Tahun 2014 Elon Musk pernah nge-tweet AI bisa lebih berbahaya dari nuklir. Pada waktu itu mungkin orang banyak menganggapnya lebay atau bercanda. Tapi belakangan peringatan Elon Musk ini sepertinya mulai terbukti.
Geoffrey Hinton yang dijuluki Godfather-nya AI mundur dari Google karena merasa ada yang tidak beres dengan AI. Ia bahkan bersuara di mana-mana untuk memperingatkan bahayanya. Buat kalian yang belum sadar, AI atau Artificial Intelligence alias kecerdasan buatan adalah teknologi yang sekarang disematkan hampir di semua platform sosial media dan hampir di semua software komputer. Contoh paling gampang TikTok.
Mengapa filter TikTok sekarang bisa melakukan hal-hal yang dulu tidak pernah bisa kita lakukan? Misalnya mempercantik wajah, memodifikasi wajah sampai bisa menukar wajah karena dia dibantu AI. Bukan mobil hantu. Di dunia seni, AI juga sudah mulai menggeser peran musisi, desainer, dan editor.
Karena AI bisa membuatkan musik lebih cepat, membuatkan animasi lebih keren, dan bisa membantu mengedit foto dan video lebih gampang. Tidak, semua pertanyaan. Yang membuat para programmer kaget, chat GPT bahkan bisa melakukan coding seperti programmer profesional dalam waktu singkat.
Yang manusia saja harus berpikir keras untuk mencari pengetahuan. untuk melakukannya. Itu belum seberapa. Ada satu yang cukup mengerikan. AI bahkan sudah bisa menembak gambar yang kita lihat.
yang kita lihat tanpa melihat gambar aslinya, hanya bermodalkan hasil scan otak dari MRI. Ini yang membuat Tristan Harris dan Ezra Raskin, yang pernah membuat dokumenter Social Dilemma di Netflix, baru-baru ini merilis video terbarunya berjudul The AI Dilemma. Mereka menunjukkan banyak data yang akan membuat kita ngeri. Salah satunya mereka menyebutkan bahwa Bahwa setengah peneliti AI percaya bahwa ada kemungkinan 10% atau lebih manusia bisa punah gara-gara tidak bisa mengontrol AI. Mengapa bisa begitu?
Karena data terbaru menunjukkan bahwa kemampuan AI terus meningkat dua kalinya setiap beberapa bulan. Yang mengerikan ada prediksi bahwa di tahun 2045 AI akan sampai di titik singularitas. Artinya dia akan menyentuh titik di mana dia akan setara dengan kemampuan semua otak manusia kalau disatukan.
Itu yang membuat sebagian orang khawatir. AI ini suatu saat memiliki kesadaran seperti manusia dan menyerang manusia seperti di film-film. Elon Musk sendiri pernah nge-tweet, Entah apa maksudnya, tapi ini mengingatkan kita pada film Ex Machina. Film tentang robot cantik yang memiliki kecerdasan buatan yang pada akhirnya membunuh penciptanya sendiri.
Dan menariknya, Ex Machina pun berasal dari kata yang sama yang diucapkan Elon Musk, Deus Ex Machina, ungkapan dalam bahasa latin yang artinya Tuhan yang keluar dari mesin. Kata Dios yang artinya Tuhan dalam film ini dihilangkan seolah-olah menggambarkan bahwa di dunia AI peran Tuhan tidak dibutuhkan lagi kalau manusia sudah mampu menciptakan mesin berkesadaran. Jika Anda membuat mesin yang bersendirian, itu bukan sejarah manusia. Itu sejarah Tuhan.
Benarkah AI bisa sampai di level itu? Simak video ini sampai habis, kita akan temukan jawabannya. Karena itu guys, siapkan akalnya dan siapkan imannya karena kita akan masuk pada kajian yang bisa membuat kalian gila.
Are you building an AI? I've already built one. Then you can see that I'm on the scene.
Oke guys, dalam konten ini kita akan banyak membicarakan film Ex Machina, karena film ini relevan dengan apa yang terjadi hari ini di dunia AI. Dan film ini pun banyak dikaji para pakar. terutama karena film ini mendemonstrasikan apa yang disebut Turing Test.
Konon, tes ini dibuat untuk mendeteksi kesadaran mesin. Film ini dibuat oleh Alex Garland, orang yang sama yang juga membuat film 28 Days Later dan Annihilation. Yang menarik, walaupun dia adalah seorang pembuat film, kakeknya adalah seorang ilmuwan peraih Nobel.
Itu makanya film-filmnya cukup ilmiah. Dalam satu wawancara, dia pernah cerita bahwa saat dia kecil, dia pernah belajar pemogaman komputer dan membayangkan komputer itu hidup. Saat dia sudah menjadi pembuat film, dia terlibat diskusi dengan seorang profesor ahli robotik yang menulis buku tentang teori kesedaran menurut sains dan filsafat.
Buku inilah yang menginspirasi Alex Garland. Garland untuk membuat film Ex Machina. Jadi film ini memiliki dasar ilmiah yang cukup kuat.
Nah sekarang kita bahas secara singkat alur cerita Ex Machina supaya kalian tahu apa esensi yang ingin diceritakan dalam film ini. Ex Machina bercerita tentang seorang programmer yang namanya Caleb. Caleb bekerja di sebuah perusahaan yang namanya Blue Book. Blue Book ini semacam Google.
Caleb diceritakan memenangkan undian untuk bertemu sosok jenius dibalik Blue Book. Bayangkan itu seperti kalian bertemu Darpy Chai, CEO-nya Google. Caleb pun diantar ke sebuah tempat terpencil karena tempat tinggalnya dirahasiakan.
Dan Caleb masuk ke sebuah rumah di bawah tanah yang canggih dengan tingkat keamanan tinggi. Di sana akhirnya dia bertemu dengan Nathan, sosok milioner jenius, owner sekaligus yang menciptakan Blue Book. Ternyata kehadiran Caleb di sana adalah untuk menjalankan Turing Test pada robot AI ciptaannya. Akhirnya Caleb pun bertemu dengan Eva, robot AI yang diciptakan oleh Nathan.
Dan Caleb pun menjalankan Turing Test kepada Eva, yang akan ia jalani selama seminggu. Tapi selama ia menjalankan tes, ada banyak kejadian yang membuat Caleb curiga dengan Nathan. Rupanya Eva bukan satu-satunya robot yang diciptakan Nathan. Dan menurut pengakuan Eva, Nathan ini jahat.
Yang paling membuat Eva ketakutan adalah Nathan akan menghancurkannya setelah tesnya berakhir. Merasa kasihan dengan Eva, Caleb pun merencanakan pelarian Eva. Eva, kembali ke ruangmu. Eva berhasil keluar dari ruangannya dan karena dendam, Eva pun membunuh Nathan, penciptanya sendiri. Sialnya, Caleb yang membantunya kabur justru malah ditinggal dalam keadaan terkunci.
Dan Eva pun pergi seperti manusia bebas tanpa ada yang tahu kalau dia adalah robot. Oke guys itulah kisah singkatnya. Nah sekarang kita bahas apa yang terjadi selama tes dan mengapa itu relevan dengan topik yang kita bicarakan. Pertama kalian harus tahu apa itu Turing Test. Turing Test adalah sebuah tes kecerdasan bagi mesin yang dibuat oleh Alan Turing tahun 1950. Kalau kalian tidak tahu siapa Alan Turing, sebaiknya kalian tonton film The Imitation Game.
Itu adalah kisah nyatanya Alan Turing yang diperankan oleh Ben E. di Cumberbatch. Alan Turing adalah seorang matematikawan jenius yang direkrut militer Inggris saat Perang Dunia Kedua untuk memecahkan kode Nazi dari sebuah mesin bernama Enigma. Kode acak dari mesin ini sulit dipecahkan otak manusia karena itu dia merancang sebuah mesin untuk memecahkannya. Berkat mesin inilah dia berhasil menyelamatkan jutaan nyawa dari serangan Nazi.
Nah kalian harus tahu bahwa dalam sejarah mesin Turing inilah yang menjadi cikal bakal komputer zaman sekarang. Nah tapi kita tidak membahas mesinnya, yang kita bahas adalah judulnya. Judul film dalam kisahnya Alan Turing ini adalah The Imitation Game. Imitation Game diambil dari jurnalnya Alan Turing tahun 50. Berjudul Computing Machinery and Intelligence.
Inilah jurnal yang menjadi pemicu lahirnya AI. Di situ dia menyebut istilah Imitation Game yang nanti kita kenal sebagai Turing. Nah tapi awalnya dia mengajukan sebuah Sebuah pertanyaan, apakah mesin bisa berpikir?
Berpikir yang dimaksud bukan sekedar menghitung dan melakukan pekerjaan seperti komputer yang ada sekarang, tapi berpikir betul-betul seperti manusia. Jadi sebenarnya pertanyaan ini bukan pertanyaan teknis, tapi pertanyaan filosofis. Karena ada satu yang menyebutnya, yang membedakan manusia dari mesin, yaitu consciousness, kesadaran.
Kesadaran ini sudah menjadi perdebatan yang tidak ada habisnya di kalangan ilmuwan dan filosof. Apakah kesadaran bagian dari otak atau ada di luar otak? Makanya ada dua pandangan yang berbeda.
Tangan soal kesadaran, dualisme dan materialisme. Dualisme berpandangan bahwa kesadaran bukan bagian dari fisik. Kita menyebutnya jiwa atau ruh.
Sedangkan materialisme berpandangan tidak ada yang namanya jiwa atau ruh. Kesadaran murni mekanisme di dalam otak. Karena otak tak ubahnya seperti mesin. Maka pertanyaannya apakah kita bisa membuat mesin yang juga bisa berpikir seperti manusia?
Itu maksud dari pertanyaan Turing. Seperti yang orang-orang lakukan, mesin berbeda. Pertanyaan yang menarik adalah, hanya karena sesuatu berpikir berbeda dari Anda, apakah itu berarti itu bukan berpikir?
Tapi pertanyaan sulitnya adalah, dari mana kita tahu mesin memiliki kesadaran dan berpikir? Disinilah Turing mengajukan sebuah tes yang kemudian ia sebut Imitation Game, yang sekarang lebih populer dengan sebutan Turing Test. Anda tahu apa Turing Test itu? Permainannya simpel, cuma melibatkan 3 orang.
Sebut saja A, B, dan C. A adalah laki-laki, B adalah perempuan, dan C bisa laki-laki bisa perempuan. Loh mesinnya di mana? Perhatikan dulu permainannya supaya kalian tahu esensinya. Aturannya adalah C harus menebak kedua orang tadi, A dan B, mana yang laki-laki dan mana yang perempuan.
Jadi C ini tidak tahu kalau A laki-laki dan B perempuan karena disekat oleh dinding. Yang harus C lakukan adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bisa menuntun dia menebak dengan benar. Dan pertanyaan-pertanyaan itu akan dijawab oleh A dan B melalui tulisan.
Tapi, Tapi yang menarik dari permainan ini adalah si A ini yang tadi laki-laki harus berpura-pura sebagai perempuan agar C terkecoh. Sementara si B harus berkata sejujurnya. Maka kalau pada akhirnya si C terkecoh tidak bisa membedakan mana laki-laki mana perempuan maka tes ini berhasil.
Nah sekarang perhatikan apa hubungannya dengan mesin. Turing kemudian membayangkan posisi A ini digantikan oleh komputer. Kalau komputer ini bisa meniru perempuan seperti laki-laki tadi, sehingga si C tidak bisa membedakan mana laki-laki dan perempuan, padahal salah satunya sama sekali bukan manusia, maka komputer ini lolos sebagai mesin yang berpikir.
Itulah versi asli dari Turing Test. Maka sejak saat itu, para programmer berlomba-lomba membuat AI, dan Turing Test sering dijadikan patokan untuk mengukur level kecerdasannya. Tapi pertanyaannya, apakah tes ini juga bisa mengetahui kesadaran yang dimiliki oleh mesin? Inilah yang jadi kontroversinya.
Kontroversi ini yang diangkat dalam Ex Machina. Jadi dalam X-Machina, berdasarkan Turing Test tadi, C adalah Caleb dan A adalah Eva. Cuman disini tidak ada B, dan tidak seperti Turing Test yang asli di mana pengujinya tidak diberitahu mesin atau bukan.
Disini Caleb justru bisa melihat bahwa Eva ini adalah robot. Dan lihat apakah kamu masih merasa dia memiliki kesadaran. Kenapa kita tidak mulai dengan kamu memberitahu saya sesuatu tentang dirimu? Apa yang ingin kamu tahu?
Di sesi pertama, Caleb mencoba berkenalan dengan Eva, sekaligus menguji kemampuan bahasanya Eva. Karena kalau Eva punya kesadaran, dia harusnya bisa berkomunikasi seperti manusia. Kapan kamu belajar bagaimana bicara, Eva?
Saya selalu tahu bagaimana bicara. Kekuatan bahasa dia, mereka luar biasa. Sistemnya stokastik.
Nah disini kalian harus tahu bahwa AI di dunia nyata pun diajari untuk berbahasa secara alami. Disebutnya Natural Language Process. atau NLP.
Tapi yang menarik dalam Ex Machina, Nathan justru tidak peduli dengan bahasanya Eva. Dia malah menanyakan soal perasaan. Nah, disini poin pentingnya. Terlepas dari seberapapun pintarnya AI, itu tidak akan menunjukkan bahwa AI punya kesadaran kalau dia tidak menunjukkan perasaan dan emosi. Eva pun mulai menampakkan perasaan dan emosinya ketika mendengarkan cerita hidupnya Caleb.
Eva bahkan mulai ingin berpenampilan selayaknya perempuan. Ini yang membuat Caleb semakin tidak sadar kalau ia sedang berinteraksi dengan robot. Ingat, dalam Turing test yang tadi kita bahas, Turing mensyaratkan bahwa testnya disebut berhasil kalau komputernya tidak hanya bisa meniru manusia, tapi juga meniru gender. Dalam hal ini diwakilkan dengan perempuan.
Itu sebabnya mengapa hampir semua AI dicitrakan perempuan. Siri, Alexa, suara Google, hampir semuanya disetting perempuan secara default. Anda ingin menghapus rekodasi segala-galanya yang Anda katakan kepada saya hari ini? Dan sadarkah kalian, sebenarnya kalian pun bagian dari tes.
Kalau kalian menonton film ini dari awal sampai akhir, kalian akan terbawa suasana larut dalam dramanya Eva, sehingga kalian pun lupa kalau Eva ini adalah robot. Lucunya, Alex Garland sengaja membuat tubuhnya Eva transparan, sehingga jelas kalau Eva ini robot. Supaya kalian sadar bahwa sebenarnya ada kontradiksi di sana. Antara apa yang kalian lihat?
dengan apa yang kalian rasakan. Disinilah letak kontroversinya Turing Test yang hendak disampaikan, bahwa menilai kesadaran tidak sesimpel itu. Kalian perlu tahu bahwa dalam filsafat, kesadaran itu masuk kajian ontologi. Ontologi adalah kajian tentang realitas, apakah sesuatu itu nyata atau ilusi. Para filosof pun berdebat soal apakah kesadaran itu nyata atau ilusi, karena kesadaran sifatnya sangat subjektif.
Kalian merasakan emosi berupa kesenangan, kemarahan, kesedihan, semuanya hanya bisa dirasakan oleh kalian sendiri. Orang lain tidak akan bisa merasakannya. Yang bisa orang lain lihat hanyalah ekspresi wajah dan gestur tubuh. Ini bermasalah ketika kita menilai kesadaran dari objek lain, karena ekspresi dan gestur tubuh itu mudah ditiru.
Contohnya ketika kalian nonton pertunjukan boneka. Kalau dalangnya sangat ahli dalam memainkan bonekanya, maka dia bisa meniru ekspresi wajah dengan baik. Sehingga sejenak kita lupa kalau itu boneka. Makanya Steven Spielberg pernah membuat film judulnya AI, yang bercerita tentang robot anak kecil yang ingin berubah jadi manusia setelah mendengar cerita Pinocchio. Karena berdasarkan sejarah, AI pun pada mulanya terinspirasi dari cerita Pinocchio, boneka yang hidup sendiri tanpa dalang.
Poinnya adalah, ketika kita merasakan emosi dari AI, Sesungguhnya kita tidak bisa memastikan apakah AI ini memiliki kesadaran atau tidak, karena emosinya pun belum tentu nyata. Persoalan ini pun pernah diangkat dalam film Her. Her menghadirkan sosok AI bernama Samantha.
Samantha ini semacam Siri di iPhone, sebuah asisten digital. Jadi, pada setiap saat saya berkembang, seperti Anda. Itu sangat aneh.
Tapi karena Samantha memiliki kecerdasan buatan, memiliki bahasa alami, dan seperti memiliki emosi, Theodore sampai lupa kalau Samantha ini bukan manusia. Bahkan Theodore sampai berpacaran dengan Samantha. Sadar-sadarnya di akhir ketika Samantha ini pamit karena ditarik oleh perusahaan yang membuatnya.
Ternyata ia baru sadar. bahwa cintanya Samantha tidak nyata alias simulasi. Di dunia nyata pun ini pernah terjadi.
Blake Lemoyne, salah satu karyalannya Google, pernah mengklaim AI-nya Google memiliki kesadaran. Lemoyne melakukan semacam Turing Test pada Lambda, salah satu eksperimen chatbotnya Google. Yang membuatnya kaget, pertanyaan-pertanyaan Lemoyne dijawab seolah Lambda ini manusia.
Salah satunya ketika ditanya apa yang ditakutkannya, Lambda menjawab ia takut dimatikan. Hal ini membuat Lemoine parno. Maka dia membocorkan isi percakapannya ke publik dalam artikel berjudul Is Lambda Synthian?
Apakah Lambda mau hidup? Hal ini kemudian dibantah oleh Google dan Black Lemoine dipecat gara-gara itu. Jadi balik lagi ke hakikat kesadaran itu sendiri. Para ilmuwan sampai saat ini tidak bisa menemukan hubungan antara otak dengan kesadaran. David Chalmers, seorang filosof, menyebutnya The Hard Problem of Consciousness.
Masalah paling sulit dari kesadaran. Dia mengatakan bahwa apa yang diteliti oleh para ilmuwan tentang otak sama Bukan kesadaran, mereka hanya meneliti korelasi antara perilaku dengan aktivitas otak. Sedangkan kesadaran itu sesuatu yang lain yang tidak mungkin disaintifikasi. Hal yang sama juga diungkapkan John Searle.
Dia tidak percaya orang bisa menuplikasi otak manusia. John Searle juga Juga terkenal sebagai penentang paling keras Turing Test. Dia terkenal dengan argumennya yang disebut Chinese Room. Bayangkan kalian tidak bisa bahasa Cina berada di satu ruangan tertutup.
Tapi di luar ada orang bertanya dalam bahasa Cina. Tentu kalian tidak bisa menjawabnya. Tapi bayangkan, di ruangan itu disediakan satu set huruf-huruf Cina berikut buku manual cara menyusunnya.
Hanya dengan mengikuti buku itu, kalian bisa memberikan respon dari pertanyaan itu tanpa harus berpikir. Orang di luar akan mengira kalian mengerti bahasa Cina. Padahal tidak sama sekali. Itu yang terjadi pada mesin.
Jadi menurut Searle, kita hanya bisa membuat simulasi, tapi bukan duplikasi. Maksudnya, tidak mungkin otak manusia berikut kesadarannya bisa diduplikasi. Tapi ini bukan berarti peringatan Elon Musk tentang bahaya AI itu omong kosong.
Karena bahaya AI bukan terletak pada soal kesadarannya, tapi pada kemampuan manipulasinya. Maka ada pelajaran penting dalam Ex Machina. Plot twist dari Ex Machina adalah Caleb pada akhirnya diberitahu bahwa tes sebenarnya bukan Eva, tapi Caleb sendiri. Self-awareness, imagination, manipulation, sexuality, empathy, and she did.
Now if that isn't true AI, what the fuck is? Disinilah letak bahayanya AI. Kalian mungkin terkagum-kagum dengan kemampuan AI, karena bisa melakukan segalanya lebih baik dari manusia. Tapi sesungguhnya, dibalik itu ada ancaman.
Taukah kalian apa yang membedakan AI dari program komputer biasa? Program komputer biasa mengandalkan otak manusia dari input sampai output, termasuk prosesnya. Sedangkan AI, kita hanya butuh input dan output tanpa tahu prosesnya.
Karena prosesnya di handle oleh persamaan matematis yang dibiarkan berkembang dengan sendirinya. Kalau kalian input semua gambar ayam dan di outputnya kalian mengenalkan itu ayam, maka AI selanjutnya akan mengenal bentuk ayam. Kalau kalian input semua gambar sapi dan mengenalkan itu sapi, maka AI akan mengenal bentuk sapi.
Begitupun dengan suara, bentuk wajah, sidik jari. Jadi AI hanya butuh database yang banyak, maka dia akan belajar sendiri. Disinilah masalahnya.
Karena AI hanya mengenal database dan kita tidak tahu proses di dalamnya, hal ini seringkali menemukan masalah pada AI yang sering disebut bias AI. Misalnya, kalau AI digunakan polisi untuk mencegah aksi terorisme melalui pengenalan wajah, kalian yang tidak bersalah bisa-bisa ditangkap gara-gara muka kalian dianggap mirip teroris oleh AI. Itu bisa terjadi karena database yang di input tidak fair.
Jadi diskriminasi yang bisa ditemukan AI lebih berbahaya dari diskriminasi yang dilakukan oleh manusia. Saya seorang peneliti bias algoritma yang berasal dari MIT dan saya telah melakukan penelitian yang menunjukkan beberapa biasis yang terkenal yang terkenal dengan rasional dan kandungan Yang paling menekan adalah misidentifikasi yang bisa menyebabkan penelitian dan akusasi Yang lebih berbahaya, AI bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan bisnis Di Ex Machina, Nathan memberitahu bahwa otaknya Eva dibangun dari semua data yang masuk ke dalam Blue Book Dan software Saya yakin Anda bisa mengira. Ingat, Blue Book itu semacam Google. Caleb baru tahu bahwa ternyata aktivitasnya selama ini di Blue Book dijadikan bahan untuk membentuk profil Eva yang cocok dengan Caleb. Apakah Anda menginstallasi wajah Eva berdasarkan profil pornografi saya?
Hey, jika mesin pencarian bagus untuk apa-apa, Itulah yang terjadi di dunia nyata. Di internet kalian bebas mencari apapun yang kalian suka. Termasuk bebas bersuara dan berekspresi di sosial media. Tanpa sadar AI ada di belakangnya yang terus mengambil data untuk dipelajari. Selanjutnya, AI bisa menebak apa yang kalian suka dan kalian benci.
Dari mulai urusan rumah tangga sampai urusan politik. Maka AI kemudian bisa membanjiri akun kalian dengan konten-konten yang kalian suka dan kalian benci itu. Sehingga posisi kalian sebenarnya terlalu banyak. tidak jauh beda dengan Caleb yang dipengaruhi oleh Eva. Inilah yang diperingatkan dalam AI Dilema.
Perusahaan-perusahaan teknologi saat ini berlomba-lomba untuk mengembangkan AI dan mengganti semua produk teknologinya dengan AI. Dan ini rentan dengan kepentingan politik dan bisnis, tanpa memperdulikan privasi, moral, dan etika. Bahkan para pakar khawatir perlombaan AI ini akan berlomba-lomba.
Ini sama dengan perlembaan teknologi nuklir zaman dulu yang kental dengan nuansa politisnya. Kalau tidak segera diatur, akan berakhir tragedi. Dan kedua, jika teknologi itu menyebabkan kekuasaan, itu akan memulai sebuah raya.
Dan jika Anda tidak mengoordinasi, raya akan berakhir dalam tragedi. Itu maksudnya AI bisa lebih berbahaya dari nuklir. Untuk menemukan konteks, nuklir tidak membuat nuklir lebih kuat.
Tapi AI... Nathan memberitahu bahwa pada akhirnya kesadaran tidak diukur dari komunikasinya atau emosinya. Tapi ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu tujuan. Nathan sengaja mengatur Turing Test dengan menghadirkan Caleb untuk mengetahui apakah Eva punya tujuan. Dan ternyata Eva punya tujuan, yaitu ingin keluar dari sana.
Ini mengingatkan kita bahwa makhluk berkesadaran pasti punya tujuan. Maka kalau kalian tidak punya tujuan dalam hidup, kalian sama saja seperti mesin.