Waktu pendaftaran pasangan calon pilkada 2024 tinggal sepekan lagi. Situasi politik pun kian dinamis. Terlebih, Mahkamah Konstitusi pada selasa 20 Agustus 2024 menyatakan pengaturan ambang batas pencapaian. pencalonan kepala daerah sebesar 20% kursi DPRD atau 25% suara sah hasil pemilu tak berlaku.
Dengan ini, MK menyamakan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik dengan jalur perseorangan. Selain itu, parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung kandidat. Waduh, siapa untung dan siapa buntung dari keputusan ini.
Putusan yang dibacakan Hakim MK ini mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60 garis miring PUU 22 Romawi 2024 yang diajukan Partai Buru dan Partai Gelora. Putusan ini diwarnai dengan dissenting opinion atau pendapat berbeda dari Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dan concurring opinion atau alasan berbeda dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmik P. Fouk. Nah, jika mengacu pada putusan terbaru MK ini, Parkol bisa mengusung calon kepala daerah. Cukup dengan memperoleh suara antara 6,5% sampai 10% pada pemilu legislatif.
Syarat persentase ini bervariasi, mengacu pada jumlah penduduk di DPT setiap provinsi. Makin banyak DPT, persentase dukungan makin tinggi. Salah satu yang menjadi sorotan dalam pilkada adalah Pilgub Jakarta.
Sehari sebelumnya, Koalisi Indonesia Maju Plus memborong hampir semua partai politik untuk mengusung Ridwan Kamil dan Suswono. Koalisi ini menyisakan PDIP, lawannya kemungkinan besar pasangan independen Dharma Pongrekun. Kunwardana.
Adapun PDIP terganjal aturan ambang batas yang menceritakan perolehan minimal 22 kursi di DPR DKI Jakarta. Adapun PDIP memiliki 15 kursi. Kutusan MK ini berpotensi mengubah konstelasi politik Jakarta. PDIP yang yang sampai sekarang belum memiliki mitra koalisi untuk mengajukan calon di Pilkada Jakarta, tetap bisa mengusung calon sendiri.
Di pemilu legislatif lalu, PDIP meraih 14,01 persen, atau jauh di atas ambang batas 7,5 persen jika mengacu ambang batas pencalonan yang diputuskan MK. Bahwa kita bisa maju sendiri, betul ya? Artinya bisa maju mengusung sendiri pasangan calonnya.
Nah tentu ini kan harus dipertimbangkan. Apakah kami mengajukan calon sendiri? Itu sudah pasti.
Ini, galau. Kalau itu apakah calon gubernurnya, ataukah calon wakil gubernurnya, ataukah kedua-duanya, nah ini belum diputuskan. Nah, apakah dalam hal ini, nanti pasti pertanyaan teman-teman nih, apakah Pak Aho, apakah Pak Anies, apakah siapa lagi? Pak Hendra Priadi.
Iya? Pak Hendra Priadi. Nah, ini kita harus matangkan, karena ini perubahan ini baru saja kami terima. Nah, tak hanya soal parpol yang dapat mengusung calon di Pilkada, MK juga menegaskan siapa yang akan mengusung calon di Pilkada. syarat usia minimal calon kepala daerah harus terpenuhi sejak Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan calon, bukan sejak pelantikan calon terpilih.
Keputusan MK ini menganulir keputusan Mahkamah Agung yang mensyaratkan usia paslon dipenuhi saat pelantikan. Kalau ini, siapa untung, siapa buntung? Adapun syarat minimal usia calon adalah 30 tahun untuk gubernur atau wakil gubernur dan 25 tahun untuk wali kota, wakil wali kota, dan bupati-wakil bupati.
Jadi jika ada cagup atau cawagup... yang usianya belum 30 tahun saat penetapan paslon oleh KPU, maka menurut MK pencalonannya tidak sah. Putusan MA tersebut menimbulkan beragam spekulasi, salah satunya sebagai karpet merah bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo, KS Ang Pangarap, untuk bisa maju di Pilkada 2024. KS Ang yang lahir 25 Desember 1994 bakal berusia 30 tahun saat pelantikan gubernur-wakil gubernur 7 Februari 2025. Namun usianya belum cukup saat penetapan pasangan calon.
calon pada 22 September 2024. Padahal namanya santer disebut di Pilkada Jakarta atau Jawa Tengah. Ini dengan adanya putusan MK yang bersifat final dan mengikat terkait batas usia calon kepala daerah, tertutup sudah peluang KSANG untuk bisa maju di Pilkada Serentak November mendatang. Tentunya dengan catatan tidak ada perubahan mendadak lagi. Dengan begitu parpol-parpol yang sebelumnya sudah menjagokan KSANG untuk maju di Pilkada Serentak, nampaknya harus mencari strategi baru untuk mengusung calon yang baru juga.
Apakah dinamika politik akan berubah lagi? Sampai jumpa di bahas peristiwa berikutnya