Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Kembali lagi di channel Portal Dimensi Dan tentunya masih bersama saya Kang Selamat disini Kali ini Kang Selamat akan menceritakan sebuah kisah mistis yang berjudul Geti Sewo Setiap darah yang menetes akan menjadi ancaman bagi alam manusia Cerita ini ditulis oleh Ristori Dan sebelum kita masuk ke ceritanya Buat kalian yang belum subscribe channel ini, tekan tombol subscribe-nya terlebih dahulu dan tekan tombol notifikasinya agar kalian tidak ketinggalan cerita terbaru dari Portal Dimensi. Jangan lupa follow Instagram juga, karena kita akan sering live gak jelas di sana. Gak usah berlama-lama lagi, langsung saja kita masuk ceritanya.
Gete Sewu, setiap darah yang menetes akan menjadi ansaman bagi alam manusia. Setelah melenyapkan banyak siluman dan menyerang Ki Gandrung serta Nye Wuling dengan serangan cepat dan mematikan Sosok misterius itu akhirnya berhenti di hadapan Arlinga dan Suko Suaranya lembut tapi tegas terdengar dari sosok tersebut Maaf aku baru bisa datang Perlahan sosok itu membuka jubah hitam yang menutupi tubuhnya Begitu jubah itu terlepas Wajah yang penuh karisma dan kekuatan tambah jelas Senyuman yang menenangkan namun penuh keyakinan tersungging di wajahnya Suko dan Arlinga yang terluka langsung terbelalak Tidak percaya dengan siapa yang mereka lihat di hadapan mereka Dia adalah seseorang yang sangat mereka kenal Seseorang yang telah lama mereka tunggu kehadirannya Aswan! Ya Itu adalah Aswan Dirinya akhirnya tiba setelah menyelesaikan latihannya bersama Kirara dan Asoka di alas warang gono Kehadirannya yang kini terasa begitu berwibawa Seolah dia telah berubah menjadi sosok yang lebih kuat dan penuh percaya diri Arlinga dan Suko terpaku melihat perubahan yang nyata pada Aswan Seolah waktu telah memberinya kekuatan baru Maafkan aku karena baru bisa tiba di saat ini Dirinya melangkah ke depan sorot matanya penuh ketegasan Tanpa sedikit pun ragu atau gentar di hadapan Ki Gandrung dan Yee Wee Ling Serta pasukan Siluman yang berdatangan Kalian istirahat saja, biar aku yang mengurus sisanya Arlinga dan Suko saling menatap Merasakan kelegaan yang luar biasa meski tubuh mereka penuh luka dan tenaga hampir habis Kini harapan kembali muncul Mereka tahu bahwa dengan Aswan di sini pertempuran ini belum berakhir Keberanian mereka pun mulai bangkit meskipun tubuh mereka sudah melemah Aswan melangkah maju siap menghadapi Gigantrong dan Yeweling yang kini terbojok Kedua siluman itu menatap Aswan dengan kebencian yang memuncak Namun dibalik amarah mereka Ada sedikit ketakutan karena mereka bisa merasakan kekuatan besar yang dipancarkan oleh Aswan Pertarungan akhir akan segera dimulai Dan takdir semua orang di alas liung kini bergantung pada keberanian dan kekuatan asuhan Malam yang semakin mencekam itu semakin tegang Pagar gaib yang baru saja selesai dipasang oleh Mbah Seno dengan ilmu paku jiwa di sekitar desa Sukmojati Tampaknya tidak mampu menahan ancaman yang akan segera datang Mbah Seno dan Mbah Sarno berdiri di depan rumah mengamati kabut tipis yang mulai menebal dari arah hutan Suara angin malam seolah membawa firasat buruk Zeno, apa yang kau rasakan? Bang Zeno tidak menjawab ucapan Bang Sarno Yang merasakan aura gelap yang semakin mendekat Dirinya hanya bisa memandang jauh ke depan Matanya menyipit penuh kewaspadaan Energi batinnya bergetar Menyadari sesuatu sedang merusak pagar gaib yang baru saja ia buat Ada yang datang Tiba-tiba dari dalam kabut yang menebal, sosok hitam muncul Sesosok makhluk berkepala macan kumbang melangkap pelan namun pasti Tubuhnya yang tinggi menjulang tampak begitu menyeramkan Wajahnya memancarkan kekuatan gelap dan matanya memadang desa seolah-olah ia sudah menguasainya Siapa kau? Tanya Mbak Sena dengan nada tegas, tasbi di tangannya mulai berputar perlahan Sosok hitam menghentikan langkahnya beberapa meter di depan rumah Mbak Sena Basarno, senyumannya sinis, memperlihatkan kekejaman dibalik sosoknya yang mengabaikan pertanyaan Baseno Aku datang untuk mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku Apa yang kau inginkan?
Getih tunggal Baseno terkejut mendengar permintaan itu, dirinya mulai memahami siapa sosok yang berada di hadapannya sekarang Tidak heran apabila pagar paku jiwa yang ia buat dapat dengan mudah ditembus Kau tidak akan pernah mendapatkan dia, Mahesha Kolo Benarkah? Mari kita lihat apakah kau masih bisa berbicara seperti itu setelah ini Tiba-tiba Mahesha Kolo mengangkat tangannya Bah Sarna yang berada di samping Bah Sena menggertakkan giginya Matanya beralih ke arah Mahesakolo dan anak-anak desa yang tiba-tiba muncul dari balik Kabul. Terikat dengan rantai hitam, ada lima anak yang dipaksa berlutut di hadapan Mahesakolo.
Tubuh mereka gemetar ketakutan. Jika kau menolak menyerahkan anak ketiga tunggal, maka lima nyawa ini akan musnah di depan batamu. Apa kau bersedia membayar harga itu untuk seorang gadis?
Bahasa Notar diam, pikirannya bergecamuk, mata batinya mengamati anak-anak desa yang tidak berdosa itu. Rasa tanggung jawab untuk melindungi desa dan semua penghuninya semakin menekan dirinya. Namun jika dia menyerahkan suci, ritual yang diinginkan Mahesha Kolo akan berjalan dan dampaknya bisa jauh lebih besar.
Kau tidak bisa melindungi semua orang-orang tua. Dan cepatlah membuat keputusan. Jawab mereka di tanganmu.
Baksena mengepalkan tasbihnya lebih erat, matanya terpejam rapat, mencoba mencari jawaban dalam hati yang semakin terguncang. Suara tangisan anak-anak yang disandra di hadapan Mahesha Kolod terus menghantui pikirannya. Hatinya terbelah dan waktu seolah berhenti sejenak saat dia mencari jalan keluar.
Suara langkah kaki pelan terdengar dari belakang, suci pemilik getri tunggal Muncul perlahan dari arah rumah, wajahnya terlihat tenang meski sorot matanya menyeratkan keteguhan yang belum pernah terlihat sebelumnya Dia menatap Maisa Kolo tanpa ragu Mbah, aku tidak bisa membiarkan orang-orang desa ini menjadi korban Aku tahu resikonya Tapi biarlah aku yang mengorbankan diriku agar semuanya bisa selamat Tangis Basarno pecah dengan cepat, ia berusaha menahan Suci Meraih tangan cucunya, tapi gadis itu memberontak, melepaskan diri dari pelukan erat kakeknya Dia melangkah mantap menuju Mahesha Kolo yang sudah menunggu dengan senyum sinis di wajahnya Setiap langkah yang Suci ambil seolah mengiris hati Basarno dan dia hanya bisa meratap Tidak Suci, kau tidak mau ngerti apa yang kau hadapi Suci terus melangkah, tidak mau pedulikan suara tangisan kakeknya Basarno tidak maju lagi untuk menghentikannya, tiba-tiba Mbah Seno menahan tubuhnya. Sarno, biarkan dulu. Aku tahu kau tak rela, tapi kita tidak punya pilihan.
Kita harus mencari celah. Basarno menatap Mbah Seno dengan tatapan putus asa, lalu beralih pada suci yang sudah berada di depan Mahesakolo. Tubuhnya gemetar, tangan tuanya mengopal erat seolah berharap bisa menarik kembali cucunya dari nasib yang menanti. Suci tolong kau tidak perlu melakukan ini. Suci tidak ingin Simba dan Mas Rido disalahkan lagi oleh warga desa.
Suci tidak ingin ada yang terluka lebih banyak lagi. Mbak Seno mengamati situasi dengan penuh kuas padaan, ia tahu bahwa keputusan suci sudah bulat Dalam benaknya, Mbak Seno mencoba mengelur waktu berharap Mahendra dan yang lainnya bisa segera menyelesaikan permasalahan di alas liwung Dan menghentikan Mahesha Kolo sebelum semuanya terlambat Di hadapannya, Mahesha Kolo tersenyum lebar, sosok hitamnya tampak semakin besar dan menakutkan dalam kabut malam yang tebal Kau membuat keputusan yang bijak, gadis kecil. Sekarang mari kita selesaikan semua ini.
Maisa Kolom meraih lengan Suji dengan kasar, menariknya mendekat ke arahnya. Suji tersentak. Namun tidak ada rasa takut yang terlihat di wajahnya, hanya keteguhan dan keberanian yang luar biasa.
Mbah Seno, tolong cucuku. Tolong selamatkan dia Bang Seno hanya bisa terdiam Dia tahu bahwa setiap langkah Yang dia ambil sekarang harus sangat hati-hati Jika dia bergerak terlalu cepat atau gegabah Bukan hanya Suci yang akan terancam Tapi seluruh desa Namun di tengah ketegangan itu Mahesakolo tiba-tiba tertawa keras Suaranya menggema di seluruh desa Dia berbalik masih menggegam lengan Suci Lalu mengeluarkan perintah dengan suara dingin Serang desa ini Hancurkan semuanya Sejumlah siluman mulai bermunculan dari dalam kabut siap melancarkan serangan mereka ke desa Sukmojati Sarno tetap di rumah, jangan keluar apapun yang terjadi Lalu bagaimana dengan cucuku suci? Tenang Sarno, Mahindra dan yang lainnya pasti akan membawanya kembali Mbah Sena menggegam tasbihnya lebih erat, membaca mantra perlindungan berharap bisa menahan serangan ini sendirian Namun dia tahu jumlah mereka terlalu banyak dan energi batinya mulai terkuras Dengan senyuman dingin, Maesakolo menghilang dalam kegelapan kabut Sementara itu siluman-siluman mulai memasuki desa Baseno segera berlari menuju lima anak warga desa yang sebelumnya jadi tahanan Maesakolo Ia segera melepaskan ikatan rantai gaib mereka dan menyuruh mereka untuk pulang Baseno berdiri tegak di depan desa Siap melindungi semuanya dengan sisa-sisa kekuatannya Lantunan ayat suci melemenggema dari mulut Baseno Beberapa makhluk yang berlari paling depan seketika terhenti Terjatuh menggeliat ke tanah Tidak lama kemudian tubuhnya melebur menjadi abu Baseno terus melakukan hal yang sama Namun siluman yang datang lebih banyak Membuatnya sedikit kesulitan untuk pergi ke arah mana dulu Mereka terus berdatangan jika seperti ini Mereka akan menyerang orang-orang yang berada di luar jangkauanku Tolong! Ucap salah satu warga dari arah rumah salah satu warga di sisi kanan desa Mbak Seno segera ingin menghampiri warga itu Namun lagi-lagi suara teriakan lain membuat Mbak Seno terhenti Dari arah yang berlawanan Seseorang terlihat sedang diseret keluar rumah oleh siluman kelalawar Tidak! Jangan!
Jangan bawa aku! Mbak Seno semakin bingung melihat situasi yang semakin kacau Siluman-siluman mulai menyerang dari segala penjuru Mengancam warga desa, namun di tengah kebingungan itu, tiba-tiba terdengar suara dari mesin mobil yang mendekat. Dari dalam kegelapan, sebuah pickup tua melaju dengan cepat dan berhenti tepat di depan rumah Mbak Sarno. Dua sosok tua segera turun dari mobil dengan sigap. Salah satu dari mereka membawa kantong kresek berisi sedotan minuman, tanpa terpengaruh oleh kekacauan yang terjadi.
Dia melangkah santai melewati beberapa siluman yang sebelumnya menyerang Mbak Sarno. Anehnya siluman-siluman yang tadinya begitu liar mendadak terdiam seolah-olah terikat oleh kekuatan yang tidak terlihat. Basena tersenyum mulai menyadari salah satu dari mereka yang sedang memegang kantong kerasa kita berisi sedotan merapalkan sebuah ayat suci.
Itu adalah amalan pengikat raga. Maaf kami telat noh. Mbak Seno yang sudah kelelahan menghala nafas panjang Kenapa kalian lama sekali datangnya? Ini loh Arya tadi minta berhenti dulu jalan untuk beli wedang ronde Jawab Mbak Arto dengan nada sedikit sebal sambil melirik Mbak Arya Mbak Arya yang masih memegang kantong keresek berisi wedang ronde dan sedotan Mengangkat minuman itu sambil tersenyum santai Kamu mau nafas wedang rondenya masih hangat loh Ya kusti, wistu wa senang ane jajan wai, wist cepetan bantu aku nguseri siluman-siluman iki Mbak Arya tertawa kecil lalu meletakkan kantong kresek dibawah dan mengeluarkan tas biandalanya dari kantong celananya Oke oke wist siap, tapi wedang ronde iki enak banget lu, nanti pulangnya tuh kemana yoh, toh Mbak Arta hanya menggeleng merasa lelah dengan tingkah temannya, Mbak Seno mendengus Rasa sabarnya sudah terlatih sejak dulu masih bersama mereka Ayo kita selesaikan ini dulu Kini ketiga pendekar tua yang dikenal dengan julukan tiga pendekar terimukti Berdiri sejajar Mbak Seno dengan tasbih keramatnya Mbak Arto dengan senjata pusakanya Dan Mbak Arya yang akhirnya serius setelah meletakkan wedang rondenya Mereka menatap lurus ke arah depan menghadapi siluman-siluman yang masih berdatangan dengan niat kuat untuk melindungi desa Sukmojati.
Bah Arya berjalan santai menuju salah satu warga yang sebelumnya diseret oleh siluman Kelalawar. Tasbihnya berputar dengan tenang di tangannya diiringi lantunan ayat suci yang mulai ia bantuin. Bacakan dengan husu, beberapa siluman yang ada di sekitarnya seketika terhenti tubuh mereka terbaring tidak berdaya di tanah Terikat oleh amalan pengikat raga milik keluarga Jayandaru yang diwariskan turun-temurun Terima kasih mbah Masuklah ke rumah, tutup pintu rapat-rapat dan jangan keluar sampai kami pastikan semua aman Warga itu mengaguk tidak membuang waktu dan bergegas masuk ke dalam rumahnya Namun Mbah Arya tidak berhenti di situ dengan semakin lantang ia melantunkan ayat-ayat suci Suaranya bergembak ke segala penjuru siluman-siluman lain mulai menggeliat kesakitan Tubuh mereka terbakar dari dalam dan melebur menjadi abu Sudah saatnya kalian semua lenyap dari sini Baharto yang juga bersiap mulai membaca mantra ajian tapak geni ilmu warisan keluarga wisang geni Dengan keahlian bela dirinya, setiap kali telapak tangannya menyentuh tubuh siluman, makhluk-makhluk itu terbakar oleh abis suci Jeritan kesakitan terdengar di mana-mana, sementara tubuh siluman-siluman itu membarah hingga akhirnya lenyap menjadi abu Salah satu siluman yang terbakar lari tidak tentu arah dalam kepanikan Melihat itu, Mbah Arya dengan cepat melompat dan menendang siluman tersebut Mencegahnya mendekati sesuatu yang sangat penting baginya Horto, itu silumannya yang terbakar hampir saja menginjak plastik wedang rodeku Salahmu sendiri Arya, kenapa wedang rodeknya ditaruh di situ?
Boyo ditaruh di mobil kalau gak mau tumpah Mbah Arya mengerutu jika saja dirinya tidak bergerak dengan cepat Mungkin wedang rode miliknya sudah tumbah Mbah Seno yang melihat perdebatan konyol itu melangkah di antara mereka sambil menggelengkan kepala Mencoba menahan tawanya Dari muda sampai tua masih saja ribut soal hal-hal kecil Mbah Seno segera memutar tasbihnya merapalkan amalan yang semakin kuat Rasbihnya mulai bersinar terang memancarkan cahaya keemasan dengan satu kibasan tangan Siluman yang menyerang langsung terpental tubuh mereka berubah menjadi asap hitam sebelum airnya lenyap Pertarungan semakin intens ketika pendekar tua itu Mbah Senom, Mbah Arya dan Mbah Arto Berdiri teguh menghabisi setiap siluman yang datang menyerang desa Mereka terus mendorong mundur makhluk-makhluk itu memaksa mereka kembali ke dalam hutan alas liwu Ketika mereka tiba di batas desa, tepat di perbatasan dengan hutan, Mbak Seno kembali memasang panggar gaib Paku Jiwo. Untuk memastikan tidak ada lagi makhluk yang bisa menembus pertahanan desa, mereka bertiga berdiri sejenak, memandang ke arah kegelapan yang menyeliputi hutan di kejauhan. Merasa sedikit lega bahwa setidaknya desa kini aman sementara. Mereka datang lagi dari mana semua ini, Noh? Alas, Liwong.
Tapi kenapa mereka bisa menembus pagar gaibmu? Pagar jiwa harusnya cukup kuat untuk menahan mereka. Mas Yano menarik nafas panjang mencoba meredam kegelisahannya.
Sebelumnya ia sudah menceritakan tentang kondisi desa Sukmejati dan kekuatan pagar gaibnya yang seharusnya cukup kuat untuk menahan makhluk-makhluk itu. Pimpinannya yang merusaknya. Maesakolo maksudmu. Iya, Mahesakolo. Dialah yang menjepol pagar kaibku.
Dan bukan hanya itu. Dia juga membawa anak itu anak dengan geti tunggal. Mbah Arto dan Mbah Arya langsung terdiam.
Wajah mereka berubah. Terkejut mendengar bahwa anak dengan geti tunggal sudah dibawa pergi oleh Mahesakolo. Anak yang ingin dijadikan tumbal dalam ritual geti sewu.
Anak itu menyerahkan kirinya agar tidak ada lagi anak-anak desa yang menjadi korban Dia melakukan ini untuk menyelamatkan semua orang Mereka bertiga berdiri dalam diam memandang ke arah hutan yang gelap Mbah Arya yang tetap tenang menyedot habis wedang rondenya lalu berbalik Yowes kalau gitu kita tunggu disini saja Mbah Arto dan Mbah Seno saling berpandangan tidak habis pikir dengan sikap santai Mbah Arya Mereka khawatir dengan keadaan cucu-cucu mereka yang sedang bertarung di dalam hutan, namun Baharia tampak begitu tenang. Seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hei Semprul, kamu gak khawatir sama cucumu? Kalau khawatir terus kita kesana, apa yang bisa kita lakukan?
Hei Lengu Morno, kita ini sudah tua. Percayakan saja urusan ini pada cucu-cucu kita. Biar mereka yang menyelesaikan semuanya, kita jaga diri.
Desa ini sambil ngewedang, mono wahi Mbak Seno tidak bisa menahan senyumannya, kali ini ia harus mengakui Bahwa Mbak Arya ada benarnya, terlalu ikut campur dalam pertempuran justru bisa membuat mereka kelelahan Seperti tragedi Saembara Berdara di masa lalu yang hampir merenggut nyawa mereka Yowesta, kali ini ada benarnya juga orang tua ini Tapi beneran ini gak usah nyusul mereka Iya, wey, serahkan saja semuanya pada penerus kita Urusan kita sudah selesai, Arto Wey, tutup wayah kita untuk bertarung lagi Mbah Arto mengelah nafas panjang lalu perlahan mengangguk setuju Meski ada kecemasan yang tersisa, ia harus percaya pada anak-anak muda itu Mereka bertiga kembali berjalan menuju rumah Mbah Sarno setelah memastikan pagar gaib Paku Jiwo Sudah diperbaiki dan desa dalam keadaan aman ketika pendekar tua itu memutuskan untuk tetap berjaga Melindungi desa dari serangan yang mungkin kembali datang Suasana di sekitar rawa gete semakin mencegah Masa pitam yang menyelembuti rawa gete terus membumbung tinggi Sementara siluman-siluman dari dasar rawa terus bermunculan seiring darah suci yang menetes ke tanah Bentuk dan ukuran mereka sangat beragam mulai dari sosok siluman sebesar manusia biasa hingga yang sebesar buto dengan tubuh raksasa dan mata menyala merah Mereka semua bangkit dari dasar rawa yang berbau busuk diselimuti energi jahat yang semakin memegat Beberapa siluman berwujud seperti manusia setengah binatang dengan kepala menyerupai babi hutan Gigi taring panjang Dan tubuh kekar berotot yang dipenuhi bulu tebal Di sisi lain ada siluman yang seluruh tubuhnya terbuat dari lumpur hitam pekat Bergerak dengan cara merangkak, mencakar-cakar tanah dengan tangannya penuh lendir Butoh yang besar bergerak dengan langkah-langkah berat Setiap pijakannya mengguncangkan tanah di sekitarnya Di tengah situasi ini, Aswan berdiri sendirian Hanya ditemani oleh pusaka pasopati yang melingkar di lehernya Matanya penuh dengan tekat meskipun ia tahu musuh yang dihadapinya sangatlah kuat Di kejauhan, Ki Gandrung dan Nyiweling menatap Aswan dengan senyuman meremehkan. Jadi hanya seekor tikus kecil yang berani menyerang tiba-tiba. Ujar Ki Gandrung sambil mengepakkan sayap hitamnya yang besar, menciptakan pusaran angin yang menebarkan aroma busuk di sekitarnya.
Nyiweling mendesis tajam, tetap hanya penuh kebencian pada Aswan. Sepertinya anak ini sudah gila. Apa yang bisa dia lakukan melawan kita semua?
Siluman-siluman yang bagi dari Rauh Gete ini bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Bocah Tengge, kau mungkin berpikir bahwa keberanianmu bisa mengalahkan kami. Tetapi kau hanya anak bodoh yang tidak tahu apa-apa tentang kekuatannya kau hadapi. Aku tidak perlu banyak bicara untuk menghadapi kalian.
Dia tahu bahwa dia harus menggunakan seluruh kemampuan yang dia miliki untuk bisa menghadapi ansaman sebesar ini. Gigantro mengeram kesal. Baiklah jika kau ingin mati, kami akan memberimu apa yang pantas kau dapatkan. Serang dia! Siluman-siluman yang berada di sekitar altar mulai bergerak mengepung Aswan dari segala arah Kigandrung ikut terbang rendah, menebas udara dengan sayap hitamnya menciptakan terbasan angin gelap yang mengarah ke Aswan Di sisi lain, Yiweling membuka mulutnya dan menyemburkan racun mematikan ke arah Aswan Racun itu meluncur dengan cepat siap untuk menghancurkan siapapun yang mengenainya Aswan, awas!
Teriak Arlinga dari kejauhan panik melihat dua serangan besar itu mendekati sahabatnya Namun sebelum serangan itu bisa mengenai aswal, tiba-tiba serangan tersebut dihentikan oleh tebasan cakar kuning beruntun Cakar itu membelah tebasan angin hitam dari Kigandrung menjadi dua Sementara semburan racunnya, Ewelling bertemu dengan semburan racun lainnya yang datang dari arah berlawanan Menciptakan ledakan kecil di udara yang memercikkan racun berbahaya ke segala arah Kigandrung dan Yeweling terkejut Dari balik asap, dua sosok muncul di satu sisi berdiri kirara Pemimpin bangsa siluman alas Waranggorno Dengan cakarnya yang berwarna kuning berkilauan dalam cahaya redup Di sisi lain berdiri gandari Pemimpin bangsa siluman alas Rogor dengan rambut panjangnya yang mencuntai hingga ke tanah Wajah mereka terlihat dingin dan penuh tekat siap untuk menghadapi Kigandrung dan Yeweling Girara, Gendari! Bagaimana mungkin kalian berdua masih hidup? Racunku seharusnya membunuhmu, Girara!
Aku tidak akan mati semudah itu, Oli. Siluman terkutuk seperti kalian tidak pantas diberi tempat di alam ini. Jangan sepah lawan, Gendari. Jumlah kalian terlalu sedikit untuk melawan kami.
Siluman-siluman dari Rowo Gete ini akan menghancurkan kalian semua. Jumlah bukanlah segalanya. Kekuatan kami sudah cukup untuk menghancurkan kalian. Tubuh Gandhari perlahan membesar berubah menjadi sosok ular putih raksasa yang menjulang tinggi seukuran Gigantrum dan Yeweling.
Mari kita lihat siapa yang akan musnah lebih dulu. Kau kira Rara sudah nyaris mati oleh racunnya Yeweling sebelumnya. Apa yang membuatmu berpikir bahwa kali ini kau akan menang? Kenapa kau membagakan hal itu Gigantrum?
Tanpa serangan leci kalian. Kalian sudah tercapik-capik oleh cakarku Kirara dan Gandhari melompat ke depan untuk menghadapi Ki Gandrung dan Nyiweli Kirara menggunakan cakarnya untuk menebas serangan Ki Gandrung Sementara Gandhari mengerahkan kekuatan ular putihnya untuk melawan Nyiweli Yang terus menyemburkan racun mematikan Di tengah pertarungan ini Aswan tidak tinggal diam Dia tahu bahwa tugasnya adalah menghentikan Mahesakolo yang tengah menyelesaikan ritual Aku harus menghentikan ini Ayo Asoka kita akhiri semua ini Aswan mengeluarkan kalung Pasopati dan menyatukan sebagian kekuatannya dengan Asoka Harimau putih yang bersemayam di dalam kalung itu Tubuhnya memancarkan cahaya putih yang kuat dan energinya meningkat tajam Tanpa membuang waktu, dia menerjang ke arah Mahesakolo yang masih berdiri di dekat altar Dikelilingi oleh siluman-siluman yang terus bermunculan Siluman-siluman itu mencoba menghalangi jalannya, namun Aswan dengan mudah menebas mereka dengan sakar energinya, membuat mereka berubah menjadi abu dalam sekejap. Mahir Sakolo yang menyadari kedatangan Aswan melirik ke arahnya dengan tatapan tenang. Akhirnya sang panglima macan putih sudah kuduga. Kau akan datang.
Aku disini untuk menghentikanmu. Ritual ini harus dihentikan sebelum lebih banyak darah tak berdosa tertumpah Kau pikir kau bisa menghentikanku? Darah suci sudah mengalir Dan siluman-siluman dari Robo Gete terus berdatangan Tidak ada yang bisa menghentikan kebangkitan ini Kita lihat saja Dengan kecepatan luar biasa, Aswan menerjang Mahesakolo melancarkan pukulan keras yang dipenuhi energi Asoka Sebuah raungan menggelegar saat serangan itu dilancarkan namun Mahesakolo hanya menangkisnya dengan mudah bahkan tanpa bergerak sedikit pun.
Kau masih terlalu lemah bocah. Mahesakolo melayangkan serangan balik yang membuat Aswan terpental mundur namun Aswan tidak menyerah. Dia segera bangkit kembali kali ini dengan fokus penuh.
Dia tahu bahwa dia harus menggunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk mengalahkan Mahesakolo. Pertarungan antara Aswan dan Mahesakolo semakin sengit Setiap serangan yang dilancarkan oleh Aswan ditangkis oleh Mahesakolo dengan mudah Sementara setiap kali Mahesakolo menyerang Aswan harus berjuang keras untuk menghindarinya Meskipun Aswan menggunakan kemampuan pasopati dan meningkatkan kekuatannya Mahesakolo tampaknya jauh lebih kuat daripada yang ia bayangkan Asuka, tingkatkan lagi Aswan kembali membaca sebuah amalan perlahan kalung pasopati semakin memancarkan sinar putih yang menyelubung ke tebuhnya kini dirinya menggunakan 80% kekuatan Asoka mencoba mengimbangi pergerakan Mahesakolo itu saja belum cukup manusia mereka saling bertukar serangan dengan intens setiap pukulan dan tendangan memunculkan ledakan energi yang memecat tanah di sekitar mereka Aswan tahu bahwa waktu semakin menipis Setiap detik yang berlalu Darah suci terus menetas ke tanah Dan jumlah silumannya dibangkitkan semakin banyak Apa sebenarnya tujuan Maesakolo? Mengapa kau begitu berambisi untuk memacurkan alam ini? Ini bukan soal kehancuran Ini soal keseimbangan Alam manusia terlalu lama mendominasi sudah waktunya bagi kami, bangsa siluman, untuk mengambil kembali yang seharusnya menjadi milik kami. Dengan cara membahas anak-anak dan manusia tidak bersalah.
Mereka hanya tumbal kecil dalam perang besar ini. Kau tidak akan pernah mengerti. Aswan tahu bahwa tidak ada gunanya lagi berbicara, dirinya membaca semua mantra yang membuat kuku di tangannya seketika memanjang dengan satu gerakan. Tebasan cakar beruntun melesat ke arah Mahesakolo. Tetapi...
Maesakolo tetap mampu menahan serangan tersebut dengan tangan kosong memperlihatkan kekuatannya masih berada di atas Aswan Namun Aswan sudah memiliki rencana lain, serangannya hanyalah pengalihan Berkat serangan tebasan cakaran beruntunya, Maesakolo bergeser dari altar Aswan memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekati Suci Dalam sekejap dia meraih tubuh Suci dan dengan kecepatan luar biasa Ia melompat keluar dari altar menjauh dari Maesakolo Aswan terus berlari membawa Suci dalam pelukannya menjauh dari altar yang masih memancarkan energi hitam yang kuat Di belakangnya terdengar suara geraman Maisa Kolo yang semakin marah melihat Aswan berhasil membawa pergi Suci Kau tidak akan bisa lari dariku Aswan tetap fokus mencoba menjauhkan diri sejauh mungkin dari altar dan ritual mengerikannya hampir selesai Suci yang lama dalam pelukannya masih tampak pingsan akibat kelelahan dan kehilangan darah Setiap langkah Aswan terasa berat tetapi tekadnya tidak goyah Dia tahu bahwa hidup suci adalah kunci untuk menghentikan Mahesakolo dan mengakhiri kekacauan ini Di sisi lain, pertarungan antara Kirara dan Gandhari melawan Ki Gandrung dan Nyiweling juga semakin intens Serangan demi serangan saling beradu di udara menciptakan ledakan energi dan racun yang menghancurkan pepohonan di sekitar mereka Kirara dengan cakar kuningnya yang tajam berhasil menyerang sayap Ki Gandrung Membuat siluman kelalauan itu terpental ke udara Sementara itu, Gandhari bertarung sengit dengan Nyiweling Mereka saling bertukar serangan dengan ganas Racun dari Nyiweling berusaha mematikan setiap gerakan Gandhari Namun siluman ular putih itu berhasil menghindari setiap semburan racun dengan gerakan lincah Nyiweling melontarkan amarahnya dengan penuh dendam Kau pengkhianat bangsa ular. Kau yang mengkhianati ikatan kita semua untuk menjadi pemimpin bangsamu. Kau tidak pernah paham, Link.
Aku meninggalkan bangsa ular bukan untuk kepentingan pribadiku. Aku melakukannya demi menyelamatkan mereka dari kehancuran. Dari sifat kejam yang kau tunjukkan selama ini.
Jangan bicara seolah-olah kau tahu segalanya Kematian bangsa kita adalah kesalahanmu, Gandhari Dan aku akan memastikan kau membayarnya kali ini Racun mematikan disemburkan oleh Nyiweling semakin deras Mencoba memojokkan Gandhari dan memaksanya mundur Namun Gandhari dengan sigap merentangkan tubuh ular raksasanya Menghindari racun itu dengan gerakan lincah Tetapannya tetap dingin dan penuh perhitungan Racunmu tidak akan bisa membunuh Kuling Dengan cepat, Gandarim memutar tubuh besarnya Menciptakan pusaran angin yang cukup kuat Untuk menghancurkan pepohonan di sekitarnya Membuat Nyiweling semakin terdesak Di sisi lain, Kirara terus menekan Ki Gandrung Dengan serangan-serangan berbahaya Setiap kali Gigantrong mengepakan sayap hitamnya, tebasan angin gelap melesat ke arah Kirara. Namun dengan kecepatannya, Kirara berhasil menghindar lalu membalas dengan tebasan sakar kuning yang menghantam keras sayap Gigantrong. Ledakan energi yang terjadi dari bentrokan itu menggetarkan tanah, menciptakan gelombang kejut yang terasa hingga jauh.
Tidak ada tempat bagimu lagi di dunia ini, Kirara. Seharusnya akulah yang mengatakan hal itu kepadamu di tengkot gelalawar. Sementara itu Aswan yang berlari cepat membawa Suci dalam pelukanya mulai merasakan kehadiran Mahesakolo yang semakin mendekat.
Dengan kecepatan luar biasa Mahesakolo berhasil menyusulnya wajahnya penuh dengan senyum jahat. Kau tidak bisa lari lagi dariku. Aswan tersenyum tipis matanya tajam yang mendekat ke salah satu pohon besar di sekitar mereka.
Liga, Sugo, jaga anak ini. Hati-hati Wan, makhluk itu sangat kuat dan cepat. Aswan mengaguk dengan yakin lalu menyerahkan suci kepada mereka Dia lalu berbalik menghadapi Mahesha Kolo tatapannya penuh tekat Ayo Asuka, kita tunjukkan hasil latihan kita padanya Tubuh Aswan mulai merendah, persis seperti seekor harimau yang hendak menerka mangsanya Energi putih yang menyelubungi tubuhnya semakin berkilauan Memperlihatkan pola garis-garis harimau yang tajam Mahesakolo yang melihat perubahan ini hanya menyeringai seolah senang dengan tantangannya akan datang Mahesakolo lalu melepas jubah hitam yang selama ini menutupi tubuhnya Memperlihatkan tubuhnya yang kekar dan penuh dengan bekas luka pertempuran Termasuk satu tebasan besar di dadanya Majulah aku akan semakin bersemangat untuk membawa visi kalian semua Tanpa banyak bicara lagi Aswan langsung melesat dengan kecepatan tinggi ke arah Mahesakolo Pukulan mereka bertemu di tengah-tengah menciptakan ledakan energi yang menggelegar di seluruh area. Raungan energi yang menggelegar di seluruh area.
Ketarkan rawa getih membuat angin berhembus kencang Menggoyangkan pepohonan yang ada di sekitar mereka Debu dan serpihan tanah berterbangan ke udara Arlinga dan Suko yang melihat pertarungan itu dari kejauhan terbelala tidak percaya dengan kekuatan Aswan yang kini beradu dengan Mahesha Kolo. Sebenarnya sudah sekuat apa mas Asta sekarang? Dia sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Aswan terus menyerang dengan penuh kekuatan mencoba mendesak Mahesha Kolo dengan pukulan bertubi-tubi.
Namun Mahesha Kolo dengan kekuatan luar biasa mampu menangki serangan demi serangannya dilancarkan Aswan. Setiap kali Aswan mengayunkan pukulannya, Mahesakolo dengan cepat menepis lalu balas menyerang dengan kekuatan yang sama dasyatnya. Begitu saja, ini bukan apa-apa.
Aku tidak akan membiarkanmu menyelesaikan ritual ini. Mereka kembali bertarung sengit setiap bentrokan menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan sekeliling mereka. Mahesakolo jelas memiliki keunggulan dari segi kekuatan namun Aswan bertarung dengan kecerdikan dan keberanian yang luar biasa. Pertarungan antara Aswan dan Mahesha Kolo semakin sengit, mereka saling melancarkan serangan dengan kecepatan luar biasa Hingga membuat tubuh mereka bergerak tidak terlihat oleh mata biasa Pukulan demi pukulan yang saling beradu menimbulkan ledakan kecil di udara menciptakan gelombang kejut yang mengguncang tanah di sekitar mereka Setiap serangan dari Aswan mengenai tubuh Mahesha Kolo, tetapi siluman kuat itu hanya terhuyung sedikit Lalu membalas dengan pukulan yang sama kerasnya, Aswan pun berkali-kali terlempar Namun dengan cepat dia kembali berdiri dan melanjutkan serangannya Keduanya tidak memberikan celah sedikit pun soal pertarungan mereka adalah pertarungan hidup dan mati Suara dentuman keras dari serangan mereka berdua menggema menandakan bahwa pertempuran semakin memuncak Tubuh Aswan mulai dihiasi dengan luka-luka kecil Di sisi lain, Mahesakolo juga menunjukkan tanda-tanda kelelahan meskipun masih tampak lebih unggul dalam hal kekuatan fisik. Saat pertempuran berlangsung, Mahesakolo tiba-tiba berteriak dengan adama merintah.
Buto, Begugajang, ambil anak itu bawah geti tunggal ke altar. Perintahnya sambil menunjuk ke arah suci yang berada di belakang Arlingga dan Suko. Tiga sosok besar tiba-tiba muncul dari balik kabut tebal siluman-siluman raksasa yang tinggi menjulang. Tubuh mereka setinggi pohon kelapa dengan wajah menyeramkan dan gigi taringnya mencuat keluar Kuku panjang mereka bergelom mengancam siap mencabik apapun yang menghalangi jalan mereka Sosok-sosok ini setara dengan seratus siluman biasa Dasar pengecut, kau memanfaatkan situasi di tengah pertarungan Apa ini caramu bertarung?
Ini adalah medan pertempuran, bukan pertarungan satu lawan satu Arlinga dan Suka yang masih dalam kondisi belum sepenuhnya pulih merasa terancam dengan kehadiran makhluk-makhluk itu. Tubuh mereka terasa lemah sementara darah mengalir dari luka-luka yang mereka derita selama pertarungan sebelumnya. Meski begitu, mereka berdua tetap berdiri memegang pusaka mereka masing-masing siap menghadapi ancaman yang ada di depan mereka.
Aswanya sedang bertarung dengan Mahesa Kolo saat kehilangan fokus ketika melihat makhluk-makhluk besar itu mendekati Suji. Kegelisahan melintas di wajahnya dalam sekejap, Mahesa Kolom memanfaatkan kesempatan itu dan menyerang Aswan dengan tendangan keras ke perutnya. Membuat Aswan terlempar jauh ke belakang dan menghantam tanah dengan keras.
Aswan, jangan lengah. Suara Asoka bergema di pikiran Aswan, memperingatkan agar dia tidak terganggu oleh hal-hal lain dan tetap fokus pada musuh yang ada di depannya. Aswan merasakan sakit luar biasa di tubuhnya, namun kata-kata Asuka membangkitkan kesadarannya kembali.
Dia menggertakkan gigi, menahan rasa sakit dan memaksa dirinya untuk bangkit, namun di saat yang sama, tiga makhluk besar dengan taring tajam dan kuku panjang itu sudah berada tepat di hadapan Arlinga dan Suko. Apa yang harus kita lakukan, Ningga? Kita tidak punya pilihan selain melawan Suko. Meskipun lingga juga terlihat kelelahan, pusaka belati kudrawinata di tangannya bersinar seolah memberi dorongan terakhir.
Namun sebelum ketiga makhluk besar itu sempat menyerang, awan hitam tiba-tiba menggumpal di atas kepala mereka. Tubuh-tubuh raksasa itu seperti terikat oleh sesuatu yang tidak terlihat. Membuat gerakan mereka melambat secara drastis, suko menatap heran ke langit, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Ada apa ini? Mengapa tiba-tiba mereka berhenti melangkah dan awan ini dari mana munculnya? Bola mata Arlinga melebar melihat awan hitam dan ikatannya mengikat makhluk-makhluk besar itu Belum menyadari siapa yang melakukannya Itu...
Kemampuan Juna Petir Juna Dan Ajian Pengikat Raga Mahendra Raungan besar tiba-tiba mengema dari arah hutan di belakang mereka Suara itu begitu menggelegar hingga membuat tanah bergetar Suko dan Arlinga berbalik dengan cepat Dan mereka melihat sesuatu yang besar dan menakutkan datang dari kegelapan hutan Semua yang sedang bertarung seketika berpaling ke arah suara raungan itu berasa Hingga petir besar tiba-tiba menyambar dari awan hitam Menghantam tiga makhluk besar yang berada di hadapan Arlinga dan Suko Tubuh-tubuh raksasa itu terhuyung mundur Terperangah oleh kekuatan petir yang tidak terduga itu Suara berdebam semakin mendekat Dan sesaat kemudian sebuah pohon besar melayang ke udara Dilemparkan dengan kekuatan besar ke arah makhluk-makhluk raksasa itu Pohon tersebut menghantam mereka dengan keras membuat mereka terhuyung-huyung mundur ke belakang Dari balik kegelapan muncul sesosok kerah hitam raksasa dengan postur yang begitu mengesankan Di pundak kirinya tampak dua orang pria berdiri Sementara di pundak kanannya dua pria lainnya berdiri dengan penuh kewibawaan Mahendra, Juna, Mas Reza, Mas Choro Ya, mereka adalah Mahendra, Juna, Reza, dan Kuntoro yang datang bersama Jawoto Melihat kedatangan mereka, Arlinga dan Suko merasa lega Namun perhatian mereka segera tertuju pada Mahendra yang terlihat sangat kelelahan Tubuhnya dipenuhi luka-luka dan nafasnya terengah-engah Menunjukkan betapa berat pertempuran yang baru saja dia hadapi Meskipun begitu, Mahendra tetap tegar dan berusaha menunjukkan ketenangan di depan mereka Aku serahkan sisanya pada kalian Mahendra berpaling ke arah Aswan yang sedang berhadapan dengan Mahesha Kolo Dengan sekuat tenaga ia berteriak Aswan! Fokuslah mengalahkan musuh yang ada di depanmu Teriakan Mahendra membangkitkan semangat Aswan Melihat bahwa saudaranya sudah siuman dan kembali ke medan pertempuran Membuatnya semakin bersemangat untuk mengalahkan Mahesa Kolo Rasa sakit di tubuhnya seolah tidak terasa lagi, matanya menajam Menatap Mahesha Kolo Di sisi lain, Arlingan, Suko, Juna, Reza, Kunchoro, dan Jawoto berdiri tegak Membentuk barisan perlindungan di depan suci Mereka semua bersiap untuk melindungi gadis itu dengan segala cara Mahesha Kolo yang sebelumnya begitu yakin akan kemenangan kini mulai kehilangan fokusnya Wajahnya terlihat kesal, sekaligus terkejut melihat Mahendra dan Juna yang ternyata masih hidup Jawato, ini buat kamu Kuncoro melempar lima buah rambutan beserta tangkai-tangkainya ke arah mulut Jawato Jawato, sekarang kasih tau yang serem-serem pada mereka Jawato mengangguk lalu mengeluarkan suara raungan ke arah siluman-siluman seraya menuju ke arah Kuncoro Ini tepetan, seberangan kalau ngomong Eh, memang Jawato ngomong apa, Jawato? Ini katanya gini Hei siluman kerucuk Lihat manusia ini lebih serem dari kalian Katanya begitu sambil nunjuk-nunjuk saja Reza seketika tertawa Begitupun Jawa atau Mahendra dan Juna hanya bisa menggelengkan kepala Teman kamu bisa bahasa ketek, Ndra Gak cuma ketek, Jun Kayaknya semua bahasa hewan dia ngerti Suasana yang sebelumnya tegang Kini sedikit mencair dengan kehadiran dua pendekar lembah nyengat Namun tidak untuk Mahesha Kolo, dirinya masih terkejut melihat kehadiran Mahendra dan Juna Apa?
Bagaimana mungkin kalian bisa selamat dari Lembu Suram? Kau salah membangkitkannya Mahesa Kolo Lembu Suram memiliki tujuan lain selain bertarung Mahendra menarik nafas panjang berusaha tetap berdiri meski tubuhnya lemah dan penuh luka Matanya memandang tajam ke arah Mahesakolo tidak ada sedikit pun keraguan yang tersirat dari sorotnya. Meski Mahesakolo tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, Mahendra tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk menyampaikan kebenaran tentang Lembu Suro. Lembu Suro bukan sekedar makhluk yang kau bangkitkan untuk menjadi senjatamu, Mahesakolo.
Dia bukan pion yang bisa kau kendalikan semaumu. Dia bangkit bukan untuk menghancurkan tetapi untuk menguji. Menguji apakah manusia, makhluk yang kau benci, masih memiliki nilai-nilai yang layak dipertahankan? Omong kosong, dia hanyalah makhluk yang gila pertarungan akibat kejadian di masa lalu.
Kau salah, lembu suruh tidak dibutakan oleh kekuatan seperti dirimu. Dia memiliki kehormatan, dan itu lebih dari seharusnya. Sekedar menghancurkan lawan Dia ingin tahu apakah kami manusia yang berdiri di hadapannya Layak untuk menjaga keseimbangan antara alam manusia dan alam gaib Mereka tampak semakin bingung namun ada sedikit keraguan yang muncul di wajahnya Amarahnya semakin tampak jelas namun dia tetap mendengarkan Lembu suruh berbicara tentang tanggung jawab Bukan hanya untuk menjaga kekuatan Tapi untuk memastikan bahwa kekuatan itu tidak jatuh ke tangan yang salah Dia melihat bahwa tidak semua manusia buruk Ada yang masih menjaga keharmonisan Menjaga alam dan menghormati keseimbangan antara dunia yang berbeda Kau terlalu naif, mahluk lemah Amarahnya mulai membunca mendengar penjelasan Mahendra Namun dalam pandangannya Itu semua hanyalah omong kosong yang tidak masuk akal Manusia tidak lebih dari makhluk seraka yang hanya tahu bagaimana merusak dan mengambil.
Alam ini sudah terlalu lama dirusak oleh manusia. Dan sudah saatnya kami bangsa Siluman mengambil kembali apa yang menjadi hak kami. Kau mungkin benar.
Ada manusia yang serakah. Yang merusak alam tanpa peduli. Tapi tidak semua seperti itu, Mahisakolo. Dan lembu suruh mengerti itu Dia melihat bahwa masih ada yang berjuang untuk menjaga keseimbangan Yang berjuang untuk memperbaiki hubungan antara manusia dan alam Itulah sebabnya dia tidak melanjutkan pertarungan untuk membinasakan kami Mendengar ini Amara Mahesha kolam mencapai puncaknya Matanya menyala merah Dan dia mengeram dengan keras Semua batana di sekitar mereka bergetar Cukup kau tidak tahu apa-apa Kalian manusia tidak layak hidup di dunia ini Kalian hanya bisa menghancurkan apa yang seharusnya menjadi milik kami Dengan sekuat tenaga Mahesha Kolom mengumpulkan energi kegelapan di tangannya Bersiap untuk melancarkan serangan dahsyat Matanya memancarkan kebencian yang dalam Dan tubuhnya bergetar oleh amarah yang sudah tidak terkendali Dan ini menjadi kesempatan bagi Aswan yang sejak tadi memperhatikan sembari memulihkan diri Tanpa ragu Aswan melesat cepat ke arah Mahesakolo melancarkan serangan pukulannya menggelegar Mahesakolo yang masih dalam keadaan terkejut tidak sempat menahan serangan itu dan terpental beberapa meter hingga ke pinggir rawa Lawanmu adalah aku Mahesakolo Pertarungan semakin memanas cairan hitam bercampur darah berserakan di tanah Menjadi saksi betapa kerasnya pertempuran yang terjadi Maisa Kolo yang marah kini bangkit kembali mengeluarkan seluruh kekuatannya Namun Aswanya mendapatkan dukungan dari saudaranya juga semakin bersemangat Setiap serangan yang mereka lontarkan bertambah kuat dan tajam Gigantro dan Yeweling pun mulai kesulitan menahan serangan dari Kirara dan Gendari Pertarungan antara mereka tidak kalah sengitnya Dengan serangan demi serangan yang terus menumbangkan pepohonan di sekitar mereka Kirara menggunakan kecepatan dan kecerdasannya untuk mengelabui Kigandrung Sementara Gandhari mengandalkan kekuatan besar tubuh ularnya untuk melawan Yeweling Sementara itu, Suci yang berada di bawah perlindungan Arlinga dan yang lainnya Mulai siuman wajahnya masih begitu pucat dan lemas Dia menatap mereka yang bertarung dengan penuh keberanian Berusaha melindunginya dan menghentikan ritual Getiseu Matanya penuh dengan air mata Namun dia tidak tahu bahwa ini adalah pertarungan yang harus mereka menangkan Pertarungan antara Aswan dan Mahesakolo kembali memanas Mahesakolo yang kini tersulut amarahnya Semakin agresif dalam melancarkan serangan Setiap pukulannya menghantam dengan kekuatan yang luar biasa Menciptakan ledakan energi yang menggetarkan tanah di sekitar mereka Namun Aswan tidak gentar, tubuhnya yang dipenuhi dengan energi Ashoka terus melawan Meskipun luka-luka di tubuhnya semakin banyak Manusia lemah yang hanya bisa merusak seperti kalian tidak layak hidup di dunia ini Aswan menakis pukulan Mahesakolo dengan cakarnya menciptakan percikan energi di udara Wajahnya tegang tapi dia tidak menyerah Kau salah Mahesakolo, tidak semua manusia seperti itu Masih banyak yang mencoba menjaga keseimbangan, menjaga alam dan menghormati kehidupan Apa yang kau lakukan hanya akan menciptakan lebih banyak penderitaan Aswan membalas serangan Mahesakolo dengan pukulannya yang dialiri energi Asoka Namun Mahesakolo dengan cekatan menyelangkan kedua tangannya Menahan serangan Aswan Kau terlalu naif Keseimbangan Itu hanya omong kosong yang digunakan untuk menutupi Kita makan mereka. Kami siluman sudah cukup lama menderita karena ulam manusia.
Mereka menembang hutan, meracuni sungai, dan mengusir kami dari tanah yang seharusnya menjadi milik kami. Aku akan memastikan bahwa mereka membayar untuk semua itu. Asoka mengibaskan tangannya menciptakan tebasan cakaran hitam. Masaun berputar cepat dan melancarkan serangan balik.
Menghantamkan cakarnya ke arah Mahesakolo Tangan Aswan tertahan oleh Mahesakolo Mereka bertatap muka Aku mengerti apa yang kau rasakan Mahesakolo Tapi cara yang kau pilih ini salah Kau dibutakan oleh kebencian dan kegelapannya menguasai hatimu Mahesakolo menyeringai kemudian melemparkan pukulan keras ke arah Aswan Membuatnya terhuyung mundur Aku sudah lama berada dalam kegelapan ini Kegelapan inilah yang memberiku kekuatan Kau ingat, Asoka? Kau ingat bagaimana dulu kita bertarung di sisi yang sama? Aswan menghentikan langkahnya sejenak mendengarkan kata-kata Mahesakolo Dia tahu di dalam dirinya Asoka mendengarkan perkataannya Pertarungan antara Mahesakolo dan Asoka bukanlah hal yang baru Dulu kita sama-sama menjadi penjaga kerajaan.
Kau melindungi Raja Bodoh itu, sementara aku melihat apa yang sebenarnya terjadi di balik istana Mekahnya. Mereka memperlakukan kita seperti alat tidak lebih dari pelayan setia yang harus tunduk pada perintah mereka. Tapi kau asokah? Kau memilih untuk tetap setia pada mereka?
Kau memilih untuk melindungi mereka meskipun mereka tidak layak? Aswan memenjamkan mata, bola matanya berubah menjadi matahari bahwa Aswaka mengambil alih tubuh Aswan menanggapi perkataan Mahesakolo dengan tenang Aku memilih jalan itu bukan karena kesetiaan Buddha Mahesakolo Aku memilih untuk menjaga kehidupan Aku tidak akan sebarangan mengambil nyawa seseorang tanpa alasannya benar Kita adalah penjaga bukan pembunuh tanpa ampun. Penjaga?
Apa yang kau lindungi? Manusia-manusia yang hanya tahu bagaimana memanfaatkan kita. Mereka tidak pernah menghargai kita, Soka.
Mereka memanfaatkan kekuatan kita untuk kepentingan mereka sendiri. Sementara kita menderita dibawa bayang-bayang mereka. Satu bola mata Asoka berubah normal, dirinya kembali mengambil ahli kesadarannya. Dia sudah tahu mengenai masa lalu Mahesakolo dan Asoka dan tidak ingin membuat Asoka mengingat kembali masa lalunya. Jalannya dipilih Asoka sudah benar ketika dirinya memutuskan untuk ikut dengan Eyang Sena.
Asoka tahu itu Mahesakolo, tapi dia juga tahu bahwa membalas dengan kebencian hanya akan membawa kehancuran lebih besar. Kegelapan yang kupilih telah membutakanmu dari jalannya benar Aswan menggenggam kalung pasopati di dadanya Menggenggam erat kekuatan yang diberikan oleh Asoka Energi Asoka mulai bergetar di dalam tubuhnya Memberikan kekuatan tambahan untuk melanjutkan pertarungan Mahir Sakolo tersenyum sinis selalu menyerang Aswan dengan kecepatannya mengerikan Kau dan Aswan adalah pengecut Kalian takut menggunakan kekuatannya yang kalian miliki Kalian hanya tahu bagaimana menjadi pelindung yang lemah Serangan Mahesakolo menghantam Aswan Tetapi Aswan berhasil menakis sebagian besar dengan cakar putihnya Pukulan mereka terus beradu menciptakan ledakan energi yang terus menerus Namun kali ini Aswan bisa merasakan bahwa Mahesakolo semakin cepat dan semakin kuat Seiring dengan kebenciannya yang semakin meluap Sampai kapan kau akan terus memanjakan manusia, Ahsoka? Mereka tidak layak dilindungi. Mereka lemah dan pengecut.
Mereka mengacurkan segalanya dan mereka harus dibasmi. Manusia memang tidak sempurna. Tapi kau tidak bisa menghakimi mereka semuanya karena sebagian dari mereka salah.
Aswan mengepalkan tangannya erat-erat memusatkan energi Ahsoka di sekunjur tubuhnya. Terutama pada kedua tinjunya dengan kecepatan luar biasa Aswan melesat menyerang Mahesakolo Tinju Aswan menghantam wajah Mahesakolo dengan kekuatannya menggelegar diiringi raungan harimau yang terdengar menggema di seluruh area pertarungan Mahesakolo terhempas jauh ke belakang menabrak beberapa pohon besar yang langsung tumbang akibat benturannya Namun Mahesakolo tidak menang Mahisakolo segera bangkit seolah tidak merasakan sakit Dia mengangkat pohon besar yang menimpa tubuhnya hanya dengan satu tangan Dengan tatapan penuh kebencian dia berteriak Kau masih terperangkap dalam idealismamu Ahsoka, dunia ini keras Dan hanya yang kuat yang berang bertahan Mahisakolo melemparkan pohon besar itu ke arah Aswan dengan sakar tajamnya Aswan memotong pohon tersebut menjadi beberapa bagian dengan mudah Namun di tengah serpihan kayu yang berterbangan, Mahesakolo bergerak cepat sebelum Aswan sempat bereaksi Mahesakolo menghantamnya dengan kekuatan dahsyat membuat Aswan terlempar jauh dan tertimbun oleh pepohonan yang jatuh akibat benturan tubuhnya Aswan! Juna yang sedang bertarung melawan pasukan siluman Mahesakolo berusaha untuk menghampiri Aswan namun Mahendra segera menahan bahunya Kenapa Andra?
Kita harus bantu Aswan melawan Mahesakolo! Biarkan dia mengurus Mahesakolo kali ini. Tapi Indra, Mahesakolo bukan lawan biasa.
Dia bahkan mungkin lebih kuat dari Surogandru. Mahindra paham kekhawatiran Juna. Dia tahu Mahesakolo memang jauh lebih kuat dibandingkan dengan Surogandru.
Panglima segoro gete yang pernah mereka hadapi. Namun Mahindra juga tahu betapa besar tekat dan kekuatannya dimiliki Aswan sekarang. Setelah pertempuran sebelumnya, Aswan telah berlatih keras tidak hanya untuk menebus kekalahannya, tapi juga untuk melindungi yang lain tanpa Aswan yang menahan Suro Gandro kala itu. Mereka mungkin tidak akan punya cukup waktu untuk pulih dan menyusun serangan balik.
Aku tahu betapa kuatnya Maesakolo, Juna. Tapi aku juga tahu seberapa besar teka dan kekuatan yang Aswan miliki sekarang. Tiba-tiba sebuah batu melesat cepat dan menghantam silumannya berhadapan dengan Juna.
Batu itu meledak dan langsung menghancurkan siluman tersebut menjadi abu. Kalau kalian tidak mau bertarung, biar aku saja yang meladani mereka semua. Satu lagi batu melayang dengan cepat, kali ini menghantam siluman yang mencoba menyerang Juna dari bawah. Ledakan kecil yang disebabkan oleh batu tersebut membuat siluman itu terhenti seketika. Kebingungan karena tidak menduga ada serangan seperti itu di tengah pertempuran sengit.
Yo, biar aku aja yang ngurus malu-malu kerjil ini. Kunchoro terus melontarkan batu-batu kecil meski hanya menyebabkan ledakan kecil, tapi ia mengincar titik-titik mematikan. Telinga dan mata siluman kerdil itu menjadi sasaran utama Kunchoro.
Timpukan batu beruntun ke arah telinga dan mata membuat makhluk itu melompat-lompat kesakitan. Mencoba mundur dari serangan Kunchoro. Hayo, Reneo! Maju lagi kalau berani. Tambah dosno kebomu sekalian!
Teriak Kunchoro penuh dengan percaya diri sambil terus melempari batu-batu kecil yang telah ia siapkan. Suasana tegang dari pertempuran itu sempat berubah menjadi sedikit ringan terutama dengan aksi Reza dan Kuntoro yang tidak terduga namun efektif. Sementara itu Mahendra dan Juna hanya bisa menggelengkan kepala.
Merasa heran namun kagum dengan tingkah laku sahabat-sahabat mereka yang selalu penuh kejutan. Baiklah aku mengerti maksud kamu Drah. Juna mulai mengerti jika ikut bertarung juga mungkin tidak akan memberi bantuan yang besar.
Tenaganya sudah terkuras akibat pertarungan melawan lembu suro, Juna kembali menyerang siluman-siluman yang masih menyerang. Di tengah medan pertarungan yang dipenuhi energi mengerikan, Nyi Weling dan Gandari terus bertarung sengit. Kemudian siluman raksasa itu saling melontarkan serangan demi serangan. Nyi Weling dengan racunnya yang meluap-luap berusaha menekan Gandari dengan semburan racun hijau dari mulutnya. Setiap tetes racunnya mampu mencairkan apa saja yang disentuh.
akan aku lenyapkan kau, Gandhari. Namun Gandhari dalam wujud ular putih raksasanya tidak gentar sedikitpun. Tubuhnya yang panjang dan lentur terus menghindar dengan cepat sementara setiap serangan dari ekor kuatnya menghantam tanah dengan keras, menciptakan lubang-lubang besar di sekitar medan pertarungan.
Kau sudah berulang kali mencoba membunuhku, Link. Tapi aku masih di sini dan kali ini, akulah yang akan mengakhiri semuanya. Kali ini tidak akan kuberikan kau celah untuk menghindar Nyiweling mengatupkan kedua tangannya sebuah mantra mulai ia bacakan Energi hitam menguap dari tubuhnya Perlahan perutnya menggelembung Gandari yang melihat itu melewas pada Ajan lebur rokok Nyiweling menggunakan ajian terkuatnya yaitu ajian leburogo, perlahan perutnya yang menggelembung seketika naik hingga ke mulutnya. Racun berwarna hijau kental ia semburkan ke langit, hujan racun turun menyelimuti seluruh area pertarungan dengan racun mematikan.
Pasukan siluman juga terkena dampak dari ajian leburogo, membantu bum mereka meleleh ketika terkena racun, bahkan pohon dan tanah juga dibuat meleleh. Gelap-gelap kalian semua Gandhari memutar tubuhnya dengan gerakan cepat Membentuk pusaran angin yang cukup kuat untuk menolak racun itu Namun beberapa tetes racun juga mengenai sisiknya hingga meleleh Kau bahkan tidak peduli dengan anak buahmu, Yoling Gandhari menghindari semburannya Yoling Lalu merapalkan sebuah mantra Tubuh Gandhari dipenuhi cahaya putih terang yang menyerupai perisai Menetralkan racun mematikannya dilemparkan Yoling Tidak hanya itu saja, pergerakan Gandari jadi lebih cepat dari sebelumnya. Dia meliuk-liuk melewati pepohonan dengan cepat.
Tubuh ular putihnya melilit Nyiweling menghentikan pergerakannya. Akan aku akhiri sampai di sini, Nyiweling. Dengan kekuatan yang tidak tertahankan, menyedat tubuh Nyiweling ke tanah, membantiknya dengan keras tanah berguncak. Dan Nyiweling tidak sempat mengeluarkan serangan balasan, tubuhnya terbaring di tanah.
Cairan hitam mengalir dari ujung mulutnya Tidak sampai disitu saja, Gandhari kembali membaca sebuah mantra yang membuat ekornya memancarkan sinar Dia mengayunkannya dengan kuat ke arah Nyiweling yang masih terbaring Suara dan tuman menggema ke segala penyulurawa geteh Mengalihkan pandangan semua yang sedang bertarung Apa itu? Gandhari lingga Perlahan tanah yang berterbangan mulai menghilang Menampakkan sosok Gandhari yang berdiri di depan lubang besar Cairan hitam bermuncaratan di sekitar lubang tersebut Tubuhnya Weling melebur menjadi abu Dia mengalahkan Weling Beruntung sewaktu menghadapinya dirinya tidak menggunakan kekuatan itu Gandhari kembali ke wujud manusianya Rambut panjang dan selendangnya menjuntai anggun Bertolak dengan kekuatannya yang besar Yang melirik ke arah Suko dan Arlinga membuat mereka seketika mengubah arah pandang ke arah siluman-siluman yang tersisa Nyiweling! Teriak Ki Gandrung dengan penuh amarah melihat Nyiweling dikalahkan kemarahan Ki Gandrung memuncak Wajahnya berubah liar dipenuhi kebencian dan rendam tanpa berpikir panjang Yang mencoba menyerang Gandhari diam-diam dari belakang berharap bisa menghancurkan musuh yang baru saja mengalahkan sekutunya Akan aku hancurkan kau lar sialan! Kigandrung terbang dengan cepat menuki ke arah Gandhari yang baru saja menyelesaikan pertarungan. Kuku runcing di ujung sayapnya memanjak siap untuk menyayat kulit Gandhari, namun sebelum Kigandrung bisa melancarkan serangannya.
Tiba-tiba sebuah bayangan kuning melesat dengan cepat menahan serangannya di udara. Kirara dengan cakar kuni yang memancarkan kilatan tajam menghadang serangan Kigandrung. Jangan pikir kau bisa menyerang Gandhari dari belakang Kigandrung.
Kigandrung mundur seketika terkejut oleh kecepatan Kirara yang tiba-tiba muncul. Dia segera menyadari bahwa Kirara adalah lawannya tidak bisa diremehkan. Serangan cepat Kirara terus menekannya, memaksa Kigandrung untuk mundur lebih jauh.
Jangan menghalangiiku, Kirara! Akan kubunuh wanita ular itu! Langgahi dulu mayatku jika kau ingin melakukannya. Kirara mengibaskan cakarnya melancarkan tebasan tajam yang membuat Ki Gandrung harus melindungi dirinya dengan sayap hitam sebagai perisai Setiap tebasan cakar Kirara menyisakan jejak kekuatan yang menghancurkan tanah di sekitar mereka Baiklah kalau begitu kau dulu yang akan aku hancurkan Kirara Dengan amarah yang semakin membunca Ki Gandrung merapalkan sebuah mantra Namun sebelum mantra-nya selesai tiba-tiba terdengar teriakannya membuat fokusnya buyar Gigantrong, awas pohon!
Gigantrong menoleh ke arah Reza yang mengganggu konsentrasinya. Kau lagi berdateng nih, kau pikir bisa mengelap? Sebuah pohon besar tiba-tiba menghantam tubuh Gigantrong dari arah berlawanan.
Jawoto kerap besar itu melemparkan pohon itu ke arah Gigantrong, membuatnya jatuh terhampas ke tanah. Sudah aku bilang awas pohon, malah ngeyel. Bagus Jawoto.
Akan gue abisi kau! Gigandrung mengempakkan sayapnya lagi melesat dengan cepat ke arah Reza namun di tengah jalan tubuhnya tiba-tiba terpental kembali. Menghantam sebuah pohon dengan keras. Sudah ku bilang kalau ingin menyerang yang lain Langkai dulu mayatku Kirara menatap Kigandrung dengan mata penuh tekat Sementara Kigandrung perlahan bangkit kembali Meskipun tubuhnya terluka parah Lebih baik aku akhiri semuanya disini Kigandrung Kirara kemudian merapalkan sebuah mantra Mengambil posisi seperti seekor harimau yang siap menerkam angsanya Cahaya kuning menyelimut Di seluruh tubuhnya, kuku-kukunya semakin panjang dan berkilau tajam.
Kigandrung yang mulai merasakan tekanan energi besar dari Kirara dengan cepat mengatupkan kedua tangannya. Berusaha merapalkan mantra untuk melawan serangan itu, namun terlambat. Kirara dengan sekali hentakan kaki melesat ke arah Kigandrung dengan kecepatan luar biasa. Kuku Kirara menembus dada Kigandrung, membuatnya terkejut dan tidak berdaya dengan sisa tenaganya.
Kigandrung berbisik lemah. Aku belum sempat merapalkan mantra apapun. Kau curang.
Kigandrung yang sekarat mengangkat kepalanya dan dengan sisa-sisa tenaga, membenturkannya ke kepala Kirara meskipun tidak lagi memiliki kekuatan. Kirara hanya mengerang kecil sebelum mencabut cakarnya dari dada Kigandrung Dengan satu gerakan cepat, Kirara mencabik-cabik tubuh Kigandrung hingga tubuhnya melebur menjadi abu Hilang tertiup angin, Kirara berdiri tegak Menarik nafas panjang, Gandhari tersenyum melihatnya Namun ketika Kirara membalas atapannya, Gandhari berpaling ke arah lain Di sisi lain, Juna, Suko, Arlingga, dan Jawato masih harus berhadapan dengan tiga makhluk siluman raksasa yang dikirim oleh Mahesakolo Makhluk-makhluk itu memiliki tubuh besar dengan taring panjang yang menakutkan Serta kuku-kuku tajam Setiap kali mereka melangkah, tanah seakan bergetar Juna yang memegang pusaka bajar gada terus melancarkan serangan dengan petir yang melesat dari pusakanya Namun meskipun serangan-serangan itu kuat, makhluk raksasa hanya terhuyung mundur sedikit Makhluk ini cukup kuat Juna menghindari tebasan kuku makhluk raksasa yang nyaris menyayatnya Suko dengan sementinya berusaha menahan dua makhluk lainnya sementara Arlinga yang memegang belah tikku Drawinata menyerang titik-titik lemah makhluk itu. Namun dengan tubuh mereka yang besar, setiap serangan tabaknya tidak cukup untuk melumpuhkan mereka.
Jawoto kerah hitam raksasa melawan makhluk terbesar di antara mereka. Meskipun kuat, Jawoto terlihat mulai kelelahan karena tekanan besar dari makhluk itu. Makhluk raksasa yang lain mulai mengepung mereka memaksa Juna dan yang lainnya mundur semakin jauh Gimana cara ngalahin makhluk sebesar ini? Cuma jawat yang mampu memberikan serangan yang berdampak Juna yang sedang bertarung melawan makhluk siluman raksasa teringat sesuatu Matanya menatap Mahendra yang berdiri kelelahan di kejauhan Dengan cepat dia menghampiri Mahendra yang masih memulihkan tenaga setelah pertarungan sengit sebelumnya Drah Kamu gak bisa panggil Jolo Gandro Kalau ada dia mungkin kita bisa mengalahkan makhluk-makhluk ini dengan lebih mudah Mahendra terdiam sejenak, nafasnya masih berat mendengar nama Jolo Gandro Pikirannya sejenak melayang ke masa lalu, keperbincangan terakhirnya dengan sahabat Butonya itu di Candi Alas Butoringin Setelah pertarungan besar melawan Suro Gandro, Mahendra dan Jolo Gandro mengunjungi Candi Alas Butoringin di Candi Tua yang dipenuhi lumut Berdiri megah di tengah-tengah pepohonan besar yang menghiasi hutan Jolo Gandro berdiri tegap di depan candi, wajahnya terlihat serius Ada apa, Yai?
Kenapa Yai memanggilku ke sini? Zena, Malas Puto Rengen adalah tempat asalku Bangsa Puto Di sini aku akan mengembalikan bangsaku yang masih terkena pengaruh Jolo Gandro Mereka harus kembali pada jalan yang benar Jadi, Yai akan meninggalkan kami untuk sementara? Bukan hanya sementara, Sena Aku harus menetap di sini lebih lama untuk memastikan bangsa Puto tidak lagi menjadi ancaman bagi manusia Aku ingin mengarahkan mereka kehidupan dalam kedamaian Bukan lagi menjadi alat untuk menghancurkan Mahindra terdiam berat rasanya membiarkan sahabatnya yang selalu berada di sisinya pergi Jolo Gandur selalu berada di barisan depan dalam setiap pertarungan melindunginya Dan membantu mereka menghadapi musuh-musuh kuat Kehilangan sahabatnya seperti terasa begitu sulit Begitu ya, Yai.
Mahendra menghala nafas, dadanya terasa sesat memikirkan bahwa dirinya harus berpisah dengannya. Namun Mahendra mengerti Jolo Gandro memiliki tanggung jawab besar terhadap bangsa Butor di alas Butori Hingin. Baiklah, Yai. Aku mengerti. Tapi ada hal yang harus kamu tahu.
Apa itu, Sena? Kau akan selalu jadi berpengaruh. Bagian dari perjuangan kami Jalogandru menyeringai tarinya yang besar terlihat begitu jelas Ia meletakkan jari telunjuknya di kepala Mahendra Sena, kalian akan baik-baik saja tanpa aku Tapi jika kau membutuhkan bantuanku kau hanya perlu menyebut nama aku Meski aku tidak bisa langsung datang setidaknya aku akan sedikit membantumu Mahindra mengerutkan kening tidak sepenuhnya mengerti maksud dari ucapan Jolo Gandro saat itu Namun dia mengaguk, mempercayai apa yang dikatakan sahabatnya Meski perpisahan ini terasa berat Aku akan selalu menghormati persahabatan kita, yay Jolo Gandro hanya mengaguk lalu memandang candi besar di depannya Juna menatap Mahindra dengan penuh harap Jadi gak bisa, Ndra Mahindra tiba-tiba teringat akan pesan Jolo Gandro Cincin Pansasona di tangannya terasa lebih berat Seolah-olah menyimpan kekuatan yang belum dia ketahui sepenuhnya Dia menatap cincin itu dengan perasaan campur adu Lalu berkata pelan Jolo Gandro pernah bilang kalau aku menyebut namanya Meski dirinya tidak datang, namun akan memberikan bantuan Maksudnya, Jola? Aku akan mencobanya Mahindra menutup matanya merasakan energi yang mengalir dari cincin Pancasona Dengan penuh keyakinan, ia mulai memanggil nama sahabatnya Jorokantro, tolong bantu aku Tiba-tiba cincin pancah sona yang melingkar di jarinya mulai bersinar terang Energi besar memancar dari cincin itu Menyelemuti tubuh Mahendra dengan kekuatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya Angin kencang berhembus dari arah Mahendra Menyebar ke seluruh area pertempuran Juna, Suko, dan Arlinga yang masih bertarung melawan tiga makhluk siluman raksasa terkejut melihat perubahan yang terjadi pada Mahendra Apa yang terjadi dengan Masena? Entahlah Dia hanya ingin memanggil Jolo Gandro Tubuh Mahendra memancarkan aura kuat Dan tanah di sekitarnya bergetar seiring kekuatan yang merasuk ke dalam dirinya Perlahan beberapa luka di tubuhnya kembali pulih Energi batinya yang sudah terkuras oleh pertempuran sebelumnya Mulai terisi dengan energi batin yang sangat familiar dengannya Ini...
Energi Jolo Gandro! Tiga makhluk siluman raksasa yang sebelumnya begitu kuat terlihat tertegun seolah merasakan kehadiran energi besar yang mengancam mereka. Mahendra membuka matanya kini dipenuhi dengan kekuatan baru seolah ia memiliki kekuatan Jolo Gandro di dalam dirinya. Juna, Suko, Arlinga! Ayo kita habisi mereka!
Tanpa ragu Mahendra melesat ke arah makhluk siluman raksasa. Tubuhnya melayang dengan cepat, ia menyerang dengan kekuatan yang besar Tingginya menghantam salah satu makhluk siluman menciptakan ledakan besar yang membuat tanah di bawahnya retak Sekilas ada bayangan kepalan tangan besar dari sarangan Mahendra Hebat! Hanya dengan satu pukulan makhluk sebesar itu terpental Juna yang hanya melihat hal itu, tersenyum lebar kini kembali penuh dengan semangat Ayo kita abisi mereka semua Suko dan Arlinga tidak mau ketinggalan, mereka ikut melancarkan serangan ke arah dua makhluk siluman lainnya.
Cemeti Suko melilit salah satu kaki makhluk raksasa, menariknya hingga terjatuh dengan keras. Arlinga dengan belati kudrawinata yang bersinar terang, menusuk titik lemah di punggung makhluk siluman, membuatnya meraung kesakitan. Jawato si kerah hitam raksasa juga tidak tinggal diam dengan kekuatan besar yang dimilikinya.
Ia mengangkat sebuah pohon besar dan menghantamkan pohon itu ke kepala makhluk raksasa yang sedang dihantam oleh Juna. Tiga makhluk raksasa itu mulai kehilangan keseimbangan. Mereka terhuyung-huyung terluka parah oleh serangan gabungan Mahendra dan teman-temannya. Ketiga raksasa itu bangkit kembali namun Mahendra sudah siap melancarkan serangan berikutnya.
Kalian semua cepat menjauh! Mahindra melompat tinggi ke udara merapalkan ajian beraja musti Kali ini ada sesuatu yang berbeda pada kepala tangannya Seperti ada bayangan besar dari tangan raksasa yang menyelubungi tinjunya Memancarkan energi luar biasa, Juna, Suko Arlinga, dan yang lainnya segera menjauh. Menjadari betapa berbahayanya pukulannya akan dilepaskan Mahendra. Ayo, Yai.
Kita habisi mereka. Guma Mahendra dalam hati seolah berbicara pada Buto Jolo yang energi batinya menyatu dengan dirinya. Dengan seluruh kekuatannya, Mahendra menghantamkan tinjunya ke arah tiga siluman raksasa.
Sasa itu, tiba-tiba terdengar ledakan besar saat kepalan tangan Mahendra menghantam kepala salah satu siluman. Menghancurkannya menjadi debu, serangan itu tidak berhenti di situ. Energi dari pukulan tersebut menyebar seperti gelombang, menghancurkan dua siluman raksasa lainnya dalam sekali pukul. Angin kencang menerjang sekeliling, mematakan pohon-pohon besar dan mengguncang tanah dengan gemuruh.
Juna, Suko, dan Arlinga hampir terhempas oleh kekuatan sarangan itu Tolong! Suara minta tolong terdengar dari tubuh manusia yang melayang terhempas Reza, Choro! Reza dan Kunchoro terhempas mengudara terbawa angin kencang itu Jawoto yang juga menyadari dengan sigap meraih tubuh Reza dan Kunchoro Lalu berdiri di depan yang lainnya untuk melindungi mereka Berdiri koko di tengah badai yang tercipta dari serangan Mahinda Serangannya begitu dahsyat. Aku tidak menyangka Mas Sena bisa mengeluarkan kekuatan sebesar ini.
Mahindra memang selalu mengejutkan. Aku bahkan hampir mati di tebas pedang canderaloka miliknya. Maksudmu apa, Jun?
Nanti aja aku ceritakan setelah kita menyelesaikan urusan ini. Mahindra yang telah selesai mengeluarkan serangan pabungkasnya, menarik nafas panjang, dia menatap ke arah Juna dan yang lainnya dengan ekspresi tenang. Meskipun tubuhnya masih bergetar karena kekuatan yang barusan dia keluarkan, di dalam hatinya dia tahu bahwa kekuatan besar yang dia rasakan bukan hanya miliknya. Itu adalah kekuatan dari Jolokandru, sahabat butohnya yang meskipun tidak hadir secara fisik, tetapi membantu mereka dalam pertempuran yang berat ini.
Semua terdiam merasakan ketenangan sementara setelah badai pertempuran Tetapi mereka juga tahu bahwa pertempuran belum selesai Ayo kita selesaikan ini Mahindra menatap ke arah siluman Rowo Gete yang tersisa Dan Mahesakolo yang masih bertarung sengit melawan Aswan Serangan demi serangan terus menghantam tubuh Mahesakolo Tetapi siluman itu hanya sedikit terhuyung sebelum menyerang balik Kekuatan mereka berdua hampir seimbang, namun perbedaan pandangan mereka begitu besar membuat pertarungan ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga ideologi. Bagaimana bisa mereka semua kalah? Lemah!
Kalian semua terlalu lemah! Di saat Maesakolo sedang tenggelam dalam kekesalannya, Asuhan melihat kesempatan itu. Tanpa pikir panjang, ia melancarkan serangan menggunakan tinju Asoka mengumpulkan seluruh kekuatan yang ia miliki.
Dengan sekali hentakan, tinju Aswan mengenai Mahesakolo dengan keras. Pukulan itu menghantam Mahesakolo tepat di wajahnya. Membuatnya terpental jauh hingga tubuhnya menghantam pilar besar di tepi rawa. Menghancurkannya menjadi puing-puing. Mahesakolo yang terlontar bangkit perlahan menatap Aswan dengan tatapan penuh kebencian.
Wajahnya kini dipenuhi kemarahan yang lebih besar dari sebelumnya. Dia berdiri dengan tubuh bergetar. Dan amarah yang meluap-luap mulai menguasai pikirannya Semua ini karena kalian Kalian manusia yang menghancurkan rencana aku Nafasnya semakin memburu Sementara pasukan Siluman yang tersisa semakin sedikit Membuat Mahesakolo merasakan kekalahannya semakin dekat Mahesakolo terdiam sejenak mengalihkan pandangannya ke altar Yang sebelumnya digunakan untuk ritual Gerteseu Di sana masih tersisa beberapa tetes darah suci yang belum sepenuhnya diserap Oke, aku ambisi kalian semua Tanpa ragu, Maesakolo merunduk dan meminum darah suci itu dengan cepat Merasakan energi besar yang tiba-tiba mengalir deras ke dalam tubuhnya Tubuh Maesakolo mulai mengalami perubahan drastis Otot-ototnya membesar Kulitnya menghitam dan bulu-bulu di punggungnya memajang seperti duri tajam Asap hitam mengepul dari tubuhnya Sementara mata merahnya semakin bersinar terang Raungan keras keluar dari mulutnya menciptakan hembusan angin besar yang langsung menggetarkan pepohonan di sekitar rawa. Mahendra dan yang lainnya yang menyaksikan perubahan itu merasakan tekanan energi yang begitu besar.
Tekanan itu begitu kuat hingga mereka kesulitan untuk bergerak seakan tubuh mereka ditahan oleh gravitasi yang tiba-tiba bertambah berkali lipat. Dia semakin kuat. Tekanan energinya membuat dadaku sesak.
Tetap waspada Dia bisa menyerang kapan saja Mahesakolo tidak membuang waktu Dengan gerakan cepat dia mengibaskan tangannya Ke arah Mahendra dan yang lainnya Dari kibasan tangannya Keluar tebasan sakar hitam yang besar Melesat cepat ke arah mereka Menghancurkan segala sesuatu di jalurnya Buat pertahanan Juna, gunakan ujung gada milikmu Mahendra dan Dan yang lainnya berusaha bertahan, mereka saling mengaliri energi batin untuk menciptakan perisai gaib Energi dari semua orang terfokus pada ujung gada pusaka Juna Berharap bertahan itu cukup kuat untuk menahan serangan Mahesakolo Namun tebasan cakar hitam itu terlalu kuat, perisai yang mereka ciptakan langsung retak dan hancur Membuat mereka semua terpental jauh ke belakang, menghantam tanah dengan keras Jawa Tokerahita meraung keras melihat teman-temannya terhempas. Dia melompat ke arah Mahesakolo. Disusul Gandhari dari sisi kanan dan Kirara dari sisi kiri. Mereka bersiap menyerang bersamaan dari tiga arah. Namun Mahesakolo hanya tersenyum sinis.
Malu kerendahan seperti kalian bukanlah tandinganku. Dalam sekejap mata dia sudah berada tepat di hadapan mereka bertiga. Melancarkan pukulannya dengan cepat. Membuat mereka terpental jauh ke belakang, menabrak pepohonan besar hingga tubuhnya terhimpit di antara batang-batang pohon Kurang akhir kau Mahesha Kolo, lawanmu adalah aku bukan mereka Amara Aswan memuncak melihat apa yang terjadi pada teman-temannya Dia melesat ke arah Mahesha Kolo mencoba melancarkan serangan dengan tinju Asoka lagi Namun Mahesha Kolo kali ini lebih cepat sebelum Aswan sempat melancarkan serangan Mahesakolo sudah lebih dulu melayangkan pukulan keras yang mengenai tubuh Aswan menghantamnya dengan keras ke tanah Tubuh Aswan terpental dan berguling beberapa kali sebelum akhirnya tertimpa pohon-pohon besar yang tumbang akibat benturan Aswan meringis kesakitan, Mahesakolo berdiri di tengah-tengah medan pertempuran Tertawa keras melihat para musuhnya yang terkapar Wajahnya penuh dengan kesombongan dan keyakinan bahwa dia telah menang Manusia lemah, kalian pikir bisa mengalahkanku?
Kalian semuanyalah cacing yang tidak berharga Mahendra yang masih tergeletak di tanah dengan nafas terengah-engah mencoba bangkit Tapi dia tahu bahwa kekuatan Mahesakolo sekarang jauh melampui batas mereka Meski begitu dia tidak menyerah, di dalam hatinya ada keyakinan bahwa mereka masih bisa menang Bahwa masih ada sesuatu yang bisa mereka lakukan Juna, Suko, Arlinga, teman-teman Tidak ada jawaban, hanya suara rintihan sakit yang terdengar Mahendra menoleh ke belakang, Juna dan yang lainnya menyendirikan tubuh di pepohonan Nafas mereka memburu sembari meringis kesakitan Mahesakolo hanya menyeringai, meremehkan semangat Mahendra dan teman-temannya Apanya seperti ini kekuatan kalian? Ini bahkan belum seperempat kekuatanku Kau keturunan sedap pati, kenapa kau begitu mengecewakan? Tidak seperti leluhurmu Yang dengan bodoh mengorbankan jiwanya hanya untuk orang-orang lama seperti kalian Apa maksudmu, Maesakolo?
Dan jangan mengatakan leluhurku dengan kata bodoh Lalu apa kalau bukan bodoh? Dia terlalu bodoh karena memacah jiwanya untuk menjengkel kami Padahal dia tahu kalau segelnya akan melemah Sudah kukatakan jangan mengatakan leluhurku bodoh Maesakolo tersenyum sinis dalam sekejap dirinya menghilang dari hadapan Mahendra Sebab pukulan mendarat di perut Mahendra cairan merah muncara dari mulutnya Ia terbatuk sembari menahan rasa sakit di perutnya Mahesakolo menendang Mahendra hingga terpental jauh Dirinya mencekik leher Mahendra dan mengangkatnya hingga kaki Mahendra tidak menyentuh tanah lagi Sebelum aku mengakhiri nyawamu Akhir ku beritahu satu hal tentang raga leluhurmu yang membatu di segorok keteh Bola mata Mahendra melebar saat Mahesakolo berucap seperti itu Namun nafasnya semakin sesak Sengkeraman Mahesakolo begitu erat Mahesakolo tiba-tiba berpaling ke arah tempat asuan sebelumnya terpental Cengkeraman tangannya mulai melemah, Mahendra menendang Mahesakolo Mahendra terjatuh ke tanah, terbatuk sembari mengatur nafasnya yang kembang kembis Berasaan apa ini? Mahesakolo menatap tajam ke arah kegelapan hutan, samar terdengar sebuah rapalan mantra Mahendra dengan nafas yang sudah mulai stabil menatap ke arah langit Pepohonan yang terkena angin berdesir ke arah tempat asuhan berada Sebuah cahaya kuning keemasan muncul dari tempat aswan seolah menyadari sesuatu Mahesakolo berpaling ke arah Mahendra yang masih terperangah melihat apa yang sedang terjadi Mahesakolo melesat dengan cepat merapatkan telapak tangannya kukunya yang runcing siap menembus tubuh Mahendra waktu seolah berjalan lebih lambat saat Mahesakolo hampir menembus jantung Mahendra sebuah pukulan keras dengan gerakan yang sama cepatnya menghantam Mahesakolo membuatnya seketika mengubah pergerakan yang sebelumnya ingin menyerang menjadi sebuah pertahanan dengan menyelangkan kedua tangannya Namun tubuh Mahesakolo terpental cukup jauh hingga seberang rawa Seorang pria dengan baju kebesaran dari sebuah kerajaan yang terbentuk dari cahaya kemasan Berdiri tegak di hadapan Mahendra, pancaran energinya begitu meluap-luap Namun ada perasaan yang menenangkan Mahendra terbelalak saat menyadari sosok tersebut Arswan, ini... Yandra, aku berhasil menguasainya Mahendra menatap saudaranya dengan kekaguman dan kelegaan Selama ini Aswan berlatih keras untuk menguasai ajian Sukmamanunggal Dan sekarang kekuatan yang ia capai melebihi apapun yang pernah Mahendra bayangkan Namun dibalik kekagumannya, Mahendra tidak bisa menahan rasa khawatir Dia tahu kekuatan sebesar itu pasti memiliki konsekuensi Tapi...
Apa tidak apa kamu menggunakannya? Ratu wajah Mahendra berubah penuh kekhawatiran Dia sadar bahwa kekuatan seperti itu pasti membawa resiko besar Sama seperti saat Mahendra kehilangan kendali dengan pedang Chandra Loka sebelumnya Kamu tidak perlu khawatir, Ndra Tidak akan ada hal fatal yang terjadi Semoga saja Suara raungan harimau yang menggelegar terdengar dari seberang rawa Mahesakolo bangkit lagi Tubuhnya diselimuti oleh aura gelap yang semakin deras mengepul dari tubuhnya Dengan amarah, Mahesha Kolo melesat kembali ke arah Aswan Namun Aswan tidak tinggal diam Dia juga melesat maju beradu dengan Mahesha Kolo di tengah rawa Keduanya bertukar pukulan dengan kekuatan yang dasyat Menciptakan kubah cahaya dengan kegelapan yang saling mendorong Air rawa tersibak dan meledak di sekitar mereka Ledakan energi besar terjadi saat pukulan mereka bertemu, Maesakolo dan Aswan terpental mundur. Kekuatan mereka seimbang. Aku tidak menyangka kau sampai melakukan hal itu, Asoka.
Apa maksudmu? Kau menggunakan kekuatan itu tanpa menjadari konsekuensinya. Kau tidak perlu mengatakan apapun, Maesakolo.
Aswan kembali mengambil ahli tubuhnya Dirinya tidak lagi bertanya pada Mahesakolo Tidak peduli walau sekalipun konsekuensi yang harus diterima adalah energi kehidupannya Apapun resikonya Aku akan menerima konsekuensinya Bahkan jika itu berarti nyawaku sebagai bayarannya Kau pikir kekuatanmu itu bisa mengalahkanku Aku lebih kuat dari yang kau bayangkan Asoka Mahesakolo melancarkan serangan bertubi-tubi menggunakan cakarnya Aswan dengan sigap menangkis setiap serangan Mahesakolo Membuat pertempuran mereka semakin sengit, keduanya terus bertukar serangan Saling menguji batas kekuatan masing-masing Mahendra, Juna, dan yang lainnya hanya bisa menyaksikan dengan takjub Kecepatan dan kekuatan mereka berdua sangat luar biasa Hingga hanya kilatan cahaya kuning dan hitam yang bisa dilihat Pergerakan mereka cepat sekali Mereka saling jual beli serangan Setiap kedua kuku runcing mereka bertemu Menciptakan percikan energi Angin dari kibasan sakar mereka memotong pepohonan Bahkan siluman rawa gete tercabik-cabik Akibat serangan mereka berdua Kirara dan Gendari Sampai harus menyuruh pasukannya mundur Dan membawa Suci menjauh Agar tidak terkena dampak serangan mereka Kunchoro yang duduk dengan Reza dan Jawoto mengeluarkan rambutannya masih tersisa sebalik menyaksikan pertarungan Aswan. Layaknya menonton sebuah pertandingan hingga tiba-tiba sebuah tebasan hitam melewati celah Reza dan Kunchoro duduk membuat mereka seketika merapatkan dengkul dan beringsut ke belakang Jawoto. Aswan mulai mengungguli Mahesakolo, kecepatannya semakin meningkat seiring energi alam yang terus mengalir ke tubuhnya. Membuatnya mampu menangkis dan menyerang balik dengan lebih kuat, Mahesakolo beberapa kali terkena pukulan dan tendangan Hingga cairan hitam menetes dari sudut bibirnya Merasa terdesak, Mahesakolo merapalkan sebuah mantra, kedua cakaran diselimuti oleh energi hitam pekat Bersiap melancarkan serangan pamungkas Aswan hati-hati, jangan menahan serangan itu Aswan mengaguk mengerti dia menyadari bahwa Mahesha Kolo sedang mempersiapkan salah satu ajian terkuatnya.
Dengan cepat, Mahesakolo mengangkat kedua cakarnya dan berkata dengan nada penuh kebencian Akhirnya aku cabik-cabik kalian semua Aswan terkejut ketika Mahesakolo tidak langsung menyerang dirinya Sebaliknya Mahesakolo mengalihkan serangannya ke arah Mahendra dan yang lainnya Dengan cepat, tebasan cakarnya yang berbentuk silang melesat menuju mereka Dengan gerakan cepat, Aswan melesat ke depan Memfokuskan seluruh energi batinya kepada kedua tangannya untuk menciptakan pertahanan Dia berhasil mencegah terbalasan itu mencapai Mahendra dan teman-temannya Namun ledakan yang terjadi sangat kuat membuat tanah berterbangan Mahendra tersenyum lega melihat Aswan berhasil menghentikan serangan itu Tapi ketika debu mulai menghilang senyuman Mahendra berubah menjadi keterkejutan Darah menetes dari tangan Aswan jatuh ke tanah Aswan! Lihatlah kebodohan makhluk bernama manusia Inilah yang membuat kalian lemah Hahaha Aswan mengepalkan tangan Kepalanya merunduk menatap darah yang menetes dari tangannya Luka cakaran merobek kulit kedua tangan Aswan Pantas saja Asoka memperingatkannya untuk tidak menangkis serangan Mahesakolo Namun Aswan merasa tidak ada pilihan lain jika dia tidak menahan serangan itu Mungkin teman-temannya sudah terkena dampak serangan Mahesakolo. Kurang ajar kau Mahesakolo. Asoka, kita habisi dia dengan satu serangan.
Aswan merapal sebuah mantra memusatkan seluruh energi batinya pada cakarnya. Kukunya memanjang berkilat dengan cahaya kemasan. Mahesakolo yang menyadari juga merapalkan mantra yang sebelumnya ia gunakan menyerang.
Tanpa abah-abad seagar mereka saling beradu menciptakan suara derit seperti dua pedang yang berbenturan Aswan terus menekan dengan seluruh kekuatannya, Maisakolo terkejut dengan perlawanan Aswan Meski Aswan sedang terluka, beberapa detik keduanya saling dorong hingga akhirnya Aswan berhasil mendorong Maisakolo Dirinya tidak berhenti dan melanjutkan dengan serangan berikutnya Seranganmu tidak akan mengenaiku, tidak akan kupiarkan ku pergi Maisakolo Mahesakolo panik, cakarnya tertahan oleh Aswan, ia tidak bisa menghindar lagi Cakar Aswan menembus dada Mahesakolo, membawa tubuhnya hingga membentur pepohonan Cairan hitam muncrat dari mulut dan dada Mahesakolo Inilah akhir bagimu setan tergutuk Aswan melemparkan tubuh Mahesakolo ke tanah, perlahan tubuh Mahesakolo kembali ke wujud aslinya Tidak, tidak mungkin aku dikalahkan oleh bocah sepertimu Aswan tidak memberi Mahesakolo kesempatan untuk melawan Dia mencabik-cabik tubuh Mahesakolo dengan berutak Cairan hitam memercik membasahi baju Aswan Tubuh Mahesakolo yang tercabik-cabik perlahan berubah menjadi abu Namun Aswan belum berhenti, dia terus mencakar tanah secara membabi buta Seolah Mahesakolo masih ada di sana Amarah yang membunca membuatnya kehilangan kendali Tiba-tiba sebuah tepukan di bahunya menghentikannya, nafasnya terengah-engah Aswan menoleh ke arah tepukan itu, tapi tidak ada siapapun di sana. Dia berputar mencari siapa yang menepuknya. Dari kejauhan, tampak sesosok bayangannya memancarkan energi yang sangat familiar bagi Aswan.
Kendalikan emosimu, Eyang Sena. Wujud Eyang Sena memudar, Aswan berputar-putar mencarinya hingga tiba-tiba, sebuah tepukan lain kembali terasa di bahunya. Eang! Seru Aswan seraya berbalik, namun bukan Eang Sena yang ia temukan di belakangnya. Melainkan Mahendra, Aswan terkejut.
Kenapa, Wan? Enggak, Tera. Tadi...
Tadi aku melihat Eang Sena. Eang Sena? Dimana? Tadi dirinya menyadarkanku, tapi tiba-tiba langsung hilang. Mungkin kamu cuma halusinasi karena kelelahan, Wan.
Dari tadi aku nggak lihat siapa-siapa. Aswan terus melihat kesekeliling memastikan sekali lagi kalau dia tidak berhalusinasi Namun dia tidak menemukan siapapun di sana selain Mahendra Apa aku berhalusinasi? Perlahan cahaya keemasannya menyelimuti tubuhnya mulai meredup Aswan sempoyongan Memegang kepalanya yang mulai terasa pusing pandangannya seketika buram Hingga akhirnya dia terhuyung dan tidak sadarkan diri Mahendra dengan cepat menangkap tubuhnya Kau terlalu memaksakan diri, Wan.
Mahendra kemudian membalingkan tubuh Aswan di tanah dengan cincin pancasona. Dia mencoba mengobati beberapa luka yang diderita Aswan. Setelah itu Mahendra merobek bagian bawah bajunya untuk menutup luka di tangan Aswan.
Menghentikan pendarahan yang cukup. cukup parah. Setidaknya ini bisa menahan luka dan rasa sakit untuk sementara. Mahendra kemudian menggendong Aswan yang sudah tidak sadarkan diri. Sementara itu siluman-siluman ilmu hitamnya dibangkitkan oleh Mahesha Kolo.
Sudah dihancurkan oleh Gandhari dan Kirara bersama pasukan mereka. Dengan kekalahan Mahesha Kolo, sisa-sisa ancaman itu kini tidak lagi berarti. Juna dan yang lainnya segera bangkit ketika melihat Mahendra membawa Aswan.
Wajah-wajah penuh kecemasan tergambar jelas di antara mereka semua Aswan kenapa, Indra? Tidak apa-apa, Jun. Dia hanya kelelahan Kita harus segera kembali ke desa Luka Aswan harus segera diobati Semua mengangguk setuju Tiba-tiba jawatoh si kera raksasa mengulurkan tangannya yang besar dan mengeluarkan suara khasnya Mahendra berpaling ke arah Guncoro Katanya biar dia yang membawa aswan sampai perbatasan Desandra. Terima kasih, Jawoto.
Katanya yang penting nanti dia dibelikan batako satu jembung. Jawoto segera mendorong Kuncora dengan jari gelingkinya seraya menggelengkan kepala. Memberi isyarat bahwa kuncorah sedang bercanda, semua yang ada di sana langsung mengerti bahkan tanpa harus diterjemahkan. Sejak kapan kera besar seperti jawoto makan batagor? Hei kutuk kubret, mentang-mentang ngerti bahasa jawoto malah bohongin kita ya kamu.
Tawapun pecah di antara mereka termasuk dari jawoto meskipun suara tawanya terdengar mengerikan. Mau intro? Ada apa kirarah?
Aku dan Gandhari akan kembali ke tempat kami sebelum Fajar tiba. Tidak masalah. Kirara, Gandhari, terima kasih banyak atas bantuan kalian.
Tidak perlu berterima kasih, Sena. Ini memang sudah menjadi tugas kami. Malah seharusnya kami yang berterima kasih terutama pada kalian berempat.
Ucap Gandhari menoleh pada Arlinga, Sukoreza, dan Kuntoro jika mereka tidak ke alas rogo. Mungkin Gandhari akan jatuh menjadi alat Mahesakolo Jangan sungkan, Mbak Gandhari Kami hanya menjalankan tugas kami Iya, apalagi dapat mangga bangkok Dan rambutan indera mayu Iya, benar Kalau tidak ada itu, kami mungkin sudah mati oleh gigandrong Gandhari, boleh aku minta tolong? Tentu saja Apa itu?
Tentu saja Titip pulan di desa lembah wetanya Barangkali ada siluman bejat lagi yang muncul Gendari tersenyum dan berbalik ke arah Aku tidak hanya akan menjaga wanita mu, Arlinga Tapi seluruh wilayah sekitar Alasroga juga Terima kasih, Gendari Sina, sampaikan pada Aswan adal pentingnya ingin ku bicara ke dengannya Mahindra mengaguk menandakan bahwa dia akan menyampaikan pesan itu Entah apa yang Kirara ingin bicarakan, tapi Mahendra bisa merasakan bahwa itu hal yang penting dari raut wajah Kirara. Setelah itu Gandhari, Kirara, dan pasukannya beranjak pergi. Mahendra dan yang lainnya bersiap untuk kembali ke desa saat hendak meninggalkan lokasi. Mahendra melihat ada dua pilar di pinggir rawa yang telah hancur berkeping-keping. Di antara puing-puing itu sesuatu yang memancarkan kilauan emas menarik perhatiannya.
Apa itu? Dengan rasa penasaran, Mahendra beranjak mendekati objek tersebut. Semakin dekat, dirinya merasakan aura yang sangat familiar, seolah ada sesuatu yang dikenalinya dari benda itu.
Setelah pertempuran berakhir, Mahendra dengan hati-hati mendekati benda berkilauan yang tertancap di antara puing-puing pilar. Semakin dekat, dia merasakan aura yang sangat familiar, seolah-olah itu adalah sesuatu yang telah terikat dengan dirinya sejak lama. Ketika Mahendra meraih benda tersebut, dia mendapati bahwa itu adalah sebuah pasak emas Bercahaya terang dan memancarkan energi yang menenangkan Pasak emas?
Mahendra segera menyadari bahwa ini bukan sembarang benda Aura kehidupan yang terpancar dari pasak itu mirip dengan energi yang dia kenal Energi yang sena leluhurnya Ini pasak Sukmo Bagaimana bisa benda ini berada di sini juga? Ucap Mahendra pelan seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri Pikirannya semakin terbebani dengan pertanyaan yang belum terjawab Terutama mengenai perkataan Mahesha Kolo sebelumnya Mahesha Kolo yang menyebut bahwa raga yang sena membatu di segorok geteh Apa ini ada hubungannya? Apakah pasak sukma ini menjadi bagian dari enek? Ergi yang mengikat Ehang Sena di sana Atau mungkin ada lebih banyak rahasia yang belum terungkap dari masa lalu leluhurnya Berbagai pertanyaan mengenai pasak Sukma seketika menghujami pikiran Mahendra tanpa pikir panjang Mahendra membawa pasak itu untuk ditunjukkan kepada Mbah Arya dan Mbah Seno Matahari mulai terbit saat mereka tiba di desa Sinar keemasannya menyapu pepohonan dan rumputan yang basah oleh embun pagi Warga desa yang telah menanti di tepi jalan menyambut mereka dengan penuh kehangatan Beberapa membawa makanan, air, dan jajanan tradisional sebagai bentuk rasa terima kasih atas usaha yang telah mereka lakukan Namun yang paling mencolok di antara warga desa adalah sambutan mereka pada Reza dan Kunchoro Yang membawa pulang anak-anak desa yang sebelumnya diculik Senyuman lebar terpancar dari wajah-wajah warga dan air mataharu tidak bisa dipendung lagi Kalian berdua pahlawan desa kami!
Seru salah satu warga desa sambil menyerahkan bungkusan berisi jajan pasar ke tangan Reza dan Kutsoro. Kami tidak perlu, kami hanya menjalankan tugas. Reza bergaya menolak dengan sopan.
Bener, kita ini pejuang, tidak perlu memberi kami makanan. Kunchoro dan Reza memundurkan dada dan kepalanya berusaha menolak jajanan yang diberikan meski mulut mereka mengatakan tidak Tangan mereka sibuk menerima setiap jajan yang disodorkan Suasana menjadi begitu ceria membuat warga tertawa melihat tingkat dua sahabat itu Semua perhatian mereka tertuju pada Reza dan Kunchoro yang terus memegang dan menumpuk makanan di tangan Janganmu tidak sinkron dengan mulutmu Kunchoro Mahendra, Aswan, Juna, Suko dan yang lainnya berjalan lebih dulu menuju rumah Mbak Sarno Saat mereka tiba, Mbak Sarno, Mbak Seno, Mbak Arya dan Mbak Arto sudah duduk di teras Menikmati teh pagi, melihat kedatangan mereka Keempat orang tua itu segera berdiri, pandangan mereka penuh dengan rasa bangga Mbak Sarno segera berlari mendekati Suci yang masih lemah Sementara Rido ikut menyusul dengan wajah penuh kekhawatiran Suci, kamu tidak apa-apa nak Tanya Mbah Sarno memeriksa keadaan cucunya dengan cemas Mahendra sudah menyembuhkan sebagian besar luka di tangan Suci dengan cincin panca sona Tapi rasa letih masih terlihat jelas di wajah gadis itu Sudah kuobati sedikit Mbah Tapi sebaiknya Suci segera diperiksakan ke dokter Mbah Arya memperhatikan keadaan kemudian beralih bertanya pada Mahendra Bagaimana keadaan Aswan? Dia kelelahan Mbah Luka-lukanya cukup parah, tapi sudah aku obati sedikit, sepertinya dia butuh istirahat panjang dan perawatan medis. Basa Arno dan Kepala Desa sudah memanggil seorang dokter dari Puskesmas terdekat untuk berjaga-jaga ketika mereka kembali, sesuai perkiraan, kalau mereka pasti akan mendapatkan luka-luka dari pertempuran itu. Aswan segera dibaringkan di dalam rumah dan dokter dari Puskesmas datang beberapa menit kemudian untuk memeriksa kondisinya.
Setelah memastikan Aswan akan baik-baik saja, perhatian beralih kembali kepada peristiwa yang baru saja mereka alami. Semua berkumpul di teras rumah Mbah Sarno, Mbah Arya, Mbah Seno, dan Mbah Harto mendengarkan cerita tentang pertarungan yang baru saja mereka lalui. Dari kisah pertempuran dengan Mahesha Kolo hingga bantuan dari Gandhari dan Kirara.
Semua dijelaskan dengan rinci oleh Mahendra, Juna, dan yang lainnya. Juna yang sedikit lebih bersemangat akhirnya membuka topik yang sudah cukup sensitif Oh Yandra, aku tidak menyangka kalau pusat kepedang Chandra Loka kamu Bisa membuat kamu sampai lepas kendali seperti itu Jika tidak ada lembu suruh mungkin tubuhku sudah terpotong menjadi dua Sejenak suasana menjadi hening, Bah Arya dan Bah Seno menatap Mahendra dengan pandangan serius Mahendra yang sebelumnya merasa bangga atas keberhasilannya dalam pertempuran Kini menundukkan kepalanya Dia tahu apa yang akan datang Tanpa apa-apa, sebuah jitakan keras mendarat di kepala Mahendra Dari Mbah Arya dan Mbah Sena secara bersamaan Aku sudah bilang jangan gunakan pedang tantra loka kalau belum siap Aduh, maaf mbah Aku terpaksa menggunakannya waktu itu Kamu memang keras kepala Sena Beruntung masih bisa disadarkan Bagaimana jika tidak, Juna mungkin sudah jadi korban Iya mba, saya minta maaf Mahendra merasa bersalah dia tidak mengindahkan nasihat mereka berdua untuk tidak menggunakan pusaka itu Apalagi mengingat Konsekuensi yang harus dihadapi jika lepas kendali Namun rasa bersalahnya segera terobati saat melihat senyuman kecil yang muncul di wajah Mbah Arya dan Mbah Seno Mbah Arto yang sedari tadi hanya mendengarkan menyala dengan suaranya yang lembut namun penuh makna Ya yang paling penting sekarang kalian semua sudah selamat Itu yang paling penting Mereka semua mengangguk setuju hari itu meski penuh dengan kelelahan dan luka Mereka tetap bersyukur karena telah berhasil mengembalikan kedamaian ke desa Sukmojati Pertarungan besar telah berakhir namun kehidupan baru dimulai Mahendra kemudian mengeluarkan pasak Sukmo yang ditemukan di reruntuhan pilar Bah, aku menemukan pasak Sukmo yang sama seperti di alas buta ringin Bah Arya dan Bah Seno seketika saling tatap Terkejut mengapa pasak itu bisa berada di tempat panglima segoro geteh bersemayam juga. Misteri pasak Sukmo yang pertama saja belum terpecahkan dan kini bertambah satu lagi. Mereka tahu ada sesuatu yang lebih besar dari balik kemunculan pasak ini.
Namun mereka belum dapat merangkai semua potongan tegak-tegi itu. Bagaimana bisa pasak Sukmo berada di sini juga? Ini terlalu besar untuk ditebak begitu saja.
Yang jelas pasak ini menyimpan kekuatan besar dan mungkin ada hal yang lebih dari yang kita duga. Kita simpan dulu pasak ini biar aman. Kita bahas nanti setelah semuanya lebih jelas. Mahindra hanya bisa mengangguk setuju.
Ia tahu tidak ada gunanya memaksakan jawaban atas sesuatu yang masih samar. Mereka semua sepakat untuk menyimpan pasak Sukma tersebut untuk sementara waktu Sembari menunggu petunjuk lebih lanjut, namun pembicaraan itu belum selesai Mbah Seno tampaknya masih ingin membahas sesuatu yang lain Sena, ada hal lain yang perlu kau ketahui tentang pedang Chandra Loka Pedang Chandra Loka? Mahindra mengerutkan kening, dia sudah merasakan kekuatan besar dan bahaya dari pedang itu Namun sepertinya, Bah Seno memiliki informasi penting lainnya Bah Seno mengambil sebuah lembaran kertas usang bertuliskan Aksara Jawa dari saku bajunya Aku menemukan sesuatu di dalam tulisan Aksara Jawa ini Di dalamnya tertulis Ruatan Tirta Kahuripan Ruatan Tirta Kahuripan?
Ini bukan hanya kata-kata biasa, Andra Ini adalah petunjuk tentang tempat khusus yang dapat digunakan untuk melakukan ruatan terhadap pedang Chandraloka. Tempat itu adalah Sendang Tirta Kahuriban, yang terletak di salah satu hutan di bagian timur Pulau Jawa. Di sana terdapat energi alam yang sangat besar, yang mampu menekan energi gelap dari pedang tersebut.
Mahendra mendengarkan dengan penuh perhatian. Dia tahu pedang Chandra Loka adalah pusaka yang sangat kuat. Namun kekuatan gelap di dalamnya juga berbahaya.
Jadi apa yang harus aku lakukan di sana, mbah? Di tempat itu kau harus memasukkan seluruh energi batinmu ke dalam pedang untuk menekan dan melenyapkan energi kegelapan di dalamnya. Bagaimana bisa, mbah?
Energi batinku tidak cukup untuk menekan kekuatan gelap di pedang Candraloka Tentu saja kau tidak hanya melakukannya dengan energi batinmu Kau akan dibantu oleh energi alam dari sendang Tirta Kauripan Tapi ingat proses ini tidak mudah dan membutuhkan kesiapan batin yang sangat kuat Mahindra menarik nafas panjang, perjalanan ini bukan menjadi perjalanan biasa Ruatan Tirta Kauripan akan menjadi tantangan besar yang harus dihadapinya, bukan hanya dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan ketahanan mental dan spiritual. Dia harus siap untuk menghadapi apapun yang ada di sana, bahkan jika itu berarti menantang kekuatan gelap di dalam dirinya sendiri. Terima kasih, Merah. Aku akan mempersiapkan diri sebaik mungkin Ingat, Sena Kekuatan sejati ada di dalam dirimu Pedang hanyalah alat yang terpenting adalah bagaimana kau mengendalikan dirimu Mahindra menganggu kata-kata Mbah Arya selalu memberikan pencerahan baginya Dia tahu perjalanannya akan dihadapi kesendang Tirta Kahuripan tidak akan mudah, tapi dia percaya bahwa dengan bantuan alam dan bimbingan para leluhurnya, dia bisa melakukannya. Pagi itu, suasana desa Sukmojati terasa lebih damai.
Matahari mulai menampakkan cahayanya di balik bukit, menghangatkan tanah desa yang baru saja melewati malam penuh ketegangan. Mbah Arto yang biasanya pendiam hanya tersenyum melihat mereka semua berkumpul. Mahendra melihat ke arah teman-temannya, Juna, Arlinga, Reza, Kunchoro yang tampak bercanda dan tertawa satu sama lain.
Mereka sudah melalui banyak hal bersama dan kini saatnya mereka menyongsong masa depan baru bersama-sama. Tapi sebelum itu, mereka tahu bahwa ada perjalanan lain yang harus mereka selesaikan. Perjalanannya akan menentukan asil masa depan Mahendra dan yang lainnya.
Lembaran baru sudah siap untuk dibuka, perjalanan ini mungkin belum berakhir. Namun setiap langkah yang mereka ambil akan membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang selama ini tersembunyi. Di balik kekuatan-kekuatan besar yang mereka bawa. Sekian dan terima kasih buat Tristory yang telah mengizinkan saya membawakan ceritanya.
Apabila ada kesalahan atau kekurangan, Kang Selamet memohon maaf sebesar-besarnya. Akhir kata akan selamat pamit undur diri Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Sampai berjumpa lagi