Ketika kakek berada di perbatasan, tiba-tiba dari sana muncullah pasukan Gurga yang datang dari Inggris membela Malaysia. Kakek dan sukarelawan lainnya menyelindap lapulak, susup sasap, sembunyi-sembunyi. Para sukarelawan. bertempuh di perbatasan Tar! Pasukan Gurga itu orang dari Nepal atau India.
Yang mukanya itu hitam dan kumisnya tebal. Kek, aku ingin tidur di bawah, di kamar kakek. Tidurlah, boleh. Terus, Gurga udah tak ada di sini kan, kek.
Ah, Salman. Ceritanya kita sambung besok malam Hai Allah anak-anak ini peta negeri kita Indonesia apa anak Indonesia hai hai Kita berada di pulau Kalimantan. Apa? Kalimantan.
Dusun kita di mana, Bu? Dusun kita berada di garis terluar Indonesia. Tepatnya berada di antara perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Rumah Pak Kepala Dusun di mana, Bu? Rumah Kepala Dusun pasti ada di peta dusun kita. Tapi petanya belum sempat dibuat. Hah, saya tahu. Hah, pasti di sini.
Sudah, sudah, sudah. Lizard, duduk. Penduduk Indonesia itu berjumlah 230 juta jiwa. Banyak ya?
Bu, penduduk dusun kita ini berapa? Pasti, belum sempat dihitung Salman. Karena belum sempat dihitung, maka tugas Lizzy untuk menghitungnya. Cuma mana?
Setuju? Setuju! Saya lagi, saya lagi.
Baik Bu. Upahnya ada 20 ringgit. Tenang, Hai Sampai jumpa lagi, Pak Cik. Intro Kiara, mau kerja kan ini ya? Iya, Coba, keluarkan PR-nya.
Tunjukkan pada Ibu gambar bendera negara Indonesia, sang saka merah putih. Ibu! Ibu! Ya, semua benar. Putihnya lah benar semua, tapi yang paling benar punya salina ya.
Merah di atas, putihnya di bawah. Coba aja, Lai! Bagaimana? Kalau hujan, kau ganti saja benderanya dengan daun ubi.
iya bu eh salam terima kasih ya duitnya udah kau kasih pak gani? sudah bu untukmu Dan ini hadiah untuk Salina adikmu. Karena tadi di kelas dia menggambar bendera merah putih dengan benar. Ibu contohkan ya.
Waktu di sekolah, dari mana adik tahu bendera merah putih? Dikasih tau kakek. Kakek? Ya, sebentar ya. Ada yang aku nak bicarakan.
Alhamdulillah ya, pedagang di Malaysia itu sangat menguntungkan. Baru aja setahun saya tinggal di sana. Saya udah punya kedai. Nah, sekarang nih, saya bermaksud untuk mengajak ayah dan anak-anak pindah ke sana.
Mengapa tak sekalian kau pindahkan kuburan emakmu dan kuburan bini kau itu ke Malaysia? Bukan begitu maksud saya ya. Eh, Haris. Sejak tahun 65, aku sudah berperang melawan Malaysia. Sekarang kau suruh aku nak pindah ke sana?
Tidak. Sekarang ini bukan lagi tahun 65 ya. Semua orang bebas berdagang di mana, Jack. Kalau bolehlah semua orang berdagang di mana saja, kenapa harus berdagang ke Malaysia?
Ya, ya sudah. Kalau ayah tak mau tak apa. Biar saya ajak anak-anak saja ya. Assalamualaikum.
Waalaikumsalam. Ayah. Salina.
Ayah. Salman. Sebentar ya, sebentar.
Apa yang ayah bawa? Ini belum seberapa. Kalau nanti kalian ikut pindah, ayah belikan yang lebih dari ini.
Kau Salina, nanti ayah akan belikan poneka yang besar. Dan kau Salman, nanti ayah akan belikan pistol-pistolan. Coba.
Nah, tidak seperti ini. Nanti ayah belikan pistol-pistol yang original. Kita mau pindah ke... Ya, kita pindah ke Malaysia. Sebentar ya.
Malaysia itu negeri yang makmur ya? Negeri kita lebih makmur, Haris. Jakarta yang makmur, bukan di sini.
Kita ini di pelosok Kalimantan, siapa yang peduli? Haris, mengatur negeri ini tidaklah mudah. Tidak semudah membalik telapak tangan, tahu kau? Tapi apa yang ayah harapkan dari pemerintah? Mereka tidak pernah memberikan apa-apa untuk ayah yang pernah berjuang di perbatasan.
Aku mengabdi bukan untuk pemerintah, tapi untuk negeri ini, bangsaku sendiri. Sekali lagi ya, aku cuma ingin mesejahterakan ayah, membahagiakan anak-anak ya. Dan aku, aku sudah menikah dengan perempuan Malaysia ya.
Apa maksudmu? Ya, supaya segala sesuatunya jadi mudah, saya harus jadi warga negara sana ya. Ya! Di sana ayah akan mendapatkan perawatan kesehatan lebih baik Anak-anak bisa bersekolah lebih tinggi Dan kita bisa tinggal di tempat yang lebih layak Tidak macam di sini Ya! Pak Gani gak ikut?
Pak Gani dengan siapa disini? Sama Pak Gani Kepala Dusun Sama Bu Astuti Pak Lanyong Lizet Pak Gaok Dan seluruh warga negara Indonesia yang ada disinilah Kalau kakek disini, saya juga disinilah. Kalau kau tak ikut, kau tak dapat pistol-pistolan.
Aku nggak mau kalau bantai ikut. Eh, nanti abang menyusul sama kakek. Abang, ini untuk Abang.
Hai bukanlah hutan hanya kolam susu Hai bandara cukup hidup ini hai hai Ya, terakhir ini. Hah! Terima kasih, Mas.
Pak, bisa saya tolong pak? Eh, boleh. Mau dibawa ke mana pak? Ke rumah kepala dusun, kamu tahu?
Oh, rumah kepala dusun. Saya tahu. Satu, dua, tiga, empat, lima.
Bukannya dua puluh. Dua puluh? Hah. Boleh, yaudah.
Ya, itu ringan. Nih, kamu bawa ini juga ya. Wah.
Kuat nih bawah ini. Kuat, Pak. Nanti ya. Ayo.
Dede, tolong dede. Cakut, cakut. Tuh, pasnya tetap 20 kan?
Hebat, kuat. Ini duit bapak saya tukar dengan ringgit ya Haa ini baru duit Ringgit tuh? Ini mah Indonesia kan?
Iya, tapi disini mereka pake ringgit Malaysia Kenapa bukan rupiah? Karena warga dusun disini berdagang ke perbatasan Indonesia-Malaysia Mereka juga beli pake ringgit Wah Bahaya. Bahaya? Kenapa, Kak?
Ya, bahaya. Nanti lama-lama mereka merasa bukan dirinya orang Indonesia. Memang udah banyak yang pindah jadi warga negara Malaysia. Kenapa dibiarin?
Siapa bisa melarang? Kamu guru, kan? Iya.
Nggak mengajarkan nasionalisme? Nasionalisme? Saya ini guru kelas tiga dan empat. Saya baru dua bulan ngajar di sini. Kamu ini intel.
Saya dokter. Dokter Rintir? Dokter Rintir, ha! Saya Lizet. Ini Bu Astuti yang biasa ngajak saya sehari-hari.
Astuti? Nama saya Anwar. Oh, iya, iya, iya.
Saya dokter pengganti......Dokter Rukma. Yang baru meninggal. Sebelumnya tugas di sini.
Pak Ani! Dokternya sudah datang! Namanya Dokter Rintir! Hehehehe, wah wah wah wah Wah hahahaha Halo pak Dokter Imtel, saya Gani Kepala dusun disini Aduh, tak lama lagi hujan nih Hah, silahkan masuk Oh iya Pak Gani, Pak Gani tolong Pak Gani. Pak Gani tolong.
Pak Gani, tolong Pak Gani. Tolong Sophia Pak Gani. Sophia sakit semakin parah Pak Gani.
Iya, iya sebentar Wak. Saya kasih tau dokter Intel. Ya, sebentar.
Dokter. Pak dokter. Ya.
Tolong ada yang sakit. Oh, iya. Terus di buk Iya pak Pak Dutut, tolong pak Dutut Tolong Supia pak Dutut Dia sakit, sakit parah Pak Tolonglah pak Tolonglah Supia pak Barunya beberapa hari dia sakit pak, tapi dia udah kering pak Dia satu satu yang terbaik disini pak Pak tolong pak Loh, istri bapak mana?
Aku pula, bapak nanya-nanyakan dini saya. Tadi katanya Sofia sakit. Itu, Sofia. Sofia. Sapi?
Iya, Sopya. Wah. Pak, saya tuh bukan dokter hewan ya. Pak, tolonglah pak.
Tolonglah, Sopya. Kala udah puputa-puta, pak. Macem remaji, pak.
Tolong, Sopya, pak. Tapi gini pak, saya itu biasanya nolong orang Ini juga obat buat orang Bukan buat hewan pak Pak Gani Tolonglah pak Gani Supia harapan keluarga kami pak Gani Sabar lho Dokter Rintel, tolonglah, tolong sembuhkan Sofia. Gini Pak Gani, kalau misalnya Sofia jadi tambah sakit, siapa yang mau tanggung jawab, Pak? Tuh, dokter, dokter, bantuin. Saya jamin tak akan ada keluarga Sofia yang akan menuntut dokter.
Iya. Tahun 1963, Malaysia melanggar perjanjian Manila dan menghina bangsa kita, Indonesia. Gambar Bung Karno dikoyak-koyak.
Lambang Garuda ditijak-tijak. Oleh karena itu, Bung Karno menyatakan perang yang disebut dengan Operasi Duikora. cobalah kau pindah picitnya dari sebelah kiri nih oke kek ah kek mau minum ke? nih kek kek kek apa kek?
Ada apa, Man? Sakit. Siapa yang sakit, Man? Sapi apa kambing?
Kakek saya yang sakit. Mak, bentar, sebentar, sebentar ya. Tunggu ya, tunggu, tunggu.
Iya, iya. Tenang, tenang, tenang, Man. Tenang, tenang sama.
Dokter ini akan mengobati kakekmu. Ya? Yuk, Sebelumnya pernah periksa ke rumah sakit, Pak?
Jauh dan mahal, dokter. Dari sini, perahu 200 ringgit. Pergi balik, 400. Belum lagi obatnya, dokter. Kalau gitu, ini saya kasih obat. Tapi sifatnya hanya sementara ya, Pak Azim?
Jangan dipaksain untuk kerja berat. Saya kasih obatnya ke Salman, Pak. Salman, ini obat kakek.
Nanti kamu ingetin kakeknya supaya minum obat tepat waktu ya. Terima kasih, dok. Ya.
Jangan lupa! Kalman, 400 ringgit, Liz. Aku harus dapat 400 ringgit.
Aku harus kerja, bukan main bola. Bagilah, bagilah, bang. Bang, bang, bang. Cepat, cepat. Selanjutnya, selanjutnya.
Terima kasih ya. Bu. Ya? Oh, pekerja apa yang bisa dapat duit banyak dan cepat? Duit banyak itu berapa, Saman?
Oh, 400 ringgit, Bu. Ya kalau begitu kita harus kerja keras, nabung. Apa 400 ringgit? Terima kasih telah menonton Terima kasih telah menonton Jangan lupa like, share dan subscribe Pak! Apa?
Itu merah putih Kutahu ini warnanya merah Ini warna putih Nah ini kuning Ini hijau Ini warna coklat Merah putih itu, menerai Indonesia, Pak. Ini kan kain pembungkus dagangan aku. Ini penerai pusaka. Ini, mandau pusaka kakek aku. Pergi, yuk.
Ke, dadanya masih sakit ke? Minggu depan saya akan bawa kakek ke rumah sakit. Cukup dipicit kau, Jak Salman.
Nyuri dada kakek ini sudah terasa nyaman. Saya akan cari ayah. Suruh dia bawa kakek ke rumah sakit. Yuk, kek.
Tak usah lah. Nanti kakek dibawa ke rumah sakit di Malaysia. Di sana dah tak ada guru kakek.
Kan kata kakek, mereka dah balik kampung. Boma sakit? Dikopi ganti Itu gelombangnya bener kan pak? Pakai radio disini memang untung-untungan pak Iya ini dengan Gani Roger ganti Boma sakit pak Betul, ini dengan hari hati ke? Ganti.
Bantu loyang, dalam-dalam separuh mati. Ganti. Artinya, ganti. Bimbang siang, boleh ditahan.
Ganti. Hai. Pak, pak, obat saya, pak, obat saya. Cik Ros pergi ke pakan, hendak membeli ubi kaladi. Ganti.
Artinya, apa? Ganti. Bukan kurus karena tak makan, kurus karena merindu di hati.
Dikopi, hari hati, ganti. Roger. Pak, pak, tanyain obat saya pak.
Penting nih, Pak Hasim lagi sakit pak. Pak Gani, ada kabar baik? Ganti kabut, ganti.
Hahaha, aaaa, iiih, tuntak, Halo? Halo, baik. Aku mau kenalan.
Oke, oke, oke. Halo, dokter, denger. Disini ini sinyal memang lemah dokter Eh, Bu Astuti nonton juga Cari signal, urusan penting buat obat-obatan Maaf ya semuanya, maaf Mari Bu, cari signal dulu Maaf Dokter Gunawan, halo dokter denger suara saya? terjelas?
dokter, dokter Anwar saya tuh disini lagi susah sinya halo, halo dokter halo saya butuh supply obat-obatan ya sebentar lagi habis saat tolong dikeluar Dokter, dokter, dokter, penawan. Ya, samponya boleh, sampo, sampo boleh, boleh, boleh, sampo. Ya, ya, saya...
Halo? Ya, ya, langsung dikirim, ya. Ya, di tempat... Halo? Selamat pagi Eh cepat lah mbak bu, usia udah dateng lah Ini buat ibu Saya tak bisa berdandan, Pak.
Gue tinggalin jalan. Ah, ah, ah. Kali ini harus dan perlu.
Karena hari Senin nanti, ada pejabat pemerintah yang datang ke sini untuk melihat sekolah di desun kita. Wah, kebetulan. Pak, kita nih perlu tambahan guru sebab murid-murid tak pernah terima materi secara lengkap. Karena gurunya saya sorang. Gitu, Be.
Selain itu, Ibu Astuti harus berdana cantik. Dan, dan murid-murid pun harus menampilkan bakat-bakatnya. Iya, Pak.
Saya akan koordinasikan umur-umur saya. Kalau Ibu perlu baju baru, sepatu baru, bisa saya belikan di kota. Tuh, Bu.
Ibu... Maksudnya, ukuran baju Ibu berapa? Ibu marah, maaf, permisi bu Apa kau pakai jenang sekolah? Kau masih sekolah ke? Iya.
Kelas berapa kau sekarang? Aku kelas 4. Kau? Juga kelas 4. Tapi dulu, kau sudah tak ada.
Mengapa? Aku sudah pandai berhitung. Jadi kata ayahku langsung ya kerja.
Ayah kau kerja apa? Pedagang? Bukan. Penganggoran. Ibu minta kalian saling kerjasama ya.
Kita tunjukkan ke mereka bahwa semangat belajar sekolah kita tak kalah dengan sekolah-sekolah di kota besar. Siapa tau Salman kemana? Tau lah. Terima kasih, Pakcik.
Oh, aku dirokok adikku Salman! Adik! Abang pindah ke sini kah? Tak, aku kerja di sini. Mana ayah?
Ayah di kedai. Jadi ke sini. Ayo ke situ. Yuk. Adik lagi makan apa tuh?
Ini sosis. Abang mau. Enak kan?
Salman Iya ya Ini nomor telepon ayah ya Nanti kau bisa minta tolong pak Gani atau bu guru Untuk telepon ayah kalau udah perlu ya Oh iya Bagaimana keadaan kakekmu sekarang? Masih sering sesak napas ya? Iya Kata dokter ini Sebenernya, sebentar, sebentar.
Pakcik, letakkan di sana barangnya ya. Eh kau tunggu pakcik jangkat barang. Bang, mau tak jumpa emak baru kita? Emak baru?
Tuh, di kedai makan. Kedai mana? Itu mak kita. Oh, yang pakai baju hijau itu ya? Bukanlah.
Yang itu, yang pakai baju merah. Iya? Kenapa? Lebih cantik adeklah. Bang.
Untungnya suami ibu gak akan ada emam berdarah. Ibu rajin-rajin aja bersihin rumah. Iya, makasih pak dokter ya. Eh, tanda nak makan dulu ke pak dokter? Oh, gak usah bu ngerepotin.
Saya langsung aja ada pasti nunggu. Wah, kalau gitu macam mana kalau bawa durian? Ah, tuh kelapa. Durian saya banyak.
Durian boleh. Pak Doktor Intel? Ya?
Bapak ini sudah kahwin atau belum? Oh, belum. Saya masih bujang kan?
Kebetulan! Anak saya pun belum. Isabella, sini lah sekalian Dorian itu dibawa.
Pak Doktor, anak saya... Aduh bu, permisi bu. Ini saya buru-buru ditunggu pasien.
Ya, permisi dulu. Permisi. Mari.
Eh, eh, eh, Pak Dokter! Tau bisa bu, terima kasih. Kalau dengan Isabella?
Kalau enggak? Buat orang lain aja bu. Dokter Amor? Bos Dutty, kenapa ada yang sakit?
Bukan, besok saya mau ke kota, nanti ambil gaji. Oh, eh duduk dulu. Ke kotanya besok?
Oh sekalian boleh ini, saya mau nitip uang. Karena saya cuma boleh beli ya. Boleh dokter, boleh. Nah saya pun nanti minta tolong.
Apa? Bang, Selamat saya ke kota Tolong gantikan saya ngajar di sekolah Saya tuh belum pernah ngajar ya Anggaplah mereka semua pasien, pasti lebih mudah Boleh Terima kasih ya Saya pulang dulu Iya Iya? Saya juga pulang. Saya disini menggantikan Ibu Astuti Karena Ibu Astuti sedang ada urusan di kota Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya terlebih dahulu Sebagian orang disini memanggil saya dengan sebutan Dr. Intel Tapi sebenarnya nama saya bukan itu Nama saya sebenarnya adalah Bapak Bener, bener, bener, ya Salman, Lizet, nah, duduk lagi semuanya.
Nah, tadi Bapak masih melihat banyak yang mendapat nilai 0. Waduh, gimana ini? Jadi, sebagai hukumannya, yang mendapat nilai 0, Bapak Hukum turun ke kelas 3. Sebentar, sebentar, tenang, Ini yang dapat nilai lebih dari 0, cuma 2 orang. Salman dapat berapa? 4, Pak. Kamu?
1, Pak. Ehm, karena Bapak hari ini pertama mengajar, dan kelihatannya juga ini bangku di kelas 3 tidak cukup, yang dapat nilai 0 semuanya Bapak ampunin, pindah lagi ke kelas 4. Ya, duduk lagi, duduk lagi. Yang tadi dapat nilai 0, pokoknya harus belajar lagi. Kan malu sama yang kelas 3, ya kan?
Jangan mau kalah. Ya, ya, kembali lagi, kembali lagi ya. Lizette, boleh kesini?
Coba kamu pimpin semua teman yang disini untuk nyanyi ya. Kita menyanyikan lagu kebangsaan kita, ya? Kalau bisa ya.
Semuanya semangat ya! Siap semua! Satu, dua, tiga! Bukan lautan, hanya kolam susu. Kair dan jalan...
Stop dulu sebentar sebentar sebentar Kenapa pak? Kamu gak tau lagu Indonesia Raya? Dulu pernah diajakan pak, tapi sekarang udah lupa Kenapa bisa lupa? Kami sama kawan-kawan udah satu tahun diliburkan sebelum Bu Astuti datang Jadi lagu nasional yang kamu tau apa?
Kolam Susu Kolam Susu? Nge-nge Yaudah boleh, itu aja lagi deh Sekali lagi nyanyi yang semangat ya. Siap semua. Siap. Bukan maupun, hanya pola susu.
Kailan jalan untuk menghidupimu. Jangan padai, jangan dombang, kau kemui. Ikan dan muda... menghampiri dirimu Orang bilang tanah kita tanah surga Tongkat kayu dan batu jadi tanaman Orang bilang tanah kita tanah surga Tongkat kayu dan batu jadi tanaman Pak, tanah kita tanah surga ya? Maksudnya itu negeri kita ini tanahnya subur, alamnya kaya raya gitu.
Tapi, mengapa ayah saya pindah ke Malaysia? Ya mungkin di sana dia hidupnya lebih senang, lebih sejahtera. Kalau begitu, tanah kita bukan tanah surga, Pak.
Gini Salman, wilayah Indonesia itu kan luas sekali ya. Kamu nggak cukup satu hari pakai perahu buat keliling Indonesia. Jadi butuh waktu lama, butuh kerja keras supaya bisa mengolah alam ini semuanya, supaya semua rakyatnya sejahtera. Udah kamu gak usah pikirin itu Kamu belajar aja yang rajin supaya pinter Nanti kamu bisa jadi pemimpin Baru kamu sejahterain semua rakyat Makanya ulangan jangan ada nilai 0 Tadi saya dapet nilai 4 pak Ah bagus Itu Itu berarti kamu bisa jadi pemimpin.
Jadi presiden? Bisa. Kalau si Linda yang dapat nilai 1? Dia itu bisa kamu angkat jadi menteri.
Kalau si Lizet dan teman-teman jadi apa? Waduh, Lizet sama teman-teman yang dapat nilai 0, jadi rakyat yang harus kamu sejahterain nantinya. Gak tau bu, mungkin intel maunya begitu.
Selamat malam. Ini ringgitnya? Oh iya.
Maaf tangan kiri. Terima kasih ya. Buah sukti, pak dokter. Ya.
Saya balik ya. Oh iya. Jati ya. Oh iya bu. Hari Senin nanti, saya mau baca puisi.
Ya, bagus Salman. Itu ya? Iya, Bu.
Salman, terima kasih ya. Iya, Pak Dokter. Kenapa tak besok pagi hijau, Dokter? Karena ya memang harus malam ini. Mengapa?
Soalnya kalau malam ini di bawah sinar obor kamu kelihatan cantik. Boleh pinjam sebentar? Tuh, di bawah sinar bulan juga kamu masih cantik.
Oh iya, maaf. Kapan nak penuh ini? Terima kasih ya udah gantikan saya ngajar dua hari ini. Oh sama-sama, saya juga seneng kok saya dapat pengalaman baru. Tapi ada yang saya agak bingung ya.
Apa tuh? Kenapa murid-murid... Itu kok lebih hafal lagu kolam susu dibandingin Indonesia Raya? Maaf, saya lupa. Loh, ibu juga lupa lagu Indonesia Raya?
Bukan. Saya lupa ajarkan mereka lagu Indonesia Raya. Sebab sekolah tuh kosong satu tahun sebelum saya datang. Tapi saya janji hari Senin nanti, anak-anak itulah hafal lagu Indonesia Raya.
Bagus, bagus. Ibu sendiri kenapa bisa ngajar di sekolah terpencil? Ada ceritanya.
Saat itu... Siapa kira-kira di antara bapak-bapak dan ibu-ibu yang bersedia ditempatkan di sana? Terima kasih, Bas Tudi. Terima kasih atas kesedihanmu.
Oh gitu, jadi ceritanya itu terpaksa ya? Oh, saya itu kemarin baru dapat kiriman. Terus saya ada hadiah.
Nah, ini. Maaf. Buat kamu. Ini buat rambut. Iya.
Terima kasih ya. Sama-sama. Kamu sendiri? Kenapa mau tugas di sini?
Oh, karena ya... Terpaksa juga ya? Oh, bukan. Kalau saya sih... Saya coba-coba aja.
Hah? Coba-coba maksudnya? Jadi kan kalau di kota saya di Bandung, itu dokter udah banyak.
Saya sempet sih buka praktek tapi pasiennya sepi. Jadi keseringan saya itu nganggur. Akhirnya saya dengar kabar kalau dokter Rukma yang tugas di sini itu meninggal. Terus mereka kan cari pengganti almarhum.
Ya saya pikir kenapa enggak saya coba-coba gitu kesini. Dan akhirnya saya ketemu sama... Banyak orang, Bizet, Salman, Pagani, kamu, dan saya jadi mencintai semuanya.
Sama kita, saya pun akhirnya mencintai semuanya. Terus masuk saya. Tuh, gak ada sinar bulan juga, kamu tetap cantik.
Hari ini kita akan belajar menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kelas 3 dan 4 wajib belajar lagu ini ya. Kalian semua harus hafal. Sekarang, kalian catat lagu ini di buku kalian ya.
Kalian juga. Pak Gani punya beneran merah putih kah? Saya kan tak punya tiang Jadi tak ada saya punya bendera. Tapi kan Bapak Pak Dusun di sini, takkan pula tak ada pejabat. Tapi saya tak pernah diberi bendera.
Cuma saya dikasih radio panggil. Nah, dipijak beli seorang. Terima kasih ya.
Saya permisi. Oh iya, iya. Bo.
Sejak operasi Dewi Korah, bendera ini tak pernah lagi dikibarkan. Nenek Salman yang menjahitnya. Di sana aku berdiri, dari Bandung ibu ku, Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah air, dari kita besar, Indonesia besar.
Untuk Indonesia raya Indonesia raya, mereka mereka Tanahku, negeriku, yang ku cinta Indonesia raya, mereka mereka Ibu Indonesia raya Indonesia raya, mereka mereka Tanahku, negeriku, yang ku cinta Indonesia ya, mereka mereka, hiduplah Indonesia ya. Bagaimana Pak? Apa?
Sangat memerlukan bantuan. Sangat. Catat.
Biar semuanya lebih sempurna, belikan baju tari dan siapkan guru kesenian. Baiklah. Demikianlah grup tari sekolah kami yang baru saja dibentuk dua hari yang lalu.
Selanjutnya, akan tampil murid terbaik kami yang akan membacakan puisi. Saya panggilkan Salman. Tanah surga oleh Salman, bukan lautan, hanya kolam susu, katanya.
Tapi, kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu. Kail dan jalah cukup menghidupimu, katanya. Tapi, kata kakekku, ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara. Tiada badai, tiada topan kau temui, katanya. Tapi, kenapa ayahku tertiup angin ke Malaysia?
Ikan dan udang menghampiri dirimu, katanya. Tapi kata kakek, alas ada udang di balik batu. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Katanya, tapi kata dokter Intel, belum semua rakyatnya sejahtera. Banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri.
catat apa pak? soret semua yang kamu catat tadi Pak, maaf pak, cuma anak kecil. Saya yakin, Bu Astuti tuh tak pernah mengajarkan hal macam itu. Mungkin dia dipengaruhi oleh dokter Intel. Ada Intel di sini?
Iya. Mana tukang perahu? Nah, itu pengmodinya pak.
Oi, pak ayo berangkat. Bentar lagi gelap, hujan lagi. Besok aja lah. Eh, ayo berangkat. Kalau bapak mau, jalan-jalan saja.
Besok jam 10 pagi pasti nyampai. Halo Oke Halo Terima kasih. Bapak, nanti kalau masih diare, setiap habis buang air besar, diminum 2 tablet aja, sampai sembuh. Ya, Bu? Bisa ganggu sebentar?
Ada apa? Apa betul kakek Saman harus dibawa ke rumah sakit? Sebetulnya iya.
Karena Pak Hasib itu butuh perawatan yang lebih serius. Saya promosi dulu ya? Iya.
Dokter Anwar? Iya? Samponya wangi.
Terima kasih ya. Sama-sama. Eh, Pak maaf, ya silahkan Ini kain, satu lima belas ringgit Dua, dua puluh lima ringgit Dua aja Pak, saya punya kain masih baru, kualitas bagus.
Cocok untuk Bapak. Bapak lebih gagal kalau mau pakai ini. Bapak enggak perlu beli. Tukar aja dengan kain merah putih itu.
Boleh lah. Saya sudah dapat duit banyak Saya ingin membawa kakek ke rumah sakit. Tak usah, Salman. Lebih baik untuk beli buku dan serekam sekolahmu, ya? Kakek?
Kakek? Kakek? Saya panggil para dokter, kakek!
Salman, cari siapa? Bu, dimana Pak Gani? Di dalam rumah dokter. Pak Gani di rumah kepala adat, di rumah bu Gauk. Kenapa, Salman?
Kakek sakitnya semakin parah, Bu. Kamu tenang ya, biar ibu jaga kakek. Sekarang, gue cepat susul pak dokter ke rumah bu Gauk ya.
Ya, Bu. Bu, saya ke rumah pak Hashim ya. Bu Gauk!
Pak Dokter Intel ada di sini. Baru ya ke rumah Pak Lanyo. Makasih, Bu.
Dokter Intel bawa ajak keluar. Kemana? Saya pun tak tahu.
Dia pun tak kabar. Pak, saya lupa pisang, Pak. Dokter! Sama? Tolong kaget saya, Dokter.
Di rumah? Iya. Dokter, pisangnya.
Nanti saya ambil, Pak. Obat yang saya taruh di bawah lidah jangan ditelan ya pak. Bu, kita harus bawa Pak Hasim ke rumah sakit sekarang bu.
Tak ada sampan yang bernih lewat malam hari. Paling besok pagi. Banyak jeram-jeram kalau kita lewat sungai itu. Bahaya untuk Pak Hashim.
Saya pernah ngobrol sama Pak Gani, katanya ada jalan pintas lewat danau. Memang jarang katanya orang yang lewat situ. Bu. Ini tabunganku. Untuk kakek berobat.
Kakek harus sembuh. Terima kasih telah menonton Salman, semoga kakek kau lekas semua ya. Terima kasih Lizet.
Rani, bisa gantikan Bu Astuti tak mengajar kami? Bisa, kalian harus belajar pantun. Anak elang terbang ke Bome, jadi doa di hati kami.
Alangkah indahnya dunia ini, jika Bu Astuti tetap mengajar kami. Kemana? Gimana? Balik, Jangan lupa like, share, dan subscribe channel ini untuk dapat info terbaru dari kami.
Daya aja gak tau, cepet-cepet. Pakai diam sekejap, tak ada apa. Pakai gak bergerak. Pakai.
Nanti saat ayah nonton bola sepak, kau duduk disini ya, sambil buat gambar. Iya, iya. Ayah menonton dulu ya.
Pasif, pasif denger saya pak, pak usahain tetep sadar ya pak, ntar lagi kita sampe pak, ntar ya Pasif, pasif, saya kasih obat di bawah lidah, jangan ditelan lagi ya pak Salman, Salman Pak Asim, jangan bicara dulu pak, istirahat aja Saya nak bicara sama cucu saya Sebentar aja pak Salman Luka Indonesia, tanah surga Apapun yang terjadi pada dirimu Jangan sampai kehilangan cintamu kepada negeri ini. Genggam erat cita-citamu. Katakan kepada dunia dengan bangga. Kami bangsa Indonesia La ilaha illallah Ntar sama-sama Hai ayah Sudah kau tak usah sedih, nanti ayah jemput.
Ayah, ayah kakek. Kakek? Kenapa kakek?
Kakek bertinggal, Ibu. Ayah pulang juga Ayah pulang ya Ayah pulang Ayah Saya akan pulang ya Saya pulang