Transcript for:
Pernikahan dan Manajemen Konflik Keluarga

Alhamdulillah wa kafa wassalatu wassalamu ala rasulil mujtaba sayyidina wa habibina wa syafi'ina wa maulana muhammadinil mustafa wa ala alihi wa ashabihi wa zhuryatihi wa kulli man ittaba'al hudan ashadu an la ilaha ilallah wahdahu la sharika lah wa ashadu anna muhammadan abduhu wa rasuluh la nabiya wa la rasulah ba'dah hadratal afadil, hadratal mukarramin yang kita ta'zimi para alim, para ulama para asadid, para ustadat, guru-guru umat semuanya yang kita muliakan Ta'mir Masjid Nurul Jannah beserta seluruh jajaran pengurus kesemuanya yang kita hormati ibu-ibu dari Ummahat Gresik Peduli yang menyelenggarakan acara pada sore hari ini para hadirin hadirat muslimin muslimat mu'minin mu'minat Semuanya yang hadir pada kesempatan sore hari ini, Rahimani wa Rahimakumullah, Uji syukur kita aturkan kehadirat Allah SWT atas rimpahan karunianya, kita dihimpun pada sore hari ini di Majelis Ilmu, di dalam rumahnya yang mulia. Mudah-mudahan setiap langkah yang kita tempuh pada hari ini menjadi penggugur dosa-dosa, peninggi derajat di sisi Allah SWT dan pemudah jalan kita semua menuju syurga. Serta duduk kita mudah-mudahan termasuk dalam sabda Rasulullah SAW إِلَّا غَشْيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَتْسُمُ الْمَلَائِكَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَقَ رَحْمُ اللَّهُ فِي مَنْ عِنْدَهُ رَاهُ مسْلِمْ عَيْهُ وَصَحِيحُ Tidak berhimpun, kata Nabi SAW, satu kaum di satu rumah, di antara rumah-rumah Allah. Lalu di dalamnya mereka membaca kitab Allah dan mengkaji isinya di antara mereka.

Melainkan keadaan mereka itu dicurah-curahi rahmat Allah. Dinaungi sayap-sayap malaikat Allah, diturunkan sakinah ke dalam hatinya, dan disebut-sebut namanya dengan bangga oleh Allah pada makhluk-makhluk mulia yang ada di sisinya. Mudah-mudahan kita mendapatkan semua keutamaan tersebut. Bapak dan Ibu yang dirahmati oleh Allah SWT, setiap rumah tangga, setiap keluarga, pasti diberikan ujian oleh Allah SWT.

Sebab keluarga, rumah tangga adalah ibadah yang paling panjang. Kalau kita melaksanakan sholat, maka dari takbir sampai salam. Kalau kita menunaikan zakat, maka setelah tercapai nisab dan haul dimiliki setahun. Kalau kita melaksanakan puasa, maka dari terbit fajar sampai terbenam matahari.

Kalau kita melaksanakan haji atau umrah, Maka dari sejak ber-Ihram, mengambil Miqab, sampai nanti Tahallul. Semuanya ada jangka waktu yang tidak terlalu panjang. Tetapi yang namanya pernikahan, ibadah yang membentuk satu keluarga, dia adalah ibadah seumur hidup.

Dari sejak akad diucapkan, Sampai ketika kemudian kematian memisahkan. Menjadikan pernikahan sebagai ibadah yang sangat panjang, penuh ujian dan tantangan. Dan karena itulah maka kita mendapati dalil di dalam hadis sahih dari Nabi SAW di antara syaitan yang mendapatkan kedudukan yang paling tinggi di antara para syaitan adalah syaitan yang berhasil memisahkan ikatan pernikahan. Jadi syaitan itu kalau orang belum menikah, godaannya didekat-dekatkan.

Tapi kalau orang sudah menikah, ujianya dipisah-pisahkan. Dalam sebuah hadis dikatakan para syaitan berkumpul dan diantara mereka terdapat pemimpinnya. Maka satu demi satu...

Setan-setan itu melaporkan apa yang menjadi keberhasilannya. Ada yang berhasil membuat orang melakukan dosa besar dalam berbagai bentuknya, A, B, C, D. Tetapi pemimpin para setan itu mengatakan, Ah itu biasa, ah itu biasa, ah itu biasa. Kenapa biasa?

Ini nanti ada catatannya menaik. Tapi begitu ada syaitan yang melaporkan saya berhasil memisahkan ikatan pernikahan antara si fulan dan fulana, maka syaitan yang berhasil memisahkan ikatan pernikahan itu lalu mendapatkan penghargaan yang paling tinggi. Kata pemimpin syaitan, ini baru syaitan.

Ini baru namanya keberhasilan. Ini baru namanya prestasi. Dulu agak lama saya mencerna, kenapa dosa yang tadi, ada dosa membunuh, ada dosa berzina, ada dosa mencuri, ada dosa meminum kamar dan lain sebagainya itu, itu dianggap biasa oleh pemimpin para syetan, sementara memisahkan seorang suami dari istrinya, memisahkan seorang istri dari suaminya, itu dianggap prestasi tinggi.

Jawabannya adalah, karena dosa-dosa tadi ketika taubatan nasuha beristighfar secara tulus kepada Allah, terhapus semuanya, Pak. Orang melakukan dosa A, B, C, D, itu ketika kemudian syaitan tadi berhasil menggoda yang bersangkutan, tapi nanti ternyata dia ikut ceramah, Tuhan Guru Satabdusomat ikut ceramah, guru kita semuanya. Gus Ali, Agus Ali Masyuri dari Sibarjo, ikut ceramah Laura Ismail Khalili dari Bangkalan.

Misalnya begitu, kemudian tersadar, lalu bertaubat, menangisi dosanya, selesai lah. Dosa itu dihapus, dan syetanya gigit jari. Tetapi ketika syetang yang berhasil memisahkan hubungan antara laki-laki dan perempuan, membuat bercerai suami dan istri ini, Prestasi, kenapa? Karena untuk memperbaiki sesuatu yang rusak ini sangat tidak mudah.

Untuk membenahi kembali suami dan istri yang sudah berkonflik, itu sangat tidak mudah. Dan itu akan melahirkan kerusakan-kerusakan yang lain. Permusuhan, anak-anak yang terlantar, tidak mendapatkan cukup kasih sayang dari orang tua, yang dengan itu akan dibukakan pintu-pintu lain.

Atau bahkan mungkin pintu zina juga terbuka, pintu si anak ini menjadi nakal, tersesat ke jalan karena tidak punya bimbingan dari orang tua, dan lain sebagainya. Jadi sudah susah diperbaiki, pintu-pintu dosa lain terbuka menjadi sangat nebar. Itulah kenapa tadi, syaitan yang berhasil memisahkan antara suami dengan istrinya, istri dengan suaminya, itu dianggap prestasi yang paling tinggi. Karena yang lain-lain tadi, taubatan nasuhah selesai, setan yang digijari, ya diampuni.

Sia-sia semua usaha saya kemarin menjurumuskan dia ke dalam dosa. Logikanya simple sekali. Logikanya sederhana sekali. Jadi, yang dosa yang ini, kerusakan yang ditimbulkan dengan memisahkan.

Seorang suami dari istrinya, istri dari suaminya ini. Ini kerusakannya susah ditambal, ini kerusakannya susah sekali dibenahi, ini kerusakannya susah sekali diperbaiki dan dia membuka pintu-pintu kerusakan yang lain. Na'udzubillah minad.

Maka menjadi tugas kita sebagai orang yang melaksanakan ibadah pernikahan, berjuang untuk memahami ilmu dalam rangka menjaga pernikahan kita. Supaya kita mencapai goals dari pernikahan. Goals atau tujuan dari pernikahan itu adalah sambutannya Allah. Kelak di syurga.

Masuklah ke dalam syurga. Kamu dan pasanganmu digembirakan, dibahagiakan oleh Allah. Itu relationship goalnya pernikahan. Jadi suami dan istri yang... Udhukulul jannata antum wa azwajukum tuhbarun Masuklah kalian ke dalam syurga Kamu dan istrimu digembirakan oleh Allah SWT Dinikahkan kembali, berkumpul lagi sebagai suami dan istri di syurga Lebih jauh Jannatu adini yadukulunaha ma'amansalahamina abaihim wa azwajihim surga agen yang kela akan mereka masuki bersama orang-orang yang berbuat amal soleh dari bapak ibunya dan juga pasangannya suami atau istrinya serta anak keturunannya sekeluarga besar masuk surga bapak ibu masuk surganya pengen sama keluarganya nanti di surga pengen istrinya masih istri yang sekarang ini Ibu-ibu pengen nanti di surga suaminya suami yang sekarang ini.

Ini saya perlu tanya, karena saya pernah dapat pertanyaan di satu negara. Ada suami istri itu bertanya, Ustaz alhamdulillah kami suami istri harmonis, kompak insyaallah sakinah mawadzah warahmat. Tapi boleh tidak ya Ustaz kami punya cita-cita, suami saya kata istrinya itu nanti cita-citanya kalau masuk surga.

Istrinya yang lain aja jangan saya, saya juga nanti kalau masuk surga suami saya jangan yang ini yang lain aja. Ini saya bingung juga ini biasanya ya kalau orang itu harmonis, sakinah wadah warahmah, kompak. Ya harusnya masuk surga sama-sama pengen jadi suami istri lagi.

Atau sudah istrinya itu saking gedeknya karena suaminya tiap kali habis mandi handoknya ditaruh di atas kasur. Saking gedeknya kalau ngambil baju, ngambil di tumpukan lemari bagian bawah, ditarik, berantakan atasnya, nggak diperbaiki. Saking gedeknya sampai pengen nanti suaminya di surga jangan yang ini.

Itu saya agak bingung jawabnya. Tapi lalu saya kemudian jawab begini, Bapak, Ibu, bagaimana kalau sekarang kita fokus dulu. pada usaha dan perjuangan kita untuk bisa masuk surga. Nanti kalau sudah sampai di surga, kita musyawarahkan lagi bagaimana baiknya. Masuk surganya belum tentu sudah ribut pengen ganti pasangan di surga nanti.

Secara umum Bapak Ibu Narmadiyahullah, pastilah orang yang masuk surga itu sangat menginginkan dia bisa bersama dengan keluarganya di dalam surga. bersama pasangannya di dalam syurga. Ada satu hadis, Nabi SAW menceritakan ada seorang yang telah dimasukkan ke dalam syurganya Allah SWT.

Kemudian dia bertanya, Ya Rabbi, dimanakah bapakku? Dimanakah ibuku? Dimanakah istriku? Dimanakah anak-anakku?

Lalu Rabb kita jelajah lalu memerintahkan malaikat untuk menjawab bahwa anggota keluarganya itu tentu amal solehnya beda level dengan amal solehnya dia. Sehingga kedudukannya di syurga juga tidak sama dengan kedudukannya dia. Maka dia lalu berkata kepada Rabb, jelajah lalu ya Allah tapi dulu saya di dunia ketika beramal soleh.

Itu tidak saya niatkan hanya untuk diri saya pribadi, tetapi saya niatkan semua amal soleh saya itu untuk diri saya, untuk bapak saya, untuk ibu saya, untuk istri saya, untuk anak-anak saya semua ya Allah. Maka Robb kita yang mahatau memerintahkan, himpunkan anaknya, istrinya, bapaknya, ibunya, bersama dengan dia di dalam syurga yang sama. Jadi nekmat itu tidak akan sempurna kalau tidak kita nikmati bersama orang yang kita sayangi. Itulah kenapa goals kita semua tadi Dalam berkehidupan rumah tangga, ibadah yang paling panjang adalah supaya sama-sama masuk surga. Sekeluarga ke surga, menjadi suami istri di surga.

Tenang bapak-bapak, ibu-ibu nanti kalau masuk surga, cerewetnya berkurang, Pak. Di dalam surga itu tidak ada ucapan-ucapan yang tidak berguna. Tidak ada pertengkaran-pertengkaran, perdebatan-perdebatan, tidak ada suara keras dan teriakan-teriakan. Jadi tenang Pak, Bapak-Bapak icil ayem ya, nanti kalau masuk surga, bu ibu ini tidak akan secerewat sekarang. Bagaimana wujudnya?

Ibu-ibu ini Masya Allah Tabarakar Rahmat, kalau nanti masuk surga... 70 ribu kali lipat lebih cantik daripada bidadari yang paling cantik. Kalau masuk surga. Jadi kalau sekarang bapak-bapak menemukan ibu-ibu ini, kok penampilannya tidak semenarik dulu, sabar pak.

Ini hanya menyamar, penyamaran sempurna dan hanya sebentar. Ya kadang-kadang penyamarannya itu daster tambalan, nodanya lengkap, jelantah, minyak goreng, kecap, sambal, saus, oli, belum mandi, keringetan, masak sambal terasi, subhanallah. Saya diceritani, Allahu Yarhamas Pri G.S. Lho yaudah, aku sudah 30 tahun nikah.

Apa yang tersisa dari 30 tahun pernikahan? Makanya aku tak tekat-tekati, tak niat-niati. Pokoknya ini bujuku lagi menyamar. Makanya kalau istrinya lagi masak, masaknya sambal terasi. Asapnya meresap ke dalam sela-sela rambut.

Ambuni orang karuat, keringetnya derotosan. Itu kata Mas Prih itu kalau di dapur tak peluk dari belakang, tak cium nih. Lalu istrinya akan menyikut perut suaminya dan mengatakan, Apa sih?

Maka beliau akan berkata, Walau menciummu, memelukmu saat kamu rapi, wangi, cantik, apalagi waktu masih muda, itu biasa. Menciummu, memelukmu di saat seperti inilah. yang disebut sebagai jihad abar. Tenang, Pak. Menyamar.

Penyamarannya sebentar. Ibu-ibu juga tanya, Bu, apa ini itu, Pak? Jengkel kek. Tambah tua, gak mari-mari. Malah tambah parah.

Sabarmu. Itu cuma sebentar. Dia cuma acting. Acting bikin jengkel itu dalam rangka menguji ibu supaya sabar.

Kalau nanti masuk surga, maka bapak itu parasnya dalam hadis dari Imam Ahmad, setara Nabi Yusuf. Umurnya seperti umurnya Nabi Isa ketika diangkat ke langit. Berarti 33 tahun, mbak. Ini bapak-bapak ini semua ahli surga itu umurnya sebaya.

Kira-kira umur telung puluh teluh tahun, saya sudah keliwat beberapa tahun. Umurnya 33 tahun, parasnya setara Nabi Yusuf alaihissalam. Yang kalau orang ngeliatin sambil miris jari gak terasa itu. Jadi ibu-ibu ini bapak-bapak lagi acting supper, sakwat tawis. Insyaallah nanti...

Kalau sama-sama masuk surga, akan berubah gitu ya, kayak Satria Bajah Hitam. Nah ini prinsip pokok yang kita pahami. Konflik apalagi masalah itu nisaya ada dan syetang paling bersemangat untuk menjadikan konflik. Masalah itu sebagai penyebab berpisahnya suami dan istri. Karena ini titik rawan untuk menjelumuskan manusia ke dalam berbagai kerusakan.

Tadi sudah kita sebutkan. Dosa-dosa yang lain oleh pemimpin para setan dianggap sepele kalau dibandingkan dengan keberhasilan seorang setan. Seorang ya? Apa seekor? Salah satu setan itu di dalam memisahkan antara suami dengan istrinya, memisahkan istri dengan suaminya.

Nah kalau kita kemudian menganalisis. Sumber atau potensi konflik yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga secara umum hanya terbagi menjadi dua. Satu persoalan ilmu, yang kedua persoalan komitmen.

Yang pertama persoalan ilmu, mungkin kalau mau ditambahkan, yang pertama titik satu. Itu persoalan komunikasi, kemudian yang kedua besar tadi adalah persoalan komitmen. Yang pertama persoalan ilmu.

Banyak rumah tangga bermasalah bukan karena kurangnya cinta, tetapi kurangnya ilmu di dalam. menerjemahkan cinta. Ada suami yang merasa sangat mencintai istrinya. Istrinya lapor kepada ustadah, curhat dong ma, bahwa dia merasa diabaikan, merasa dianggap tidak ada.

Merasa dilangkahi setiap keputusan gak diajak bicara dan lain sebagainya. Dan ada istri yang merasa sangat mencintai suaminya, tapi suaminya makin hari makin kurus, makin kurus, makin kurus. Ketika ditanya kenapa pak kok makin kurus, makin kurus, makin kurus. Kata suaminya. Saya merasa kita belum proklamasi 17 Agustus, loh kok bisa?

Saya kok masa masih terjajah dan tertindas di rumah sendiri. Nah, persoalannya adalah karena kita sejak kecil sering didoktrin. Cintailah orang lain sebagaimana engkau ingin dicintai.

Maka kita membayangkan mencintai pasangan dalam kehidupan pernikahan itu seperti kita mencintai diri kita. Padahal ada perbedaan ini laki-laki, yang ini perempuan. Cara mencintai laki-laki berbeda dengan cara mencintai... Perempuan, cara mendukung laki-laki berbeda dengan cara mendukung perempuan. Bapak-bapak mungkin ingat waktu dulu masih kuliah atau masih sekolah, kadang-kadang di tangga kampus ada dua orang perempuan, dua-duanya lagi nangis sembab air mata.

Yang satu meletakkan kepalanya di pundak yang lain, tangannya saling menggenggam. Habis surhat-surhatan dan mereka saling menguatkan dengan cara itu. Itu kalau pemandangannya dua orang perempuan, wajar. Tapi kalau itu dua orang laki-laki, ngeri. Karena cara mendukung antar laki-laki bukan begitu.

Kalau perempuan, Sharing is caring, berbagi itu adalah tanda peduli, saling menguatkan curhat-curhatan. Tapi enggak mas-mas ada masalah, enggak ngomong-ngomong cerah ini. Saya ada teman saya punya masalah yang saya lakukan, saya gak pengen tahu banyak-banyak, saya gak menggali.

Lanang kok, kepo. Kan gak? Paling kemudian tepuk pundaknya sambil mengatakan, ayo bro kamu bisa. Santai, ayo bro. Semua pasti berlalu.

Lagi-lagi mendukung paling jauh seperti itu. Memberi ruang, memberi kepercayaan. Nah, coba kalau kemudian. Ini dibawa ke kehidupan rumah tangga.

Istrinya nangis-nangis lagi ada masalah. Suaminya kemudian mengatakan, ayo bu, pasti bisa. Ibu itu tangguh. Enggak masuk, Pak.

Bukan begitu cara mendukung perempuan. Sama dengan ketika suaminya lagi ada masalah. Sini Thomas cerita, ya Allah mas kok kayak gini, ada apa Thomas? Semua suami, semua laki-laki itu, kalau ditanya ada masalah apa, jawabannya sama sedunia. Nggak kok deh, nggak ada apa-apa.

Di dunia wanita, menceritakan masalah itu bagian dari tanda saling support dan saling percaya. Di dunia laki, masalah kok diceritakan, berarti aku lemah. Aku ini pemimpin nih, masuk masalah kayak begini aja, cerita.

Karena di dunia lelaki, cerita artinya minta dukungan. Di dunia perempuan, bercerita artinya berbagi. Belum tentu minta solusi.

Laki-laki yang mikir kalau ada masalah itu solusinya apa, solusinya apa. Gitu, beda. Ini contoh, nanti akan kita perdalam.

Tapi memang laki-laki dan perempuan berbeda. Bapak-bapak yang kemudian tidak mempelajari ilmu bagaimana caranya mengenal dan mencintai perempuan, atau ibu-ibu yang kemudian tidak belajar dan tidak memahami bagaimana caranya mencintai laki-laki, ya akan menjadi potensi konflik dalam rumah tangga. Ini harus kita kenali supaya bisa kita manage.

Jadi Bapak Ibu, laki-laki dan perempuan berbeda. Walai sazakaru kal unsa. Kata Allah, laki-laki tidak sama dengan perempuan. Justru mereka diciptakan dengan perbedaannya itu untuk saling melengkapi, saling menyempurnakan, mendidik anak-anaknya menjadi utuh sempurna.

Tapi begini saja, ini ada otak. Ada otak kanan, ada otak kiri. Antara otak kanan dan otak kiri manusia terdapat jaringan yang menghubungkan namanya korpus kalosum.

Jumlah korpus kalosum ini pada dunia, pada laki-laki, pada otaknya laki-laki, lebih sedikit dibanding pada otaknya perempuan. Otaknya ibu-ibu, sambungan otak kiri dan otak kanan yang disebut korpus kalosum, itu lebih banyak. Apa konsekuensinya? Salah satunya koordinasi antar belahan otak. pada ibu-ibu diasumsikan lebih bagus daripada bapak-bapak.

Sehingga biasanya bapak-bapak itu single tasking. Kalau mengerjakan sesuatu, itu harus fokus pada satu hal itu dulu. Kalau selesai baru berpindah ke hal yang lain.

Maka ayat untuk laki-laki, kamu selesai dari satu urusan, maka pindah. Kerjakan segera urusan yang lain dengan fokus. Ibu-ibu tidak. Ibu-ibu itu bisa menanak nasi sambil bumboni sop, ngecek tempe yang sedang digoreng, nerima telepon, update status, nonton sinetron, dan bikin susu.

Bisa. Simultan dalam satu, waktu bisa membagi perhatiannya pada beberapa hal sekaligus. Itu contoh.

Mungkin ada yang, kok saya malah yang multitasking suami saya ya. Mungkin itu dikaruniai kelebihan. Tapi secara umum, inilah laki-laki, inilah perempuan.

Maka ibu-ibu bisa bikin stres bapak-bapak. Kalau mengira bapak-bapak itu multitasking kayak dirinya. Mas? Tolong ya ruang depan disapu, terus sofa-sofa kursi-kursi dipindirkan, dan gelarin karpet. Soalnya sore ini mau ada arisang kecil dasar Wisma.

Eh astagfirullah aku lupa mas, karpetnya kemarin ketumpahan susu. Bauknya busuk, basi, gak enak. Kamu jemur aja ya mas ya, terus kamu ke tempatnya Bu RT pinjem tikar.

Udah tau kan Bu RT yang baru? Udah ganti loh mas. Sekarang yang rumahnya chat kuning nomor 57 di pojok, komplek.

Nah sekalian kamu mampir Bu Joyo. Bu Joyo itu sebelahnya Bu RT ini. Yang rumahnya chatnya pink.

Di sana aku tuh pesen lemper. Jumlahnya tuh 40. Tolong nanti dihitung ya mas soalnya. Itu Bu Joko sering salah hitung.

Itu sering kebanyakan. Aku kan gak enak. Masa pesen 40 dikasih 43, 42 gitu.

Nah itu nanti dibayar sekalian. totalnya itu 200 ribu. Terus mas, kamu juga sekalian ke Buati. Buati itu dari rumah Bu Joko, salah tiga.

Terus depannya, seberangnya. Nah itu di Buati, rumahnya cetnya hijau. Itu aku pesan kue lapis. Buati juga suka salah hitung, tapi malah kurang. 37 apa 38 gitu.

Padahal aku pesannya kan 40 juga. Nanti kamu hitung dulu ya mas ya. Sekalian, ini kan aku mau bikin teh panas.

Supaya tetap panas kan mesti pakai jumbo. Jumbo kita itu udah rusak mas. Udah gak bisa nahan panas, nanti kamu sekalian ke tempat ibu ya. Ini pinjem jumbo-nya ibu.

Tapi yang pink, jangan yang biru. Yang biru salah, kayak punya kita udah rusak juga. Terus ini galonya kan dibuang kosong. Dibawa sekalian ya mas, ditukerin, direfill. Suaminya keloh-keloh gitu.

Bawa satu-satu aduh. Nah sekalian tuh mas, bentar deh tak catet. Jualan gitu aja dicatet.

Dia berangkat tau sangat. Ketika berangkat betul, kerjakan satu. lainnya lupa, balik lagi lupa lagi, begitu jadi berbeda yang satu single tasking yang satu multi tasking karena susunan otak yang berbeda, cara berpikirnya juga berbeda pak bapak-bapak itu cara berpikirnya kayak obat nyamuk, muter ke dalam Fokus, sederhanakan, rumuskan solusinya.

Itu cara berpikir bapak-bapak. Ibu-ibu sebaliknya, kayak obat nyamuk, muter keluar, hubungkan, lihat secara lebih luas, ada korelasinya, dan seterusnya. Ini kan maksudnya gosi Allah diciptakan beda supaya ketemu di tengah, supaya seimbang, supaya adil. Tapi kadang-kadang gak ketemu, karena bapak-bapaknya ngopong.

Tolong ya kita fokus dulu pada isu yang ini ya, jangan melebar kemana-mana. Fokus dulu, sederhanakan masalahnya, terus kita segera rumuskan solusinya biar kita gak buang-buang waktu. Bapak-bapak omongannya begitu. Ibu-ibunya nimpali, jangan suka mensederhanakan masalah mas, ini tuh semuanya penting loh, dengerin dulu ceritaku.

Semuanya buat dong, buangnya. Berbeda cara berpikir. Berbeda pula caranya mengelola tekanan.

Tadi sudah kita ceritakan kalau ibu-ibu, maka sharing is caring. Berbagi, mencurahkan isi hati, ngobrol, kalau perlu nangis bareng, oh tambah plong. Itu ibu-ibu.

Bapak-bapak komentar. Buat apa nangis? Nangis itu gak menyelesaikan masalah.

Lo bagi ibu-ibu, yang penting bukan masalahnya selesai, tapi bisa pelong. Nangis itu bukan dalam rangka menyelesaikan masalah. Nangis itu dalam rangka supaya dadanya terasa pelong. Maka bapak-bapak yang hebat itu bukan yang hapus air matamu.

Tidak ada gunanya kau menangis. Bukan. Bapak-bapak yang hebat itu yang menyediakan tempat untuk menangis bagi istrinya sampai tuntas dalam pelukannya, dalam lengkuhannya, sambil dikuatkan. Itu bapak-bapak.

Kalau ada masalah, apa yang dilakukan? Menyendiri, berkontemplasi, merumuskan soal. Tuh sih, itulah yang dipahami oleh ibunda kita, Khadijah r.a. Ketika Rasulullah s.a.w. pulang dari Gua Hirok, setelah mendapatkan wahyu pertama. Kondisinya itu shock.

Gimana enggak shock? Lagi mikirin umat yang kacau balo enggak karu-karuan, tiba-tiba malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu, intinya, hai Muhammad manusia sedang rusak-rusaknya, kami serahkan kepadamu, tolong diubah menjadi masyarakat yang soleh. Gimana enggak shock? Dapat tugas sebegitu? Berat, itu kayak tukang kebun tiba-tiba diangkat jadi direktur utama, terus dibisiki, utang perusahaan ini 100 kali lipat nilai aset.

Shocking. Maka beliau pulang, tersaruk-saruk, berulang kali jatuh, bangun, jatuh lagi, tersandung, terserimpung, sampai depan rumah, menggigil, pucat pasi, berkeringat dingin, berkata sambil bergetar, Ya Khadijah Zemiluni Coba bayangkan Kalau Khadijahnya Kayak ibu-ibu yang ribet Karena suaminya lagi ada Ya Allah mas ini ada apa kok kayak begini Duduk dulu mas cerita sama aku mas Sini curhat sama aku mas Kalau Khadijahnya kayak begitu Kayaknya si Rohanabawiyah Bakal beda ceritanya Tapi Khadijah tahu ini suami yang kayak begini butuh menyendiri, berkontemplasi, merumuskan solusi. Maka diajak masuk ke kamar, dibaringkan, diselimuti, beliau keluar, pintu ditutup, berdoa pada Allah.

Ya Allah, engkau lebih bisa menjaganya daripada aku, maka jagalah dia. Begitu. Tadi contoh yang ingin saya teruskan tadi adalah... Ada suami pulang, tasnya dilempar, tubuhnya diempaskan ke sofa, lepas sepatu bukan dengan tangan tapi langsung kakinya begini. Lalu begini posisinya.

Kan berarti lagi ada masalah. Istri tahu suaminya lagi ada, masalah kemudian didatangi. Ya Allah mas, ada masalah apa? Jawaban semua suami di dunia ini sama.

Nggak kok dik, nggak ada apa. Mas, kata istrinya, aku kan kalau ada masalah juga cerita sama mas. Masa mas gak mau cerita masalah mas sama aku? Suaminya tidak ingin menambah beban istrinya. Dia mikir, istri saya itu sudah ngurusin rumah, ngurusin anak, ngurusin paut, ngurusin dasar wisma, arisan, pengajian, urusan sudah banyak.

Kasian kalau ditambahin beban urusan-urusan kantor saya. Maka dia mengungkapkan kepada istrinya. Enggak kok, ini cuma masalah kantor biasa kok, Dik.

Udah biar aku aja yang pusing mikirin, kamu gak usah ikut pusing. Urusan kamu kan udah banyak. Di dunia laki-laki, gak cerita karena gak ingin merek potkan.

Di dunia wanita, gak cerita. Oh, jadi mas gak percaya sama aku. Gak mau cerita berarti gak percaya.

Di dunia lelaki, gak cerita gak pengen nambahin beban. di dunia wanita, gak cerita gak percaya semua sama-sama bermaksud baik tapi karena kurangnya ilmu yang begitu bisa berubah menjadi pertengkaran namanya laki-laki kalau ada masalah berat itu ngomong jadi susah speechless apalagi sudah masalahnya berat tambah diureng-ureng istrinya makin speechless, makin susah ngomong. Jangankan kok ini. Nabi Ibrahim itu.

Nabi Ibrahim itu diperintahkan Allah tinggalkan anak dan istrimu di sini. Mau ngomong gak bisa. Ini saya nyampaikannya gimana sama anak istri saya. Kalau saya nyampaikan ada gusti Allah ngasih perintah saya meninggalkan kalian.

Nanti takutnya istrinya berperasangka buruk kepada gusti. Allah. Tapi kalau enggak ngomong ya gimana?

Es bingung. Saking bingungnya Ibrahim AS ketika istrinya sedang menyusui putranya perlahan-lahan berinsut jalan ke arah utara enggak bisa ngomong cuma berdoa kepada Allah. Ya Allah.

Hajar. nyusuin Ismail. Kok ngeliatin suaminya jalannya ke utara terus. Wah, mau kemana itu?

Maka menyusul, mengejar, dan bertanya. Hai Ibrahim, kenapa kau tinggalkan kami? Pertanyaan apa ini, Pak? Esai. Hai Ibrahim, mengapa kau tinggalkan kami?

Jelaskan. Ini pertanyaan esai. Lagi bundet kayak begitu, laki-laki suruh jawab pertanyaan esai.

Enggak akan bisa. Sehingga Ibrahim tetap diem, gak bisa jawab. Cuma berhenti sejenak, menghila nafas panjang, berdoa lagi, jalan lagi. Hajar mengulangi, hai Ibrahim kenapa kau tinggalkan kami? Tetap gak bisa jawab.

Sampai tiga kali berturut-turut pertanyaan sama, Nabiullah Ibrahim AS tidak bisa menjawab. Ini ciri istri cerdas. Sayyidah Hajar ini istri cerdas.

Kalau tanya tiga kali berturut-turut tidak dijawab. Gantilah pertanyaannya. Dan pertanyaannya diganti jadi pilihan ganda sederhana.

Tadi kan esai, kenapa kau tinggalkan kami? Itu esai. Maka Hajar mengubah pertanyaannya menjadi, apakah ini perintah Allah? A, iya.

B, bukan. Sederhana. Pertanyaannya berubah menjadi, apakah ini perintah Allah? Sederhana. Maka karena pertanyaannya disederhanakan, Ibrahimnya berbalik.

Tangannya menggenggam lengan istrinya, menatap matanya, kemudian mengatakan, Iya, ini perintah Allah. Faham ya? Ini bapak-bapak ini susah jawab pertanyaan esen, Bu. Bisanya jawab pertanyaan pilihan ganda. Karena bisa diawur.

Kalau pilihan gaya, ini contoh. Potensi konflik bisa kita hindari kalau kita memahami cara mengelola tekanan-tekanan yang semacam ini. Sebaliknya, Bapak-Bapak, kalau ada ibu-ibu curhat, cerita tugasnya adalah mendengarkan.

Jangan buru-buru ngasih solusi. Mas hari ini aku capek mas ya Allah, cucian numpuk, piring gelas kotor semua, anak-anak rawal, rumah berantakan, sementara semalam begadang, anak-anak tetangga juga resek hari ini bikin jenggal semua, tamu-tamu berdatangan gak habis-habis, aku capek mas, capek. Istrinya ngomong begitu.

Suaminya tetap otak atik HP dengerinnya. Kemudian ngelirik sebentar dan berkata, sabar ya dek, insya Allah bulan depan kita cari pembantu. Istrinya ngeluh ngurusin rumah itu capek dan berat. Solusinya, bulan depan cari pembantu.

Betul gak? Di dunia logika laki-laki ini betul. Kalau istri susah ngurusin rumah, capek, berat.

maka carikanlah pembantu. Itu solusi. Di dunia wanita lagi curhat begitu dipotong, dikasih solusi mau dicarikan pembantu langsung dia tersengat.

Kemudian mengatakan jadi selama ini semua pengorbananku aku rela di rumah ngerjain semua ini kau anggap tidak lebih dari pekerjaan pembantu. Rendah sekali aku di matamu ya mas. Gak nyambung.

Karena tugas kita kalau ada istri mencurahkan isi hati adalah simak baik-baik, singkirkan semua handphone, semua korang, semua majalah. Lakukan kontak mata. Mantuk-mantuk sedikit.

Berikan ekspresi bahwa Anda paham, Anda mengerti. Tambahkan bahasa tubuh sesekali, pegang tangannya erat. Cium.

Lagi begitu Dengan cara seperti ini Dia merasa didengarkan Dia merasa dipahami Dia merasa dimengerti Nanti dia terus bilang makasih ya udah dengerin curhat Aku mau nyuci Powerful Karena didengarkan Curhatnya Itulah dunia Berbeda Cara berkomunikasinya berbeda. Sama kalau dia marah karena bapak pergi mancing, tidak pamit, pulang telat, tidak ngabari. Wow, selamat. Pulang-pulang bawa pancing, bawa hasil banyak, pikirnya istrinya akan senang. Ternyata dibukakan pintu sebentar cuma untuk disemprot.

Kenapa gak tidur dikali sekalian? Tutup lagi. Tapi pak, ini rahasia kecil.

Semua istri yang ngusir suaminya sambil banting pintu, sebenarnya berdiri di balik pintu, menunggu pintunya diketuk lagi. Karena kalau bapak pergi betulan, dia gak lapar. Terus bapak mau tadi kemana ya?

Apalagi ada janda baru buka warung kopi. Woh itu khawatirnya tambah jeduk-jeduk gitu. Maka kalau Bapak ketuk lagi, Bu, ngapun Tenyo, tadi nggak pamit terus ini telat, tapi ini aku dapat banyak kok.

Itu ketika jadinya mengetuk lagi, sebenarnya hatinya Tenyo, Alhamdulillah selama ini aku nggak pergi. Tapi suara yang keluar dari mulutnya adalah, Apa ketuk-ketuk? Masih galak juga.

Jadi ada seninya Pak, ternyata dalam mengelola konflik. Maka kalau Bapak dibentak-bentak, dimarah-marahi istri, dikata-katai sesuatu yang sebenarnya tidak benar, jangan dibantah dulu. Ibu-ibu itu kalau marah, itu sedang lupa fakta. Dan opininya, opini sesaat Pak. Itu tidak permanen.

Jangankan kita. Rasulullah SAW itu pernah dikatai dengan kalimat yang luar biasa. Jadi ada cerita, riwayatnya sahih. Satu kali Rasulullah melakukan perjalanan. Beliau itu kalau perjalanan kan ngajak istri.

Yang diajak itu dua. Yang diajak itu ibunda kita Sofia dan ibunda kita Aisyah. Aisyah itu kalau sodako itu senang pakai uang tunai.

Sehingga bawaannya sedikit. Tapi Aisyah punya onta yang besar. Bawaannya ringan dan sedikit, ontanya besar dan gesit.

Itu ibunda kita Aisyah. Sementara ibunda kita Sofia itu sukanya kalau sodako, barang jadi. Ngasih makanan, ngasih hadiah, ngasih baju. Modelnya ibunda kita Sofia.

Maka bawaannya banyak. Dan ontanya kecil dan lamban. Maka Sofia sering ketinggalan rombongan.

Sehingga dalam satu perhentian Rasulullah menemui ibunda kita Aisyah kemudian mengatakan, Wahai Aisyah, untamu besar dan gesit sementara barang bawaanmu sedikit. Untanya Sofia kecil dan lamban padahal bawaannya banyak. Gimana kalau perjalanan berikut ini kalian tukeran unta? Batinya Aisyah, apa urusan gue?

Iya kan? Kok suruh kita yang nanggung? Dia pilih unta sendiri, unta yang lamban, kok suruh kita yang berkorban?

Maka dalam riwayat itu disebutkan, Ibu ndakita Aisyah naik pitam, marah, dan kemudian mengucapkan kalimat begini. Kalau diterjemahkan bebas, Kamu tuh nabi bukan sih? Perhatikan kalimatnya.

Kamu tuh nabi bukan sih? Itu kalau di pembahasan akidah, meragukan ke nabiyan Muhammad SAW hukumnya, kufur. Tapi ini bukan pembahasan akidah, ini pembahasan tentang istri yang lagi marah. Maka itu bukan kalimat kufur. Itu kalimat sebenarnya panjangnya berbunyi begini, Aku tuh tahu kamu tuh seorang nabi.

Tapi kenapa kamu memberi keputusan seperti itu? Itu tuh rasanya gak adil buat aku. Kayak kamu tuh bukan nabi aja.

Ini cuma perasaanku. Tapi kamu harus dengar apa yang kurasakan. Kalimatnya seperti ini, kalau seperti ini digunakan untuk marah, kepanjangan. Maka ibunda kita Aisyah cuma mengatakan, kamu tuh nabi bukan sih.

Saya itu alhamdulillah sampai sekarang belum pernah. Sampai dikatakan oleh istri, kamu tuh ustad bukan sih. Itu penuh berat.

Kan ini parah gitu lah. Bapak-bapak bisa membayangkan. Nah istri ketika marah seperti itu, itu sedang tidak bicara fakta. Dia sedang mengungkapkan perasaannya.

Dan perasaannya itu tidak permanen, Pak. Maka Nabi SAW itu jawabnya juga santai. Apa jawaban Nabi ketika?

Kamu tuh Nabi bukan sih? Jawaban Nabi SAW. Menurut kamu?

Kan balik, logikanya kemudian jadi balik. Ya Nabi, tapi... Masih marah.

Nah ketika Bunda Aisyah marah-marah, ngomel-ngomel kepada Nabi SAW, Bapaknya Saidina Abu Bakar lihat. Ini penting dalam Islam. Kalau terjadi konflik antara suami dan istri, tugas mertua belain menantu.

Jangan belain anaknya sendiri. Kalau dia belain menantu, masalah cepat selesai. Kalau dia belain anak sendiri, masalah jadi berkepanjangan.

Maka Saidina Abu Bakar kemudian malah mendekati Bunda Aisyah dan kemudian menghardiknya sampai dikatakan Saidina Abu Bakar memegangi lengan leher baju Bunda Aisyah. Hai eh kamu anak perempuan tidak tahu diri apa yang kamu lakukan ini bukan cuma suamimu ini kekasihnya Allah kalau sampai kekasihnya murka gara-gara kamu omel-omelin kamu sanggup nanggung untuk seluruh keluarga kita laknat dari Allah Abu Bakar marahin anaknya Bilain menanti Aisyah itu kalau sama bapaknya takut sekali Maka ketika diargik Abu Bakar sampai dibeginikan, dia pucat ketakutan. Maka Rasulullah bela, ya Abu Bakar jangan, ini istriku. Kami cuma lagi ngobrol-ngobrol aja, jangan kamu marahi dia.

Tapi ya Rasulullah, dia tidak tahu diri. Membentak-bentak engkau seperti itu. Tenang, gak masalah kok.

Udah Abu Bakar, selesai ya. Lalu Abu Bakar pergi. Rasulullah tanya. Tuh kan siapa yang belain kamu.

Kata Bunda Aisyah, sesengguhan dipeluk sama Nabi S.A.W. Iya. Setelah agak reda sesengguhannya, jadi ya gantian untanya pasti tetap. Akhirnya Bunda Aisyah mengatakan, iya-iya. Tabarakar Rahman. Jadi dinamika seperti itu ada dalam keluarga Nabi SAW.

Ketika tadi itu tuduhan serius, Pak. Kamu tuh Nabi bukan sih? Itu tuduhan serius. Tapi Rasulullah tidak kemudian menikapi dengan serius.

Eh, apa kamu bilang? Itu kalimat kufur loh ya. Enggak. Kita juga begitu.

Ibu-ibu kalau lagi marah, itu cuma lagi lupa. Dan bapak-bapak, jangan lupa bahwa ibu-ibu itu opininya sangat mudah berubah. Apa yang diomongin ketika marah itu bukan pendapat permanen. Jadi jangan dibantah.

Memperpanjang urusan saja kalau dibantah. Apa buktinya ibu-ibu itu pendapatnya tidak permanen? Coba bapak-bapak antar ibu-ibu beli gamis.

Yang biru bagus ya mas ya? Oh oke, bagus. Maksudnya suaminya segera diambil, bayar selesai kan juga.

Tapi kancingnya terlalu besar. Akhirnya ngambil yang lain. Kalau hijau gimana?

Oh bagus hijaunya. Tapi hijaunya terlalu ngejreng ya. Kayak lampu lalu lintas. Ganti lagi.

Kemudian kalau yang ungu gimana? Ah keren ungu, bagus banget. Kata istrinya.

Tapi ungu kan warna janda ya. Ah males ah. Merah gimana merah?

Bagus merah. Merahnya keren banget kata suami. Tapi merahnya menyala gini. Kelihatan kayak gimana gitu. Warnanya nakal.

Ganti lagi. Abu-abu. Abu-abu gimana? Bagus banget kata suaminya. Nah ini baru cocok.

Abu-abu paling keren. Tapi kesannya jadi tua ya. Ganti lagi. Nyobain 12 baju pak. Semuanya bagus pada awalnya, tapi selalu ada tapi-nya.

Dan gak jadi beli sama sekali, Pak. Keluar dari toko tanpa rasa bersalah. Suaminya udah gak enak banget sama yang jaga toko gitu, gak jadi beli, coba ini banyak.

Dan keluar dari toko itu, bahagia, Pak. Nyoba tak lebih bahagia. Gak beli, Pak. Coba bayangkan. Beda, kan?

Kita kan belanja, gak gitu caranya, Pak. Jadi, sekali lagi, Bapak-Ibu yang dihormati Allah, ini perbedaan yang kemudian harus dipahami. Maka berbeda pula di dalam cara memandang sesuatu. Memandang hubungan.

Laki-laki itu, Pak, berhitung ibu-ibu itu membulatkan. Bapak-bapak itu berhitung, aku kalau sudah nemenin kamu belanja, jagain anak-anak, begini-begini, boleh dong aku ada waktu sendiri untuk ngopi sama teman-temanku. Itu, Bapak-Bapak, ada hitungannya. Ini kalau sudah merasa menemani istri, menemani anak sekian.

Itu pengen ada waktu untuk dirinya sendiri. Bapak-bapak berhitung. Ibu-ibu membulatkan. Kalau kau mencintaiku, kau harus selalu bersamaku. Sekarang dan selamanya.

Beda, Pak. Laki-laki berhitung. Kemarin tuh aku telat jemput kamu. Itu 40 menit.

Kamu marah besar luar biasa. Lah hari ini aku cuma telat jemput 10 menit, kok marahmu sama dengan waktu aku telat jemput 40 menit? Kan harusnya marahnya seperempatnya. Bapak-bapak berhitung.

Ibu-ibu membulatkan, telat kiyomelat. 10 menit, 40 menit, 1 jam sama telatnya. Itu namanya melanggar janji. Paham?

Ada suami juga. curhat. Sat, sendiri saya kenapa ya?

Gimana? Jadi gak adil. Gak adilnya gimana? Dulu tuh saya memang, padahal Allah itu ada satu grup WA zaman SMA.

Jadi ketemu mantan di situ, terus kami chattingan. Ketahuan istri dia marah besar luar biasa sampai banting HP begini-begini. Ya saya bisa paham.

Saya minta maaf. Saya merasa bersalah. Lalu setelah itu kan mudah gak ada apa-apa.

Nah kemarin itu gak sengaja saya tuh kepencet like di status Facebooknya mantan itu. Kan cuma kepencet like Facebook ya itu marahnya lebih parah dari yang kemarin yang saya sampai chattingan. Nah kalau sekarang saya chattingan lagi dia boleh lah marah begitu.

Tapi kan cuma kepencet, like that. Masa marahnya sama kayak yang dulu? Pak, ibu-ibu itu bukan berhitung, tapi membulatkan kesalahan Bapak sama, pelanggaran komitmen. Bapak ngitungnya, chatting, 50 tahun penjara.

Kalau cuma kepencet, like. Satu menit penjara, ya gak bisa pak. Yang namanya pelanggaran komitmen bagi seorang perempuan adalah pelanggaran komitmen istri membu, bahkan bapak-bapak berhitung. Beda. Nah, ini memahami perbedaan-perbedaan semacam ini sebagai wasilah manajemen konflik.

Ini ilmunya. Tentu masih banyak detail-detail lain yang bisa dijelaskan, tapi bapak-bapak, ibu-ibu bisa membaca dalam buku yang berjudul Bahagianya Merayakan Cinta. Penulisnya inisialnya S. Salam apelah. Ini yang pertama.

Yang kedua tadi saya menyebut persoalan komunikasi. Banyak rumah tangga bermasalah itu karena prasangka. Salah satu prasangka yang berbahaya adalah yang berbunyi, harusnya dia tuh tahu.

Padahal nggak pernah ngasih tahu. Harusnya dia tuh tahu kalau pulang kerja itu bikinin teh, jangan kopi, misalnya begitu. Padahal dia nggak tahu, malah dibikinin susu.

Karena tidak pernah dikomunikasikan. Sesuatu yang tidak dikomunikasikan itu potensi konflik, Pak. Maka dulu Salafusaleh mencontohkan, misalnya Abu Sulaiman Ad-Daron yang menceritakan, pada malam pertama pernikahan aku menghabiskan waktu untuk bicara dengan istriku.

Kami membuka diri kami, mengenalkan diri kami satu sama lain, kamu sukanya makanan apa, makanan yang tidak kamu suka apa, masakan yang kamu suka apa, masaknya caranya gimana, gitu ya. Ya, kemudian warna kesukaan untuk pakaianmu apa, yang kamu gak suka apa. Kalau kamu sedang marah, sebaiknya aku ngapain?

Apakah ikutan marah? Atau tinggal tidur? Atau bikinkan kopi?

Semuanya dikomunikasikan, semuanya dibicarakan. Ini akan menjadi bekal yang sangat penting, sehingga tidak perlu tebak-tebakan dan menumpuk kekecewaan. Saya mencontohkan pentingnya komunikasi begini, Pak.

Ini masih sama-sama Jawa. Istri saya... Orangawi, Jawa Timur bagian Barat. Istri saya yang orangawi ini, bapaknya seorang pejabat tingkat kabupaten, ibunya seorang ibu rumah tangga. Saya juga baru tahu setelah menikah, seperti apa kebiasaan di keluarga ini.

Jadi kalau pagi, ibu mertua itu sudah menyiapkan untuk bapak mertua, jajan pasar di meja ceki. Ditambah ada kopi, ada teh, ada air putih. Dahar yang di meja pepak dan akan didampingi untuk dahar. Pak sekolahnya segini cekap buatan.

Pak ini opornya pakai dada atau paha. Diambilkan dahar ditunggoni. Dan selama nunggoni tidak dahar, liatin suami.

Nanti tas kerja disiapkan, sepatu dan lain sebagainya disiapkan. Bahkan saya pernah lihat sampai ibu mertua itu naliin sepatunya bapak mertua. Pergi keluar, naik ke kendaraan, kemudian dada-dada ibu nganter, ngulungkan tas, dada-dada, sampai kendaraannya hilang di kelopan, baru ibu mertua masuk. Itu kebiasaan di keluarga istri saya.

Saya dari keluarga yang bapak pengajar, ibu juga pengajar. Sama-sama pendidik. Maka karena sama-sama pendidik, tidak jarang terjadi ibu ngajar jam pertama, bapak masih jam keempat. Sehingga ibu bidal duluan, berangkat duluan. Di rumah saya sangat biasa, terdengar kalimat di pagi hari, Pak, ibu bidal rumien je, nek bade sarapan, nasinya di rice cooker, nyeplok telur sendiri je, Pak.

Assalamualaikum, biasa. Paham, ya Pak? Biasa.

Bapak saya membuat teh untuk ibu yang baru pulang memberi les. Biasa. No problem. Akhirnya kami menikah, Wak.

Kan saya bawa standar dari keluarga saya, istri saya bawa standar dari keluarga dia. Nah, posisinya saya bersyukur. Iya kan? Itu saya bersyukur. Tapi coba bayangkan kalau yang terjadi sebaliknya.

Saya dari keluarga seperti dia, dia dari keluarga seperti keluarga saya. Konflik itu, tumpuan masalah. Wah gini-gini saja saya pernah dibentak, gara-gara apa? Bikin teh sendiri. Ditanya, abang mau ngapain?

Bikin teh. Kenapa gak bilang? Duduk sana, tak bikinin. Karena bagi dia saya bikin teh sendiri itu, dia merasa, loh aku gunanya apa sebagai istri?

Kenapa gak ngomong? Coba bayangkan, ini saja bisa menjadi konflik ketika kemudian tidak disikapi dengan komunikasi yang tetap. Maka ngobrol, komunikasi, kau ini senengnya ke P.E.

Karepmu ke P.E. Mau mu bagaimana? Dengan suasana yang asik, itu penting. Dulu ada lagunya Basuki sama Nunu.

Itu lagu penting. Kene-kene. Kene lungguh kene, omong-omong dikepenak.

Kayaknya gitu. Memang penting untuk suami istri itu gelenak-gelenik. Bicara.

Kadang-kadang temanya gak usah. Penting-penting apa? Kadang-kadang bahkan gak ada temanya random.

Kadang-kadang sambil nyetir gak tentu arah. Gue harap nanti pokoknya ngobrol berdua gelenak-gelenik. Penting komunikasi.

Kunci kedua. Yang ketiga tadi yang kemudian kita sebut, yang menjadi potensi konflik, nah ini yang paling berat adalah persoalan komitmen. Persoalan komitmen itu ya macem-macem.

Ada misalnya masa lalu yang belum tuntas gitu. Ada seorang istri laporan, kaget saya. Whatsappnya suami saya itu kayak asrama putri. Isinya obrolan sama mbak-mbak semua. Nah ini kan harus dibahas.

Kira-kira kan harus ada standar baru. Mungkin dulu sebelum menikah ngobrol-ngobrol seperti itu enggak masalah. Sesudah menikah ada hati yang harus dijaga.

Ini dibicarakan. Saya termasuk orang yang memilih untuk media sosial itu bisa saling buka. Untuk bagian dari saling menjaga. Bagian dari saling menjaga.

Misalnya yang bisa di install di dua gadget, Instagram, Facebook, Twitter. Terinstall juga di HPnya istri, akun saya. No problem.

Karena kita saling percaya, saling menjaga. Wong karang sakni ini ku, godaan bisa di mana-mana. Ya kalau pas lagi hatinya jecek, kalau pas lagi oleng kan bisa tergoda. Wong pasang story Instagram, gendong anak, foto sayang gendong anak saja. Ada yang kemudian mereplay komentar bunyinya, ii masya Allah gemes banget, jadi pengen nyium bapaknya.

Lu kan itu masalah. Lu itu karena saya lagi Alhamdulillah bisa. Dengan memuliakan ikatan pernikahan, dengan mengingat tadi bahwa dia adalah sesuatu yang sakral dari sisi Allah.

Dia termasuk tanda-tanda kebesarannya Allah. Dia adalah akad pertama yang dikenalkan Allah kepada manusia. Dia di dalam Al-Quran disebut sebagai misakan ghalira, perjanjian yang berat.

Yang setara dengan perjanjian antara Allah dengan para Rasulullah Azmi. Yang setara dengan perjanjian Allah dengan Bani Israel sampai diangkat gunung Tursina di atas kepalanya. Dia adalah sunnahnya Rasulullah SAW. Dia adalah jaminan kebaikan seorang lelaki.

Karena sebaik baik lelaki kata Rasulullah yang paling baik terhadap istrinya. Maka kalau kita mengingat komitmen semacam itu, InsyaAllah kita bisa saling menjaga bersama-sama. Nah persoalan komitmen ini seperti botol kaca Pak.

Sekali pecah diperbaiki utuhnya tidak akan mulus. Sekali terjadi masalah, Sekali terjadi pelanggaran komitmen untuk kemudian menjadi baik kembali di waktu yang akan datang, itu tidak bisa paripurna. Maka jauh lebih baik menjaga sejak awal berkomitmen bersama untuk saling menjaga. Maka saling menjaga itu oleh kanjir Nabi SAW digambarkan dengan sangat indah. Sampai aspek paling fisik.

Seperti apa lelaki setia? Rasulullah SAW bersabda, apabila salah seorang di antara kalian bertemu dengan wanita yang dijadikan syetan sebagai penggoda baginya dan dia tertarik kepada wanita itu, maka hendaklah dia segera pulang menemui istrinya karena pada istrinya terdapat segala sesuatu yang ada pada wanita itu, hanya-hanya lebih suci lagi berpahala di sisi Allah. Laki-laki yang setia bukan tidak pernah tergoda. Tapi kalau dia tergoda, dia tahu kemana itu harus diselesaikan.

Maka yang di rumah harus membantu suaminya untuk menjaga itu. Misalnya suaminya sudah ngasih kode, Mi, da, kesalahan muslimah sana da, anak-anak biar main sama aku. Itu berarti mungkin suami sudah merasa ada godaan di luar sana, berat dijaga, dipalingkan kepada yang halal. Yang halal tidak menarik, ini bahaya. Maka istri ketika suami sudah ngode untuk tadi ke salon muslimah, jangan menjawab serampangan.

Nggak lihat apa, cucian mumpuk kayak begitu, piring gelas kotor semua, rumah masih berantakan, belum sempat masak, oh disuruh ke salon. Jangan bu, karena kalau jenengan tidak sempat masak, rumah makan banyak yang buka. Kalau penjenengan tidak sempat nyuci, laundry sekarang kilauan dan bisa antar jemput. Kalau penjenengan tidak sempat beresin rumah, suruh tetangga yang du'afa, kasih, upah, seneng. Tapi soal yang satu itu, suami anda tidak boleh minta bantuan orang lain.

Clear? Sangat dipahami ya. Jadi ini saling menjaga komitmen itu sampai di level sedemikian diajarkan oleh din ini.

Maka ibu-ibu dandan utama paling cantik itu buat suami bukan pergi pengacian bu. Iya kan? Bapak-bapak juga begitu. Pulang itu ikut sunnah nabi. Kata Anas bin Malik, gak pernah Rasulullah ngetuk pintu, mengucap salam, minta izin masuk kepada keluarga.

Melainkan beliau sudah dalam keadaan bersiwak dan memakai wewangiannya. Pulang bau itu gak pernah Rasulullah. Pulang kok lemes, kuyuh, lusuh, gak pernah Rasulullah.

Karena ini adalah pemulihaan kepada keluarga. Habis ini diamalkan ya Pak, pulang kantor mandi dulu. Bersih wangi sampai rumah istrinya malah bertanya-tanya. Ini mau gak sekongan?

Ini memang namanya akhir zaman mengamalkan sunnah itu terasa asing. Tapi itulah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW. Jadi demikian yang dapat kita sampaikan tentang manajemen konflik itu. Dari memahami perbedaan, kemudian berkomunikasi dengan baik, dan menjaga komitmen. InsyaAllah.

mudah-mudahan Allah jaga rumah tangga kita semua sampai menjadi rumah tangga di syurga. Barakallahikum. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.