Halo sobat mahasiswa, kita bertemu kembali di seri pembelajaran akutansi, khususnya akutansi keuangan. Kali ini kita akan membahas tentang akutansi keuangan manengah. Dan buku yang digunakan adalah buku Intermediate Accounting, karya Kyusho, Wigan, dan Warfield.
Edisi IFRS, edisi ke-3. Materi yang akan kita bahas pada pertemuan kali ini adalah materi pada bab 8 mengenai penilaian persediaan dengan pendekatan basis biaya. Ada 4 tujuan pembelajaran yang akan kita lalui. yang pertama adalah menjelaskan klasifikasi persediaan dan perbedaan sistem persediaan yang kedua menjelaskan barang-barang dan biaya apa saja yang termasuk di dalam persediaan yang ketiga menjelaskan barang-barang yang termasuk di dalam persediaan Ketiga, membandingkan asumsi arus biaya yang digunakan pada persediaan. Dan yang keempat, menentukan dampak kesalahan dalam persediaan terhadap laporan keuangan.
Mari kita masuk ke materi yang pertama mengenai klasifikasi persediaan dan perbedaan sistem persediaan. Sesuai dengan definisi di PSHK 14 tentang persediaan, persediaan adalah aset aset yang dikuasai untuk dijual dalam keadaan atau kegiatan usaha normal perusahaan dan persediaan juga merupakan aset yang ada di dalam proses produksi apabila perusahaannya adalah perusahaan industri atau manufaktur untuk penjualan barang tersebut dan persediaan juga bisa merupakan bentuk bahan bahan baku maksudnya di sini atau satu perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Pemberian jasa ini kalau perusahaan adalah perusahaan jasa.
Kita tahu bahwa apabila suatu bisnis dikaitkan dengan persediaan, maka ada dua jenis perusahaan yang terkait, yaitu perusahaan dagang atau merchandising dan yang kedua adalah perusahaan pabrikasi atau manufacturing. Sedangkan pada perusahaan jasa, kita tahu perusahaan jasa tidak memiliki persediaan. Ini adalah gambaran mengenai klasifikasi persediaan pada perusahaan dagang yang dicontohkan disini adalah perusahaan Carrefour. Di perusahaan Carrefour sebagai perusahaan dagang kita bisa lihat di dalam laporan keuangan Inventorinya hanya ada satu jenis saja, disebut dengan inventories atau lengkapnya adalah merchandise inventories atau bahasa Indonesia adalah persediaan barang dagangan.
Sebesar Rp6.000.000. 2013 sehingga nampak bahwa akun persediaan memang hanya ada satu saja dan juga ada barang yang dibeli dalam bentuk siap untuk dijual atau merupakan jadi persediaan ini merupakan barang yang dibeli oleh perusahaan dalam bentuk siap untuk diperjualbelikan bagi perusahaan tentu saja adalah akan dijual berbeda dengan perusahaan manufaktur disini contohnya Contohnya adalah Nissan. Kita bisa lihat di dalam struktur laporan keuangannya ada tiga jenis persediaan yang ada di sana. Yang pertama adalah Merchandise and Finish Goods. Biasanya disingkat dengan Finish Goods saja atau persediaan barang yang selesai.
Kemudian ada Work in Process. Kadang juga disebut dengan Good in Process. Dan kemudian ada Raw Material and Supplies.
persediaan bahan baku, dan perlengkapan. Jadi di sini sudah disebutkan, ada tiga jenis persediaan yang berbeda-beda. Untuk lengkapnya, bila Anda ingin mengetahui lebih detail, silakan pelajari materi akutansi biaya.
Ini adalah arus biaya pada perusahaan manufaktur dan juga pada perusahaan merchandise. Di perusahaan merchandise atau perusahaan dagang, Anda lihat simpel sekali arus biayanya yaitu ketika perusahaan memiliki persediaan disebut dengan cost of goods purchase dimana ketika barang yang Anda beli kemudian terjual maka dia akan menjadi cost of goods sold atau harga pokok barang yang dijual biasa disebut dengan harga pokok penjualan Dan cost of goods sold ini akan masuk ke dalam akun tersendiri yaitu cost of goods sold itu sendiri. Sedangkan pada perusahaan manufaktur arus biayanya jauh lebih kompleks karena disini dimulai dari adanya raw material, ada labor.
ada overhead kalau di akutansi biaya Anda mengenal ada direct material ada direct label dan ketiga komponen biaya produksi ini kemudian nanti akan bermuara pada working process atau akun good in process dan ketika sudah selesai maka barang tadi nanti akan dipindah ke persediaan barang yang selesai atau finish good baru kemudian ketika Finish good ini terjual, dia akan masuk ke cost of goods sold. Sekali lagi, khusus untuk arus biaya pada perusahaan manufaktur, untuk lebih detailnya Anda bisa pelajari materi akuntansi biaya. Sedangkan arus biaya persediaan secara umum akan nampak seperti ini.
Jadi ketika perusahaan di satu periode dia sudah memiliki inventory awal, maka... maka inventory awal ini akan menjadi bagian dari cost of goods available for sale. Jadi persediaan awal itu menjadi harga pokok barang yang siap untuk dijual.
Atau dengan kata lain, persediaan awal merupakan komponen dari cost of goods available for sale. Diberikan pula dengan cost of goods purchase, yaitu harga pokok barang yang dibeli, pun juga menjadi bagian dari komponen cost of goods available for sale. for sale. Nah cost of good available for sale apabila terjual dia akan berpindah menjadi cost of good sold atau harga pokok penjualan dan barang yang belum terjual dia akan bermuara di persediaan akhir. Dan ada dua sistem yang dikenal di dalam pencatatan persediaan yaitu system perpetual dan system perpetual.
Sistem perpetual berbeda tentu saja dengan sistem periodik Dimana sistem perpetual menyediakan catatan saldo yang berkelanjutan Maksudnya adalah kalau kita lihat di buku besar persediaan Dan kemudian asumsikan terusan menggunakan sistem perpetual Maka saldo yang ada di buku besar persediaan itu dia berfluktuatif Akan bertambah ketika ada pembelian dan berkurang ketika ada penjualan. Itu yang terkait dengan catatan saldo yang berkelanjutan. Di sini disebutkan sistem perpetual yang pertama, pembelian barang dagangan nanti akan di-debit ke akun persediaan.
Jadi itu yang tadi saya katakan, saldo di dalam buku besar persediaan dia berfluktuatif, dia akan bertambah ketika ada pembelian. Mengapa bertambah? Karena di sini memang mendebit persediaan.
Kreditnya apa? Tergantung kalau kreditnya, maaf kalau pembeliannya dibeli secara tunai maka kreditnya adalah cash. Kalau proses pembelian tersebut dibeli dengan kredit maka kreditnya adalah accounts payable. Kemudian angkos angkut atau freight in akan di debit ke akun persediaan.
Nanti kita bicara tentang cost, tentang biaya. Kemudian retur dan potongan pembelian serta diskon pembelian akan di kredit ke akun persediaan. Kemudian yang ketiga untuk setiap transaksi penjualan maka harga pokok penjualannya akan di debit dan persediaan di kredit Atau dengan kata lain ketika perusahaan berhasil menjual produk perusahaan tidak hanya mengkredit persediaan saja Tapi juga sekaligus mendebit harga pokok penjualannya Dan yang keempat buku tambahan akan menunjukkan kuantitas dan biaya dari setiap setiap jenis persediaan yang ada.
Itu adalah sistem perpetual. Bagaimana dengan sistem periodik? Pada sistem periodik ketika perusahaan melakukan pembelian barang dagangan, maka pendebetannya adalah keakun pembelian, bukan keakun persediaan.
Dan kemudian persediaan akhir ditentukan melalui penghitungan secara fisik atau stock of num. Berbeda dengan di sistem perpetual tadi, di... bahwa kalau kita lihat di buku besarnya dia otomatis, jadi otomatis saldonya berflukluatif dan pada akhir periode apa yang tercantum di dalam buku besar dengan menggunakan season proposal tadi ya menunjukkan saldo akhirnya. Sedangkan pada sistem periodik, saldo yang ada di buku besar persediaan hanya mencantumkan saldo awalnya saja.
Dia tidak berubah ya sampai dengan akhir tahun. Kenapa? Karena pada saat pembelian dicatatnya kepembelian. Pada saat penjualan dicatatnya penjualan.
Tidak mempengaruhi persediaan. Nah oleh karenanya persediaan akhir harus ditentukan dengan penghitungan secara fisik atau stok omnam. Nah kemudian ini contoh perhitungan yang sangat dikenal ya di dalam persediaan.
Di sini ada persediaan awal ditambah dengan pembelian bersih. Pembelian bersih itu artinya sudah ditambah atau dikurangi hal-hal yang menambah dan mengurangi pembelian. Contohnya ongkos angkut, ada potongan dan sebagainya. Persediaan awal ditambah pembelian bersih adalah persediaan yang tersedia untuk dijual.
available for sale dan kemudian dikurangi dengan presiden akhir hasilnya adalah harga pokok penjualan ini adalah perbandingan antara sistem perpetual dengan sistem periodik perusahaan Vesmir memiliki transaksi berikut selama tahun berjalan disini ada saldo awal terdiri dari 100 unit dengan harga 6 dolar hasilnya adalah 600 kemudian ada pembelian yang dilakukan satu periode 900 unit harganya juga 6 hingga totalnya 5400 Kemudian terjadi penjualan sebanyak 600 unit dengan harga jual 12 dolar. Totalnya adalah 7.200 dan di akhir tahun saldo akhirnya adalah 400 unit dengan harga 6 sehingga totalnya 2.400. Nah untuk transaksi ini bagaimana ketika kita menggunakan sistem perpetual dan periodik di dalam proses pencatatannya.
Mari kita lihat. Pada sistem perpetual, kita lihat yang perpetual dulu di sini, ketika perusahaan memiliki saldo awal 100 unit dan harganya 6, ya ini tertera di dalam buku besarnya. Dan kemudian ketika perusahaan melakukan pembelian, kita lihat jurnalnya mendebit inventory, ya mengkredit accounts payable karena pembeliannya dilakukan secara kredit atau hutang.
Kemudian pada saat terjadi... Jadi penjualan perusahaan akan mendebit account receivables kalau perusahaan menjualnya secara kredit. Kalau perusahaan menjual secara cash ya berarti debitnya adalah cash sebesar 7.200 dan mengredit sales atau disini disebut dengan sales revenue. Anda boleh menggunakan akun sales saja atau sales revenue lebih lengkapnya juga silakan. Dan kemudian selain jurnal ini perusahaan juga mencatat cost of goods soldnya yaitu sebesar cost.
Cost dari persediaan itu sendiri. Costnya adalah 600. Jadi yang dijual 600 ya. Costnya adalah 600 x 6 sama dengan 3600. Dan bank kredit inventory.
Dan pada akhir tahun otomatis di dalam buku besarnya sudah tercantum. Sesuai dengan saldo yang memang real ada di dalam perusahaan. Nah berbeda dengan periodik inventory.
Pada sistem periodik ketika perusahaan membeli barang dagangan, maka yang dicatat di dalam pembukaan perusahaan adalah akun pembelian, purchases. Anda bandingkan dengan kalau menggunakan perpetual. Jadi kalau perpetual mendebit inventory, maka pada periodik mendebitnya purchases. Dengan demikian otomatis, ingat ya, setiap jurnal ini nanti akan diposting ke buku besar, maka dengan demikian perusahaan memiliki...
memiliki buku besar tersendiri yaitu proses sehingga ketika terjadi transaksi pembelian ini tidak mempengaruhi akun persediaan demikian pula ketika perusahaan menjual barang dagangan Anda lihat di sini hanya mempengaruhi dua akun saja yaitu account receivables dan sales atau sales revenue tidak mempengaruhi akun persediaan maupun cost of goods sold nya nah sehingga dengan demikian juga juga kita bisa memastikan bahwa transaksi penjualan tidak mempengaruhi saldo buku besar persediaan. Nah, oleh karenanya pada akhir tahun untuk mengetahui berapa saldo inventory akhirnya, ya kita harus hitung dengan menggunakan roma sebelumnya, yaitu persediaan awal ditambah pembelian. dikurangi dengan cost of goods sold, itu sama dengan persediaan akhir.
Atau Anda bisa menggunakan mekanisme jurnal penutupan, jadi seperti ini. Untuk memastikan berapa saldo akhir tahunnya, selain dihitung dengan cara tadi, juga di kedua metode ini sebaiknya dilakukan penghitungan secara fisik. Pada akhir periode pelaporan, ini contoh terkait dengan penghitungan fisik barang, akun persediaan yang menggunakan sistem perpetual melaporkan saldo sebesar Rp4.000.
Namun penghitungan fisik menunjukkan nilai persediaannya Rp3.800 Nah bagaimana kalau ada kasus seperti ini Jadi menurut buku besar saldonya Rp4.000 Namun ketika dilakukan penghitungan secara fisik fisik ternyata lebih rendah yaitu 3800 maka jurnal yang dapat dibuat oleh perusahaan terkait dengan selisih ini adalah mencatat ke akun inventory over and short atau kelebihan atau selisih lebih disikurang dari inventory dan kemudian mengkredit inventory sebesar nilai yang terdekat selisih tadi disini diberikan catatan inventory over and short digunakan untuk menyesuaikan harga pokok penjualan jadi akun ini akun inventory over short akan masuk ke dalam harga pokok penjualan meskipun demikian dalam praktek perusahaan kadang melaporkan inventory over and short itu pada bagian yang terpisah dari harga pokok penjualan yaitu dimasukkan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pendapatan kalau over kalau inventory over ini ini sebenarnya short ya karena lebih rendah ya di sisi debit sehingga Kalau misalkan, ini contoh, kalau misalkan hasil perhitungan fisiknya adalah 4.200, supaya sama angkanya 200, maka 200-nya ini nanti akan, maaf, selisih 200-nya untuk inventory over and short-nya ada di sisi kredit. Jadi debitnya inventory, maaf, debitnya inventory, kreditnya adalah inventory over and short, sebesar 200. Nah itu mengapa kalau tadi over, tentu dia akan menjadi pendapatan, sedangkan kalau short dia akan menjadi beban. Mana yang digunakan ya dua-duanya diperkenankan sepanjang memang disajikan secara konsisten Kemudian bagaimana dengan pengendalian persediaan yang dilakukan oleh perusahaan Pada hakikatnya semua perusahaan perlu melakukan verifikasi secara berkala atas catatan persediaan Jadi di dalam manajemen persediaan memang Jadi diharapkan perusahaan itu melakukan pengujian atau disini disebut dengan verifikasi yang dilakukan secara rutin atau disini disebut berkala. Rutin itu berapa lama? Ya seminggu sekali boleh, sebulan sekali boleh.
Sebaiknya tidak satu tahun sekali, karena persediaan itu sangat rentan dan perputarannya biasanya cepat pada perusahaan-perusahaan yang memang turnover penjualan itu cukup tinggi. Apa saja yang perlu diverifikasi? Tentu saja terkait dengan catatan persediaan, misalkan terkait dengan jumlah dari persediaan kita, apalagi kalau jenis persediaan cukup banyak, mungkin juga terkait dengan beratnya kalau memang setiap persediaan.
Perusahaan itu diukur dengan satuan berat atau alat ukur lainnya, yang apakah volume dan sebagainya. Dan setelah itu bandingkan, jadi apa yang diverifikasi tadi, hasilnya dibandingkan dengan catatan persediaan yang dimiliki oleh perusahaan untuk mengetahui apakah tadi ada over and short. Kemudian perusahaan juga harus melakukan penghitungan secara fisik, meskipun biasanya perusahaan baru melakukannya. ketika mendekati akhir tahun pelaporan atau tahun fiskal. Namun demikian tadi sudah diungkapkan sebaiknya lakukan verifikasi secara berkala itu jauh lebih baik di dalam manajemen persediaan.
Dan juga untuk melaporkan jumlah persediaan dengan benar di dalam laporan keuangan di akhir tahun. Berikutnya adalah tentang menentukan harga pokok penjualan. Tadi sudah disinggung tapi tidak ada salahnya kita bahas kembali.
Perusahaan harus mengalokasi. merokasikan biaya seluruh barang yang tersedia untuk dijual. Tadi ingat di arus di slide sebelumnya, barang yang tersedia untuk dijual itu berasal dari dua sumber, yaitu persediaan awal dan kemudian barang yang dibeli.
Disana itu dengan cost of goods. di mana perusahaan, maaf, biaya yang seluruh barang yang terjual-terjual tadi antara barang yang dijual atau yang digunakan dengan yang masih tersedia di tangan atau yang ada disimpan di gudang perusahaan. nah rumusnya masih rumus yang sama ya di sini ada persediaan awal tahun berapa kemudian prosudah cost of goods purchase kalau dibeli atau cost of goods yang tadi acquire, itu bisa dengan cara dibeli, atau yang diproduce, kalau perusahaannya memang perusahaan manufaktur. Jadi tergantung, ya.
Jadi tergantung jenis perusahaannya apakah perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur. Angkanya di sini 800 ribu, maka apabila dijumlahkan, keduanya merupakan cost of goods available for Shell. Kemudian nanti dikurangi dengan ending inventory yang ada di dalam catatan perusahaan atau menggunakan menggunakan stokopnam tadi maka selisihnya adalah cost of goods sold ini adalah rumus standar ya yang memang biasa digunakan di dalam persediaan kita masuk ke pembelajaran yang kedua yaitu menjelaskan mengenai barang dan biaya yang termasuk di dalam persediaan jadi barang-barang apa saja yang memang harus dimasukkan ke dalam persediaan perusahaan dan biaya apa saja yang terkait dengan ini persediaan. Mari kita bahas yang pertama yaitu barang apa saja yang masuk di dalam persediaan. Sebuah perusahaan mengakui persediaan dan utang usaha pada saat mereka telah mengendalikan aset.
Nanti penjelasan mengenai pengendalian ini akan dibahas tuntas pada saat kita membahas tentang pengakuan pendapatan. Jadi ada chapter, ada bab khusus tentang pengakuan pendapatan. Yang dipaksa dengan pengalian aset itu adalah ketika pengalian hak atas barang itu sudah terjadi secara formal atau secara legal. Di sana disatakan pengalian hak sering digunakan untuk menentukan penguasaan barang jadi penguasaan ini maksudnya adalah pengendalian karena hak dan kewajiban tersebut ditetapkan secara legal. Contohnya apa?
Misalkan menggunakan kontrak. Jadi dengan kontrak akan diketahui apakah aset tadi sudah masuk dalam pengendalian kita jadi masuk dalam ranah pengendalian kita atau tidak. Sekali lagi mengenai hal ini akan dibahas detail di chapter tentang pengakuan pendapatan.
Yang pertama terkait dengan barang apa saja yang masuk dalam persediaan adalah goods in transit. Jadi ini adalah barang-barang yang khusus ya. Jadi kalau ditanya barang apa saja yang masuk persediaan yang ada di gudang itu otomatis.
Jadi kalau di Jawa. bahwa barang yang ada di gudang perusahaan itu otomatis menjadi milik perusahaan. Meskipun barang yang ada di gudang bisa saja bukan barang milik perusahaan.
Jadi harus dikaji kembali. Nah mari kita lihat bagaimana dengan kondisi... atau status dari barang dalam perjalanan, goods in transit. Contohnya misalkan disini ada LG, perusahaan Korea, menentukan kepemilikan dengan menerapkan aturan bagian dari ketentuan.
Jadi ada syarat yang biasa dikenakan di dalam proses goods in transit ini. Jika pemasok mengirimkan barang ke LG dengan menggunakan FO, FOB itu adalah free on board, shipping point berarti titik pengiriman, maka hak milik atas barang tadi berpindah ke LG saat pemasok mengirimkan barang ke pihak ekspedisi yang tentu saja mereka berindah sebagai agen untuk LG. Maksudnya apa? Jadi kalau misalkan contoh sederhana, LG ini ada di Jakarta. Kemudian dia mengirimkan barang ke Surabaya.
Nah kalau misalkan LG... ini maaf, ini disini LG membeli barang ya, kalau LG membeli barang, LG ada di Jakarta barangnya, pemasoknya ada di Surabaya misalkan nah ketika pemasoknya mengirimkan barang dengan menggunakan FOB shipping point, jadi ketika ada di pelabuhan Surabaya barang itu sudah ada di kapal begitu, maka ketika barangnya sudah berada di kapal dan siap untuk diberangkatkan, maka selama perjalanan barang tadi milik milik LG. Itu disebut dengan good in transit.
Jadi good in transit tergantung dari skema yang digunakan di dalam proses jual-beli tadi. Apakah FOB swing point atau FOB destination. Nah, sebaliknya, Saya coba kupas dari sisi yang berbeda. Bagaimana kalau LG menjual barang yang terkait dengan good in transit?
Tadi LG ada di Jakarta, katanya LG akan menjual barangnya ke Surabaya. Maka ketika... LJ sudah memasukkan barang itu ke dalam kapal, jadi sudah ditaruh di atas kapal, dan siap berangkat, maka barang tadi sudah menjadi milik pembeli. ataupun membeli yang ada di Surabaya.
Jadi sudah bukan milik LG kembali. Nah bagaimana dengan FOB destination? FOB destination itu adalah free on board sesuai dengan pelabuhan yang dituju.
Maka sebaliknya, jadi kalau misalkan pemasok di Surabaya tadi menjual barang kepada LG, dan kemudian FOB-nya adalah destination, maka barang baru akan diambil. akan jadi milik LG ketika barang tadi sudah sampai di pelabuhan yang dituju, yaitu di Jakarta. Ini contoh Jakarta dan Surabaya ya.
Nah sehingga shipping point dan destination sering digunakan dengan nama lokasi, misalkan FOB Seoul atau kalau tadi kita contoh tadi adalah FOB Jakarta atau FOB Surabaya atau nama-nama pelabuhan tertentu. Silahkan saja. Nah sehingga esensi dari dari good in transit adalah ketika ada pertanyaan barang yang sedang di dalam perjalanan tadi, itu contoh kalau menggunakan kapal laut ya, good in transit ini sangat relevan dengan moda transportasi apapun sepanjang ada rentang waktu perbedaan antara pengiripan dengan penerimaan barang.
Nah maka pertanyaannya adalah siapakah pemilik barang ketika barang tersebut masih dalam perjalanan. maka jawabannya tergantung dari mekanismenya, syarat di dalam pengirian barang tadi apakah FOB shipping point atau FOB destination. Yang kedua adalah barang konsinyasi atau consignment goods. Untuk transaksi konsinyasi ini akan dibahas detail di akutansi keuangan lanjutan. Untuk barang konsinyasi adalah barang, biasanya disebut juga dengan transaksi titipan, Jadi sehingga barang konsignasi juga disebutkan dengan barang titipan.
Ada dua pihak yang terkait di dalam transaksi konsignasi. Yang pertama adalah consigner. Consigner itu adalah orang yang memiliki barang, yang kemudian barang ini dititipkan ke pihak lain. Maka biasa disebut dengan consigner adalah pihak yang menitipkan barang.
Sedangkan consignee, consignee adalah orang yang dititipi barang. Di sini contohnya. William Art Gallery selaku consigner mengirimkan berbagai barang seni ke Sotheby Holdings selaku consignee, selaku pihak yang DTTP, yang bertindak sebagai agen William dalam menjual barang konsignasi.
Jadi consignee ini memang tugasnya adalah DTTP barang dan kemudian dia menjualkan barang itu kepada konsumen. Sotheby setuju untuk menerima barang tanpa kewajiban apapun, kecuali untuk berhati-hati dan memberikan perlindungan yang wajar terhadap barang tadi atas kemungkinan terjadinya kehilangan, kerusakan, hingga barang itu bisa dijual kepada pihak ketiga. Ketika Sotobi menjual barang, ia akan mengirimkan pendapatan tas hasil penjualan barang tadi kepada pihak consigner, dalam hal ini adalah William Art Gallery, dan biasanya nanti pada saat ngirim sudah langsung dikurangi dengan komponen. komisi penjualan yang didapat oleh si Sotheby sebagai consigning.
Dan apabila ada biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Sotheby dan biaya ini menjadi beban dari consigner, maka Sotheby juga bisa mengurangkan penjualan tadi, hasil penjualan tadi dengan biaya yang sudah dikeluarkan atas beban consigner. Nah seperti apa detailnya Anda bisa cek di materi tentang akutansi keuangan lanjut. tentang transaksi konsinyasi. Sehingga dikaitkan dengan persediaan pertanyaannya adalah barang konsinyasi yang ada di sebuah toko, contohnya misalkan transaksi yang paling lazim adalah di supermarket.
Jadi Anda misalkan pemilik barang dan kemudian Anda menitipkan barang tadi di sebuah toko. Nah pertanyaannya adalah barang yang ada di toko tadi milik siapa? Nah di dalam transaksi konsinyasi, konseniasi akan nampak bahwa Bahwa barang yang ada di toko yang belum terjual itu tetap milik consigner.
Jadi kalau si consigner tadi ingin menghitung berapakah jumlah persediaan akhir tahun yang menjadi miliknya, maka dia harus memasukkan komponen. komponen persediaan yang dititipkan di pihak toko tadi. Nah, sebaliknya bagi toko, maka persediaan yang ada di toko tadi bukan mirip dia, karena dia hanya dititipi saja.
Jadi barang tadi tetap miliknya consigner. Kemudian yang ketiga adalah barang yang dijual dengan perjanjian dibeli kembali. Nah ini adalah cukup unik gitu ya. Barang dijual, tapi kemudian ada perjanjian barang itu bisa dibeli kembali. Nah yang seperti ini gimana?
Mari kita lihat contohnya. Hill Enterprises menyerahkan, tanda kutip menjual persediaan ke Chase. Inc. Corporation dan disetujui untuk membeli kembali, artinya kedua pihak sepakat untuk bagi heel price untuk bisa membeli kembali persediaan tersebut pada harga tertentu dan pada waktu. waktu tertentu ya misalkan satu tahun dua tahun dan seterusnya atau mungkin ditukar bulan dimana Cez kemudian menggunakan persediaan tersebut sebagai jaminan atas pinjaman yang ia berikan tanda kutip disini nyebutnya pinjaman Nah memang untuk kasus seperti ini kalau ada satu perusahaan menjual persediaannya kepada perusahaan lain tetapi kemudian ada perjanjian setelahnya bahwa barang tadi dapat dibeli kembali maka akutansi memandang transaksi ini bukan transaksi penjualan.
Tapi transaksi ini lebih cenderung adalah transaksi pinjaman. di mana persediaan tadi adalah jaminan saja. Nah sehingga kesimpulan seperti ini, inti dari transaksi ini adalah bahwa Hill Enterprise melakukan kegiatan pembiayaan atau financing, jadi bukan transaksi penjualan, melainkan dipandang sebagai financing atau pembiayaan atas persediaannya dan mempertahankan kendali atas persediaan tersebut, meskipun kemuliaan persediaan telah beralih secara legal kepada CES. Jadi, secara legal karena transaksinya adalah pembelian penjual beli tanda kutip maka secara legal memang persediaan tadi miliknya Chase tetapi karena ada perjanjian dibeli kembali maka transaksi tadi tidak dipandang sebagai transaksi jual beli melainkan transaksi pinjam meminjam nah di dalam praktek hal ini biasa disebut dengan parking transaction atau transaksi parkiran jadi persediaannya parkir dulu ke tempat orang lain lain begitu, di mana nanti satu ketika bisa ditarik kembali.
Nah, oleh karenanya Hill selaku pemilik persediaan harus tetap melaporkan persediaan tadi sebagai persediaan miliknya. Dan kemudian muncul ada kewajiban karena transaksi tersebut dipandang sebagai transaksi peminjaman. Sehingga kalau ditanya barang yang dijual dengan persediaan di beli-beli itu milik siapa? Maka tetap milik pemilik barang awal.
Kemudian yang keempat, barang yang dijual dengan hak pengembalian atau right to returns. Jadi barangnya dijual. Berbeda dengan tadi ya, kalau tadi itu kan barang dijual tapi kemudian bisa dibeli kembali. Kalau ini hak pengembalian, ada right to return. Contohnya misalkan di sini, quality publishing company menjual buku teks ke toko buku kampus dengan kesempatan.
sepangkatan bahwa kampus dapat mengembalikan semua buku yang tidak dijual. Jadi mirip seperti konsinyasi, tapi beda-beda tipis ya. Karena di konsinyasi juga sebenarnya barang yang tidak terjual itu bisa dikembalikan. Nah di sini berbeda sedikit ya dengan konsinyasi.
Oleh karena itu, quality publishing harus mengakui yang pertama, pendapatan dari buku teks yang dijual. yang diharapkan tidak akan dikembalikan. Artinya laku.
Ketika laku itu harus diakui sebagai pendapatan. Dan kemudian muncul kewajiban, yaitu kalau ada buku yang dikembalikan, kemungkinan akan disipu dengan perkiraan buku yang akan dikembalikan oleh si quality publishing. Jadi dananya dikembalikan.
Nah, di sini perbedaan yang jelas antara konsennya. dengan penjualan di sini. Jadi kalau konseniasi itu dititipkan, tapi kalau untuk transaksi ini, bukunya dijual.
Jadi publishing itu, quality publishing menjual buku disini ya, jelas menjual buku kepada toko buku kampus, tapi ada perjanjian. Kalau barangnya tidak laku, maka toko buku kampus ini akan mengembalikan persediaan yang tidak laku tadi kepada quality publishing. Dan ini lazim ya di dalam transaksi buku ya, dengan persediaan dalam bentuk buku.
Tidak hanya buku, sebenarnya jenis terasa lain pun juga silakan. saja. Jadi ini mekanismenya pilihan mau konseniasi atau model seperti ini.
Hanya tadi kalau modelnya seperti ini maka meskipun di sini quality publishing sudah menjual maka dia tetap harus mengakui adanya kewajiban yang muncul. Kenapa? Karena kalau seandainya buku tadi atau produk yang dia jual satu ketika tidak laku dan dikembalikan oleh toko buku kampus atau pihak pembeli yang dia menjual kembali ke pihak lain maka dia punya kewajiban untuk mengembalikan dana. Sehingga muncul pendapatan dan juga kewajiban.
Sekaligus juga muncul aset untuk buku yang diperkirakan dikembalikan yang mengurangi harga pokok penjualan. Jadi di kasus ini pihak penjual yaitu quality publishing harus melakukan perkiraan berapakah berdasarkan data masa lalu misalkan seperti itu buku yang diperkirakan akan dikembalikan. Ini kan dicatat. akan pembahasan seperti ini akan detail dibahas di liabilitas ya khususnya tentang provision. Apabila quality publishing tidak dapat memperkirakan tingkat pengembalian buku tersebut, maka quality publishing tidak harus melaporkan pendapatan apapun hingga tingkat pengembalian dapat diprediksi.
Artinya ini memang persoalan ya, dia sudah menjual tapi quality publishing tidak dapat memperkirakan tingkat pengembalian. seperti publishing tidak bisa memprediksi, ya maka dia tidak bisa mengakui pendapatan itu sampai barang tersebut benar-benar terjual oleh si toko buku kampus. Mari kita berpindah ke biaya apa saja yang masuk persediaan.
Jadi kalau tadi adalah barang yang masuk dalam persediaan, sekarang adalah biaya yang masuk dalam persediaan. Ya atau yang terkait dengan persediaan. Yang pertama adalah biaya produk atau produk kos.
Yaitu biaya yang berhubungan langsung dengan penyerahan barang hingga ke tempat pembeli dan menjadikan barang tersebut siap untuk dijual. Jadi kalau kita yang membeli, maka yang disebut dengan biaya produk. Produk adalah semua biaya sampai barang itu siap kita jual.
Dibikin pula sebaliknya, kalau kita yang menjual, maka seluruh biaya penjualan termasuk biaya-biaya sampai dengan barang itu siap diterima oleh pihak pembeli. Biaya pembelian meliputi harga beli. Nah, oleh karenanya, jadi dengan konsep ini, oleh karenanya biaya pembelian itu meliputi harga beli, kemudian biaya-biaya yang terkait, misalkan biaya pembelian, masuk, termasuk pajak PPN misalnya pajak penjualan, maaf pajak pertambahan nilai termasuk kalau barang mewah pajak penjualan barang mewah PPN BM gitu kemudian juga biaya pengiriman atau biaya transportasi dan biaya yang terkait langsung dengan penanganan atau handling perolehan barang tadi. Artinya dengan kata lain bahwa yang masuk dengan produk kos itu bukan cuma harga beli tetapi biaya-biaya lain yang memang harus ditanggung oleh pihak pembeli, di mana kalau kita tidak menanggung biaya-biaya ini, maka produk tadi tidak bisa kita terima dan siap kita jual begitu.
Nah kemudian masih di biaya yang terkait dengan persediaan. Kalau tadi adalah produk cost, sekarang yang kedua kita mengenal juga namanya period cost. Nah produk cost dan period cost ini juga dibahas detail di akutansi biaya.
Period cost. Cost adalah biaya yang secara tidak langsung berhubungan dengan perolehan atau produksi barang. Perolehan ini kalau kita beli, produksi kalau kita membuatnya, jadi manufacturing. Nah, biaya periode ini biasanya berupa biaya penjualan dan biaya umum serta administrasi.
Nah, biaya-biaya ini tidak termasuk sebagai bagian dari biaya persediaan. Atau dengan kata lain, tadi kita bicara produk cost. Nah, produk cost itu adalah bagian dari biaya periode. dari harga kos persediaan, sedangkan untuk period cost dia tidak masuk ke dalam harga atau kos dari persediaan. Dia masuk ke dalam biaya yang akan tercandu sebagai operating cost.
Nah kemudian bagaimana kalau ada potongan pembelian? Potongan pembelian atau potongan dagang, trade discount atau purchase discount adalah satu pengurangan harga jual yang diberikan kepada pelanggan. Ini hal yang biasa ya terjadi dalam transaksi jual beli. Nah EISB International Accounting Standard Board menetapkan bahwa potongan atau diskon ini dicatat sebagai pengurang dari biaya persediaan. Jadi dengan kata lain kalau ada potongan yang yang diberikan oleh pihak penjual kepada kita sebagai pembeli, maka potongan tadi akan mengurangi biaya persediaan.
Nah, jadi di komponen 4 komponen sebelumnya, ya dikurangi dengan biaya persediaan ini. Nah, biaya dikurangi dengan potongan-potongan ini. Mari kita lihat metode yang digunakan dalam memperlakukan potongan pembelian. Ada 2 metode yang dikenal, yaitu gross method yang pertama atau metode kotor, dan ada net method atau metode.
metode bersih atau metode neto. Yang pertama adalah ketika perusahaan membeli satu persediaan yang harganya Rp10.000 dan di sini ada termin penjualan 210N atau net 30. Maksudnya adalah apabila perusahaan membayar pembelian kredit ini dalam waktu 10 hari sejak tanggal transaksi, perusahaan akan mendapatkan diskon sebesar 2%. Dan apabila perusahaan membeli satu persediaan yang harganya Rp10.000, membayar dalam tempo 10 sampai 30 hari, maka perusahaan harus membayar penuh sesuai dengan harga faktur.
Itu 2, 10, dan 30. Nah pada gross method perusahaan akan mencatat sebesar nilai grossnya. Jadi berapa harga pembeliannya, disini 10 ribu dan akan mendepat purchase dan kemudian mengkredit account payable sebesar 10 ribu. Nah kalau kita menggunakan net maka kita langsung memperhitung hitungkan discount sebesar 2% tersebut di dalam transaksi, mencatat transaksi pembelian dan accounts payable-nya.
Jadi di net method ini diasumsikan perusahaan akan memanfaatkan discount tersebut. Jadi 10.000 dikurangi dengan 2%-nya atau dengan katanya 98% kalikan 10.000 sama dengan 9.800. Nah kemudian ada invoice dari 10.000 tadi, ada invoice sebesar... sebesar 4.000 dibayarkan dalam periode diskon. Nah yang maksud dengan periode diskon itu adalah 10 hari.
Jadi 10 hari sejak tanggal transaksi itu disebut dengan discount period. Nah maka tentu saja dari invoice yang 4.000 ini perusahaan mendapatkan hak 2% potongan yang diberikan oleh pihak penjual. Apabila menggunakan gross method maka perusahaan akan mencatat accounts payable sebesar invoice 4.000 dan kemudian mencatat cash yang dibayarkan yaitu nilai accounts payable dikurangi dengan discount. Discountnya adalah 2% dari Rp4.000 sama dengan Rp80.000.
Maka cash yang dibayarkan adalah Rp3.920. Dan yang Rp80.000 akan dicatat sebagai purchase discount. Nah, berbeda dengan net method.
Karena net method sudah mengakui discount di awal, maka langsung dicatat saja sebesar jumlah cash yang dibayarkan. Accounts payable debit kreditnya cash sebesar Rp3.920. Nah bagaimana kalau ada invoice sebesar 600 dibayarkannya setelah periodo discount. Jadi lewat dari 10 hari sejak tanggal transaksi. Nah kalau menggunakan gross method ya simple ya catat saja sudah berapa invoice yang dibayarkan.
Cons payable 6.000 kemudian cashnya 6.000. Nah berbeda dengan kalau menggunakan net method karena perusahaan sudah terlanjur di awal ya mengakui seluruh discount. Jadi dia semua. semestikan perusahaan akan membayar dalam waktu 10 hari atau discount period. Nah maka ketika ada pembayaran di luar periode discount, otomatis akan diakui adanya purchase discount loss.
Jadi ada potongan pembelian yang hilang atau kerugian karena potongan tidak diambilnya potongan pembelian. Jadi perusahaan akan mendebit cash sebesar Rp6.000 karena memang yang dibayar Rp6.000. Nah maka kemudian accounts payable-nya. dikembalikan, jadi hanya 98% nya nah selisanya yang 120 atau 2% itu dianggap sebagai kerugian, karena tidak memanfaatkan discount pembelian yaitu dengan akun versus discount loss mana yang dipergunakan oleh perusahaan apakah gross atau net method, dua-duanya diperkenankan, tetapi harus digunakan secara konsisten jadi ketika perusahaan sudah menetapkan menggunakan Metode untuk potongan pembelian ya harus digunakan terus-menerus.
Dua ikan pula ketika perusahaan menggunakan net method juga dilakukan terus-menerus. Mana yang terbaik? Ya dua-duanya baik gitu ya, tetapi tinggal diri. Kira-kira selama ini perusahaan lebih banyak memanfaatkan diskon atau tidak? Kalau perusahaan cenderung jarang memanfaatkan diskon, ya maka sebaiknya gunakan gross method.
Tapi kalau perusahaan cenderung memanfaatkan diskon, Diskon yang diberikan yaitu tadi 2, 10, 30, gunakanlah net method. Kalau perusahaan kadang-kadang memanfaatkan diskon, kadang-kadang tidak, saran saya sebaiknya menggunakan gross method saja. Kita masuk ke pebelajaran yang ketiga, yaitu membandingkan asumsi arus biaya yang digunakan untuk menghitung persediaan. Ada yang disebut dengan arus biaya, disini metode arus biaya, yaitu ada yang disebut dengan identifikasi.
kursus atau specific identification. Kemudian ini yang familiar ya yaitu FIFO atau FIFO, first in first out. Bahasa Indonesia adalah masuk pertama, keluar pertama atau MPKP. Dan kemudian ada biaya rata-rata atau average cost. Nah sebenarnya ada lagi yaitu LIFO yaitu LIFO last in first out.
Tapi ini tidak kita bahas, ada di supplement dan silakan dipelajari sendiri. diri yang kita akan bahas tiga ini saja yaitu identifikasi khusus kemudian masuk pertama keluar pertama dan biaya rata-rata Mari kita contohnya asumsikan bahwa kolmarts memiliki transaksi berikut ini di bulan pertama operasinya di tanggal 2 Maret ada 2000 pembelian dengan harga empat kemudian berarti saldonya secara fisik Jadi bicara kuantitasnya adalah Rp2.000.000. Kemudian di tanggal 15 membeli Rp6.000.000, harganya Rp4.000.000. Anda lihat sini harganya berbeda ya, Rp4.400.000.
Kemudian di sini fisiknya atau kuantitasnya adalah Rp8.000.000, yaitu Rp2.000.000 ditambah Rp6.000.000 menjadi Rp8.000.000. Nah di tanggal 19 Maret perusahaan menjual Rp4.000.000, berarti saldonya menjadi Rp4.000.000, yaitu Rp8.000.000 dikurangi. 8.000 dikurangi 4.000 di tanggal 30 Maret perusahaan membeli kembali sebanyak 2.000 dengan harga sudah berbeda lagi 4,75 kuantitasnya berarti bertambah dari 4.000 ditambah 2.000 menjadi 6.000, nah yang perlu Anda perhatikan adalah ini, ya jadi Anda lihat kos pembeliannya berbeda-beda, ada 4, ada 4,4 dan ada 4,7 nah...
Pertanyaannya kalau Anda diminta menghitung good available for sale, jadi berapakah harga pokok dari barang yang siap untuk dijual, ya maka Anda harus hitung tergantung dari metode yang digunakan sebenarnya. Nah mari kita gunakan Robos yang sudah kita kenal Yaitu persediaan awal Yaitu 2000 x 4 sama dengan 8000 Ditambah dengan pembelian Pembeliannya apa saja Tadi ini kan operasi bulan pertama Nah jadi ini saldo awalnya dan sisanya tanggal 15 dan 30 adalah pembeliannya. Ini yang tanggal 15 dan ini yang tanggal 30. Nah maka good available for sale-nya adalah Rp43.900 itu dilihat dari angka. Kalau ditanya berapakah kuantitasnya, ya kuantitasnya tinggal ini.
Ini ya Anda bisa lihat di sini Rp6.000 karena itu saldo akhirnya. Nah kalau perusahaan menggunakan identifikasi khusus, maka tentu saja penghitungan nanti berbeda dengan menggunakan MPKP atau VIVO atau menggunakan Average. Nah apa yang masuk dengan identifikasi khusus?
Ini adalah satu metode yang hanya dapat digunakan pada kasus yang praktis untuk memisahkan berbagai pemilihan secara fisik. Maksudnya begini, metode ini akan lebih baik digunakan kalau kita kita selaku pemilik barang bisa mengidentifikasi atas setiap pembelian fisik barang tadi. Umumnya untuk inventory yang spesifik, misalkan perusahaan dealer mobil yang mobilnya jenisnya tidak terlalu banyak dan perusahaan bisa mengidentifikasi secara khusus berapa harga beli mobil itu ketika perusahaan membelinya.
Kemudian metode ini digunakan pada saat Saat mengenangi sejumlah kecil barang, ya... yang nilainya mahal dan mudah dibedakan. Tadi ya contohnya adalah dealer mobil, misalkan mobil mewah, itu lebih mudah lagi mengidentifikasinya.
Kemudian metode ini menandingkan biaya aktual dengan pendapatan aktual. Mengapa disebut dengan menandingkan biaya aktual? biak tool, dan pendapatan tool, karena memang di dalam identifikasi khusus pada saat kita menjual, kita langsung menandingkan dengan cost-nya.
Dengan kata lain, kalau Anda ingat tadi ada perpetual dan periodic, untuk identifikasi Identitas khusus ini biasanya perusahaan menggunakan yang perpetual. Pada metode ini aliran biaya sesuai dengan aliran fisik barangnya. Jadi karena sudah teridentifikasi, otomatis dia akan disesuaikan.
Mana fisik barang yang terjual, berapa biayanya itu yang akan dicatat. Nah kelemahan dari identitas khusus adalah memungkinkan perusahaan untuk memanipulasi laba bersih. Maksudnya adalah perusahaan bisa saja mengakui mana produk yang terjual.
yang tanda kutip menguntungkan perusahaan. Misalkan ini terkait dengan pajak misalkan ya. Maka kita tahu kalau harga pokoknya tinggi maka labanya akan laba penjualan dan laba bersih akan turun.
Nah maka dengan menggunakan spesifik identifikasi bisa saja perusahaan memanipulasi data. Jadi dia memilih mana barang-barang yang nilainya mahal itulah yang diakui sebagai transaksi penjualan. Nah ini kelima. kelemahan.
Namun demikian semua berpulang kepada perusahaan itu sendiri gitu ya untuk memiliki integritas dalam pencatatan atau tidak. Ini contoh yang contoh sebelumnya itu Colmar tadi ya ketika memiliki persediaan sebanyak 6.000 karena ini persediaan akhir ya yang terdiri dari 1.000 berasal dari pembelian tanggal 2 Maret kemudian 3.000 berasal dari Pembelian tanggal 15 Maret dan Rp2.000 berasal dari pembelian 30 Maret. Nah, hitunglah jumlah persediaan akhir dan harga pokoknya.
Nah, maka kalau menggunakan spesifik identifikasi itu lebih mudah ya. Tanggal 2 Maret berapa unitnya? Oh 1000. Harganya berapa?
Anda lihat kosnya tadi 4. Kemudian tanggal 15 Maret ada 3000 tadi ya yang tersisa. Kemudian harganya berapa waktu beli? 4,4. Tanggal 30 Maret berapa unit?
Ada 2000. Harga waktu belinya berapa? 4,75. Sehingga Anda totalkan semua hasilnya adalah 26700. Jadi ending inventory... besar 6.000 unit, harganya atau total cost-nya adalah Rp2.600. Nah, setelah Anda mendapatkan ending inventory, maka Anda bisa menghitung cost of goods sold-nya, yaitu cost of goods available for sale, Anda bisa lihat di slide sebelumnya, yaitu Rp4.300.
Dikurangi dengan ending inventory Rp2.600, maka hasilnya adalah Rp17.200 merupakan cost of goods sold atau harga pokok dan jumlah. jualan. Mari kita berpindah ke biaya rata-rata.
Jadi kalau tadi space communication, kita masuk sekarang ke biaya rata-rata. Harga item yang ada di dalam persediaan berdasarkan biaya rata-rata semua barang serupa yang tersedia selama periode tersebut. Artinya bahwa biaya rata-rata ini akan menyangkut harga item atau produk atau persediaan yang ada di perusahaan secara rata-rata. Bagaimana itu? Nanti kita lihat contohnya.
Ya rata-rata ini bukan merupakan subjek manipulasi pendapatan. Jadi agak beda dengan specific identification yang memiliki kelemahan perusahaan bisa memanipulasi pendapatannya. Maka untuk biar rata tidak demikian.
Nah kemudian metode ini seringkali digunakan ketika perusahaan tidak memungkinkan untuk mengukur aliran fisik persediaan tertentu. Jadi perusahaan umumnya sulit untuk menentukan yang masuk duluan, keluar duluan. yang masuk belakangan, keluar duluan.
Pilihannya sebenarnya ada tiga, Vivo, Livo, atau Pivo, Livo, dan Average. Nah perusahaan menggunakan rata-rata itu ketika memang dia mengalami kesulitan dalam mengukur aliran fisik persediaan tersebut. Ada dua jenis rata-rata yang digunakan, yang pertama adalah rata-rata tertimbang, dan nanti yang kedua adalah rata-rata bergerak, atau weighted average dan moving average. Mari kita bahas yang pertama yaitu metode rata-rata tertimbang. Kembali ke contoh yang tadi, jadi kalau kita lihat dari proses pembeliannya di tanggal 2 Maret, ada 2.000 unit, harga belinya adalah 4, kemudian 15 Maret ada 6.000 unit yang dibeli harganya 4,4, kemudian tanggal 30 Maret ada 2.000 yang dibeli harganya 4,7.
Masing-masing total kosnya Rp8.000, Rp2.600, Rp400, dan Rp9.500. Atau totalnya adalah Rp43.900. Fisiknya kalau dihitung, secara kuantitatif adalah 10 ribu nah kalau perusahaan menggunakan rata-rata tertimbang atau weighted average maka mudah saja yaitu kita tentukan berapakah harga rata-ratanya yaitu dengan membagi total cost dengan dengan kuantitinya ya jadi 43 900 dibagi 10.000 maka inilah rata-rata tertimbangnya Kenapa disebut dengan rata-rata pertimbang seperti ini ya karena sudah mempertimbangkan perbedaan unit kos yang ada di sini ya Nah angka 434,39 sebagai unit cost atau cost per unit inilah yang kita tinggal kalikan dengan inventory akhir ataupun dengan nilai unit yang dijual untuk menentukan cost of goods sold-nya.
Nah, kalau untuk menghitung inventor akhir, berapa inventor akhirnya tadi? Oh, unitnya 6.000. Ya, sudah.
Tinggal kalikan saja dengan 4,39 tadi. Hasilnya adalah 26,340. Nah, dari sana kita bisa tentukan cost of goods sold-nya yaitu sebesar berapa cost of goods available for sale dikurangi dengan ending inventory dari hasil perhitungan di atas tadi.
Hasilnya 17,560. Nah, 17,560 ini juga sebenarnya bisa dicari dengan berapa kuantiti dari unit yang terjual dikalikan dengan harga rata-ratanya 4,39. Ini sama hasilnya. Nah, kemudian kita lihat bagaimana kalau menggunakan metode yang kedua, yaitu metode rata-rata bergerak atau moving average.
Nah, kalau moving average namanya moving, dia bergerak. Jadi bergerak terus. Gitu ya.
Jadi kalau weighted effort dilakukan sekali pada akhir periodin, kalau moving ini agak repot sedikit ya, karena setiap kali ada pembelian, rata-rata unit cost-nya tadi atau cost per unit tadi harus berubah. Contohnya begini, misalkan pada tanggal 2 Maret, perusahaan membeli persediaan Rp2.000, harganya Rp4.000, berarti totalnya Rp8.000. Maka saldonya berarti pada saat itu adalah Rp2.000 x Rp4.000 sama dengan Rp8.000.
Nah kemudian di tanggal 15 Maret perusahaan membeli Rp6.000 dengan harga Rp4,4 totalnya Rp2,4. Terus maka kita harus menghitung moving average-nya. Jadi saldo di tanggal 15 Maret itu sebenarnya adalah Rp8.000 unit gitu ya.
Dan totalnya Rp3,400. Dari mana Rp3,400? Rp3,400 ini Rp8.000 ditambah Rp2,600. Rp4,600.
Namanya Rp3,600. Berarti rata-ratanya adalah 4,3 yaitu 3400 dibagi dengan 8000. Itu moving average. Jadi begitu ada penambahan persediaan maka langsung dihitung berapakah rata-ratanya saat itu.
Sehingga ketika ada penjualan di tanggal 19 misalkan di sini adalah 4000 unit maka dikalikan dengan moving average-nya 4,3 sama dengan 7. 200. Begitu seterusnya ketika terjadi fluktuatif ya, ada pembelian, penjualan, pembelian, penjualan. Memang menjadi tidak tidak, apa namanya, ya tidak fleksibel gitu ya. Kenapa? Karena setiap kali perubahan harus dibuat rata-rata. Sekali perubahan berbuat rata-rata.
Ya silakan. Kita bisa pilih menggunakan metode rata-rata yang bergerak, moving, atau yang weighted effort. Yang paling banyak digunakan memang yang weighted effort.
Jadi sekali saja. dihitung di akhir periode. Dalam metode ini, Kalmart menghitung biara rata unit baru setiap kali melakukan pembelian. Itulah moving inference. Nah, kita berpindah ke Vivo sekarang, atau MPKP, keluar pertama, masuk pertama.
Maaf, masuk pertama, keluar pertama. Ini dibalik ya. Ini masuk pertama, keluar pertama.
Diasumsikan bahwa barang digunakan sesuai urutan pembeliannya. Ini asumsi ya, jadi diasumsikan. Jadi seolah-olah barang yang pertama kali masuk ke dalam gudang perusahaan, barang inilah yang kemudian dijual pertama kali. Nah maka Anda bayangkan kosnya gitu ya, jadi kosnya juga sama. Jadi diasumsikan berarti kos yang pertama itu yang nanti akan dihitung sebagai kos barang yang dijual.
Ini adalah sebuah perkiraan saja, jadi asumsi. atau seharusnya bisik barang ya Kemudian persediaan akhirnya nanti akan mendengarti biasat ini. Nah inilah mengapa.
perpajakan khususnya lebih cenderung mengharapkan perusahaan menggunakan FIFO atau FIFO dan di undang-undang disebutkan ya, jadi boleh menggunakan FIFO atau Average. Nah kenapa? Karena FIFO ini akan mendekati biaya saat ini.
Dan tidak dapat menandingkan biaya saat ini dengan pendapatan saat ini di 80 miliar. Ini adalah salah satu kelemahannya ya dari penggunaan FIFO. Ini dari kacamata akutansi. Mari kita lihat contoh untuk first in first out pada sistem persediaan periodik. Di sini ada pada tanggal 30 Maret perusahaan memiliki 20, maaf, ribu unit dengan kosnya tadi 4,75 berarti total kosnya adalah 9.500 kemudian di 15 Maret ini kan kita first in first out ini saldo akhirnya itu ada 4.000 atau Atau gini penjelasannya.
Jadi perusahaan kalau lihat di contoh sebelumnya kan memiliki ending inventory 6.000. Jadi selalu akhirnya 6.000. Nah pertanyaan adalah 6.000 ini itu berasal dari mana? Ya karena first in first out.
Jadi yang pertama masuk pertama keluar. Maka kalau kita tanya manakah yang tersisa di gudang perusahaan? Ya tentu saja di pembelian yang terakhir.
Nah pembelian terakhir berapa tadi? 2.000. Pembelian setelah. Atau sebelum yang terakhir itu berapa? Tanggal 15 Maret sebesar Rp4.000.
Jadi kita hitungnya seperti itu. Sehingga hasilnya bisa kita lihat total cost-nya adalah Rp2.700. Ending inventory-nya Rp6.000.
Maka kita bisa menggunakan, sorry, di sini tidak menggunakan karena bukan rata-rata. Jadi unit cost-nya tidak dimunculkan. Karena kita tidak menggunakan rata-rata. Jadi angka Rp2.700 inilah yang kita...
kita langsung pakai untuk menentukan ending inventory atau inventory akhir. Sehingga dari sana kita bisa dapatkan cost of goods sold-nya sebesar Rp16.800. Jadi memang di version of sold kita nggak bisa tanya, itu Rp27.100 itu cost per unitnya berapa? Ya bisa kita hitung Rp27.100 dikurangin Rp6.000.
Tetapi di dalam penggunaan Vivo biasanya kita tidak tentukan unit cost-nya. Jadi biasa dijawabnya seperti ini. Jadi unit cost-nya adalah Rp27.100. cost-nya adalah Rp2.000 dikali Rp4.750, Rp4.000 dikali Rp4.400. Jadi dibuat rinciannya kalau di Vivo.
Jadi tidak sama dengan metode rata-rata tadi. Nah menentukan biaya persediaan akhir dengan menggunakan biaya pembelian terakhir dan melakukannya kembali hingga penghitungan semua unit yang ada di dalam persediaan. Nah kalau perpetual akan terlihat gambarnya seperti tadi, periodik itu kan memang saldo inventory akhirnya ditentukan dari penghitungan fisik ya jadi kita lihat aja fisiknya berapa kemudian kita kembalikan ke pembukuannya kalau untuk sistem persediaan perpetual ingat dia selalu berubah-ubah ada pembelian berubah inventorynya saldo inventorynya ada penjualan juga berubah maka Anda harus membuat tabel seperti ini jadi tanggal 2 Maret ada 2000 dengan costnya 4.000 hasilnya 8.000 maka saldo saldonya ini ya kemudian di tanggal 15 Maret beli lagi ya 6000 harga 4,4 sebesar 24 ya kita bikin jadi kalau ditanya berapa kal saldonya saldo akhirnya ya terjadi jadi bikin rincian seperti ini yang totalnya adalah 34 400 nah ketika ada penjualan yang ditanggal 19 Maret sebesar 4000 maka kita harus first in first out yang pertama keluar yang pertama beli itu yang pertama keluar maka dari 4000 barang yang di jadi yang dijual di sini 4000 ya maka 2000 itu berasal dari yang first in yang pertama masuk jadi 2000 dikali 4 ini kita keluarkan dulu nah sisanya berarti masih ada 2000 kan nah 2000 dari 4000 ini ya 2000 yang kedua ini diambil dari yang 6000 ini kosnya jadi diambil kosnya ya 4,4 dan lihat simpat kompat Itu gini kalau menggunakan perpetual, begitu seterusnya. Sehingga untuk di tanggal 19 Maret tadi, yang terjual nilainya adalah Rp16.800, dan saldo akhirnya pada tanggal itu adalah Rp4.000 x Rp4,4 sama dengan Rp17.600. Nah ketika perusahaan kemudian membeli kembali Rp2.000, maka saldonya akan menjadi seperti ini.
seperti ini, begitu seterusnya. Jadi memang untuk perpetual dia akan penggunaan Vivo-nya itu akan dilakukan setiap kali ada penjualan. Dalam semua kasus di mana Vivo digunakan, persediaan dan... harga pokok penjualan akan sama pada akhir bulan, baik menggunakan perpetual maupun periodik. Jadi dengan mekanisme ini pada akhir tahun nanti akan sama, jadi tidak ada pembeda dari kedua sistem tersebut.
tersebut, perpetual maupun periodik. Nah mari kita lihat lingkasannya sekarang dari pembandingan penggunaan prosedur, persediaan periodik, dan data yang dipilih. Ini adalah data terpilih, ada beginning cash balance, jadi saldo cash awal, kemudian beginning return earnings, saldo laba atau laba ditahan awal, kemudian ada beginning inventory 4.000 nilainya.
3, cost per unitnya sama dengan 12.000, kemudian ada pembelian sebesar 6.000 unit dengan cost unitnya 4.000 totalnya 24.000 dan kemudian ada sales sebenarnya 5.000 harga jualnya 12.000 atau totalnya 60.000 kemudian ada operating expenses... 10 ribu dan income tax rate-nya di sini 40 persen, inilah datanya. Nah, kalau kita bandingkan penggunaan Averitt dan Vivo akan nampak seperti ini.
Jadi, sales. Costnya tadi 60.000 sama ya 60.000 nah cost of goods sold nya menjadi berbeda anda lihat ya kalau menggunakan average 18.000 kalau menggunakan FIFO 16.000 perhitungannya di bawah di sini ya jadi ada Tinggal aplikasikan apa yang sudah kita bahas sebelumnya, baik effort dengan cost, maaf effort maupun FIFO ke slide ini. Saya tidak bahas lagi bagaimana menghitungnya. Sehingga mengakibatkan gross profitnya kalau effort adalah Rp42.000 sedangkan FIFO Rp44.000. Jadi gross profitnya lebih tinggi kalau kita menggunakan FIFO.
Kemudian dikurangi dengan operating cost yang sama Rp10.000, hasilnya income before taxesnya Rp30.000. Rp32.000, Vivo Rp34.000. Income tax-nya tadi asumsikan 40%, maka pajaknya Rp12.800, sedangkan Vivo Rp13.600. Akibatnya net income setelah pajak untuk average adalah Rp19.200 dan kalau menggunakan Vivo Rp24.000. Nah pertanyaannya, kalau dari sisi perpajakan, mana yang menguntungkan bagi institusi pajak di Indonesia?
Direkturat Jenderal Pajak, ya tentu saja DCP akan lebih senang menggunakan yang FIFO. Kenapa? Karena pajaknya lebih besar dibandingkan kalau perusahaan menggunakan average. Meskipun kalau Anda lihat net income-nya bagi perusahaan itu lebih besar FIFO, ya Rp24.000, sedangkan kalau menggunakan average dia Rp19.200.
Nah ketika harga naik, biar rata-rata akan menghasilkan saldo kas yang lebih tinggi. Ini dengan asumsi ya ketika harga-harga barang itu cenderung naik maka biar rata-rata itu akan menghasilkan saldo kas yang lebih tinggi pada akhir tahun. Mengapa?
Karena pajaknya akan menjadi lebih rendah. Tadi sudah terlihat ya pajak di Averett Cost itu lebih kecil daripada kalau menggunakan FIFO. Meskipun labanya lebih besaran menggunakan FIFO tadi ya. Nah mari kita lihat penghitungannya.
Nah disini ada inventory, gross profit. Profit, teksis, net income, kemudian return earning, dan cash. Mari kita lihat perbandingannya. Nah, kalau menggunakan effort cost, inventory-nya adalah Rp18.000.
Gross profit-nya Rp42.000, teksisnya Rp12.800, kita ambil dari slide sebelumnya. Net income-nya Rp19.200, return earning-nya menjadi Rp29.200, dan cash-nya Rp20.200. Sedangkan kalau FIFO, inventory-nya... nilainya Rp20.000, gross profitnya Rp44.000, lebih tinggi dari average, kemudian tax rate-nya juga lebih tinggi dari average, Rp13.600, net income-nya lebih tinggi dari average, yaitu Rp20.400. Tetapi kalau Anda lihat cash-nya, ternyata lebih kecil, ya itu sebagai konsekuensi ya.
Jadi net income-nya tinggi, tapi cash-nya ternyata lebih kecil atau lebih rendah daripada average cost. Dan return earning-nya lebih tinggi. Kenapa return earning lebih tinggi? Karena net income-nya lebih tinggi.
net income dengan return earning ini berbanding lurus yang Anda bisa lihat perbedaannya adalah disini bahwa kalau FIFO akan menghasilkan saldo cash akhir yang lebih rendah. Kenapa lebih rendah? Karena bayar pajaknya lebih tinggi. Itu juga bisa dianas seperti itu.
Dan terakhir di... Pembelajaran yang keempat, ada dampak kesalahan pada persediaan. Dampak kesalahan maksudnya kesalahan pencatatan. Jadi bagaimana kalau perusahaan melakukan kesalahan pencatatan pada persediaan?
Apakah pada persediaan? awal, apakah pada presiden akhir atau pada pembelian misalkan disini kita ambil contoh ketika persediaan akhirnya salah dicatat atau ditetapkan, maka dampaknya Anda bisa lihat dampak itu akan terlihat atau dirasakan atau memiliki efek pada statement of financial position atau neraca, balance sheet dan juga pada income statement atau laporan laba rugi. Nah di statement of financial position atau laporan posisi keuangan, kalau persediaan akhirnya salah ditetapkan, ya maka dampaknya nanti seperti ini.
Misalkan ya kalau inventory-nya dia understated, jadi salah ditetapkan yang lebih rendah, maka dampaknya nanti return earning-nya juga akan understated, working capital-nya understated, current ratio-nya understated. Sementara cost of goods sold-nya akan overstated. Kenapa ke-overstated? cost of goods sold-nya overstated karena ingat rumus dasar dalam menghitung persediaan akhir atau cost of goods sold yaitu persediaan awal ditambah pembelian dikurangi persediaan akhir sama dengan cost of goods sold.
Nah kalau inventory akhirnya understated atau terlalu rendah dicatat, ya otomatis cost of goods sold-nya akan overstated karena cost of goods sold dengan inventory akhir itu bertolak belakang. belakang gitu ya jadi kalau inventory-nya naik ya kos of goods sold akan turun sebaliknya kalau inventory-nya turun kos of goods sold akan naik nah maka kalau cost of goods soldnya overstated sama otomatis net income-nya akan turun understated nah untuk menentukan ini saran saya Anda bisa menggunakan contoh angka gitu ya Anda bikinlah contoh-contoh angka sendiri dan kemudian Anda bisa melihat ya dampak-dampak tadi dengan cara menggunakan melihat arusnya saja atau alurnya maaf alurnya dari inventory dampaknya keretaan aning bagaimana dampak ke working capital atau model kerja seperti apa kemudian kalau Anda ngitung current ratio asumsinya Anda sudah tahu ya tentang rasio-rasio ini dampaknya seperti apa jadi saran saya adalah coba gunakan contoh angka. Nah pengaruh kesalahan pada laba bersih dalam satu tahun akan saling memperbaiki atau bisa sebut dengan counter balance di tahun berikutnya. Namun laporan laba rugi ini akan salah saji untuk tahun, maaf untuk kedua tahun tersebut.
Nah pembahasan detail tentang ini nanti akan ada di chapter akhir dari buku Intermediate Counting ini pada saat kita membahas tentang kesalahan dalam akutansi. Nanti akan dibahas kembali. Nah ini contoh pertanyaan akhir yang salah ditetapkan.
Pada akhir tahun 2019, YC chain, mengecilkan ya, tanda kutip ya, bukan bermaksud ingin mengecilkan secara harfiah, bisa juga sengaja, bisa juga tidak sengaja begitu maksudnya, persediaan akhirnya sebesar 10 ribu semua item lainnya sudah ditetapkan dengan benar, jadi cuma persediaan akhir saja, nah ini tadi yang saya bilang angka, Anda bisa bikin angka sendiri gitu ya, untuk melihat dampak yang tadi atau Anda bisa juga lihat ini sini Anda bisa lihat di tahun ini yang in correct recording ya yang dicatat salah-salah dan ini yang seharusnya yang correct recording eh Hai kesalahannya di tahun 2019 ya tadi ya 19 dan 20 ini ada revenue-revenue sama kemudian ada kos penghitungan kosobusul yaitu persediaan awal ditambah pembelian dikurangi dengan inventory akhir sama dengan kosobusul nah disini inventory akhirnya dikasih tanda bintang ya, karena tadi ada kesalahan atau understated ya, dikecilkan. Nah ketika dia understated, maka otomatis ini akan terbawa ke tahun 2020 sebagai persediaan awal gitu. Nah ini dampaknya gitu. Jadi understated pada ending inventory tahun 2019 itu akan menjadikan understated inventory awal tahun 2020. Nah di tahun 2019 gross profitnya 50. ada expenses sebesar Rp40.000 dan net income-nya Rp10.000.
Nah, di tahun 2020 kondisinya akan seperti ini, gross profit-nya Rp60.000, kemudian expenses-nya Rp40.000, dan kemudian net income-nya Rp20.000. Sehingga totalnya... kalau Anda lihat Rp30.000, yaitu Rp10.000 dan Rp20.000. Maka secara total sebenarnya enggak ada masalah. Jadi in total di tahun 2019 dan 2020 sebenarnya enggak ada masalah.
Ya tentu saja menjadi masalah kalau kita lihatnya per tahun, apalagi kalau... kita kaitkan dengan aspek perpajakannya. Nah kalau kita hitung misalkan yang benar gitu ya, jadi correct recordingnya, ending inventory aslinya adalah 30 ribu ya maka Anda bisa lihat di tahun 2019 harusnya net income-nya 20 ribu dan di tahun 2020 net income-nya adalah 10 ribu ada perbedaan ya, jadi perbedaan per tahun tapi in total dia sebenarnya sama-sama sama Rp30.000.
Nah, bagaimana kalau kesalahannya terjadi di pembelian dan juga di persediaan, baik persediaan awal atau mungkin persediaan akhir yang salah. Nah, ini lebih rumit lagi. Jadi, Anda juga bisa menggunakan contoh angka, bagaimana kalau pembeliannya over atau understated, dan sekaligus persediaannya juga over atau understated.
jadi ada kesalahan nah penetapan angka yang terlalu rendah tidak mempengaruhi harga pokok penjualan dan laba bersih ini keterangan ya karena kesalahan tersebut bersifat saling hapus atau offset jadi otomatis terperbaiki ya jadi kalau tadi nyebutkan counterbalance otomatis terperbaiki kalau disini offset karena dia langsung saling silang karena pembelian dengan persediaan kan saling terkait ya di statement of financial position dan inventory-nya understated, maka kalau pada saat yang sama persediaannya juga keliru, jadi sama-sama salah, maka tidak ada dampak terhadap return earning, tidak ada dampak terhadap working capital. Tapi untuk accounts payable-nya tetap understated dan current ratio-nya menjadi overstated. Kenapa kok overstated? Karena inventory-nya tadi berbeda.
Kemudian untuk income statement, pembelian Pembeliannya tadi sini understated, ya tidak ada dampak baik terhadap cost of goods sold maupun net income. Kenapa? Karena tadi sekaligus ya pembelian dan persediaannya sama-sama salah.
Ya karena kalau pembeliannya understated, kemudian persediaan overstated, dia otomatis tadi istilah set off. Nah maka dampak terhadap cost of goods sold dan income-nya tidak ada. Nah kalau net income tidak ada, otomatis return lending-nya juga tidak ada.
Nah Anda bisa lihat. Saya lihat di sini ending inventory-nya di sini understated. Jadi untuk memastikan ya tentu saja Anda akan lebih baik menggunakan contoh angka ya. Dan Anda akan bisa melihat dampaknya seperti yang ada di slide ini. Saya kira itu materi bab delapan yang bisa saya sampaikan.
Dan saya kira itu dulu Anda bisa perbanyak pelatihan untuk memperdalam materi ini. Dan kita ketemu lagi di materi berikutnya. Sampai jumpa. Sampai jumpa.