Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Selamat datang di video sejarah dinasti Video kali ini adalah kelanjutan dari video sebelumnya tentang masa demokrasi terpimpin. Di video sebelumnya, kita sudah membahas bagaimana kehidupan politik dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Indonesia pada masa demokrasi terpimpin. Sekarang, kita akan membahas tentang pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Pembebasan ini dilakukan pada masa demokrasi terpimpin. Simak terus ya!
Salah satu isu politik yang masih terus menjadi PR pemerintah adalah masalah Irian Barat. Meskipun wilayah Irian Barat telah menjadi bagian dari Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 19... 1945 namun berdasarkan hasil KMB 1949 penyerahan Irian Barat masih ditangguhkan pada masa demokrasi terpimpin upaya pembebasan Irian Barat semakin digencang Presiden Soekarno semakin menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mundur sejengkalpun dari Irian Barat.
Perjuangan bangsa Indonesia tidak akan berakhir sebelum Irian Barat sepenuhnya kembali menjadi bagian dari Indonesia. Untuk itu, Indonesia menempuh banyak cara. Kita bahas satu persatu ya upaya apa saja yang dilakukan bangsa Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda.
cara yang pertama adalah dengan diplomasi yaitu upaya untuk menyelesaikan masalah dengan jalan damai Indonesia dan Belanda telah menempuh jalan damai melalui perundingan bilateral yang dilaksanakan secara berturut-turut pada tahun 1950, 1952, dan 1954. Namun, hasilnya tetap sama. Belanda enggan menepati hasil KMU. untuk mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Indonesia kemudian mengajukan masalah ini ke forum PBB.
Namun, meski sudah berkali-kali mengajukan masalah Irian Barat pada sidang umum PBB, Indonesia masih belum memperoleh suara dukungan yang cukup dari negara-negara anggota PBB untuk mendesak Belanda. Setelah gagal melakukan upaya diplomasi pada forum PBB, Indonesia Indonesia kemudian mengambil jalan diplomasi aktif dengan mencari dukungan dari negara-negara lain melalui Konferensi Asia Afrika pada April 1955. Konferensi tersebut dihadiri oleh 29 negara dari kawasan Asia Afrika. Negara-negara ini mendukung penuh upaya Indonesia untuk memperoleh kembali Irian Barat sebagai wilayah Indonesia secara sah. Sayangnya, suara negara-negara ini masih belum berhasil menarik dukungan internasional dalam sidang majelis umum PBB. Kegagalan pembebasan Irian Barat dengan jalan diplomasi membuat pemerintah Indonesia menempuh jalan lain, diantaranya dengan jalan konfrontasi politik.
Konfrontasi politik yang dilakukan Indonesia diantaranya Yang pertama adalah dengan membatalkan hubungan Uni Indo-Belanda berdasarkan hasil KMB 1949 secara sepihak. Pembatalan hubungan ini kemudian dikukuhkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 13 tahun 1956. Membentuk pemerintahan sementara Irian Barat, Ditidore pada tanggal 17 Agustus 1956 mengambil alih semua perusahaan milik Belanda di Indonesia yang semula dilakukan oleh kaum buruh, kemudian selanjutnya dilakukan secara teratur oleh pemerintah dan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958. Membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat atau FNPIB pada tahun 1958. pada tahun 1958 untuk mengerahkan massa dalam upaya pembebasan Irian Barat. Konfrontasi politik antara Indonesia dengan Belanda semakin memuncak ketika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda pada tanggal 17 Agustus 1960 yang diikuti dengan penutupan kantor perwakilan Belanda di Indonesia. Selain melakukan konfrontasi politik dengan Belanda, Indonesia juga melakukan konfrontasi ekonomi.
Bentuk konfrontasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Indonesia diantaranya membatalkan utang-utang Indonesia kepada Belanda senilai 3.661 juta gulden, melarang maskapai penerbangan Belanda melakukan penerbangan dan pendaratan di wilayah Indonesia. Pemberhentian semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia sejak Desember 1957. Pengambilan perusahaan Belanda di Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958. Pemindahan pasar komoditas Indonesia dari Rotterdam atau Pelabuhan Utama Belanda ke Bremen, Jerman. Saat hubungan Indonesia dan Belanda semakin memuncak, Presiden Soekarno berpidato dalam Sidang Umum PBB pada tanggal 30 September 1960. Dalam pidato yang berjudul Membangun Dunia Kembali, Presiden Soekarno menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan memperkeras sikapnya kepada Belanda. Pidato ini membawa dampak kepada dibukanya kembali perdebatan Irian Barat di forum PBB. Wakil Amerika Serikat di PBB memberikan usulan agar Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu 2 tahun.
Indonesia menyetujui usulan tersebut, namun dengan waktu yang lebih singkat. Sedangkan Belanda ingin membentuk negara Papua. Keinginan Belanda ini membawa Presiden Soekarno menempuh cara yang lebih keras, yaitu dengan konfrontasi militer.
Setelah upaya diplomasi, konfrontasi politik, konfrontasi ekonomi masih belum berhasil, pemerintah Indonesia melakukan upaya lainnya dengan jalan konfrontasi militer. Jalan konfrontasi militer ini adalah upaya terakhir yang dilakukan Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda. Dalam rangka konfrontasi militer, pemerintah berupaya untuk mencari bantuan senjata ke luar negeri.
Terima kasih. Upaya ini dipimpin oleh Jenderal Aha Nasution sebagai Menteri Keamanan Nasional Indonesia saat itu. Pada awalnya, usaha pembelian senjata ini dilakukan pemerintah kepada negara blok barat, terutama Amerika Serikat.
Namun, tidak membawa hasil yang memuaskan. Kemudian, upaya ini dialihkan ke negara blok timur, terutama Uni Soviet. Melihat perkembangan militer Indonesia, Belanda justru mengajukan protes ke PBB bahwa Indonesia akan melakukan agresi.
Belanda pun memperkuat kedudukannya di Irian Barat dengan mengarahkan kapal perangnya ke perairan Irian Barat. Kemudian pada tanggal 19 Desember 1961 dalam rapat besar di Yogyakarta Presiden Soekarno mengeluarkan komando untuk mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk terlibat langsung dalam konfrontasi militer ini. Komando ini kita kenal dengan istilah Trikora, yaitu Trikomando Rakyat, yang berisi gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
Kibarkan sang merah putih di Irian Barat, tanah air Indonesia. bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. Dengan dideklarasikannya Trikora ini, mulailah konfrontasi total Indonesia terhadap Belanda di Papua. Menindak lanjuti Trikora, langkah selanjutnya yang dilakukan Presiden Soekarno adalah dengan mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 tahun 1962, yang yang berisi tentang pembentukan komando mandala pembebasan Irian Barat yang dipimpin oleh Mayor General Suharto. Tahapan strategi yang disusun Mayor General Suharto untuk membebaskan Irian Barat adalah yang pertama tahap infiltrasi, yang kedua tahap eksploitasi, dan yang ketiga tahap konsolidasi, yaitu menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan.
Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat Pemerintah Belanda pada mulanya menganggap enteng kekuatan militer di bawah Komando Mandala ini. Belanda menganggap pasukan Indonesia tidak akan mampu melakukan infiltrasi ke Irian Barat. Ketika operasi infiltrasi Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan, Belanda terpaksa bersedia melakukan perundingan dengan Indonesia untuk menyelesaikan sengketa Irian Barat ini.
Akhirnya, pada tanggal 15 Agustus 1962, atas usul Elsworth Banker yang menjadi pihak penengah dari PBB, dilaksanakanlah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda di kota New York. Sehingga perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian New York. Dalam Perjanjian New York, Indonesia didelokasikan oleh Adam Malik dan Belanda. oleh Van Rooyen. Isi perjanjian New York adalah yang pertama, Belanda menyerahkan Irian Barat kepada United Nations Temporary Executive Authority selambat-lambatnya tanggal 1 Oktober 1962. Pemerintah sementara PBB akan menggunakan tenaga asal Indonesia baik dari kalangan sipil maupun kalangan militer bersama dengan putra-putri Irian Barat.
Tentara Belanda meninggalkan Irian Barat secara bertahap, sedangkan pasukan Indonesia yang sudah ada di Irian Barat tetap tinggal. namun di bawah pemerintahan sementara PBB. Pada tanggal 1 Desember 1962, bendera Indonesia mulai dikibarkan di Papua di samping bendera PBB. Dan selambat-lambatnya, tanggal 1 Mei 1963, UNTEA atas nama PBB menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Dan yang terakhir, pemerintah Indonesia diwajibkan melaksanakan penentuan pendapat rakyat atau PPR.
Berdasarkan hasil perjanjian New York yang telah disepakati, Indonesia harus menyelenggarakan PPR. Sayangnya, terjadi kekacauan politik di Indonesia. Salah satunya terjadi gerakan G3. SPKI yang menyebabkan Presiden Soekarno harus turun dari jabatannya karena hal itulah Indonesia baru bisa menyalanggarakan PPR pada masa Orde Baru dimana Indonesia sudah dipimpin oleh Presiden Soeharto.
PPR diselenggarakan pada tanggal 14 Juli sampai 4 Agustus 1969. PPR diatur oleh Brigjen Sarwo Edy Wibowo dan diawasi langsung oleh perwakilan PBB yaitu Fernando Ortiz Sanz. PPR dilaksanakan di tiap-tiap kabupaten dengan metode many men one vote. yaitu banyak orang satu suara.
Metode ini dinilai lebih disesuaikan dengan sistem musyawarah mufakat yang dianud Indonesia. Kemudian pada tanggal 19 November 1969, Fernando Ortiz Sanz membawa hasil PPR dalam sidang umum PBB ke-24. PBB menerima hasil PPR karena sudah sesuai dengan isi perjanjian NUIN.
New York sejak itulah secara de facto dan de jure Irian Barat resmi menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia pada video sejarah selanjutnya masih di era demokrasi terpimpin kita akan membahas politik luar negeri Indonesia ya dimana Indonesia menghadapi konfrontasi dengan Malaysia dan sempat keluar dari keanggotaan PBB Wah apa yang terjadi dengan Indonesia Indonesia saat itu ya tunggu video selanjutnya tunggu terus ya video selanjutnya jangan lupa klik subscribe dan Nyalakan loncengnya ya Terima kasih semoga video ini bermanfaat