Intro Jadi yang jelas bahwa kecintaan saya kembali ke hutan itu karena memang saya orang hutan Saya orang hutan jadi seharusnya saya kembali ke hutan. Saya punya kerinduan supaya bagaimana hutan alam ini selalu terjaga. Karena artinya pada prinsipnya ketika hutan ini lestari masyarakat menurut sejahtera.
Nama saya Nason Sapolete, biasa dipanggil Sony. Dan saya lahir di Mesihulan, 14 Januari 1971. Awalnya itu, saya punya aktivitas itu sebagai petani. Tapi sebelum itu orang tua saya itu dulu itu pemburu.
Dan beliau itu punya aktivitas selaku pemburu orang pertama lah. Kalau mau dikatakan orang pertama di sini yang untuk pemburu burung, satwa itu beliau. Dan setelah itu dilanjutkan dengan kakak saya.
Sebelum saya menginjak kaki saya di SMP, itu saya sudah mulai ikut-ikut dengan orang tua saya, dengan kakak saya itu di usia 5 tahun. Saya sudah mulai beraktivitas, tapi saya belum bisa manjat pohon saat itu. Hanya sudah belajar-belajar untuk membuat jerat, belajar untuk taruh jerat di pohon pupaya atau pohon pisang. Di tahun 1987, saya mulai belajar.
Belajar untuk mau berburu. Tapi saat itu kita berburu harus manjat pohon yang tinggi-tinggi seperti ini. Karena kakak tua itu tidak pernah tidur di pohon-pohon yang pendek, tidak pernah.
Semuanya di pohon-pohon yang tingginya, palingan yang paling minimal itu 30 meter. 30 meter ke atas. Nah disitu saya sudah belajar naik dari kakak saya. Cuma trik untuk perburuan itu saya belajar dari bapak saya, tapi untuk yang manjat di pohon besar ini dari kakak saya.
Jadi sepertinya ada warisan turun-temurun untuk kita punya proses perburuan ini. Dia ada di mulut sarang itu. Sementara di mulut sarang itu. Sini.
Oh, di sini. Ini. Bisa lihat aja dengan ini. Di atas pohon yang ini.
Nah, di tahun 2003 itu, di situ kebetulan sekali ada salah satu LSM asing. Yang bekerja sama dengan LSM lokal, yaitu Yayasan Walasia, yang pendirinya adalah Bungu Cesar Lopasa, dia merekrut kita masuk ke PRS saat itu. Nah sudah, saya, kakak saya, dan juga ada beberapa teman yang termasuk dalam kelompok pemburu, kita masuk kerja di situ.
Kita ada total saat itu ada tujuh orang. Saat itu kita sudah kerja, tapi pemikiran kita itu tidak fokus untuk ini pusat rehabilitasi. Kita lebih cenderung untuk berburu. Nah, waktu berjalan-berjalan-berjalan, nah sudah, semakin lama tamu semakin datang-datang terus.
Nah, di situ lama-kelamaan pemikiran kita itu sudah mulai, agak mulai hilang dari kita punya aktivitas itu. Dengan berjalannya waktu, akhirnya saya punya rencana untuk ke depan bagaimana saya harus lakukan sesuatu terhadap lingkungan ini. Oleh sebab itu, secara perlahan-lahan kita mulai, mulai stop dari kegiatan kita. dan kita lebih fokus untuk kita planning bagaimana untuk ke depan kita harus buat apa dan bagaimana caranya.
Saya buat observasi dulu terkait populasi satwa yang ada di sini dengan kondisi lingkungan atau hutan yang ada di sekitar sini. Bahkan saya langsung mulai bicara ke orang tua saya dan adik-adik saya, kakak saya. Saya bilang bahwa kita punya areal yang ada yang sekitar 12 hektare ini. Kalau bisa jangan kita buat kebun lagi.
Cukup yang sebatas yang orang tua kita sudah tanam apa itu saja. Mungkin ke depannya saya ada berusaha untuk bagaimana kita harus menjaganya dan merestorikannya. Tujuan saya itu saat itu adalah bagaimana kita menjaganya supaya bisa jadi satu kawasan masyarakat sebagai hutan percentuhan konservasi.
Nah, di tahun 2018 disitulah berdiri organisasi saya. Dan saya mulai pertama kali saya mendirikan organisasi saya dan saya bermitra langsung. Saya buat permohonan ke Balai Konservasi, yaitu Taman Nasional Manusela, untuk saya bermitra.
Dan ya, syukur Alhamdulillah mereka langsung respon saya. Mereka terima saya dengan apa yang saya punya program ke depan itu. Mereka terima saya dan sudah kita jalan. Tapi sebelum itu...
Dulu, waktu proses perjalanan kehidupan saya untuk berburu, di tahun 2005 itu pernah saya ditangkap oleh Taman Nasional Manusela dan saya dipenjarakan sekian bulan. Di Taman Nasional Manusela. Saya menjalani hukuman selama kurang lebih tiga bulan ya, ya, sekitar itu. Saya keluar dan saat itu saya pikir mungkin, ya inilah imbas daripada saya punya keserakahan dengan keluarga saya.
Dari situ saya mulai rasa... dimana saya terpanggil. Dan saya jalan-jalan kerja dengan teman-teman.
Sampai di tahun 2018 itu saya punya niat untuk mendirikan organisasi saya. Dan ya, sekarang ya mungkin saya pikir lewat organisasi itu sekarang udah mulai sepertinya ada tanda-tanda tapi belum, belum maksimal. Dan itu tujuan saya itu bukan ke pribadi saya atau organisasi. Tapi Kerinduan saya, kerinduan saya itu bagaimana supaya dia bisa berimbas ke masyarakat secara umum.
Itu tujuan saya. Jadi mungkin yang sekarang saya lakukan adalah bagaimana saya harus punya satu konsep, yang bagaimana saya harus merubah pola pikir masyarakat itu dan saya harus pakai strategi apa. Jadi saya berusaha bagaimana cara dengan kehadirannya tamu, saya ajak tamu masuk ke lokasi-lokasi warga yang masih di situ ada potensinya, seperti sarang burung.
Atau pakan burung, ya memang nanti burung-burung apa yang ke situ, ya saya ajak ke situ. Dan ketika ajak ke situ, nanti ada konstribusinya ke orang yang punya lahan. Nah itu strategi saya untuk bagaimana mau sadarkan mereka. Jadi kalau kita mau sadarkan masyarakat, katanya masyarakat awam itu susah sekali.
Jadi harus disertai dengan apa finansial, seperti itu. Tapi kalau kita cuma sosialisasi, cuma ngomong-ngomong, ya pastilah mereka tidak mau dengar. Mereka mau perlu tuh lihat, oh apa yang kamu ngomong ini apa.
Artinya, impasnya apa? Kan gitu. Jadi saya mendirikan komunitas saya itu namanya Murite. Murite ini nama tempat.
Lalu disambung dengan Birtuacing, artinya tempat murite untuk pengamatan burung. Jadi namanya Murite Birtuacing, itu nama komunitas saya. Di sini yang saya lebih... Prioritas yaitu untuk satwa, khususnya burung-burung paru bengko ya.
Karena itu merupakan salah satu jenis satwa burung paru bengko di sini yang menjadi endemik Pulau Seram adalah keketua malukensis. Itu yang sekarang saya lebih prioritas untuk mempertahankan dia punya... Kestabilan dia punya populasi.
Karena kesian, yang sekarang jadi target perburuan adalah kakak tua, bukan yang lain. Tapi cuman kesian, disini kan di dalam area 12 sektar ini yang ada cuman 3. 3 sarang kakak tua yang ada. Jadi, yang jelas bahwa kecintaan saya kembali ke hutan itu karena memang saya orang hutan. Saya orang hutan, jadi harus saya kembali ke hutan untuk melihat hutan.
Jadi memang, kalau saya mau cerita tentang... Hutan itu sangat menyentuh sekali dengan kehidupan. Karena memang dari datuk-datuk kita, turun-temurun kita adalah memang kasta lipuhu. Yang kehidupan, kisah rian kita itu adalah cuma di hutan.
Kita punya kehidupan yang ada di dalam hutan ini. Sebab itu saya ingin sekali, dan ini bagian dari saya menubuh segala kisah kakak. Saya dengan keluarga saya dari masa lalu Jadi kalau tempat tidur ini dia hanya untuk tidur pak?
Ya, dari ini kalau dia waktu belum musim berkedur dia tidur disini Nanti ketika dia sudah pada musim berkedur dia akan tidur Jadi saya berharap ya mungkin kita semua umat ya Baik itu orang tua, anak muda Ya anak-anak usia dini, saya berharap bahwa kita semua punya konsep yang sama untuk mempertahankan keuntuhan daripada ekosistem di sekitar-sekitar. Karena ketika hutan ini sudah tidak ada lagi, berarti yang pertama, satu-satu mau dikemanakan dan di situ bencana akan melanda. Jadi saya punya pesan mungkin kepada semua orang ini, ya anak-anak bangsa. Kita semua harus berperan penting dalam melihat hal ini.
Jangan kita duduk di petang, apalagi ke instansi-instansi pemerintah yang terkait, maksudnya di balai-balai konservasi. Karena itu menjadi satu tekanan saya ke pemerintah, untuk mereka harus lihat ini. Jangan mereka harus hanya duduk diam, duduk manis, cuma merancang, tapi tidak bisa eksekusi. Itu pesan saya.