Transcript for:
Tantangan Gen Z dan Ketenagakerjaan

Nah, belakangan ini lebih susah cari kerja. Apalagi kalau kalian lihat headline ini, yang 9,9 juta Gen Z, itu sekarang pengangguran. Either mereka nggak punya kerjaan, atau mereka lagi nggak ngincar edukasi atau training tertentu. Awalnya pas gue ngeliat news ini, oh yaudah, mungkin emang karena banyakan Gen Z kan masih muda, dan emang butuh waktu aja buat penyerapan. Ternyata nggak.

Ternyata, kalau kalian riset semakin dalam, problem itu lebih gede dari yang kalian kira. Bisa dibilang salah satu masalah yang bakal gue bahas di video ini, ini salah satu yang bakal ngahambat kita. buat sampai Indonesia Emas 2045. Dan wajar kenapa kebanyakan orang tuh permasalahan ini, karena mereka takut masa depan mereka tuh aman atau enggak.

Bahkan ada survei dari BI bilang, ini pas Januari ya, selama 6 bulan ke depan, itu bakal ada penurunan... dari ketersediaan lapangan kerja. Belum lagi statement dari Sekjen Kemendikbud. Dia bilang, edukasi tertiar itu opsional, jadi nggak wajib buat penuhin. Belum lagi survei dari Talent Acquisition.

Banyak banget perusahaan di Indonesia itu lagi freeze hiring, nggak mau hire karyawan baru, karena takut ke depannya mereka harus PHK. Belum lagi faktanya, ini survei di luar ya, 40% employer itu nggak mau nge-hire employee Gen Z. Jadi, sebenarnya problemnya di mana, Pak? Bener, Gen Z kita tuh sekarang agak f**k. Dan sebenarnya kita harus ngapain?

Soalnya kalau negara sampai nggak bisa nyediain... lapangan pekerjaan buat warga-warganya ya. Artinya, itu udah situasi yang fatal banget.

Kalau kalian Gen Z gue saranin, kalian nonton sampai habis. Soalnya ini buat kalian lebih ngerti, dan siapin diri lah buat ke depannya nanti, masa depan kalian kayak gimana. Dan salah satu problem paling gede yang gue spot, adalah mereka nggak subscribe.

Oke, bercanda. Sebenernya ada 4 masalah gede yang gue spot. Masalah negara, masalah edukasi, masalah lapangan pekerjaan, baru yang terakhir masalah dari Gen Z itu sendiri. And yes, kita mulai dari yang paling hot dulu.

Gue yakin mayoritas dari kalian tuh nggak tau, asal-usulnya kenapa Indonesia tuh ketinggalan banget tuh dari mana. Masuk ke chapter 1. Masalah negara. Kalian tau gak sih kenapa Indonesia tuh ketinggalan?

Karena kalau kita ngomong pekerjaan, kita harus ngukur dari produktivitas negara itu sendiri. Kalian tau gak kenapa Apple ujung-ujungnya invest ke Vietnam bukan ke Indonesia? Kalau belum tau, kalian nonton video gue yang ini. Tapi basically gini, ini ilmu yang menurut gue kalian harus tau. Kalau kita ngomong produktivitas, harus ada namanya tangganya.

Gak bisa tuh skip warganya yang sebelumnya petani tiba-tiba jadi semuanya AI engineer. Dan ternyata udah ada roadmapnya untuk hampir semua negara maju di dunia selalu melewatin tiga sektor ini dulu. Agrikultur, manufaktur, baru servis. Simpel lagi nih, kita berkaca sama negara yang sekarang kelihatannya powerful banget, yaitu China. Hampir mayoritas dari negara berkembang itu harus mulai dari agrikultur dulu.

Dimana warga-warganya intinya walaupun low skill, mereka tuh udah arahin buat bertani, menanam, panen. Yang outputnya tuh ngasih basic necessity kita. Dari makanan, bahan untuk pakaian, untuk rumah. Dan itu yang dialami nama...

Negara-negara maju pas di awal mereka lagi berkembang Nah baru step 2-nya itu manufacturing Nah di step ini China tuh gila banget Pas mereka udah ngeliatin fase agriculture China bener-bener ngebuka pintu buat seluruh foreign nation Investasi di negaranya biar warganya yang waktu itu kategorinya masih low skill At least bisa kerja mengoperasi mesin Dan itu harus tersebar di banyak banget industri Jadi yang sebelumnya bahan mentah Negara dan warganya bisa ngeproses barang itu jadi barang jadi Tangganya gitu ya dari bertani sampai mengoperasikan mesin Baru sektor terakhir, yang namanya sektor tertiar, itu sektor service. Di mana warganya kalau dirantai value chain, itu bisa kasih nilai tambah dengan memberi service ke orang lain. Cara paling gampang buat ngertiin step by step-nya, basically kayak analogi padi ya.

Orang bertani, hasil akarnya jadi padi, misalnya keluar value-nya seribu. Padi itu masuk ke manufacturing jadi beras yang ada brand-nya, atau tepung deh, yang harganya naik jadi 10 ribu. Lalu masuk ke sektor service, di mana ada chef yang bikin resepnya, masak jadi kue yang enak banget, dijual harganya 100 ribu.

Jadi itu namanya value chain. Tapi makin kesini, semua tiga sektor tadi lama-lama tuh berkembang gara-gara teknologi dan semuanya jadi butuh high skill labor. Dimana agriculture udah demandnya ke arah IoT, AI automation, manufacturing udah ke arah chip-chip AI, yang udah gak bisa lagi tuh orang low skill nge-operate mesin-mesinnya.

Service business, yaitu IT, nge-develop AI itu sendiri. Dan Indonesia itu sebenarnya ngalamin yang namanya premature de-industrialization. Dimana sebelumnya pas kita perkembangan ekonomi itu naik sampai 8%, Dan kita ada di masa kejayaan manufakturnya Itu terlalu prematur dimatikan dan orang terlalu cepat pindah ke service sector That's why kalau kalian lihat negara kita Dan warga-warganya nggak banyak yang bisa ngeproduksi produk-produk terlalu bervariasi Ujung-ujung yang banyak kita harus rely impor ke negara-negara tetangga Karena ya sesimpel manufacturing kita tuh ketinggalan Ini sebenarnya ceritanya panjang banget, kalian bisa baca dari artikel ini Tapi kalau ini menarik buat kalian, gue bisa bikin video terpisah buat ngejelasin secara full Dan gara-gara Indonesia gagal untuk membangun industri manufaktur yang strong Skill gap kita ketinggalan Dan mau gak mau, gara-gara digitalisasi dan globalisasi, banyaknya kebutuhan untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Kita udah gak bisa ngejar. Permintaan high skill ini gak bisa dipenuhin sama mayoritas warga-warga kita yang sebenarnya kategorinya masih low skill.

That's why kombinasi manufaktur sama kemampuan SDM kita yang bikin salah satunya, Apple lebih pilih invest ke Vietnam daripada di Indonesia. Yang masuk ke problem kedua. Kenapa SDM-SDM kita bisa secupu itu? Dan kesannya susah buat bersaing sama SDM-SDM luar, problemnya ada di edukasi.

Yang masuk ke chapter 2. Di chapter 1 sebenarnya kita udah bahas. Pertama kita udah ketinggalan dan demand-demand pekerjaannya sekarang itu mau gak mau udah butuhin orang-orang yang high skill. Kembali lagi kita masuk ke statementnya Seth Jen Kemendikbud ya. Beliau bilang pendidikan tinggi itu kebutuhan tertiar.

Jadi itu opsional, gak perlu dipenuhin. Jujur pas gue denger itu sebenernya agak kecewa. Walaupun gue ngerti itu taken out of context. Karena memang definisinya tertiar memang sebenernya opsional, gak wajib.

Tapi masalahnya Indonesia butuh. Karena kita akan skip tangga manufacturing, beberapa pekerjaan kedepannya itu bakal lebih butuh warga yang high skill. Dan jujur, perguruan tinggi itu tuh masih relevan buat menuhin demand itu. Nah gini, faktanya di Indonesia itu cuma 10% yang punya akses ke perguruan tinggi.

Itu masih jauh banget dibanding negara-negara tetangga ya. Yang top-top kayak Emirat Arab. 47%, Singapura 33%, Amerika 37%.

Yang padahal sebenarnya ada aturan dari 2003, APBN kita itu harus minimal 20% spending untuk pendidikan. Yang di tahun 2024 ini, pengeluarannya itu sampai Rp665 triliun. Salah satunya kayak program LPDP.

Program-program beasiswa, belajar di negara tetangga, tapi kok kesannya kayak masih kurang. Padahal kalau dilihat dari Vietnam, mereka juga alokasi 20% dari APBN. Karena sebenarnya problemnya bukan cuma budget yang dilontarin, tapi kualitas dari budget itu.

Nah, kalian harus ngerti istilah ini, namanya return on education. Yes, dan sebenarnya ini diukur. Untuk setiap warga yang sukses menempuh pendidikan tertentu, return-nya itu berapa persensi untuk penghasilan negara? Umumnya, semakin banyak yang diinvest ke pendidikan, warga-warganya jadi high skill labor. Semakin high skill, semakin gede pendapatannya.

Dan Vietnam yang lagi dipanas-panasin, malah mereka yang bakal emas 2045, bukan kita, itu bayangin di tahun 1990, dinobatin sebagai... Negara yang return of education-nya paling tinggi dibanding negara Asia lainnya Asia Timur ya, itu di sekitar 9-10% Hitungan cara kerjanya kayak gini Setiap 1 dolar yang diinvest untuk pendidikan Menghasilkan berapa persen peningkatan pendapatan setiap tahunnya Nah lantas Indonesia return on education-nya berapa? Menurut studi terakhir dari tahun 2015, itu sekitar 5% Yang menurut gue masih kurang efektif, padahal budgetnya segede itu Salah satu fakta yang menarik lagi Yang gue akuin gue waktu itu gak dapet full konteksnya Kuliah atau pendidikan tertiar yang lainnya itu ngehasilin return on education yang jauh lebih tinggi dibanding pendidikan primer.

Dimana rata-rata pendidikan primer itu 10%, yang tertiar itu 17% dalam rata-rata. Dan kejeniusannya Vietnam, karena mereka tahu ini, mereka lebih banyak invest di edukasi tingkat yang lebih tinggi. So, sebenarnya mau nggak mau, gara-gara globalisasi sama digitalisasi, permintaan pekerjaan di depannya bakal lebih butuh high skill, kita harus akuin ternyata masih penting pendidikan tertiar ini.

Dan ini problem kedua Indonesia yang ketinggalan. Yang nyambung ke problem ketiga, masalah lapangan pekerjaan. Faktanya emang penyerapan kerja di Indonesia tuh jelek. Indonesia tuh nggak bisa secepet itu membuka lapangan pekerjaan secepet perkembangan dari tenaga kerja yang ada.

Bahkan kalau kita lihat dari 15 tahun terakhir, sektor formal itu mengalami penurunan terus. Apalagi buat Gen Z. Dan ini gue sengaja bikin urutan jelasin chapter 1 sama chapter 2. Dulu setiap 1% perkembangan ekonomi terciptalah 600 ribu pekerjaan baru. Sekarang pas naik 1% cuma 200 ribu.

Ini karena kita keskip masa kejayaan manufaktur kita di tahun 1990-an itu. Kedua, pekerjaan-pekerjaan yang sekarang. Terutama di sektor formal ya Itu lebih butuh high skill labor Dan kenyataannya jenis-jenis sekarang itu belum semuanya masuk kategori itu Jadi buat yang gak ngerti, sektor formal itu paling simpelnya Simpelnya dibilang sebagai white collar worker Atau orang-orang yang kerja di kantor, terstruktur, 9 to 5 Sedangkan sektor informal itu biasanya yang pekerja-pekerja kasar Yang gak terlalu terstruktur kayak kategori freelancer, content creator Dan problemnya itu ada di sini Ditambah faktor ketiga Seluruh negara di dunia dan di situasi global sekarang Ekonomi itu lagi slow down Makanya bener nyambung ke statement kenapa banyak perusahaan di dunia itu lagi freeze hiring.

Bahkan PHK lagi banyak. Cara simpel buat jelasin lingkarannya, kita lihat dari konsumsinya dulu. Konsumsi melemah bikin produksinya melemah. Produksinya melemah bikin pekerjaan menurun.

Pekerjaan menurun bikin income-nya menurun yang bikin konsumsinya menurun lagi. Nah ini lingkaran setan. Mau gak mau ini yang harus kita lewatin sekarang. Pekerjaan-pekerjaan yang ada sekarang, kalau masalah lapangan pekerjaan kayaknya kita gak bisa tackle itu.

Karena emang itu udah kesalahan yang dialami Indonesia pas mereka ngeskip growth dari masa kejayaan mereka pas manufaktur itu kuat banget di tahun 1990-an. Cuma kita harus tackle problem yang kedua ini. Dimana pekerjaan-pekerjaan masa depan, itu bakal jauh lebih banyak involve high skill labor. Atau pekerja-pekerja yang punya skill lebih tinggi dibanding lo cuma disuruh kerjaan administrasi aja.

Dan disini, rollnya menurut gue, mau gak mau harus embrace pendidikan tertiar. Dimana caranya Gen Z bisa transformasi jadi high skill labor, yang kedepannya itu bakal jadi mayoritas workforce kita. Itu tuh jadi kendaraan paling penting buat mencapai Indonesia emas 2045 nanti. Dan kalo gak ngejar, mayoritas penduduknya bakal pengangguran.

Hal yang paling on demand sekarang, untuk jadi high skill labor, Itu pendidikan sama skill di dunia digital Prediksinya setiap tahun demand itu bakal naik terus Ya makanya sekarang faktanya kalau startup-startup banyak di Indonesia Jujur banyak banget yang nyari programmernya ke Vietnam, India, China, Singapura Kenyataannya skill digital di Indonesia itu masih rendah banget Setengah dari masyarakat kita itu nggak punya skill digital Dan nggak nyampe 1% yang punya skillnya sampai level advance Biasanya pekerja-pekerja yang skill digitalnya rendah Itu bakal masuk ke sektor informal Spesifiknya sebagai unskilled labor Jadi sebenernya disini keliatan Salah satu ancaman paling gede di ketenaga kerjaan masa depan adalah kita nggak bisa nge-fill supply dan demand ini. Yang kita udah ketinggalan demand-nya sekarang untuk high skill labor, warga-warga kita tuh belum melek, dan belum mau cukup belajar untuk penuhin skill-skill digital itu. Jadi summary-nya dari masalah ketiga ini, emang lapangan pekerjaan kita kurang bisa menyerap, low skill labor-nya banyak, dan nggak bisa penuhin demand dari pekerjaan yang skill-skill tinggi, dan emang sekarang ekonomi lagi uncertain. Cuma nggak fair kalau dari tadi kita cuma nyalahin faktor. luar doang.

Karena realitanya, problem terakhir yang menurut gue lumayan substansial adalah dari Gen Z-nya itu sendiri. Yang masuk ke chapter 4, teruntuk kalian Gen Z yang lagi nonton video ini, salahnya ada di kalian. Yang mungkin ke depannya bikin banyak pengangguran, ternyata dari pekerjanya sendiri yang salah. Kita masuk ke chapter 4. Ada alesannya kenapa di luar sana ada survei. 40% employer itu nggak mau ngehire Gen Z. Yang di sini gue bagi ke dua bagian.

Yang pertama, trades dari Gen Z itu sendiri. Dan gue nggak capek-capek bahas ini. Gen Z, kalian yang nonton, dibandingin sama generasi sebelumnya, itu punya traits yang jauh lebih susah buat nyesuaiin diri sama pekerjaan dibanding generasi-generasi sebelumnya.

Generasi yang paling kayak expose sama informasi, sama yang ditodong paling pinter, itu ternyata generasi yang mentalnya paling nggak tertempa. Dan kebanyakan dari survei itu, nunjukin traits Gen Z yang sebenarnya kurang oke dari interview. Banyak yang nggak berpakaian rapi, ngomongnya pakai bahasa-bahasa informal, dianggap kurang serius lah untuk dapat pekerjaan itu. Mungkin karena masih muda, urgensinya itu kayak...

oh gue belum terlalu perlu nih kerjaan ini. Bikin kebanyakan employer di dunia tuh ngerasa kayak, lo tuh serius gak sih nyari kerja? Ditambah kalau misalnya pekerjaannya udah keserap, JNZ emang udah pada dasarnya paling peduli dengan mental health.

Trend-trend kayak quiet quitting, paling gampang ngerasa overwork, dikit-dikit butuh healing, paling harus sesuai dengan apa yang dia suka. Dan traits-traits ini yang sebenarnya jadi problem kalian sendiri untuk bisa nyesuaiin sama demand kebutuhan kerja di luar sana. Cuma kalau kita balik lagi ke statistik ya, kita ngomong tentang preferensi dari JNZ itu sendiri. Kenapa sektor informal itu melonjak banget? Dan sebelumnya gue ngomongin tentang 3 sektor di sebuah industri ya Dari agrikultur, manufaktur, sampai service JNZ itu preferensinya kebanyakan ke service sektor Kebanyakan gak suka dikekang dengan kerjaan full time Jawab lebih suka jadi part time Lebih pengen punya kebebasan sendiri Mendingan gue freelance dibanding gue harus ngantor tiap hari Walaupun ini gak berlaku buat semuanya Kenyatannya stigma behavior dari JNZ di workforce itu tuh udah kebentuk Dari banyak banget employer-employer dan HRD di seluruh dunia Kalian udah semulai sadar dan ingetin ke diri sendiri ya?

Kalau misalnya udah ngikutin dari chapter 1 sampai chapter 3, you know nyari kerjaan tuh sekarang bakal lebih challenging dibanding masa-masa sebelumnya. Dari ketersediaan, dari kebutuhan high-skill labor, dari situasi ekonomi sekarang, apa ini waktunya buat workforce anak muda sekarang harus direformasi, harus diubah mindsetnya, bahwa ini sesuatu yang urgent dan harus serius dibenahin. Kalau misalnya masa depan dari mayoritas Gen Z di Indonesia, itu punya kepastian yang lebih jelas. Tapi salah satu good newsnya, walaupun ada masalah di sektor formal, beberapa dari Gen Z bisa thriving dan sukses di sektor informal.

Dan ini kenapa lain sama banyak banget perusahaan global, sekarang lebih prefer buat hire pekerja lepasan. Kita lihat service sector dari creative industry, entertainment, dimana sebenarnya itu bisa jadi nilai tambahnya kalian, asalkan aware sama demand yang dibutuhin sama masyarakat sekarang. Tapi kalau menurut gue pribadi, balik lagi ke seluruh tesis dari awal video, apa yang kalian harus lakuin sebenarnya untuk bikin Indonesia maju, itu jangan lupa untuk kejar sektor-sektor kayak manufacturing dan agriculture. Kedua, jangan ngerasa edukasi itu scam.

Karena mau gak mau, sekarang kebutuhan kerja makin ke depan itu makin... dibutuhin yang jauh lebih high skill dibanding masyarakat kita sekarang. The only way to solve this adalah semua kalian yang nonton sadar situasinya sekarang, dan mau ngejer gap yang ada di industri ketenaga kerjaan kita sekarang.

Hopefully ini bisa ngebuka mata kalian, dan semangat buat yang lagi cari kerja. Ayo, kita sama-sama wujudin Indonesia Emas 2045. Mulai dari kalian yang bakal jadi tulang punggung SDM kita ke depannya. I guess I'll see you guys in the next video. Bye-bye.