Intro Allah Wabahu Nabi Muhammad SAW telah tiada ribuan tahun sebelum kita lahir di dunia ini. Namun, nama beliau yang kita ucap sehari-hari membuat beliau seolah hidup bersama kita. Ribuan tahun jarak itu tak membuat kita kehilangan jejak tentang jati diri beliau SAW.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW berikut sunah-sunah yang beliau tinggalkan begitu mudah kita gali. Baik melalui kitab-kitab hadis yang banyak tersebar, maupun lumbung informasi internet. Kita tetap merasa dekat dengan sumber hidayah itu, meski telah berselang belasan abad lamanya. Hadis-hadis Rasulullah SAW yang kita dengar hari ini misalnya, adalah kalimat-kalimat yang benar-benar keluar dari lisan beliau. Jaminan kebenaran itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Lalu siapakah yang menjadi perantara penyambung antara nisan Rasulullah SAW 14 abad lalu dengan telinga kita hari ini? Jika kita mempelajari ilmu hadis, akan kita dapati istilah rihlah ilmiah, yaitu lawatan seorang perawi hadis dari kota atau negara yang satu menuju kota atau negara yang lain. demi mencari hadis-hadis Rasulullah SAW. Tradisi ini sudah dilakukan oleh sahabat Nabi SAW. Abu Ayyub al-Ansari misalnya, ia berangkat dari Madinah menuju Mesir untuk menemui Uqbah bin Amir.
Keduanya sama-sama mendengar langsung hadis tersebut dari Rasulullah SAW. Namun, dengan mendatangi Uqbah, Abu Ayyub ingin memastikan bahwa hadis yang ia hafal sudah benar. Sahabat lain bernama Jabir bin Abdillah, Ketika ia mendengar ada hadis nabi yang dibawa oleh Abdullah bin Unais Ia segera membeli unta Dengan unta itu selama sebulan ia menempuh perjalanan ke Syria Menemui Abdullah bin Unais dan mengambil riwayat darinya Di era tabiin tradisi rihlah ini juga terus berkembang Tercatat beberapa nama ulama yang dikenal dengan rihlah ilmiahnya Seperti Sa'id bin Al-Musayyid yang menempuh perjalanan berhari-hari Hasan al-Basri berangkat dari Basroh menemui Ka'ab bin Ujroh di Kufah untuk maksud yang sama. Busur ibn Mubaydillah al-Hadrami pernah berkelana ke Mesir untuk mendengarkan sebuah hadis.
Ibn Shihab al-Zuhri menyatakan, pernah pula melakukan pengembaraan ke Syria menjumpai Atok ibn Yasid, ibn Muhairis, dan ibn Haywah. Lalu ke Mesir, Irak, dan negeri-negeri Islam lainnya untuk mencari hadis. Perjalanan seperti ini terkadang tidak bisa diselesaikan hanya sekali jalan. Untuk mendapatkan satu hadis, Syukbah bin Al-Hajjaj mengadakan perjalanan ke Mekah mencumbai Abdullah bin Atta.
Ternyata Ibn Atta mendapatkan hadis itu dari Sa'ad bin Ibrahim. Mekah Syukbah pun mengadakan perjalanan ke Madinah untuk menemui Sa'ad. Sampai di Madinah, ternyata hadis itu diterima Sa'ad dari Ziyad bin Mihrok.
Syukbah pun melanjutkan perjalanan ke Basrah untuk menemui Ziyad. Dari situ diketahui bahwa Ziyad menerima hadis itu dari Syahr bin Hashwab, dari Abu Raihanah, dari Uqba bin Amir, dari Nabi SAW. Dalam rilah tersebut, terkadang mereka juga ingin meraih apa yang disebut sebagai Uluwul Isnat.
Ilustrasi Uluwul Isnat adalah sebagai berikut. A mendapatkan riwayat sebuah hadis dari B. B adalah tabi'ut tabi'in yang meriwayatkan satu hadis dari si C, sedangkan C adalah seorang tabi'in yang meriwayatkan hadis itu dari si D, seorang sahabat.
Maka, A tidak akan merasa puas dengan hanya meriwayatkan hadis tersebut dari si B, tidak juga merasa puas dengan hanya meriwayatkan dari si C. Meski A sudah mendengarkan hadis tersebut dari si B dan C, ia akan tetap melakukan rihlah ilmiah menuju si D. untuk mendengarkan hadis yang sebenarnya sudah ia dengar dari B dan C. Dalam pengembaraannya, terkadang pemilik riwayat yang dituju pencari hadis meninggal dunia terlebih dahulu.
Dalam kitab Al-Rihlah Fitolab Al-Hadis karya Al-Khatib Al-Baghdadi, terdapat setidaknya 14 riwayat seperti ini. Pada periode Tabi'Tabi'ut Tabi'in, muncul para ulama hadis kenama Karya-karya hadis monumental mereka dikenal dengan istilah Kutubu Sita Mereka adalah Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidhi, An-Nasai, dan Ibn Majah Mereka juga melakukan rihlah hadis yang kemudian dibukukan. Syawki Abu Khalil menggambarkan perjalanan mereka mencari hadis dalam bukunya atlas al-Hadis An-Nabawi. Imam Al-Bukhari, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ismail. Negeri yang diarunginya adalah Kurosan, Irak, Syam, Mesir, dan Madinah.
Dalam sebuah riwayat, ia berkata, Aku mengunjungi Mesir, Syam, dan Jazirah dua kali, Basrah empat kali, dan aku tinggal di Hijaz enam tahun. Aku tidak ingat lagi berapa kali aku mengunjungi Kufah dan Bagdad. Dengan perjalanan itu, lebih seribu guru ditemui al-Bukhari untuk dimintai riwayat hadis. Ia mengatakan, Aku mencatat seribu delapan puluh nama yang tidak aku kenal selain sebagai pemilik riwayat hadis. Dari perjalanan panjang dan melelahkan itu, Al-Bukhari melahirkan lebih dari 20 kitab.
Yang paling populer diantaranya, Al-Adab Al-Mufrad, At-Tarikh Al-Kabir, At-Tarikh Al-Sagir, dan yang paling terkenal tentunya, So'ih Al-Bukhari. Imam Muslim, nama lengkapnya Muslim bin Hajjaj. Negeri-negeri yang pernah dijelajahinya adalah Hijaz, Mesir, Syam, dan Irak. Perjalanannya ia mulai pada usia 14 tahun. Saat itu ia juga menunaikan ibadah haji.
Dari Mekah ia melanjutkan perjalanan menuju Basroh, Kufa, Bagdad, Rai, Mesir, dan Syam. Ratusan ulama ditemuinya untuk mendapatkan riwayat hadis termasuk Imam Al-Bukhari. Selain kitab suhaim muslim yang ia tulis pada usia 19 tahun, beberapa kitab juga ditulis oleh ulama asal Naisabur ini.
Di antara karya-karyanya adalah Al-Kuna wal-Asma, Toba Qatut Tabiin, dan Auladus Sahabah. Imam Abu Dawud, namanya Sulaiman bin al-Ash'ad bin Ishaq al-Azdi, berasal dari Sajistan, sebuah wilayah di perbatasan timur Iran dan barat daya Afganistan. Dari sinilah, ia memulai perjalanan menemui para ulama untuk mendapatkan riwayat hadis.
Di antara kota-kota yang dijelajahinya adalah Bagdad, Basroh, Mekah. Fustad, Al-Quds, dan Damascus. Selain menulis kumpulan hadis dalam Musnad Abu Dawud, ia juga menulis beberapa kitab, diantaranya Dalail Nebuah, At-Tafarud Fissunan, dan Al-Masail Su'ila Anha al-Imam Ahmad.
Imam Abu Dawud juga memiliki kumpulan catatan tentang ulama-ulama hadis yang ditemuinya seperti ulama-ulama Irak, Khorosan, Syam, dan Mesir. Imam At-Tirmidhi, namanya Muhammad bin Isa bin Saurah. Negeri-negeri yang dijelajahinya untuk mencari hadis adalah Bukhara, Khorosan, Irak, dan Hijaz. Kekuatan hafalan Imam At-Tirmidhi sangat luar biasa.
Dalam perjalanan ke Mekah mencari hadis, ia bertemu dengan seorang sheikh. Sebelumnya, ia pernah berjumpa dengan sheikh ini dan mendapatkan dua jilid hadis yang ia catat. Imam At-Tirmidhi mencocokkan kembali dua jilid hadis itu dengan cara menghafal.
Karena dua jilid kitab itu tidak dibawa. Setelah itu, Sheikh memberi lagi 40 hadis baru dan Imam At-Tirmidhi mampu mengulanginya dengan menghafal tanpa ada kesalahan satu huruf pun. Di antara karya-karya Imam At-Tirmidhi adalah Kitab Al-Jami atau dikenal Sunan At-Tirmidhi. Ia juga menulis kitab yang menjelaskan sosok Rasulullah SAW, yaitu As-Syamail An-Nabawiyah.
Selain itu, ia juga menulis kitab Al-Ilal, Al-Zuhud, dan kitab Al-Tarih. Imam At-Tirmidhi di dalam aljamiknya tidak hanya meriwayatkan hadis sahih semata, ia juga meriwayatkan hadis-hadis Hasan, Da'ib, Ghorib, dan mu'alal dengan tetap menerangkan kelemahannya. Kurosan Dalam mencari hadis, pengembaraannya meliputi Rai, Basroh, Bagdad, Mekah, Tabuk, Fustad, dan Al-Quds Karya-karya Imam Anasai diantaranya adalah As-Sunan Al-Kubroh, As-Sunan Al-Subroh, dan Ad-Du'afa wal-Matrukuna fi Rijalil Hadis Imam Anasai juga mempunyai satu kitab tafsir Dalam mengambil hadis dari seseorang, Imam Nasai dikenal sangat ketat syarat-syaratnya, bahkan lebih ketat dibandingkan Al-Bukhari dan Muslim. Secara syarat itu ia jelaskan dalam kitabnya yang berjudul Al-Mujtaba.
Merupakan metodologi pengambilan riwayat hadis yang memadukan ilmu fikih dan ilmu sanat. Imam Ibn Majah, namanya Muhammad bin Yazid bin Majah, dari Qaswin, Irak. Ia mengembara mencari hadis hingga ke Basro, Bagdad, Syam, Mesir, Hijaz, dan Ray.
Selain kitab hadis, Imam Ibn Majah juga menulis kitab tafsir dan siroh yang membahas era sahabat hingga kemasannya. Sayang, dari semua yang pernah beliau tulis, yang tersisa sampai ke tangan kita hari ini hanyalah kitab hadisnya. yaitu Sunan Ibn Majah.
Keenam ulama itu dengan masing-masing karyanya dikenal dengan sebutan Kutubu Sita. Artinya enam kitab induk kumpulan hadis-hadis Nabi SAW. Sebuah karya yang lahir dari perjuangan panjang dan berat demi menjaga keaslian sabda nabi sampai ke telinga kita.
Rihla ilmiah yang dilakukan ke-6 imam hadis maupun generasi sebelum mereka adalah tradisi khusus yang sulit ditemukan dalam ajaran maupun agama selain Islam. Itulah mengapa kemurnian ajaran Islam masih tetap terjaga meski sudah berusia belasan abad. Secara garis besar, tradisi rihla hadis membawa banyak manfaat.
Manfaat itu diwariskan turun-temurun hingga kepada kita. Di antara manfaatnya ialah Pewarisan Sunnah Nabi SAW Terwariskannya Sunnah-Sunnah Nabi SAW hingga kepada generasi akhir umat ini. Berkat perjuangan ulama dengan pengembaraan ilmunya, Kita jadi mengerti ada ribuan sabda dan kebiasaan Nabi SAW yang bisa kita dengar, kita tiru, dan kita taati.
Cek dan dicek. Memastikan otentitas hadis Nabi SAW. Selain mendapatkan redaksi hadis, para ulama pengembara ilmu juga memastikan hadis tersebut asli dari Nabi SAW. Mereka menelusuri satu persatu pembawa hadis itu.
hingga sanatnya terhubung ke Nabi SAW. Selain mendapatkan nama orangnya, dengan rihlah tersebut, mereka juga dapat memverifikasi kualitas personal si pembawa riwayat, baik kekuatan hafalan yang memastikan redaksinya tidak meleset, maupun kesalihan pribadi yang menjadi indikator kejujuran dalam menyampaikan sebuah hadis. Penyebaran Ilmu Selain mendapatkan ilmu baru berupa hadis, para pengembara ilmu juga dapat menimba ilmu lainnya.
Mereka juga dapat mengajarkan ilmu yang mereka miliki untuk penduduk negeri yang mereka singgahi. Enam ulama penulis Kutubu Sita. Sebelum mengembara untuk mencari hadis, mereka adalah ulama yang telah mempelajari berbagai disipin ilmu di negerinya.
Rila ilmu tersebut dapat menjadi sarana saling tukar dan saling memberi ilmu. Karena itulah, murid-murid yang menimba ilmu dari mereka berasal dari berbagai wilayah. Jaringan ilmu dan ulama. Sehingga hanya pengembara ilmu dari satu negeri ke negeri lain secara otomatis membentuk jaringan ahli ilmu.
Adanya interaksi guru dengan guru, atau guru dengan murid, bahkan murid dengan murid sekalipun. Semua itu membentuk jaringan penuntut ilmu lintas wilayah dengan berbagai keragaman khas yang dimiliki masing-masing. Sehingga jika terjadi perbedaan, dan memandang sebuah persoalan dan berdisikapi dengan lapang dada tidak sampai memicu bersatu ruang demikianlah Allah ilhamkan kepada generasi awal umat ini untuk melakukan berbagai upaya dalam menjaga ilmu syariat Islam dengannya ajaran ini bisa diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan tetap menjaga kemurnianya bersih dari penyimpangan semoga Hal itu Allah ilhamkan pula Kepada generasi hari ini Sehingga akan semakin banyak Para penuntut ilmu yang siap melestarikan Tradisi rihlah ilmu Sebagai wujud dari penjagaan kemurnian agama Allah