Halo, nama saya Dwi Kaputra dan kalian sedang menyaksikan Dwi Ka's Days of Decency, Dissent in the Workplace. Bicara mengenai desensi atau kelayakan atau kepantasan di tempat kerja mungkin khusus untuk konten yang kali ini saya tidak akan membahas hal-hal yang obvious maksudnya Seharusnya saya tidak akan membahas mengenai hal-hal yang memang sudah tercatat di peraturan hukum positif atau sudah tercatat di peraturan perusahaan, kebanyakan perusahaan, atau mungkin yang memang sudah memiliki norma-norma moral sendiri. Saya akan membahas khusus mengenai kepantasan terutama terhadap perusahaan, terhadap rekan sekerja, dan terhadap pekerjaan dan tanggung jawab yang kita membahas. Menjadi layak di tempat kerja tentunya tidak lepas dari menjadi layak dengan sesama teman-teman, sesama rekan kerja, kolega, atasan maupun bawahan.
Dan ketika kita bicara tentang kepantasan, yang sekali lagi harus kita ingat adalah kita berhadapan dengan manusia. Empati tetap menjadi satu bahan atau ingredient. yang tidak bisa lepas dari kehidupan bekerja sehari-hari. Terlebih di masa seperti sekarang, di saat masih ada yang WFH atau work from home, atau mungkin work from office, yang sebelumnya kita sebut sebagai work aja gitu sebetulnya, dan secara bergantian gitu ya, atau bahkan sudah ada yang full bekerja dari kantor.
Menjadi pantas atau decent berarti kita memikirkan akibat dari tindakan kita terhadap teman-teman kerja kita, terhadap kantor tempat kita bekerja dan juga terhadap atasan atau bawahan kita dan terhadap pekerjaan yang kita lakukan sesederhana dari ketepatan waktu apakah kita sudah berhasil menjaga ketepatan waktu kita terhadap perjanjian yang sudah dibuat terhadap janji meeting yang dibuat terhadap terhadap Komitmen-komitmen yang sudah terlebih dahulu dibuat, misalnya jam berapa harus selesai, jam berapa harus dikirim, dan lain sebagainya. Karena mungkin yang sering tidak kita sadari adalah efeknya bisa sampai berefek domino. Keterlambatan kita dalam masuk ke sebuah meeting, dapat menyebabkan meetingnya terlambat selesai, meeting yang terlambat selesai bisa membuat meeting berikutnya semakin terlambat, dan seterusnya, dan seterusnya. Dan ketika kita bicara mengenai ketepatan waktu, setiap orang memiliki lini masanya masing-masing.
ada sebuah aturan atau ada sebuah setting yang sudah mereka buat terhadap waktu mereka di hari tersebut menjadi layak dan pantas, menjadi decent. Salah satunya adalah bagaimana kita bisa menghormati dan menghargai lini masa yang sudah dibuat oleh orang lain dengan berbagai pertimbangan, dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Terutama jika sudah kita patuhi bersama atau sudah kita sepakati bersama sebagai sebuah komitmen. Selain itu mengenai kepantasan di tempat kerja. juga seringkali tidak lepas dari workload atau beban pekerjaan.
Tentunya sebagai atasan atau sebagai bawahan, workload menjadi sebuah hal yang sering dijadikan alasan. Alasan apa? Mungkin alasan keributan, mungkin perdebatan, argumen, atau mungkin hanya alasan untuk membicarakan di belakang. Akan tetapi sebetulnya workload atau beban pekerjaan ini adalah sesuatu yang datang sebagai tanggung jawab dan sebagai konsekuensi dari jabatan atau posisi di kantor. Tentu saja pada saat adanya transfer atau perpindahan workload tersebut, walaupun tanggung jawab itu tetap harus dijalankan.
Maksudnya gimana? Sebagai seorang bawahan, ketika memang menerima workload yang berlebihan misalnya, sehingga tidak mampu dikerjakan, juga menjadi sebuah... hal yang wajar harusnya diwajarkan untuk dapat berbicara dengan atasannya bahwa ini memang sesuatu yang tidak bisa saya selesaikan dengan maksimal dan tugas dari seorang atasan pun pertama tentu saja sebetulnya adalah mengenali betul bawahan-bawahannya, mengenali betul anggota timnya, sehingga mengetahui kapasitas masing-masing dan apakah mereka masih memiliki kemampuan untuk diberikan pekerjaan berikutnya. Tapi jikalaupun misalnya silap dan sudah terlanjur memberikan sesuatu yang berlebihan, harus bisa menerima masukan dari bawahannya bahwa ada kemungkinan hasilnya tidak maksimal karena sudah over capacity dan bisa jadi efeknya adalah harus siap untuk melakukan pendampingan atau penyertaan dan ini adalah sebuah common sense ini adalah sebuah disensi yang kepantasan yang sebenarnya akan membuat Teman-teman yang lagi denger ini mungkin mikir, ya iyalah masa mikirnya nggak gitu sih?
Tapi sejujurnya seringkali saya temukan terjadi. Dari curhatan-curhatan teman yang bekerja, maupun dari pengalaman-pengalaman saya bekerja sebelumnya, dan lain sebagainya, saya melihat betul bagaimana hal itu terjadi, dan bisa dibilang mungkin itu salah satu faktor terbesar. sebuah tempat kerja menjadi tempat kerja yang tidak menyenangkan.
Dan ketika kita bicara relasi atasan dengan bawahan atau relasi pemimpin dengan anggota tim, ada satu hal yang mungkin menentukan salah satu faktor yang cukup... cukup menentukan kelayakan dari sebuah tempat kerja, yaitu safe space atau ruang aman. Seaman dan senyaman apakah atasan dan bawahan dapat berkomunikasi? Sebagaimana jauhkah sebagai bawahan dapat menyampaikan keluhan atau masukan kepada atasan? Dan bagaimana caranya atasan dapat merespon?
Ketika keamanan dan kenyamanan tersebut sudah tidak terpenuhi, sebuah tempat kerja... sepertinya tidak bisa lagi disebut sebagai tempat kerja yang layak karena setiap hari kita akan selalu berkenu dengan orang-orang yang sama setiap hari kita selalu akan berinteraksi dengan orang-orang yang juga sama Bahkan tempat kerja yang ganti-ganti karyawan setiap hari pun pasti akan bertemu dengan sebagian besar orang yang sama lah. Dan ketika tidak ada interaksi yang aman, tidak dirasa sebagai sebuah tempat yang nyaman dan aman untuk berinteraksi, tentunya sudah kehilangan privilege-nya untuk disebut sebagai sebuah tempat kerja yang layak. Dan mungkin hal terakhir yang... Saya ingin tekankan kembali mengenai kepantasan di tempat kerja.
Sama seperti episode The Days of Distancy sebelumnya mengenai disinti jalan raya. Try to think about, kalian mau gak di posisi itu? Berempati itu kan tentang bagaimana kita menempatkan diri kita di posisi orang lain.
How we put ourselves in somebody else's shoes. Semua atasan harusnya pernah jadi bawahan. Ya mungkin kecuali beberapa circumstance tertentu lah. Dan seharusnya ketika kita mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan di saat kita menjadi bawahan, ketika kita menjadi atasan, mentalitasnya bukanlah mentalitas balas dendam, tapi mentalitasnya adalah dalam mentalitas restoratif yang memperbaiki bahwa seharusnya perlakuan yang saya terima sebelumnya tidak saya lakukan kepada generasi berikutnya. Mungkin itu saja dari saya sebagai bahan perenungan bersama.
Saya Dwi Kaputra, sampai jumpa di DwiKast Days of Decency episode berikutnya. Thank you.