalau lo mau capek, ya lo ambil resikonya dong. Kalau gue masih jelas. Jadi presiden kan? Jadi presiden, jadi pemimpin or not. Kayak gue tadi, lo tanya ke dulu, lo mau jadi mengen diquit?
Ya gue ambil. Haa. Ya kalau misalnya, gini.
Balik lagi ke analogi mobil lo dan gue harus ganti skrupnya. Bener kan? Apakah itu tuh nge-solve mobil secara keseluruhan? Tidak, jelas.
Jalan tetap bisa bikin kecelakaan, orang mati gitu loh. Untuk menteri sih nggak bisa disamain sama skrup ya. Kecuali lo ngomong cuman lah. Ban! Ya ban lah, ban lah.
Bannya bener tapi enjinnya bocor, meledak, mati, sama aja. Seenggaknya dengan bannya bener lo bisa ke bengkel dong. Tapi kalau ini kan bisa berhenti doang.
Kalau kasusnya bisa ke bengkel, kalau nggak bisa? Ya bannya kan jalan, wey. Tapi kalau misalnya bannya bener nih, nih jalan tiba-tiba ada busi yang Spark terus dibocor ledak sebelum ke bengkel Hai lebih baik daripada lu diem enggak lebih baik lu figure out problemnya terus benerin problemnya karena itu namanya kerjaan sia-sia lu benerin ban lu disuruh kerja 24jam buat benerin ban tapi lu tahu ini mobil bakal tetap kebakaran di tengah jalan sakses 5 m dari dia berjalan Lo bakal tetep gak benerin ban-nya? Gue gak akan tau mobilnya kebakaran atau enggak.
Enggak, lo tau. Ini asumsinya lo tau. Kalau mobilnya, gue asumsinya mobil kebakaran nih.
Kalau dibawa jalan 5 meter itu bodoh namanya. Bener, bodoh kan. Ya masa lo, ini roda pemerintahan.
Ini menteri gak bener nih. Dan lo diminta gantiin nih. Dan lo punya kompetensi disitu tuh.
Ganti ban kan, iya. Iya, lo tau nih menterinya gak bener nih. Iya, ganti ban.
Bannya sebelum bocor diganti jadi, misalnya gue ban yang utuh gitu kan. Iya, lo ban utuh nih. Lu ban utuh? Yaudah, lu masuk. Berarti lu gak mau karena lu tau itu akan meledak?
Karena gue tau itu bakal meledak. Berarti lu gak akan gantiin ban itu tadi? Enggak. Yaudah, lu biarin itu meledak atau lu biarin itu berhenti?
Gue cari core problemnya. Gini, gue tuh consulting banyak banget bisnis gitu ya. Kebanyakan orang ngerasa kayak bisnis ini gagal karena gue gagal jualan. Ya kan?
Bahannya harus diganti. Most of the time, itu salah. Masalah operasional, masalah perizinan, masalah core management, organisasional, finance, banyak.
Jadi tujuan gua sebagai konsultan, hal yang paling pertama harus gua lakuin adalah cari core problemnya. Itu udah setengah dari apa yang harus gua lakuin untuk menentukan perusahaan. Presiden? Core problemnya pemimpin tertinggi?
Presidennya harus lebih baik. Dia harus punya rasa nasional yang kuat, bisa menggunakan hak-hak terganti Friday ya Hai ini kira enggak sih deh gogo harus tidak sependapat dengan ini karena untuk untuk melihat problemnya Republik ini dimanapun dia berada apalagi di negara berakhir Presiden tidak sebagai berpengaruh itu untuk menentukan ini benar atau tidak eh ini baik atau tidak lebih negara maju apalagi kita ngomong Indonesia di Indonesia Presiden punya pentingnya pada pantai politik pada koalisi pada sistem pada legislatif kecuali kita kita berada di dalam sebuah kerajaan gitu yang mana absolute power dinasti ini maksudnya, iya dinasti gitu yang mana which is ditolak, feudal iya feudal, kecuali lu ngomong kecuali sistem kita feudalism, yang mana presiden, pemegang kekuasaan benar-benar tertinggi di atas yang lain, dia bisa menentukan A, B, C, D, presiden yang benar, partai pengusungnya nggak, ya nggak bisa, nggak bisa senaif itu dong partai pengusungnya kalau nggak benar juga oh benar, nggak bisa senaif itu, karena pas gue bahas tentang perigatif, tetap harus ada hal-hal lain dikonsiderasi, memilih pemimpin itu harus dilihat dari partai politik pengusung langsung ya bener-bener kacau-kacau dong benerin sistemnya itu yang tadi bisa lu nggak bisa enggak kita lihat bahasa hukumnya aja Presiden bisa. Bisa kayak gimana?
Dia punya rights prerogatif. Buat? Buat membuat keputusan di ranahnya dia untuk penepis. Kalau misalnya mau dong titip jabatan, no.
Gue mau cari orang yang lebih kompeten. Mau dong kayak Mak Juin ini, no. Lebih kompeten dia.
Dan menurut lo Presiden punya kekuatan untuk itu? Ya itu yang gue bilang naif. Partai kekuasaan di Indonesia... Tapi bukankah naif sebuah harapan?
Kayak kita, gini, orang-orang yang bilang harapan itu naif, tau gak kenapa? Karena it is what it is. Sistemnya sudah begitu. Kalau harapannya itu ada bentuknya dan ada hal yang memang bisa secara logik ini bisa jalan, ya itu harapan. Tapi kalau naif itu kayak, lu tau nih, situasinya gak kayak gitu.
Oke, kisahnya kayak gini, bisakah presiden menepis orang kalau minta titip debatan untuk jadi menteri? Bisa gak? Dalam prakteknya bisa ini ya, Maif.
Bilang bisa, iya. Ya, yaudah. Tapi dalam prakteknya apakah bisa? Nah, kenapa dalam prakteknya nggak bisa?
Ya, karena sistemnya. Kenapa sistemnya nggak bisa? Karena iris war iris, kan? Karena ini udah terjadi dari berapa puluh tahun yang lalu. Bukan itu, bukan itu.
Itu karena kepentingan Karena itu tadi gue bilang Dengan lo bilang kalau suara itu bisa mengubah sesuatu Maka gue gak akan percaya suara bisa mengubah sesuatu Kalau lo mau mengubah sesuatu Sistemnya harus benar Kalau lo sistemnya harus benar Either lo percaya sama sama satu orang yang bisa mengubah itu, atau beberapa orang yang mengubah itu, atau lu sendiri yang mengubah itu. Makanya gue taruh kepercayaan di Pak Prabowo. Gue harus percaya Prabowo bisa mengubah.
Kucinya di sana. Kalau Prabowo bisa mengubah, ya itu, ya itu tadi. Kalau dia bisa mengubah, hal akan berubah.
Oke. Sistem akan menjadi lebih baik. Kementerian akan diisi oleh orang-orang yang lebih kompeten.
Kebijakan akan lebih melihat jangka panjang dan mengedepankan, nge-balance lah kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Jadi solusinya adalah menaruh. menaruh harapan kepada presiden.
Itu solusi terbaik yang bisa lo lakuin sekarang. Dan menambah katalis menyorakan. Ya lo setuju kan bahwa suara itu katalis kan? Gue setuju suara itu katalis.
Tapi gue nggak setuju bahwa suara itu adalah output. Suara itu vehicle. Outputnya adalah kepemimpinan yang baik. Outputnya adalah pengambilan keputusan.
Benar, yang baik. Nah, sekarang gue tanya-tanya tadi. Lu bilang kan demokrasi bermasalah nih Just in case sistemnya berubah jadi monarki, feudalism Oh gue tetep gak setuju sih soal itu sih Nah, atau jadi ototarian Tapi bener, Lee Kuan Yew lah Kita punya pemimpin kayak Lee Kuan Yew, tapi dia memelihara dinasti Tapi lo tau nih, pertumbuhan ekonomi naik, GDP naik, GDP per kapita naik.
Ambil contoh Vietnam lah. Vietnam pertumbuhan ekonominya gila-gilaan, bos. Benar.
Bagus mereka. Manifestnya jalan. pabrik jalan keren tapi di balik itu burung dibayar murah bener suara enggak ada kebebasan pendapat berpendapat enggak ada sekolah gratis disitu partai penguasa satu nah lu bakal pikir itu atau enggak lu bakal prefer itu atau dengan sistem yang ada kalau semuanya baik pilihannya tuh black and white gue lebih milih Vietnam atau tetap dengan Indonesia dengan situasi kayak gini Daripada Indonesia ke Indonesia, saya kaget ini menekan Vietnam.
Nah itu dong, menjawabnya gitu lah. Tapi kan intinya dua. Negara tuh cuma punya pertanggung jawaban dua. Satu, dia sebagai negara di mata global, kemajuan ekonomi dan teman-temannya yang lead to masyarakat yang lebih sejahtera. Bener nggak?
Kalau dua ini jalan, ngapain gue keluar-keluar? Gue diem aja anteng di rumah. Kalau misalnya semuanya enak, ngapain lu komplain? Ngapain lu komplain kayak, oh harus pakai sistem tiket di depan, oh harus pesen order pakai menu, pakai iPad. Gue kesel tuh, gue lebih suka order-order.
Kalau semuanya enak, ngapain lu komplain? Mau dia pakai kertas. mau dia pakai apa, mau dia pakai apa, terserah. Lu happy ya? Udah lu diem.
Gitu. Jadi dilemanya tuh kayak gitu. Kenapa gue kesel?
Kenapa gue menyuarakan ini? Karena gue punya harapan. Call me naif. Tapi ya, gue ngelakuin ini bukan buat gue, buat anak sama cucu gue nanti ke depannya.
Gue plan untuk tutup isinya di Indonesia. Gue udah ditawarin beberapa kali buat pindah ke luar negeri. Kayak tinggal di sana aja.
Dari pas kecil gue ditanya soal ke warga negaraan Singapura. Nggak gue ambil. Orang tua gue nggak ambil.
Karena Indonesia adalah negara kemungkinan. Karena Indonesia itu punya keterikatan sama gue pribadi, gue sayang sama negara ini. Tadi kan gue ngambil contohnya Vietnam. Dan lu tahu, gue bahkan udah mention gitu, di Vietnam itu diupah rendah.
Banyak hal yang dibatasi dari mereka. Tapi lu tahu pertumbuhan ekonominya gila. Berarti dia nggak balance.
Dia memenuhi ini tapi dia nggak memenuhi ini, bener nggak? Memenuhi Memenuhi kemajuan ekonomi dan globalisasi Tapi dia gak memenuhi sosial dan kesejahteraan masyarakat Berarti dia gak balance Dia tetep bukan referensi yang terbaik Berarti Dan lu gak akan pick itu? Singapura sih Basemark gue kayak Wah keren 30% GDP FDI-nya Wah keren gak?
Iya lah Negara dikelola berapa orang Keren kan? Gue pengen sih Indonesia bisa kayak gitu Indonesia untuk jadi kayak Singapura gitu Ya, terus memegang nilai-nilainya lah. At least nilai-nilainya, meritokrasi. Udah simple itu aja, meritokrasi.
Putting the right man in the right place. Singapura? Itu dikuannya menjabat tuh hampir semuanya teman dekatnya, Pak.
Ya, tapi apakah mereka kompeten atau nggak? Pertanyaan itu kan, meritokrasi tuh kompeten atau nggak? Ya, sama kayak yang lo challenge tadi, masalah demokrasi tadi yang lo bilang, oh nggak bisa partai politik karena mereka penyebab orang-orang tidak kompeten ini. Ya, kalau misalnya mereka kompeten, ya gue diem.
Kalau mereka kompeten, lu gak peduli itu anaknya, lu gak peduli itu mamanya terserah, terserah jadi problemnya bukan partai politik emang sebenarnya problemnya bukan partai politik, tapi sistemnya emang akomodasi partai politik bisa memberikan orang yang tidak kompeten dan punya kepentingan partai dibanding kepentingan negara untuk masuk ke pemerintahan dan mereka menyalahkan apa? rakyat memilih kok iya, itu tuh kayak kayak analoginya rakyat yang memilih kok, tapi kita yang bikin rakyat yang memilih gitu loh iya itu, itu makanya gue tetap pada stance gue kalau orang-orang yang punya kapabilitas seperti lu seharusnya Kayak, setelah harusnya ya. Kalau gue orang yang terbaik, gue maju. Oke, ayo.
Tapi, gue gak bodoh lah. Gue tau orang yang jauh lebih baik daripada gue tuh banyak. Kalau misalnya gue mau ambil bagian, gue bakal convince orang itu mati-matian sampai bisa dia mengisi posisi itu. Ini satu hal yang gue pelajari dari lu bahkan ya.
Iya kan? Ingat gak gue bikin video tentang 2023? Iya kan?
Itu membuat orang banyak membuat keputusan yang tidak benar loh. Itu gue harus ngeliatin, itu video tuh gak terlalu bagus loh. Dan gue podcast sama lu tuh roasting gue.
Dan itu perdebatan sehat, itu namanya pendewasaan. Apa yang saya percaya adalah orang-orang seperti kita itu punya kekuatan. Kita ngomong sesuatu itu bisa disalah artikan, bisa bikin orang membuat keputusan yang salah.
Jadi daripada lu ngomong, yang lu nggak yakin, yang sifatnya bukan opini, mendingan lu diam saja. Dari situlah lu belajar yang terakhir. Dan bahkan untuk mention nama pun, lu masih mikir, oh gue punya tanggung jawab atas ini.
Iya benar. Gue belajar dari lu. di sini, di film aku, aku orang yang mendukung.
Bagus. Bikin kita berpikir secara sangat kritis. Karena orang yang melawan arus atau bilang mereka kontrarian belum tentu selalu benar.
Just for the sake of keren gue kontrarian. Jadi emang segala jenis pemikiran itu harus ditantang. Pertanyaannya apakah gue benar?
Tidak. Oke. Saya tidak selalu benar, saya tidak tahu apakah ini semua solusi yang terbaik.
Yang gue lakuin adalah gue beropini. Dari awal sampai video kan basically opini kan. Iya dan setidaknya itu yang kita punya.
bener-bener ya sebenarnya gini gue nggak pernah ya gue punya bif di internet banyak banget orang dan semuanya soal opini dan informasi yang salah gue koleksi tapi gue nggak ada urusan personal nggak pernah nyerah-nyerah secara personal keluarganya apanya hubungannya dan segala macam ini gue menikmati demokrasi bener-bener gue menikmati demokrasi gue ngomong tapi di satu sisi di sisi yang lain Gue nggak pernah nyuruh orang untuk diam, sejelek apapun opini. Itu hak. Lu boleh bantah abis-abisan, lu boleh roasting abis-abisan, lu boleh sikat abis-abisan, tapi lu nggak boleh nyuruh dia diam.
Karena kita masih negara yang demokrasi. Seenggaknya itulah satu poin dari demokrasi yang masih bisa kita dengar. Jadi, kecuali RUU penyiaran disahkan. Oh itu nggak akan disahkan.
Bagus, begitu lah. Oke kan. Kalau nggak elang penyiaran, kita hilang nukeran.
Tidak bisa. Penyiaran itu kebodohan. Mungkin saya coba tanya satu pertanyaan.
Menurut Anda dari skala 0-10, bagaimana sistem kepemerintahan kita sekarang? Ini kamu bertanya saya sebagai host acara ini atau kamu bertanya ke Ferry Irwandi yang kamu kenal? Itu berbeda.
Terserah. Pilihannya dua. Tapi intinya saya berbicara dengan Ferry Irwandi. Oke.
Sistem pemerintahan dari sekarang 0-10? Ya, semua. Bebas. Mau hukum, politik, mau penegakannya, mau ekonomi, mau semuanya gitu. Campurannya semuanya.
0-10 ya? 0-10, 5. 5. Itu nilai yang masih sangat bagus karena gue masih berpikir soal nafas yang lebih panjang itu gue kasih 5. Itu udah positif, itu udah optimis. Itu udah gue mempertimbangkan PR move-nya, mempertimbangkan political move, gue masih kasih 5. Kenapa 5? Kenapa 5? Apa yang 5 itu gak terpenuhi yang terakhir untuk jadi 10?
Kenapa gak terpenuhi untuk jadi 10? Ya banyak sekali kan yang harus dijelasin. Mungkin satu yang waitingnya paling gede. Apa?
Satu yang bobotnya paling gede yang bikin misalnya langsung sekali langsung minus 3 gitu misalnya. Lalu minus 2 gitu misalnya. Pasti ada satu yang paling gede.
Oke. Kenapa nggak bisa jadi 10? Karena kesejahteraan itu belum rata.
Hmm. Itu kan. Itu core-nya bukan.
Dan itu bukan sesuatu yang bisa lo selesaikan. Hmm. Dalam 1 atau 2 pria di presiden. Karena itu udah mengakar banget.
Bener. Karena 10%, 75% dari kekayaan di Indonesia dia menguasai 10% populasi. Dan itu bukan soal.
Hah? Kurang deh. 1% menguasai 40%.
36,6% Jadi itu belum selesai dimana akhirnya dengan ketidakmerataan pendapatan per kapita ini akhirnya menciptakan ilusi GDP nya terlihat besar tapi bagaimana itu didistribusikan menjadi masalah Kedua, masalah birokrasinya Gue orang birokrasi, 10 tahun di birokrasi gue PMS, orang yang pernah masuk ke dalam jadi jangan pernah ada orang yang bilang ya coba dong masuk ke dalam, gue udah berkarat di dalam dan gue melakukan apa yang harus gue lakukan Coba kan Sebenarnya, gue keluar pun bukan karena menyerah pada birokrasi, tapi habis gue tahu. Dan suatu saat gue akan masuk lagi. Kalau semuanya berjalan sesuai dengan apa yang gue ingin. Tapi kalau pun tidak, ya sudah. Terus sebenarnya gue udah di dalam.
Dan gue tahu masalah distribusi itu adalah masalah besar yang gak pernah atau jarang sekali dibahas sama orang. Kenapa? Karena teknis. Lu tahu DAK, lu tahu DA, lu tahu kalau gaji PNS, gaji guru. Walaupun di daerah itu dibayar dengan apa.
pusat-pusat dari DAH, DAHU, DAHU-nya dari dinas masing-masing, dinas masing-masing yang punya kebijakan lain-lain anggaran pendidikan kita 665 triliun tapi orang masih harus bayar 100 juta untuk teknisi pil that's why lo ngebangun Malaka? iya, gue ngebangun Malaka ada purpose ke depan yaitu a chance akhirnya jangan dipikirin nanti gotak oke? kalo gue jawabannya pendek nih apa?
gue itu 4 dari 10 Namanya tuh basically karena cuma satu Satu doang alasannya Apa? Pemimpin yang kurang baik Kenapa? Soalnya gue punya prinsip Apapun yang salah di dalam, di luar, di atas, di bawah, di kiri, di kanan Pemimpin harus punya kedewasan untuk mengakui ini kesalahan saya Itu prinsip yang gue pegang Ya hopefully Balik lagi Video yang lumayan rame Gue upload Oh sangat rame dong Jangan lumayan Sudah untuk Pak Pramowo Gue harus berharap besar ke Pak Pramowo Semoga video itu di Semoga video itu ditonton.
Oke. Terima kasih. Sampai jumpa di episode selanjutnya.