Transcript for:
Analisis Pemindahan Ibu Kota Negara

Saya bilang, bohongnya di mana? Tanda tanya, itu saja pertanyaan saya. Mengenai investor, nyatanya sampai saat ini proyeknya IKN bulan Desember nanti semua kontraktor BUAMEN selesai kontraknya. Sudah ada beberapa gedung yang mestinya sampai bulan Desember tapi sudah gulung tikar.

Republik Indonesia yang jumlah penduduknya 275 atau 280 juta beribu kota di mana? Sekarang, bingung. Jawabannya nggak bisa kan?

Beribu kota di mana? Beribu kota di? Nah, jadi kalau kawan-kawan bingung, saya juga agak bingung.

Tetapi, saya bisa mengatakan ibu kotanya hampir tidak jelas. Dia mengatakan, saya ketemu dengan Prabowo sendiri di luar negeri, pada waktu itu di Qatar Economic Forum, saya tanya, mau pindah nggak? Dan Prabowo firm mengatakan, jangan ke 5 tahun, 10 tahun pun saya nggak mau pindah. Terima kasih. Saya ingin memulai dengan meminta maaf karena saya akan men-spill beberapa hal yang saya dapatkan dari orang yang bekerja di sana.

Dan saya tidak mengklaim bahwa ini pasti benar, tetapi saya menyampaikannya saja. Karena tidak ada kata-kata, oh ini tidak boleh disampaikan, tapi tentu namanya yang tidak boleh saya sampaikan. Dia bilang begini, dia kirimkan kepada saya sebuah Youtube. Saya pikir Youtubenya dari Istana mungkin ya?

Iya betul, Sekretariat Presiden. Sorry, Youtube dari Sekretariat Presiden yang berjudul Keterangan Pers Presiden Jokowi IKN 25 September 2024. Hari ini ya. Dan kita tahu isi dari Youtube itu adalah bicara tentang investasi. Yang saya tahu dari Rusia, kemudian dari China, dan dari Australia. Kita enggak tahu entah benar atau enggak ya.

Groundbreaking kan. Yaudah lah orang yang paham proyek juga kadang groundbreaking setelah itu gone with the wind itu biasa. Dia bilang begini, apa yang dikatakan Jokowi itu semuanya bohong. Dia bilang bohong, ini salah ketik dia, bohong maksudnya mungkin.

Saya saat ini lagi di depannya Jokowi yang tidak kena kamera liputan dari wartawan Kaltim. Saya bilang, bohongnya di mana? Tanda tanya, itu saja pertanyaan saya. Mengenai investor, nyatanya sampai saat ini proyeknya IKN bulan Desember nanti semua kontraktor BUAmen selesai kontraknya.

Sudah ada beberapa gedung yang mestinya sampai bulan Desember, tapi sudah gulung tikar. Pekerjanya sudah didemobilisasi. Artinya sudah dipulangkan ke daerah mereka masing-masing. Saya hanya menyampaikan saja dan saya tentu tidak bisa mengatakan namanya siapa. Tapi yang jelas dia adalah seorang pekerja di sana, yang memang sehari-hari ada di sana.

Dia juga spill ke saya soal kenapa. Kenapa Jokowi tidak betah di sana? Henry Satrio gak tau jawabannya kan?

Gak ada tulang cukup. Oke. Ini tanggal 31 Juli di SPL saya. Jokowi pulang dari IKN kemarin 30 Juli 2024. Dia tidak betah di kantornya sendiri dan istananya. Utilitas yang ada di Kanpres, Kanpres itu kantor presiden maksudnya, seperti air yang dibawa dari luar untuk mengisi tangki yang ada di atas gedung, terus TRS dia tulis.

air itu mengalir turun melalui jaringan-jaringan pipa ke wastafel, ke urinoir, dan lain-lain itu macet garis miring tersendat dan airnya kuning-kuning seperti tidak di ultraviolet. Sealer AC tidak berfungsi, artinya sealer AC masih dalam tahap pengerjaan yang juga butuh waktu pengerjaannya. Jadi kemarin pakai AC freestanding yang diambil dari balik papan. Untuk listrik kerja dari PLN. tapi digunakan nanti untuk 17 Agustus.

Itu yang dan dia hari ini spill lagi ya. Rapat koordinasi nasional Presiden ERI dengan Basnas dan Lintas Agama Se-Indonesia. Di Istana Negara peserta 600 orang, ini bohong, mengatakan ada 600 orang.

Ini yang meliputi teman saya yang memang dia pro Jokowi, teman satu konsultan. Itu ya saya tidak tahu betul apa enggak ya kan, dan saya juga tidak tahu orangnya siapa, wajahnya saya tidak mau tahu, tapi dia ngomong seperti itu. Nah maksud saya begini, saya khawatir ketika kita ngomong tentang IKN ini, masing-masing kita ini bicara seperti bentuk gajah. Orang buta yang kemudian pegang telinganya, telinganya dia bilang gajah itu lebar, pegang buntutnya gajah itu kecil dan lain sebagainya.

Saya tidak mengklaim bahwa saya paham tentang IKN, habisnya enggak pernah diundang juga. Jadi kita tidak tahu. Yang saya tahu IKN itu satu tahun yang lalu dan saya terus terang termasuk yang pesimis kalau lihat kondisi satu tahun yang lalu ketika saya main ke sana. Jadi pada waktu itu yang saya lihat itu adalah kompleks judikatif, ada MA. bakal MK, ada rumah atau kantor wakil presiden, ada rumah menteri-menteri dan lain sebagainya.

Tidak hanya, masih brownfield, masih coklat, tanah. Saya membayangkan, apa bisa ya tahun depan, dan saya pada waktu itu sudah pesimis kita akan binda. Itu satu dari segi fisik. Tapi kan kalau Refli Harun ngomong fisik kan itu bukan ekspertis saya.

Karena itu saya ingin bicara tentang aspek-aspek hukum tata negaranya. And then mulanya adalah the question is, saya tanya tuh Silver Star dan teman-teman dari kubu sana ya, katakanlah kita nganggap perkubuan ya kan. Ibu kota itu dimana sekarang? Ibu kota negara itu dimana? Ibu kota negara dimana?

Republik Indonesia yang jumlah penduduknya 275 atau 280 juta beribu kota dimana sekarang? Bingung, jawabannya juga gak bisa kan. Beribu kota dimana? Beribu kota di? Jadi kalau kawan-kawan bingung, saya juga agak bingung.

Tetapi saya bisa mengatakan ibu kotanya hampir tidak jelas. Hampir tidak jelas. Kenapa saya katakan hampir tidak jelas? Begini.

Undang-undang tentang IKN itu ditandatangani pada tanggal 15 Februari 2022. Dan seharusnya itu menandai perpindahan. Karena ibu kota itu sudah berpindah. Tapi dalam kebiasaan undang-undang itu selalu ada...

pasal peralihan. Pasal peralihannya dua kurang lebih. Yaitu dua tahun setelah adanya undang-undang ini itu harus dibuat perubahan terhadap undang-undang DKI.

Karena DKI atau Jakarta itu tidak lagi menjadi daerah khusus ibu kota. Ya, saya belum ngomong. Karena saya enggak setuju DKJ.

Karena saya menganggap masih DKI akhirnya. Nah, dan undang-undang itu walaupun terlambat, ada sudah. Tetapi, di dalam itu ada juga yang namanya peralihan, perpindahan itu officially kalau dikeluarkannya kepres, keputusan presiden. Dan unfortunately kepresnya enggak jelas, kapan harus dikeluarkan oleh seorang presiden.

Enggak ada batas waktu. Maka saya spill yang kedua, ini kan kalau hadis itu ada perawihnya, saya mendengar orang yang dengar langsung dari Prabowo. Mudah-mudahan saya keliru.

Kalau saya dia... ngomong gak benar berarti saya salah. Tapi kan kita gak bisa cek langsung. Dia mengatakan saya ketemu dengan Prabowo sendiri di luar negeri. Pada waktu itu di Qatar Economic Forum, saya tanya, mau pindah gak?

Dan Prabowo firm mengatakan, jangan ke 5 tahun, 10 tahun pun saya gak mau pindah. Bayangkan. Itu yang dia dapatkan langsung dari Prabowo. Nah, politik itu kawan-kawan semua, panggung depan dan panggung belakang. Jadi kawan dari...

Joko Wimania bicara panggung depan. Tapi Prabowo itu jangan lupa, generalnya tidak lebih lama dibandingkan dia menjadi ketua umum partai politik. Generalnya kan cuma berapa tahun.

Tapi ketum partai politik sudah puluhan tahun. Jadi dia, he's a politician juga. Karena itu saya mengatakan, harus ada kepastian di mana sesungguhnya ibu kota itu.

Kalau kita pakai... kepastiannya di undang-undang IKN sendiri, saya mengatakan bahwa Ibu Kota masih di Jakarta. Oke?

Tapi kalau saya menggunakan undang-undang DKJ, sudah tidak di Jakarta. Maka nanti Prabowo bingung, saya harus dilantik di mana? Karena ada beberapa ketentuan di dalam konstitusi dan dalam undang-undang, segala sesuatunya harus di Ibu Kota Negara. Ibu Kota Negara itu kalau pindah ya pindah juga.

Sekarang pertanyaannya, 20 Oktober nanti menurut Silver Star dan teman-teman sana, Prabowo sebaiknya dilantik di mana? Itu saya sepakat ya mengenai undang-undang DGT. Jangan dulu, jangan dianudu, jangan sepakat dulu.

Saya kan belum selesai. Dilantik di mana? Karena di sana belum ada gedung DPR-MPR bang. Kemungkinan besar di gedung MPR-DPR Senayan. Oke, sekarang saya tanya.

Yang namanya MPR itu harus bersidang di Ibu Kota Negara. Sidang MPR itu untuk melantik presiden dan wakil presiden. Artinya presiden dan wakil presiden harus dilantik di Ibu Kota Negara.

Balik lagi pertanyaan saya, ibu kota negaranya di mana sekarang? Balik-balik. Apakah di Nusantara, apakah di Jakarta?

Karena itu saya mengatakan harus ada kepastian ke depan. Tadi ada ibu-ibu yang datang ke saya, dia tidak setuju kalau ibu kota pindah. Saya bilang begini, kalau tidak setuju ibu kota pindah, datang ke mahkamah konstitusi saja, minta judicial review. Salah satunya adalah, Dalil tentang kepastian hukum, legal certainty.

Karena sekarang ada ketidakpastian hukum. Antoni Budiawan misalnya mengatakan, kalau dikatakan bahwa ibu kota itu tetap di Jakarta, kenapa harus ada kepala otorita ibu kota? Otorita ibu kota itu menyerap anggaran ada gaji, ada fasilitas dan lain sebagainya.

Berarti ilegal dia. Karena secara diure belum menjadi ibu kota. Kenapa ada otorita ibu kota?

Jadi kita bolak-balik nanti. Karena itu pastikan. Nah kalau kita pastikan, maka saya kok agak sedikit yakin, optimis.

Tapi optimisnya berbeda dengan beliau. Kalau saya optimis ibu kota ini gak akan pindah. Tetapi apakah kemudian IKN akan mangkrak atau tidak?

Mungkin saja tidak. Tetapi pembangunannya akan berlangsung secara gradual. Gradual, gradual, gradual, tapi dia tidak pernah menjadi ibu kota.

Kenapa begitu? Saya ingat waktu saya ngobrol dengan Profesor Sofika, salah satu ahli perkotaan, ahli perencanaan dari Nanyang University Singapura. Dia mengatakan begini, saya bukan tidak setuju perpindahan ibu kota, tetapi memindahkan ibu kota itu enggak kayak begini menurut ilmu yang dia punya. Harus gradual.

Kita tidak hanya bicara tentang infrastruktur fisik, tapi juga social infrastructure. Secara fisik saja belum selesai itu barang. Kalau pakai istilah bahli kan barang dia bilang kan.

Secara fisik saja belum selesai itu barang. Ya kan? Apalagi secara sosial. Saya membayangkan tidur yang masih baru dari brownfield, greenfield, brownfield, gedung.

Itu masih banyak nyamuknya pasti, karena bau manusianya udah mulai, eh agak berkurang, maksudnya masih kurang. Nah karena itu menurut saya, membangun itu tidak begitu harusnya. Nah yang kedua, ketika DPR kemudian menerima undang-undang tentang IKN, saya gak pernah pikir nih, anggota DPRnya gak ngitung apa. Karena kalau Anda membuat undang-undang, artinya Anda firm pindah. Kan begitu.

Sementara ketika undang-undang itu diundangkan, Bentuk fisiknya aja belum ada. Bayangkan, kok bisa memindahkan ibu kota dengan undang-undang tapi fisiknya saja baru mau dimulai. Dua tahun yang lalu. Kan aneh bin ajaib. Harusnya ini barangnya sudah ada, lalu dimintakan menjadi ibu kota.

Bagaimana dengan proses pembangunannya? Kan bisa dimajukan dalam era APBN. Tanpa harus kemudian ada undang-undang ibu kotanya. Cukup disampaikan bahwa...

Kami ada rencana untuk membuat Ibu Kota baru, karena itu kami ajukan RAPBN-nya. Sepanjang itu disetujui oleh DPR, selesai. Bangun Ibu Kota, tapi tidak dikatakan sebagai Ibu Kota.

Tetapi persiapan pemindahan Ibu Kota. Jadi dibangun sosial infrastrukturnya dan lain sebagainya, sehingga ketika kota itu berkembang dan siap, baik secara fisik maupun non-fisik, maka disitulah perpindahan kota dilakukan. Itu baru mulus. Ada beberapa negara yang berusaha membangun ibu kota, akhirnya gak jadi.

Salah satunya negara di Afrika, dia bangun ibu kota jadi ibu kotanya jadi kota hantu. Kenapa? Karena orang gak mau pindah.

Kira-kira beliau bertiga ini mau pindah gak ke ibu kota yang baru? Saya terus terang gak mau pindah. Karena makin jauh dari Palembang. Saya lebih setuju kalau... Jembatan Selasunda yang dibangun cepat langsung mobilitas Zaya.

Itu satu aspek yang lain. Nah aspek berikutnya yang ingin saya bahas dan ini ngeri-ngeri sedap. Aspek ini mohon maaf nih sama teman-teman yang pro ya. Saya mengatakan The King of Java Surrender, menyerah. Jadi judulnya Raja Jawa menyerah.

Gak main-main ini karena kata Bahlil, Bahlil lagi. Oh gak bisa main-main tuh sama barang itu katanya. Gak bisa hati-hati kita sama The King of Java atau Java King.

Tapi untuk ibu kota Raja Jawa menyerah. Sama menyerahnya dia soal satu partai politik. Sama menyerahnya dia soal RUU Pilkada. Sama menyerahnya dia soal Putra Mahkota harus bisa datang ke KPK.

Itu kalau kita bicara tentang simbol kekuasaan, itu simbol penyerahan, surrender, menyerah. Enggak ada. Kalau kita bicara tentang kondisi lebih dari satu tahun yang lalu, gak ada.

Bahkan ketika kita melihat pergantian ketua umum partai politik terbesar kedua misalnya, terlihat bahwa Raja Jawa sangat powerful. Ada pendukungnya sambil ketawa-ketawa mengatakan, ini katanya The Carpenter itu bisa gergaji tuh pohon yang gede jadi perabotan rumah tangga dan lain sebagainya. Sambil ketawa-ketawa.

Tapi kita melihat fenomena yang empat tadi yang saya katakan, menyerah. Menyerah pertama, saya katakan ketika RUU Pilkada itu kemudian tidak diparipurnakan dan tidak bisa disahkan. Padahal bagi Raja Jawa itu adalah flag.

Karena dari RUU itulah Sang Putra Mahkota bisa dicalonkan. Baik sebagai gubernur maupun sebagai wakil gubernur. Tapi dia menyerah.

untuk tidak mengesahkannya. Pertama, persetujuan paripurna dan pengesahan oleh Presiden. Padahal dalam sejarah, kawan-kawan semua, mana ada Raja Jawa mau menyerah.

Undang-undang KPK diprotes, dia enggak menyerah. Undang-undang KUHP diprotes, dia enggak menyerah. Omnibus Law, enggak menyerah.

Kemudian Perpres 190 tahun, tidak menyerah. Tapi, itu menyerah. Panjang ceritanya tentunya, karena ada 22 Agustus dan lain sebagainya.

Tapi salah satu clue-nya adalah karena ada intervensi istana baru yang membuat dia menyerah. Tapi pertanyaannya adalah, loh artinya istana lama sudah tunduk dong dengan istana baru? Nanti kita akan lihat.

Itu satu simbol dia menyerah. Yang terakhir ini adalah soal perpindahan ibu kota. Kita tahu bahwa bagi Presiden Jokowi, perpindahan ibu kota itu adalah pertaruhan terakhir. Ini the last battle bagi termin dari presidensial termnya.

Tetapi kok dia tidak mau keluarkan kepres? Padahal undang-undang secara tidak demokratis itu menyerahkan kepada presiden at any time bisa mengeluarkan keputusan presiden. At any time. Kalau Pak Jokowi mau nekat malam ini dia bikin kepres pindah ibu kota. Bisa.

Tetapi dia menyerah. Gak bisa. Pertama barangkali secara objektif tidak bisa pindah, ada masalah-masalah dan akhirnya dia mengatakan jangankan pindah ibu kota, pindah rumah saja perlu waktu dan lain sebagainya.

Tetapi secara subjektif, kira-kira ditanya enggak dengan kekuasaan istana baru, Bapak mau pindah ke ibu kota? Jangan-jangan dijawab enggak usah atau nanti dulu, nanti saja dan lain sebagainya. Karena sudah mulai ada sharing power antara penguasa lama dan penguasa baru. Nah yang paling menarik adalah dalam kasus sebuah partai politik. Kita tahu bahwa kebiasaan penguasa dan juga dilakukan oleh Jokowi adalah mengobok-obok partai politik.

Di era awal pemerintahannya ada dua partai yang dia obok-obok sama dia. Golkar dan P3. Tiba-tiba kita tahu Golkar yang rebutan antara Agung Laksono dan kemudian Abu Rizal Bakri.

Kita tahu penyelesaiannya siapa. The King of Java di belakang tapi eksekuturnya kita tahu. yang nama depannya L.

P3 dua kali malah diobok-obok. Pertama ketika Romahur Muzi versus yang siapa? Jan Farid. Dan yang kedua ini.

Tiba-tiba sampai sekarang PLT masih. P3 itu. Kok lucu ada PLT bertahun-tahun sampai kemudian aktivis sindangnya mengatakan kok bisa PLT bertahun-tahun. Tapi menterinya enggak dipecat. Diberhentikan.

Ya kan? Tetapi dalam kasus partai yang baru ini, kan sudah mulai ada yang namanya muktamar tandingan. Untuk take over kekuasaan dia yang sudah puluhan tahun itu. Dan kebetulan di Pilpres kemarin enggak dukung.

Enggak berhasil kan? For the first time, Raja Jawa enggak berhasil to take over. Kenapa? Ketika konon, ini saya dengar isu, ketika yang mau mengambil ini minta restu, penguasa lama, dia bilang, tanya penguasa baru. Penguasa baru bilang, si X sudah komit untuk membantu pemerintahan saya selama lima tahun.

Pulang. Walaupun itu dari organisasi yang besar. Bisa dibayangkan kan? Nah karena itu saya mengatakan bahwa terlepas dari kontroversi fisik, pembangunan fisik dari IKN ini, saya hanya ingin mengatakan bahwa kelihatannya penguasa baru tidak ingin pindah.

Dan penguasa baru, ini analisi saya, lebih menginginkan kalau pelantikannya ada di Jakarta. Kenapa? Ini kan sesuatu hal yang prestisius.

Bayangkan 17 Oktober hari lahirnya, Kemudian tiga hari kemudian dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Tentu dia ingin dihadiri oleh perwakilan dari negara-negara asing. Kira-kira kalau kita di istana sana cukup enggak infrastruktur pengamanan, infrastruktur kemudian macam-macamnya untuk kemudian ada pelantikan di sana.

Padahal kalau pelantikan di sini nanti Henry Saterio ngatakan enggak sah ini pelantikannya. Karena... Jakarta bukan ibu kota lagi kan, ntar ntar saya selesaikan dulu ya. Nah, jangan di gini-ginikan dulu. Saya selesaikan, saya senang debat malam ini karena tidak ada yang emosi diantara kita.

Tapi kan masyarakat perlu tahu. Nah, karena itu ya menurut saya keyakinan saya adalah ke depan ya begini, kita harus membuat sebuah strategi. Saya lihat strateginya ini agak aneh.

Apa yang mau dilakukan sesungguhnya dengan pemindahan ibu kota? Ya kan begitu kan? Ada klaim mengatakan Jakarta mau sinking.

Yang kedua adalah pemerataan dari Java sentris ke Indonesia sentris. Ada aspek begitu. Walaupun orang mengatakan ada aspek lain dong yang juga dipertimbangkan, aspek sejarah dan lain sebagainya. Teman saya dulu ada Irwan Putrasidin mengatakan, enggak bisa yang namanya Jakarta itu digantikan oleh kota lain.

Disinilah yang namanya proklamasi kemerdekaan dibacakan. Disinilah kemudian munculnya tokoh-tokoh besar dan lain sebagainya. Masa mau ditinggalkan begitu saja, dijadikan kota bisnis? Enggak kebalik tuh.

Seharusnya ibu kota karena kesejarahan di sini, yang lain jadi kota bisnis. Jadi Jakarta tidak macet lagi seperti Washington. Jadi dia hanya dihuni oleh ASN saja. Business people sama pengamat. sama pengamat.

Business people pindah, move. Termasuk kantor-kantornya kan. Maka Jakarta akan quiet.

Orang balik. Kalau yang dipindahkan cuma ASN, itu enggak banyak bro ASN bro. Lebih banyak adalah business people termasuk informal-informal ini.

Jauh dan mereka pasti tidak akan pindah. Karena itu tujuan untuk membuat Jakarta tidak sinking itu menurut saya agak aneh. Jakarta mau diapakan? Mau dijadikan kota bisnis, kota kebudayaan, atau kota apa? Kenapa gak dibalik?

Dia tetap menjadi ibu kota, the capital city, tapi kota bisnisnya dimanapun bisa berada. Dan itu klaim pertama. Klaim kedua mengenai Indonesia centrist.

Apakah iya untuk pemerataan itu harus dibangun kota yang modern, katanya smart city, green city, dan lain sebagainya dengan investasi sampai ratusan. Triliun. Bagaimana dengan kota sekitarnya? Siapa yang mampu membeli properti di sana nantinya?

Maka Almarhum Rizal Ramli mengatakan ini akan menjadi new Beijing. Dia bilang, kenapa? Hanya orang-orang kaya saja yang bisa membeli properti di sana, tanah di sana.

Kalau dilihat di sini kayaknya sebelah sana aja yang mampu membeli. Karena pengusaha semua kan. Silver bilang pengusaha, ini juga bilang pengusaha. Kalau di sini pengamal semua cuma. Akademisi.

Nah, karena itu jangan lupa aspek-aspek seperti ini juga harus kita pikirkan. Sehingga saya akan bingung sebenarnya yang mau dibangun ini kota bisnis atau ibu kota? Kalau harusnya kan kita pisah.

Yang kita mau bangun itu kota bisnis untuk pemerataan ekonomi. Bukan ibu kota. Karena seharusnya bukan ibu kota yang men-trigger pertumbuhan.

Yang men-trigger pertumbuhan itu adalah pusat-pusat bisnis. Di Amerika Serikat bukan Washington yang men-trigger pertumbuhan, tetapi New York. Di Amerika, di Australia.

Bukan Canberra yang men-trigger pertumbuhan tapi Melbourne dan Sydney kan berbeda. Makanya saya bilang kok paradigmanya aneh. Jadi kayaknya mau dikumpulkan kesana semua. Capital city iya, kota bisnis iya, kebudayaan baru iya, kemudian oligarki baru iya dan lain sebagainya.

Makanya yang terjadi sekarang ini adalah kekhawatiran saya adalah... Maksudnya itu sih soal tadi Pak? Sebentar dulu. Soal sejarah. Nanti ya.

Ke panjang tadi. Ya gak apa-apa. Ini udah terakhir.

Soalnya menarik ini. Nah karena itu the last ya, saya mengatakan yang namanya salah itu biasa manusia kan, yang paling penting adalah kalau kita tahu kita salah harus ada keluasan hati untuk memperbaikinya ini. Karena bangsa ini terlalu beresiko kalau hanya untuk dinubuatkan, dinisbatkan kepada legasi satu orang.

Karena kita... pemilik sah republik ini. Wassalamualaikum Wr. Wb. Kalau pasal 63 itu, itulah yang saya katakan persoalan.

Tidak ada undang-undang misalnya terkait dengan sesuatu pergerakan yang tanpa batas waktu. Jadi pasal 63 itu enggak ada batas waktunya. Jadi mau pindah hari ini boleh, pindah besok boleh, 20 tahun lagi boleh.

Itu namanya. Ada keraguan disitu sengaja diciptakan clue, diciptakan jalan untuk diambangkan. Kan itu menunjukkan ketidakyakinan dan tidak mungkin pasal itu tidak dititipkan oleh istana. Pasal-pasal seperti itu adalah pasal yang memberikan kewenangan, itu satu.

Karena itu kalau kita mau, kan kita kan mau jalan penyelesaian ya kan. Pertama kita pastikan dulu kita ini mau pindah ibu kota atau tidak, itu satu. Kedua kita pastikan, Mana yang ibu kota, mana yang kota bisnis.

Karena harus dipisahkan biar tidak crowded. Yang kedua, kalau misalnya kita bicara tentang sinking, itu adalah soal climate change yang di seluruh dunia ini bermasalah. Semarang bermasalah, Amsterdam bermasalah, kalau yang namanya kutub utara itu mencair, bumi ini juga akan tenggelam.

Amsterdam kota melting pot 70. negara ada di sana tapi di bawah permukaan laut. Nah itu soal yang harusnya kita antisipasi bersama-sama. Tapi kan jawabannya bukan pindah ibu kota. Harusnya kan lingkungannya yang harus kita perbaiki.

Nah terakhir mengenai sejarah tadi sepanjang atau sependek yang saya tahu tidak ada orang yang mengatakan bahwa Jakarta tidak didesain untuk menjadi ibu kota. Tidak ada. Sebuah single statement mengatakan ini bukan ibu kota kita. Tetapi peristiwa politik kesejarahan yang penting itu di Jakarta semua rata-rata.

You can name it Sumpah Pemuda di Jakarta, kemudian Sidang BPUPKI di Jakarta, proklamasi di Jakarta, lapangan ikada yang itu di Jakarta, istana presiden di Jakarta. Sebelumnya pemerintahan Belanda menjadikan Jakarta atau Batavia dulu sebagai pusat pemerintahan. Sehingga muncullah pejuang-pejuang di sini juga. Karena itu dari sisi kesejaran itu gak bisa. Ancet jebawah.

Gak bisa digantikan Jakarta ini. Nah karena itu appeal saya, ya sudah. Kita kan ingin Jakarta kita lestarikan.

Jakarta ibu kota negara, Nusantara atau kota-kota lainnya dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Sehingga kesejahteraan kita merata. Problem pertama kita salah satunya adalah kesenjangan yang begitu besar.

Jadi siapa ahli politik ekonomi Amerika Serikat itu? Jeffrey Winters itu membuat yang namanya indeks oligarki. Indeks oligarki itu dia kumpulkan 40 orang terkaya di sebuah negara.

Dia contoh kasusnya Indonesia dengan pendapatan per kapita rata-rata. Jadi waktu itu dia masih mengukur pendapatan per kapita rata-ratanya masih 4 ribu. Yang menyampaikan saya Prof. Didi Ndaman Huri, masih 4 ribu.

Lalu berkembang terus yang namanya kesenjangan ini dari 600 ribu sampai, eh sorry, pendapatan per kapita rata-rata masih 4 ribu USD alias 60 juta per tahun satu orang. Kalau misalnya kursinya 15 ribu dan itu ingat. pendapatan per kapita rata-rata. Mulai dari konglomer paling atas sampai bawah dianggap rata-rata pendapatannya 60 juta. Nah kesenjangannya itu berkali-kali 600 kali dan kemarin waktu saya interview dia sudah 1 juta kali.

kesenjangannya. Jadi ada orang yang berpendapatan cuma 4 ribu US dollars melawan 4 miliar 4 miliar US dollars. Bayangkan kesenjangan yang luar biasa.

Nah hal-hal seperti itu yang seharusnya diadres dengan pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru not only hanya soal simbol bahwa kita punya ibu kota green city, smart city tetapi hanya tidak memberikan apa-apa bagi pertumbuhan dan kemudian kesejahteraan kita bersama. Itu saja, terima kasih.