Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Kaget ya Langsung dijawab Karena ini ada di kampungnya Pak Ustaz Felix Yau Kampung Radikal Tapi kita pasti banyak dikritik orang Karena kakiku begini Secara etika katanya gak bagus Ya udah, saya gini. Tapi gendut, sulit. Iya, sulit. Ya nggak apa-apa, ini rumah sendiri juga. Bener rumah sendiri ya?
Rumah, Alhamdulillah. Wah, Alhamdulillah rumahnya gede banget. Dan ada di wilayah...
yang sangat enak view-nya. Iya, Masya Allah. Juran ya.
Genting-genting rumah orang. Jadi kalau misalkan baranya datang ke rumah Ustaz Felix Yau, terus pengen jahil gitu, nimpukin rumah-rumah orang, ini kena dari sini, kena dari atas. Kalau kata orang Cina, pandangan Kaisar.
Oh gitu. Jadi Kaisar tuh ngeliatin orang-orang miskin. Filosofi Kaisar tuh lebih di atas, supaya dia bisa ngeliatin masyarakatnya. Sejahtera atau tidak Kalau misalnya mereka kurang makan, aku langsung bawa karung Jualan Orang Cina Orang Cina jualan Bukan nolong, kalau Umar bin Khattab kan nolong Kalau orang Cina jualan Oh iya Sudahlah Ini saya ada beberapa hal yang pengen saya diskusikan. Oke, siap.
Terkait dengan banyaknya pertanyaan di kolom komentar, dan saya harap sih bisa langsung dijawab sama kaum radikalnya. Oke, komentarnya mana? Komentar pas video kita atau komentar video untuk yang lain? Yang lain. Tapi saya pengen menjelaskan satu hal, bahwa betapa sulitnya bagi saya untuk bikin konten yang...
Yang tidak dikomentari secara tendensius. Jadi misalkan seperti kemarin, ini saya curhat dulu ya. Kontroversi nasab ya Mas ini ya. Misalkan kontroversi nasab. Saya itu kan pengen berbicara agar orang-orang itu tidak ngebahas pribadinya, tidak ngebahas tentang yang semacam itu.
Saya fokus pada perilakunya seperti apa. Dan saya menggarisbawahi bahwa perilaku-perilaku dari kalangan HBAI yang misalkan begini dan begitu ada kemungkinan atau ada potensi bersumber dari doktrin-doktrin yang ada dalam kitab-kitab mereka. Maka kita harus menyelidiki itu. Tapi ujungnya adalah perdebatan soal... Apakah mereka itu dari komunisiaman?
Apakah mereka itu dari kalangan ateis? Apakah mereka itu darah Yahudi dan sebagainya? Saya tuh bingung. Mau darah Yahudi juga ya nggak apa-apa. Bahkan ada yang lucu nih.
Orang Yahudi nggak ngakuinan tuh. Kalau itu bilang darah Yahudi Tapi saya dikatakan PKI Sama? Sama dari pendukung HBAIB Ketika saya membela kalangan HBAIB Jadi gini nih Waktu kalangan HBAIB itu dihujat misalkan bahwa mereka itu leluhurnya itu misalkan antik Belanda dan sebagainya.
Saya bilang, saya nggak fokus ke situ. Kalaupun mereka berasal dari leluhurnya Yahudi, leluhurnya apa, ya nggak jadi masalah. Saya bilang, bahkan kakek tiri saya itu PKI asli. Oh gitu? Iya.
Kader dia itu. Kakek tirian itu? Iya. Orang Bandung?
Bukan. Orang Jawa sana. Oh ya Jawa benar.
Terus? Saya bilang itu gitu. Nah, katakanlah. kata saya bahwa saya tuh kakeknya PKI.
Menjadikan Antum di judging PKI. Padahal itu adalah sebenarnya sarana saya untuk membelai. Jadi kalau misalkan mau kontra sama Al-Qaib, misalkan bukan gara-gara leluhurnya Yahudi, bukan gara-gara leluhurnya komunis dan sebagainya. Tapi kita tuh fokus tetap bukan pada masalah-masalah dan isu-isu pribadi. Masalah bahas pribadi itu masalah gibah.
Kita masalahnya pada sesuatu yang berpengaruh terhadap urusan-urusan publik. Jadi, kalau misalkan ada habaib yang secara pribadi melakukan kemaksiatan begini-begitu, tapi itu adalah masalah pribadi, saya ikut campur, saya nggak mau ngomong sedikitpun. Atau siapapun orang tuanya dan apapun pilihannya. Nggak peduli.
Tapi kalau misalkan itu menyangkut masalah publik, masalah pendidikan, masalah edukasi, masalah Islam, isu-isu, dan sebagainya, maka ayo kita diskusikan di bidang itu. Susah sekali, saya tetap aja 99% komentar itu berbicara masalah tendensi. Iya, karena Indonesia sebenarnya gini sih, kalau aku lihat, pertama aku coba jelasin dulu ya, aku juga mungkin berada di dalam hal yang sama, tapi mungkin dalam audiens yang berbeda ya. Contoh misalnya kalau, kayak misalnya orang sudah menganggap aku adalah radikal misalnya, maka apapun kata-kataku yang mengandung toleransi, mereka nggak akan mau anggap sebenarnya. Tapi kalau kata-kataku yang mungkin menurut mereka bisa dibawa kepada radikalisme, itu langsung mereka catut.
Kalau orang sudah nggak suka, orang bilang gini, kalau sudah sariawan, seluruh makanan jadi nggak enak. Jadi masalahnya dianya yang sariawan. Jadi seluruh makanan kan jadi nggak enak. Nah, berkaitan dengan Habib, aku respect tuh. Pertama, orang juga respect ya.
Guru Gembul mau datang ketika diundang sama Robito Alawiah. Yang kedua, respectnya adalah perkataan Antum yang pertama. Itu sebenarnya disclaimer yang Antum harus ulangin terus tuh.
Bahwasannya ini bukan permasalahan. Nasab sih sebenarnya. Dan orang-orang juga nggak peduli berapa banyak orang Indonesia yang bilang baca kitab atau orang Indonesia yang mendalami teori genealogi dan genetika.
DNA dan segala macam. Orang nggak tahu semua itu. Artinya adalah apa?
Yang sekarang bermasalah adalah apa yang dilakukan oleh perorangan sebenarnya. Ini yang menjadi titik masalah. Kalau itu aku sepakat sih. Oh iya iya, tapi nggak seru kalau langsung sepakat. Tapi ada banyak yang nggak sepakat nanti.
Terus-terus gimana? Nah, cuma yang saya pengen diskusikan dalam hal ini itu adalah soal radikalisme itu. Oke, karena komen-komen tadi ya? Karena komen-komen tadi itu.
Di antaranya adalah, saya kemarin menemukan sebuah cerita yang kemudian memang sudah diwartakan di... Media-media mainstream kita, ada seorang Indonesia namanya Zefrizal bla bla bla, saya lupa namanya. Dia itu adalah seorang jenius, IQ-nya 170. 170? 170. Orang mana?
atas orang ternggalek. Orang ternggalek, jenius, dia selalu ikutan olimpiade matematika dan astronomi di seluruh dunia dimanapun ada perlombaan itu dia kejar. Dan selalu dia menangi.
Ahli matematika, dia jago sama astronomi, hal yang semacam itulah. Tapi ketika dia kuliah di Unair. Antung dulu apa tadi? Intellectual IQ-nya berapa?
Saya kecil banget, di bawah 100. Serius? Serius. Kok bisa? Aku dulu 132 loh.
Oh iya? Iya. Aku tuh jenius.
Jenius? Iya, kelihatan. Cuma mau nyombong aja ya.
Terus-terus lanjut terenggalek, dia ikut segala macem. Dia 170, dia ikut olimpiade dan lain-lain. Tapi kemudian di kampus Unair itu, dia bolos, tidak masuk lagi, dan hilang.
Dia kabarnya adalah datang ke Pakistan. tapi kemudian setelah itu hilang, kontakan lagi sama keluarga dan sebagainya, diketahui lah sama intelijen di Indonesia bahwa beliau gabung ke ISIS. Lewat Pakistan? Lewat masuk, ini ke Pakistan dulu.
Nah, dia gabung ke ISIS, kemudian menyatakan bayatnya kepada al-Baghdadi. Kemudian berjuang, perang begini-begitu, sampai sempat kehilangan satu kakinya karena bom, tapi masih terus berjuang, masih dikejar-kejar, sampai akhirnya di satu wilayah di Afrika Utara, rombongannya dikalahkan dan... pasukannya terpaksa mundur dia karena kakinya cuma satu mundurnya gak bisa kenceng.
Jadi ditinggal dan akhirnya tidak diketahui lagi bagaimana ceritanya. Istilah syahid itu mengerikan. Karena nah ini orang ISIS.
Dan kemudian saya dapat kabar kemarin yang tidak diwartakan oleh berita-berita, tapi dari orang yang oleh pemerintah Indonesia sangat dipercaya. Oke. Bahwa beliau yang sangat jenius itu, itu bisa gabung ke Organisasi Teroris Internasional karena ikut pengajian HTI. Ikut pengajian HTI.
Sebenarnya itu tahun berapa sih? Itu dia kaburnya dan hilangnya itu tahun 2016. Oke. Jadi HTI-nya masih hidup.
Oke, tentu saja. Jadi gini, itu ada beberapa titik ya. Itu sudah selesai cerita atau masih belum?
Aku coba bahas dari beberapa titik ya. Yang pertama, cara pandang kita tentang intelijensia dan kecerdasan. Kalau zaman dulu itu yang paling berarti itu memang IQ.
Maka setiap anak-anak SD pada saat itu kan dites IQ ya. Yang aku dapet 132 tadi tuh. Temanku ada yang dapet paling tinggi 145. Jadi bener-bener dia juara satu di kelas, memang jenius.
Tapi kebelakangan kita tahu bahwa saya... IQ itu adalah hanya salah satu bagian daripada kecerdasan. Dulu tuh aku pernah ingat banget, ya tapi ini perbedaan antara orang cerdas dan orang males itu kan tipis ya.
Karena orang-orang cerdas itu sebab orang-orang males yang pengen untuk membuat dirinya nyaman kan gitu kan ya. Jadi aku bilang gini, aku tuh nggak penting jadi juara kelas. Jadi ibuku ketika itu nanya, kok kamu nggak juara gitu maksudnya?
Karena waktu itu yang paling penting kan yang juara kelas. Aku bilang aku nggak perlu juara, karena kenapa? Orang pinter tuh bukan ketika dia juara, tapi bisa nyelesaikan masalah. Tapi aku berpikir memang benar-benar kecerdasan itu soal nyelesaikan masalah sebenarnya.
Soal bagaimana kita cope dengan sesuatu dan kita bisa lepas daripada masalah itu. Maka ke depan orang kenal ada namanya EQ dan SQ gitu kan ya. Ada emotional quotient.
Kalau kita berbicara IQ itu soal kenyamanan, maka EQ ini adalah soal ketenangan. Dan kalau SQ itu adalah soal kebahagiaan. Maka ada negeri-negeri yang mereka IQ-nya tinggi, mereka secara fasilitas mereka nyaman. Mereka secara pendidikan literasinya tinggi sekali, tapi mereka nggak tenang.
Ada yang tenang, tapi mereka nggak bahagia. Karena itu ditandai dengan bunuh diri, misalnya. Berarti yang pertama kita tidak bisa katakan bahwa orang pinter itu harus kita harapkan mengambil keputusan-keputusan yang solutif.
Itu yang pertama. Yang kedua, yang paling penting, soalan HTI. Coba misalnya. Kalau logika ini dipakai, ini bisa bahaya banget. Karena berapa banyak kemudian dalam tanda kutip orang-orang yang ikut ISIS atau orang-orang yang melakukan kejahatan-kejahatan itu dulu sekolah di NU dan Muhammadiyah.
Paham nggak sih maksudnya? Nah jadi masa kita mengaitkan kemudian orang yang sekolah di NU dan Muhammadiyah dengan kemudian mereka jadi teroris kan gitu kan ya? Atau mereka jadi seorang...
By the way, Gibran sekolah di mana ya? Oh Gibran sekolah di Australia kan? Berarti Australia itu mempromosikan orang-orang jadi...
Oke kita lanjut gimana tadi? Nah kan kita kan nggak berkata seperti itu kan Maksudnya gini Kan disitu sebenarnya adalah Kasus itu sebenarnya Mengguncang banyak Banyak hipotesis Karena biasanya orang berpikir bahwa Teroris itu muncul gara-gara Dia misalkan Gampang di doktrin Atau misalkan gara-gara dia Tidak Mandiri secara finansial, dia untang lantung, jadilah teroris. Tapi ini beliau diunair, kemudian pinter. Kok bisa?
Makanya pertanyaan saya sebenarnya adalah, gimana cara HTI mencuci otaknya? Iya, HTI mencuci otak dengan cara ini. Jadi seperti ini, pertama-tama kita harus sampaikan dulu bahwa adalah anggapan yang salah menurutku ketika terorisme dalam tanda kutip cuma disederhanakan dengan cara...
Low education misalnya Atau orang-orang yang kurang Atau orang-orang yang kurang atau perlu dengan masalah uang Misalnya, atau apa lagi satu lagi tadi? Selain edukasi dan uang Ya itu aja sih Karena kita juga menemukan Dalam beberapa kasus orang-orang yang berbuat Jadi gini, sebelum kita berbicara Tentang terorisme, kita berbicara orang-orang yang berbuat Sesuatu di luar kebiasaan dulu ya Kalau aku melihat sih gini Faktor yang menyebabkan orang-orang itu berbuat di luar kebiasaan atau dalam tanda kutip ekstrim, yang paling besar itu keterpaksaan menurutku. Jadi karena dia nggak punya opsi lain, maka dia berbuat sesuatu yang di luar daripada kebiasaan.
Dan dia tidak punya opsi lain ini bisa jadi karena low education, bisa jadi karena dia nggak punya akses terhadap uang misalnya. Karena itulah orang-orang misalnya, contohnya. Orang maling karena dia nggak punya uang, sedangkan ada anak yang harus dikasih makan misalnya.
Artinya dia kan nggak punya opsi ya, dalam pandangan dia. Dia nggak punya opsi. Atau misalnya ketika dia mendapati ibunya mau mati, sedangkan dia harus punya uang untuk operasi atau pengobatan ibunya, karena dia nggak punya edukasi, dia nggak punya ini, nggak punya pilihan lain. Jadi balik lagi ke terpaksaan sih sebenarnya. Makanya fenomena orang-orang yang berbuat ekstrim ini terjadi juga bahkan di tempat negara-negara yang terjajah.
Jadi tidak semua orang-orang yang berbuat yang dalam tanda kutip, di luar kebiasaan atau ekstrim itu adalah sesuatu yang salah. Itu pertama dulu. Walaupun nanti kita akan bahas isisnya ya.
Contoh misalnya dalam kasus yang sekarang kita lihat, Palestina misalnya. Dalam kasus Palestina, berarti kita tidak bisa menggolongkan Hamas sebagai teroris. Sedangkan orang-orang di luar, seperti misalnya Piers Morgan, lalu kemudian kantor-kantor berita mainstream, menggolongkan Hamas sebagai teroris. Dan kenapa mereka tidak menggolongkan Israel sama sekali sebagai teroris? Padahal aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan itu jauh lebih parah dan jauh lebih biadab daripada teroris sekalipun.
Kreativitas yang mereka buat untuk membunuh manusia itu sudah di luar daripada nalar kemanusiaan. Sangat kreatif. Itu luar biasa. Jadi mereka menggunakan cara-cara paling kreatif untuk membunuh orang, dan tidak punya akun tebal terhadap itu.
Itu luar biasanya. Tapi tidak dikatakan terorisme juga. Ini menurutku adalah pertama yang bisa kita lihat adalah bagaimana dunia itu punya dua muka dan punya standar dua dalam menghadapi satu kasus misalnya.
Oke kalau gitu kita coba balik lagi. Satuan yang kita sepakati bahwa saya isi itu adalah sesuatu yang... Sesuatu yang jelas salah.
Karena mungkin orang-orang juga, ya sudah pernah aku ceritain bahwa ada pernah orang-orang ISIS datang ke tempatku. Aku sendiri, mereka berempat. Dan mereka ngancem untuk bunuh.
Kalau aku nggak terima ide-ide mereka. Nah ini kan sesuatu yang salah. Maka nggak hanya ISIS sih, tapi ada banyak orang-orang yang ketika dia mengklaim kebenaran itu menjadi milik dia sendiri, sedangkan selain daripada dia itu sudah pasti salah. Atau paling tidak dia seolah-olah meyakini bahwa otoritas agama itu adalah dia.
Sehingga berbeda dengan dia berarti berbeda dengan agama. Kalau bahasa sederhananya, Dr. Majid Al-Kilani bilang gini, ketika ulama-ulama diangkat menjadi se-level Rasulullah, maka berbeda dengan ulama, itu berarti berbeda dengan Rasulullah. Konsekuensinya kita murtad. Konsekuensinya kita kafir. Kalau kita gabungkan balik lagi dengan intelektualitas, di titik itu yang aku coba untuk garis bawahi di awal, bahwasannya IQ tinggi, pendidikan tinggi, bukan berarti dia itu cerdas.
Karena cerdasnya soalan kemudian untuk memberikan solusi pada orang, bagaimana cope dengan satu situasi. Contoh kayak gini deh, aku yakin ya, profesor-profesor ketika dia nikah sama istrinya, ketika dia cuma ngandelin IQ-nya, kira-kira pernikahannya bisa tahan berapa lama? Mungkin nggak jadi nikah. Betul, karena dia banyak ngitung kan ya.
Kalau gue nikah, ini satu tahun, anak ini berapa, misalnya istri berapa. Artinya kita tidak selalu membuat keputusan dalam hidup kita berdasarkan logika sebenarnya. Bahkan marketer-marketer mengatakan hampir 90% keputusan manusia itu didasarkan atas emosional.
Maka iklan-iklan mana ada logika. Iklan HP sekarang mana ada, iklan-iklan V2-nya ini, berapa megabyte, dan segala macam. Apple jualan Apple aja, because Apple is Apple, kata mereka kan gitu.
Nah... Artinya adalah kalau kita lihat dari titik ini IQ tidak berperan penting dalam itu. Yang kedua kalau misalnya tadi soalan HTI disitu yang aku tekankan lagi.
Kalau seandainya dia cuma ngaji ke HTI misalnya. Itu sama kayak kalau kita ambil logikanya adalah ada orang kuliah di NU. Atau misalnya bukan kuliah lah di SD di NU. Tiba-tiba dia jadi orang jahat misalnya. Atau dia sekolah di Muhammadiyah.
Lalu tiba-tiba dia jadi orang jahat. Apakah kita mengaitkan semudah itu dengan sekolahnya di NU dan Muhammadiyah? Jawabannya adalah tidak.
Kalaupun dikatakan bahwasannya dia pernah ngaji di HTI sebelum dia ke ISIS. Nah pertanyaannya justru adalah kenapa dia berhenti ngaji di HTI. Karena kalau dia tetap ngaji di HTI, dia tidak akan pergi ke Pakistan. Seperti saya tidak akan pergi ke Pakistan.
Oh enggak? Oh enggak dong. Karena Pakistan... Pergi ke Turki ya? Tentu saja.
Karena Turki lebih bagus. Nah jadi artinya kalau kita lihat justru keputusan dia pergi ke Pakistan itu harusnya dimaknai, kalau orang cerdas ya, itu harusnya dimaknai berarti. berarti dia itu melakukan perkara-perkara yang dilarang atau yang salah karena dia keluar ngaji di HTI kalau dia ngaji di HTI dia pasti jadi kayak saya coba kalau misalkan gini, saya juga sebenarnya yang bagian kecerdasan itu bahwa dia akhirnya bisa di dalam tanda kutip di uji cootak itu juga sebenarnya punya pikiran lain bahwa Orang-orang yang berpikir binar itu, kalau misalkan IQ-nya tidak rendah, ya berarti dia punya gangguan mental.
Benar. Biasanya gitu. Benar. Dan memang ada jurnalnya, tapi yang menggelitik itu sebenarnya yang tadi itu, yang HTI itu. Kalau misalkan ya, ini kita ambil cerita.
Kalau misalkan kita juga tidak mengambil penyederhanaan bahwa Hanya gara-gara dia gabung ke HTI, kemudian jangan langsung salahkan ke ISIS, karena dia juga latarnya NU atau Muhammadiyah, misalkan seperti itu. Tapi yang punya kisah bahwa dia terinspirasi menjadi bagian dari ISIS karena ISIS itu mengaku dirinya sebagai khalifah. Dan ide-ide kehilafan itu berasal dari Hizbut Tahrir. Ide-ide kehilafan berasal dari Hizbut Tahrir. Jadi maksudnya NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irshad, dan lain sebagainya, atau yang disebut Wahabi, atau yang disebut itu...
Perahabaib atau siapa, itu semuanya kan tidak mempromosikan ide-ide kehalifahan. Menurutku agak ahistoris sih. Karena kalau kita lihat salah satu aja misalnya contoh kayak bukunya Prof. Ahmad Mansur yang apis sejarah itu.
Kan beliau menulis sendiri bahwasannya reaksi yang datang pertama kali ketika khilafah itu runtuh. Karena khilafah itu sebuah fakta ya. Ada khilafah Umayyah, ada Abbasid yang terakhir adalah Usmania. Lalu kemudian ketika khilafah Usmani turun tuh, maka respon pertama kali justru datang daripada PP Muhammadiyah kan ya, yang mengutus kemudian utusannya untuk pergi kepada konfensi khilafah.
Dan itu direspon juga oleh ulama-ulama Surabaya yang akhirnya menjadi cikal bakal terbentuknya NU. Itu bukan aku yang nulis loh, tapi itu Prof. Ahmad Masud Suryanegara. Yang kedua dalam buku fikih Islam ya, karangan Suleiman Rashid itu yang ada... ada gradasi hijau ke kuning, itu ada fikir tentang khilafah.
Di situ dituliskan. Berarti sebenarnya kalau aku lihat, penyederhanaan bahwa khilafah itu diusung oleh HTI, itu adalah sebuah simplifikasi. Simplifikasi yang terlalu simpel. Nantinya kita tidak bisa menjadikan itu juga. Sama seperti ini kita pikir.
Open Hammer. Open Hammer dia bikin bom atom. Apakah kita menyalahkan bahwa fisika membuat para teroris?
Kan enggak. Artinya fisika itu adalah ilmu yang bersifat umum. Fisika ilmu bersifat umum, kimia adalah ilmu bersifat umum.
Memahami fisika dan memahami kimia tidak menjadikan orang jadi jahat. Yang menjadikan dia jadi jahat adalah motif di balik pembelajaran itu. Nah sama kayak HTI. HTI bukunya dijual bebas.
HTI bukunya dijual bebas, video-videonya di-upload. lalu kemudian dia ngandain konferensi hampir setiap tahun pada saat itu pemikiran-pemikiran terbuka dan kita sangat eager agar orang itu tahu tentang pemikiran di sebutan itu seperti apa nah artinya bagaimana mungkin ketika kita nyampein pemikiran-pemikiran yang bisa dikoreksi dan dikritik secara publik bahkan lalu kemudian dijadikan ada orang bunuh orang wah ini pasti gara-gara dia belajar di HTI itu sama aja kayak simplifikasi yang terlalu simpel dari orang-orang barat yang mengatakan bahwasannya Islam itu menginspirasi apa, abuse of woman, menginspirasi kemudian untuk bunuh orang, menginspirasi orang untuk tidak peduli dengan dunia. Itu persis sama. Jadi orang berpikir begini justru yang perlu untuk dicek apakah dia punya gangguan mental. Nah, ini barangnya saya menempatkan diri sebagai pewawancara, karena ini saya memang benar-benar pengen dengar dari orang yang dituding.
Iya, betul. Dan saya juga kemarin kalau nggak salah tuh... videonya mungkin di upload sama ini jadi ya kita butuh butuh semacam penyeimbang jadi saya langsung datang tapi saya gak akan ini itu ngikut aja dulu, nah tapi pertanyaannya gini terkait dengan ide-ide kehalifahan Kebanyakan dari kelompok-kelompok yang kita sebut sekarang sebagai radikal atau kelompok-kelompok yang kita sebut sebagai cikal bakal terorisme itu tidak lepas dari runtuhnya kehalifahan.
Jadi misalkan yang baik Ikhwanul Muslimin maupun Hizbut Tahrir itu sama-sama muncul sebagai reaksi atas keruntuhan, kehilafahan. Kemudian kalau... NU dan Muhammadiyah itu gara-gara Muhammad bin Abu Luhabi ini.
Tapi misalkan Jamaah Islamia, kemudian yang di Pakistan itu siapa? Abu Al-Maududi itu, dan lain sebagainya. Itu justru adalah... terhadap keruntuhan kehilafahan.
Maka dalam konteks ini, saya menduga bahwa ide-ide yang melahirkan terorisme atau radikalisme atau ekstremisme itu adalah tema-tema Islam yang berkaitan dengan... institusi politik. Makanya mereka juga yang dikejar itu adalah institusi politiknya.
Bukan masalah Islam pada dimensi yang lainnya. Kan jadi baik HTI maupun misalkan Al-Ikhwan, itu juga fokus mereka itu adalah pada dimensi politik Islam. Nah, berarti dimensi politik Islam itulah yang melahirkan terorisme.
Oke. Nah, itu juga termasuk silogisme yang terlalu simpel. Jadi gini, pertama aku ingin jelasin dulu. Ini nanti aku coba akan bahas tentang tentang cuci otak dan tentang ekstremisme serta terorisme serta ya segala macem yang diusung oleh Barat setelah pasca 2001 itu ya ketika terjadi ketika jadi pemboman ke apa namanya World Trade Center itu yang pertama gini kalau kita katakan bahwasannya kekerasan itu senantiasa diinspirasi politik aku melihat tidak selalu sih sebenarnya karena mohon maaf, Banser tidak memerlukan alasan khilafah untuk bisa ngusir orang, atau untuk persekusi kepada orang.
Tentu saja, karena itu relate. Atau misalnya tidak perlu juga dilakukan oleh misalnya ormas-ormas yang sering malakin orang ketika bangun-bangunan, atau misalnya dia melakukan kesewenangan-wenangan, dan segala premenisme, itu tidak memerlukan sebuah alasan-alasan politik. Dan kalau kita lihat tentang korban, jumlah korban homicide misalnya di Amerika, korban homicide di Amerika itu serasa...
Hampir 100% karena gangguan mental. Tadi, tidak diinspirasi oleh agama tertentu, apalagi oleh agama Islam. Makanya orang-orang di barat sana, mereka mengatakan, terorisme tidak memiliki religi. Anehnya orang-orang Indonesia senantiasa mengaitkan terorisme itu dengan Islam.
Karena seolah-olah mereka melihat ada hubungan antara terorisme dengan Islam. Yang kita lihat justru sesuatu yang berbeda. Pertanyaan sederhana. Kalau kita bicara tentang terorisme, ketika Islam, ketika Hadratul Sheikh Hashim Ash'ari misalnya, ketika dia mengatakan resolusi jihad, Bagi pandangan kita, ini adalah sebuah perang suci.
Maka yang wafat adalah syahid. Yang kemudian justru membelot daripada fatwa ini adalah seseorang yang justru adalah pengkhianat. Mereka membuat makar. Tapi bagaimana orang-orang Belanda menyikapi ini? Mereka menyikapi ini adalah bagian daripada tindakan ekstremisme.
Mereka menyikapi ini adalah bagian daripada tindakan terorisme. Dan mereka langsung menunjuk Islam sebagai bagian daripada inspirator itu. Maka Barat ketika melihat itu, mereka tahu persis bahwasannya yang mendasari perlawanan terhadap ketidakadilan itu, kalau dalam pandangan kita, ketidakadilan itu adalah bagi mereka, yang menginspirasi adalah Islam. Maka mereka berusaha untuk memutus mata rantai ini, dengan mengatakan seolah-olah semua kekerasan atau semua keburukan itu berasal daripada Islam.
Karena... kita balik lagi. Sebenarnya gini ya, kita tidak perlu agama untuk melihat satu fakta bahwa kalau ada orang itu sudah diambil haknya, atau orang itu sudah terdesak, dia pasti akan melawan.
Jadi itu nggak perlu teori apapun, atau bahkan tidak perlu agama. It happens all the day in every part of the world, in every history that we can write. Artinya, kita nggak perlu teori apapun mengatakan bahwa kekerasan itu tidak ada hubungan dengan agama.
Justru sebenarnya kekerasan ini jauh lebih berkurang ketika orang memahami agama. Ada nilai-nilai transcendental selain daripada nilai-nilai yang dia lihat kemanusiaan. Menarik misalnya seperti kata Cak Nun.
Cak Nun bilang begini, Andaikan membunuh orang itu tidak dilarang di dalam Islam. Pertanyaannya, apakah kita tiap hari membunuh orang? Iya kan ya? Artinya kan nggak mungkin kan?
Nah apalagi ketika ada agama. Artinya kita sebagai manusia aja nyembeli orang. Jangan nyembeli orang.
Anda melihat video yang suami mukulin istri itu, itu ganggu aku setiap hari. Itu masuk ke sini dan mengganggu. Jadi buat kita jadi aneh.
Atau perasaan itu aku temukan kapan? Perasaan yang sama aku temukan kapan? Ketika melihat...
nenek-nenek digigit sama anjing Israel. Yang nenek-nenek pakai kerudung malam, digigitin. Itu perasaan sama banget. Artinya, disturbing nggak sih? Nah, itu kan manusiawi, sangat manusiawi.
Bahkan tanpa agama pun, kita tuh marah ngelihat itu. Itu bertentangan dengan nurani kita. Betul.
Nah, bagaimana kalau ada orang agama ngelihat itu? Dia langsung bilang, Gila, aku relate banget karena aku punya dua anak perempuan. Aku bilang gini, kalau aku jadi bapaknya, Nah, kalau aku melakukan sesuatu nih, Misalnya aku datangin anaknya, Terus misalnya aku gambar, Atau aku jatuhin pena, Terus dia pas ngambil, aku lutut.
Nah, pertanyaannya, apakah aku jadi radikalisme? Nah, jadi kan tergantung konteks kan kita melihat itu. Tapi kita sama-sama sepakat bahwa membunuh orang itu adalah manusiawi pun tidak bisa kita lakukan seenak itu.
Maka kata Cak Nun, apakah ketika nggak ada agama, kamu akan bunuh orang? Terus jawabannya tidak. Apalagi ketika ada agama. Balik lagi soalan HTI tadi, nah, soalan politik tadi, apakah kemudian kerinduan orang akan politik yang dipimpin dengan Islam, itu menjadi sesuatu yang menginspirasi mereka untuk melakukan sebuah tindakan-tindakan kekerasan. Justru yang kalau kita lihat, politik yang tidak berdasarkan agama itu justru yang membunuh banyak sekali orang.
Karena menurut Canon Armstrong itu, dalam bukunya, Dia menulis bahwasannya ada satu syarat agar orang itu bisa membantai orang lain. Namanya dehumanisme. Artinya orang itu sudah dihargai tidak lagi jadi seorang human.
Atau dia disamai dengan binatang yang kalau kita sembelih ayam kita kayak nggak merasa guilty. Dan ini dilakukan oleh Israel. Pertanyaan apakah Israel diinspirasi oleh politik Islam?
Kan tidak. Gampangnya seperti itu saja. Dan artinya kalau kita lihat data, balik lagi ya, kalau kita lihat data, data-data kalau kita mau kumpulin, data-data kerusuhan, data-data ketegangan yang terjadi di antara masyarakat, pembunuhan, dan segala macam, menurutku data-data masih didominasi oleh bukan politik Islam. Dan oleh bukan orang ngaji. Jelas.
Artinya orang-orang ngaji justru punya konsiderasi lain selain daripada konsiderasi agama. Tapi betul, aku sepakat ketika dikatakan, ketika orang salah memahami agama, Maka agama itu menjadi pendorong yang lebih besar untuk melakukan sesuatu keburukan. Artinya adalah apa?
Sebelum beragama dia sudah salah cara pikir. Artinya agama itu tidak memperbaiki dia. Sehingga dijadikan sebagai dalil untuk memperburu.
Gamanya gini deh. Ada orang jualan pisau. Pisau-nya pisau dapur.
Bagus. Piso dapur Jepang, harganya 7 juta, mahal. Aku baru lihat kemarin, tapi aku nggak beli. Itu kan ya.
Jadi piso yang bener-bener dibuat di Jepang itu. Yang udah bener-bener setahun bikinnya, atau berapa bulan gitu kan ya. Itu kajum banget. Itu untuk apa namanya, motong sayur.
Dan motong daging juga sangat smooth sekali. Kayak mentega. Nah, pertanyaan kalau ada orang beli itu, lalu kemudian dia diajarin nih cara pakainya kayak gini-gini, segala macem. Dia udah lihat reviewnya, terus dia pake untuk seorang. Karena memang dari awal dia sudah memang nggak suka sama orang itu.
Nah artinya sebelum dia punya itu pun, dia sudah punya intensi. Piso itu cuma memudahkan dia aja. Nah itu bahayanya Islam. Tidak hanya Islam, tapi bahayanya segala sesuatu yang lain untuk menginspirasi keburukan.
Contoh, saya tambahin dikit sebelumnya. Pancasila, bisa nggak dipakai untuk bunuh orang? Bisa. Dan faktornya sudah seperti itu kan ya.
PKI, kita tahu, DNI did itu, sebelum dia melakukan keburukan-keburukan yang sangat ngeri dengan PKI-nya itu, menerbitkan buku Membela Pancasila. Coba. Artinya orang dibunuh atas nama Pancasila kan ya? Ketika PKI melawan pemberontakan, mereka membunuh atas dasar keyakinan mereka. Dan jelas itu bukan Islam.
Artinya kita nggak bisa langsung mengaitkan, walaupun betul keyakinan itu berperan penting dalam aktivitas orang. Berarti berpikir sebelum beriman. Berpikir sebelum, lebih tepat lagi adalah berpikir adalah syarat beriman.
Artinya kalau ada orang nggak berpikir, dia tidak diterima keimanannya. Berarti kalau misalkan ada ajaran-ajaran dalam tanda kutip agama, yang melarang orang untuk tidak berpikir, eh, melarang orang untuk berpikir, berarti jauhin ya? Eh, ini kalau ini orang-orang agak malai nonton, aku agak bahaya.
Kalau Anto ngomong nggak apa-apa, kalau aku yang ngomong jadi masalah nih. Jadi, iya, aku sepakat. Aku sepakat. Artinya, aku justru masuk Islam karena Islam adalah agama yang benar-benar promote pada berpikir.
Jadi, benar-benar promote pada berpikir, benar-benar promote pada rohmah. Makanya kan aku bilang gini, Terakhir aku ketemu dengan orang juga. Mohon maaf, dia suka sekali nonton dengan kekerasan-kekerasan. Dia suka sekali nonton orang-orang yang terakhir beredar. Tuh, lihat nggak sih?
Yang bukan terakhir sih, udah lama banget tapi beredar lagi. Ada dua pilot Turki yang dibakar sama ISIS. Oh, belum-belum.
Oh, itu ngeri banget tuh. Dan ini ada orang-orang... Yang dikurungin itu bukan?
Bukan, jadi dibakar betul. Jadi, poin ngeri banget deh, itu mau muntah juga. Artinya gini, ada orang-orang yang suka banget dengan gambar-gambar gore kayak gitu.
Kemudian dikirim-kirimin kadang-kadang segala macam. Untuk kayak gitu-gitu. Aku bilang gini, kamu dengan berpikir dengan ngirim gambar-gambar kayak gini itu berarti kamu merasa bersemangat. Aku bilang itu kayak nonton film porno, cuma beda fetisnya aja. Paham nggak sih?
Jadi mungkin dia ketika ngeliat itu, dia terangsang. Ini sama persis. Orang beragama itu menekan itu. Menekan ekstremisme.
Kamu mencintai nggak boleh terlalu mencintai. Kamu membenci nggak boleh terlalu membenci. Kalau kamu suka, jangan terlalu suka. Kalau kamu merasa ini benar, hati-hati bisa jadi ini salah. Kalau merasa ini salah, bisa jadi ada kebaikan di dalamnya.
Islam itu adalah agama yang ngajak orang agar tidak ekstrim justru. Maka ketika ada orang yang dalam tanda kutip membencinya banget, seolah-olah tidak ada pertobatan gitu kan ya, berarti jangan-jangan yang menjadi titik pemikirannya bukan Islam. Jangan-jangan. Jangan-jangan, gitu.
Tapi saya juga sebenarnya suka yang gore-gore gitu, gorengan. Oh ya, gorengan. Gore ya. Ya tapi kalau misalkan ya, kalau itu pandangan Pak Felix gitu, kalau kemudian berarti berpengetahuan dulu, berpikir dulu, baru beriman, atau itu adalah menjadi syarat untuk keimanan, lalu bagaimana ceritanya tentang fenomena bahwa orang-orang yang Beragama, khususnya dalam konteks ini adalah Islam, justru adalah orang-orang yang tertinggal dalam kemampuan berpikir. Nah, itu yang menjadi alasan kenapa aku masuk Islam.
Gimana tuh? Jadi gini, aku tuh menemukan serius deh, aku termasuk orang yang benci dengan Islam dulu. Aku nggak suka banget. Lebih tepatnya aku sadar, setelah aku masuk Islam, aku bukan benci dengan Islam.
Aku benci dengan Muslim. Karena orang-orang Muslim tidak menjadikan dirinya sebagai contoh daripada Islam. Nah itu yang kadang-kadang kita lihat, kok bisa orang-orang Muslim, kalau itu kita jawab sederhana, ayat pertama turun ikhraq. Kemarin Tereli ngasih data kan ya, yang paling tinggi kalau nggak salah Inggris.
Inggris itu paling banyak baca ya. Mereka setahun itu beli rata-rata 10 buku per orang. Sehingga kalau penduduknya 60 juta, mereka beli 600 juta buku. Aku bilang, gila 600 juta buku.
Nah kita 275 juta. Jadi kalau di rata-rata kita satu orang beli 0,05 buku. Itu pun masih diselamatkan mungkin dengan orang-orang kayak...
Diselamatkan sama novel. Bukan hanya itu, tapi yang heavy reader. Yang satu orang mungkin bisa 100 atau 200 buku per...
Aku aja beliin anakku aja satu tahun ini, gak kurang daripada 100 buku. Artinya kan masih terselamatin kan. Coba kalau orang-orang ini nggak dihitung. Selesai ini Indonesia ini.
Nah padahal yang lucu adalah kalimat pertama yang muncul daripada Al-Quran adalah ikhroq. Baca. Kalaupun kamu nggak mau baca tafsir nggak apa-apa.
Gak usah baca tafsir ikhroq. Tapi itu literally baca. Nah jadi itu menjawab pertanyaan.
Kenapa sih orang-orang muslim yang katanya menjadikan berpikir menjadi dasar. Atau menjadi syarat daripada keimanan. Lantas mereka sendiri keimanannya ngaco.
Itu maksudnya. Ayat pertama itu ikhroq. Ayat terpanjang itu catat.
Ayat terpenting tentang mencatat hutang, betul. Ternyata pinjam 100 nggak dicatat. Nah, makanya, saya tuh banyak sekali keluhan-keluhan, bahkan di video saya itu, dominasi itu adalah terkait, kalau misalkan hubungannya dengan Islam, itu adalah keluhan tentang itu.
Ya, makanya orang banyak salah paham ya. Jadi, di dalam Al-Quran, suruh baca dan catat, kita tidak membaca dan tidak mencatat. Betul.
Kemudian, dalam Islam itu, Beda-beda dikit gak apa-apa lah, yang paling penting tuh berjamaah ada dalam suatu kesatuan. Kita pecah belah gara-gara jamaah gitu. Kita tuh punya banyak sesuatu. Dalam Islam tuh... Gak apa ya, dalam Islam tuh kita tidak boleh Ngamuk Tidak boleh ngamuk Ternyata orang Islam banyak yang Paling muda ngamuk Dan tidak bisa mengendalikan amarahnya Bahkan melabeli amarahnya itu adalah sebagai bagian dari kecintaan pada agama Ada ya, ada banyak hal-hal yang semacam itu Saya tuh selalu menekankan bahwa kita tuh perbedaan pendapatnya tuh besar Antara kita berdua Bahkan dari tadi itu sebenarnya saya Nahan ngomong Tapi saya itu bisa Saya itu bisa nih bercengkraman Bisa saling gebuk-gebukan disini dan saling sayang-sayangan Itu bisa, saya tuh pengen mempromosikan itu Saya tuh bisa ngobrol Dan baik bersama Pak Ade Armando Dengan kalangan Tokoh-tokoh NU dengan NU Persis Muhammadiyah Saya bisa ngobrol dengan Orang-orang yang katanya mau artis Yang sama liberal, semuanya itu tuh bisa Cuman kita tuh Dibatasi dengan itu Dengan Gibran bisa?
Bisa Ada acara saya bareng sama mas Gibran Tapi dibatalin Berarti gak bisa dong Tapi dulu saya udah mengepanggung Dan saya gak jadi masalah Sama KSR udah pernah? Saya nyenggol-nyenggol gak ditangkepin Berarti gak bisa Cuman dari pihak saya Saya tuh sangat terbuka Keliatan sih Pas ke Robito Alawi yang kemarin kelihatan guru gembul benar-benar terbuka Jadi ya Maksudnya Dalam pikiran Islam Kalaupun ada diantara kita yang beda pandangan Beda perspektif, ya mendingan konfirmasi aja Langsung dengan orangnya, klarifikasi aja Bukan menolak Tapi di belakang bikin frame Bahwa ini masuk ke dalam kelompok ini Ini masuk ke dalam kelompok ini HTI menyebabkan ekstremisme Kayak tadi ya, teman antum itu Tapi yang tadi itu ya Bahwa Itu nggak ngebantah ya, bahwa fenomena kalangan beragama, khususnya kalangan Islam, itu justru malah semakin sedikit jambaca mereka. Oh itu fakta yang sulit dibantah. Justru itu yang saya bilang kenapa saya masuk Islam. Artinya salah satunya, tahu nggak sih pelajaran yang paling aku benci dulu di sekolah apa?
SMP, SMA? Apa? PKN?
Bahasa Indonesia Sejarah. PPKN 08 loh. Padahal gua nggak belajar.
Jadi bahasa Indonesia dan sejarah. Dan dua ini justru menjadi dua hal yang paling aku suka setelah masuk Islam. Jadi aku pengen kasih tau orang, Islam itu bisa mengubah orang.
Coba bayangin, ketika aku melihat Indonesia itu kayak apa, aku pengen pindah ke Jepang. Aku nanya sama orang-orang, kenapa gua berada di Jepang saja? Ya, padahal mirip.
Betul. Aku bisa baca komik dengan seenak mungkin gitu kan ya. Di situ lebih rapi, di situ lebih keren. Ya karena namanya anak 90-an kan ya.
Anak 90-an kan benar-benar sangat di-influence dengan Jepang. Tapi setelah aku masuk Islam, aku bilang, Ya Allah, ngasih tempat terbaik bagi aku untuk kemudian di sini. Nah ini artinya kan, justru Islam mengubah aku untuk lebih mencintai Indonesia kan gitu.
Karena menganggap ini adalah lahan perjuangan yang lebih relevan. Lebih kepada bahwa Allah itu adalah zat yang maha presisi. Allah nggak mungkin ngasih orang salah. Artinya aku jadi, oke aku terima, aku mencintai Indonesia, aku mencoba untuk ngajar orang Indonesia, lihat nih, aku bisa loh diubah oleh Islam.
Artinya apa? Ketika kalian nggak berubah, bukan salah Islamnya, salah kalian. Kenapa kalian nggak mau?
Nah itu tujuanku. Oke, jadi kapan diundang sama Gibran? Kayaknya Gibran yang diundang ke sini ya, dia kan lebih muda.
Kan harusnya muda mendatang yang tua, itu kan Pancasila sekali. Oh iya iya. Iya benar.
Antum lebih tua juga kan daripada Gibran kan? Iya saya lebih tua. Makanya. Kan Antum gak perlu MK lagi kan? Jadi wakil presiden itu lebih layak saya.
Kan lebih tua. Aku dukung. Ya balik lagi tetap.
Satu lagi lah. Gak apa-apa ya. Gak apa-apa. Mau sampai Jumatnya juga gak apa-apa.
Satu lagi. Kalau misalkan fenomenanya adalah bahwa Islam justru atau mayoritas kaum muslimin justru malah terpinggal dalam pengetahuan dan teknologi dibandingkan dengan orang-orang yang muslim gitu. Dan faktanya juga termasuk dengan kekayaan.
Betul. Jadi kemarin saya kasihin tampilin ya sebuah sumbernya bahwa, eh sumber mana yang saya kasihin? Ya ada, penelitian mana gitu. Saya menyebutkan misalkan di Indonesia itu.
Yang menguasai ekonomi Indonesia itu kebanyakan Chinese. Nah, yang pribumi dan muslim, yang pribumi plus muslim, itu cuma 15% dari kekayaan di Indonesia. Dan itu pun mungkin cuma yang pegang duit aja ya? Tapi yang punya tetap yang lain. Ya maksudnya, kekayaan mereka, mereka yang punya itu.
Jadi 87% populasi, tetapi hanya menguasai 15% aset ekonomi. Aku gabungin dengan cuci otak ya. Aku tadi lupa bahas dengan cuci otak. Sebenarnya gini, tidak ada manusia yang tidak dicuci otak. Artinya manusia itu tidak mungkin netral.
Itu sama aja kayak ada orang tua bilang gini, jangan pengaruhi anakmu, biar dia memilih sendiri. Gimana caranya nggak mempengaruhi anak, suruh dia milih sendiri? Mana ada anak yang milih sendiri? Ya, betul-betul.
Bisa paham maksudnya ya? Artinya, kalau ada orang tua yang bilang bahwasannya, kita tuh biarin anak kita milih sendiri, jangan dipengaruhi, jangan lu cuci otaknya. Bro, itu anak-anak.
Mereka tuh nggak akan bisa milih sendiri. Secara paling gampang yang sudah terinstall adalah kemalesan. Mereka kan pilih yang lebih mudah, mereka kan pilih yang lebih santai.
Artinya nggak ada orang yang bersifat netral. Either ketika kita punya tanah itu kita menanami dengan bunga lalu muncul bunga tapi tetap ada rumput-rumputnya atau kita tidak tanami sama sekali lalu muncul rumput. Artinya kita tidak mungkin menganggap ada pikiran orang netral. Artinya ada orang yang mengatakan bahwa orang masuk isbutan di cuci otak berarti dia juga sudah somehow di cuci otak dengan pemikiran yang lain. Atau menginstal pemikiran lain pada dirinya.
Gampangnya seperti itu. Aku masukin ke sini. Kepada kenapa orang-orang Islam itu low performance.
Dan low performance itu jangan kan kita bicara tentang masalah uang. Mereka secara karakter juga low performance. Contoh misalnya ya, secara toughness, secara mereka apa ya, semacam kayak toughness itu apa ya? Resistensi.
Kekekehan. Resiliensi. Itu sangat kurang sekali. Nah kalau aku lihat itu ada banyak faktor sih. Yang pertama aku pernah bahas tentang ini.
Antum pernah tahu nggak tentang bagaimana bagaimana penjajah itu membentuk mental-mental terjajah kepada kita? Jadi sebenarnya kalau kita lihat, Indonesia itu adalah bangsa yang sangat... Sangat rajin, diligent Mereka bangun lebih pagi, mereka kerja lebih keras Somehow mereka tidak mendapatkan Apa yang mereka harusnya dapatkan Seperti orang-orang misalnya Itali Kalau ke Itali itu jam 9 mereka masih tidur Jam 10 mereka baru bangun ngulet Setelah itu mereka minum bir Tapi somehow mereka masih bisa makan Kayak nggak adil gitu kan ya Nah artinya kalau kita lihat balik lagi tentang Belanda Misalnya contohnya, salah satunya aku pernah kritik Tentang bagaimana mereka tuh Memberikan sebuah Strata sosial Ya Yang bersifat legal.
Misalnya contoh ya, zaman dulu kan ada tiga mereka kerompokin. Pertama ada Euro Panen, yang kedua ada Fremde Osterlingen, yang ketiga ada Inlander. Yang paling apes kira-kira siapa? Yang bawah. Yang Inlander?
Anda. Tapi saya kan tidak. Saya kan Fremde Osterlingen.
Jadi Fremde Osterlingen ini bisa belajar. Mereka bisa mendapatkan akses dan segala macam. Maka tata kota Belanda kita sudah tahu. Setelah pemerintahan atau pusat kota, itu mereka dikelilingkan India, Arab, dan Cina.
Mereka jadiin mereka sebagai buffer, mereka jadiin Fremdo Osterlingan sebagai buffer untuk inlander. Parah kan? Yang terbentuk kebencian inlander terhadap Fremdo Osterlingan. India, Cina dibenci.
Arab untungnya karena mereka Islam, jadi mereka bebas dari kebencian itu. Tapi kan kita kan dibenci orang Cina. Artinya dari zaman dulu pun secara akses terhadap... terhadap aset itu tidak imbang, tidak equal gitu maksudnya. Sudah dibuat seperti sehingga pendidikan dan segala macam ya wajar kalau terjadi seperti itu.
Yang kedua, kita nggak bisa memungkiri secara karakter orang Cina unggul. Dulu contohnya misalnya ya, ya memang karena minoritas ya. Orang kan bilang kalau kita dalam keadaan terjepit tadi, ekstremisme itu muncul. Bapak saya itu pernah bilang gini, contoh ya, perkara sederhana yang Bapak saya warisin pada saya nggak ada hubungan dengan agama. Walaupun setelah kita masuk Islam, kita dapat ada hubungan dengan agama.
Bapak saya itu bilang gini, ini... Minjem barang ke orang itu bodoh. Minjemin lebih bodoh.
Coba bayangin. Tapi ini kan mentalnya disamilkan karakter. Artinya daripada saya minjem, saya harus beli.
Tapi ketika saya mau beli, bapak saya bilang lagi, Lik, jangan beli kalau sebelum kamu punya 50, baru keluarin 1 atau 2. Jadi orang Cina, dia kenahan sampai dia punya 50, dia nggak mau ngutang. Ketika dia ngutang kita tahu dia kehilangan kebebasan Nah ini kan mental-mental tertentu nih yang kita bisa lihat Jadi ada urusan kemudian sistemik, ada urusan karakter, ada urusan satu lagi Goodwill daripada pemerintah Karena kalau kita bicara tentang goodwill daripada pemerintah ya Boleh nggak sih kita ngomong? Boleh. Kita udah tahu lah seperti apa goodwill daripada pemerintah. Makanya kalau kita bandingin dengan negara-negara yang lain yang misalnya mereka punya kekayaan lebih bagus dan segala macam, goodwill pada mereka jauh lebih tinggi daripada kita.
Ini seperti itu sih, ada tiga faktor minimal. Pemerintah kita tuh kayaknya nggak ada will-will-nya deh. Iya, semuanya Jawa ya. Nggak ada will ya. Adanya pil ya.
Nggak, bukan. Nggak di situ juga ya. Ya, jadi...
Ya itu juga nggak bisa dibantah ya. Nggak bisa dibantah. Cuman memang sesuatu yang sangat disayangkan. Pada akhirnya juga ini merambah pada masalah-masalah edukasi. Jadi betapa sulitnya untuk mengedukasi.
Satu hal yang kemudian saya pengen curhati dan saya pernah bikin video juga, justru banyak orang-orang di antara kaum muslimin yang digelari oleh ulama justru malah mempertahankan itu. Mempertahankan situasi bahwa kaum muslimin Gak usah belenyek belajar, karena si ilmu itu dipisah. Yang kemudian saya sebut bahwa itu adalah sekularisme. Jadi ada ilmu dunia, ada ilmu akhirat.
Begitu kan? Betul. Jadi kalau misalkan...
Itu sepupu saya tuh masih ada di pesantren yang... Si Kiai-nya itu menekankan nggak usah belajar ilmu, matematika, dan lain sebagainya karena itu nggak akan ditanya di kuburan. Itu masih ditekankan seperti itu.
Yang paling penting itu. Nah, tapi yang paling penting itu kemudian hafalin solawatan, solawat ini, kemudian nadom begini, dan begitu, dan sebagainya. Dan itu tuh orang-orang yang digelari ulama yang mengatakan seperti itu tuh. Betul. Jadi ya akhirnya kaum muslim ini susah sekali untuk disadarkan.
Ya. Otoritas yang mereka hargai justru malah membenarkan bahwa kita memang seperti itu. Pas ditanya, kan kita jadi tergantung, kita jadi kehilangan izah dan lain sebagainya, mereka mengatakan, ya ini kan sunatuloh, dunia itu bergerak. Jadi dulu kita di atas, sekarang di bawah ya terima aja.
Dunia itu bergerak, dulu kita di bawah, sekarang kita di bawah banget. Iya, jadi agak... jadi kesal juga ini orang-orang. Sikap-sikap fatalisme gitu ya. Kayak tadi kan fatalisme kan ya.
Seolah-olah semua sudah ditakdirkan. Semua sudah dipredestinasi dan segala macam. Oke, aku ngerti sih kalau gitu.
Itu juga termasuk kritiku yang paling besar. Jadi kritiku yang paling besar pertama terhadap sistem pendidikan di Indonesia, aku udah pernah ngomong belum sih, bahwa saya kita tuh terlalu banyak bahas tentang what and how. Tapi kita nggak pernah bahas why.
Itu yang pertama. Yang kedua adalah pengajaran terhadap Islam tuh diberikan sehingga Islam seolah-olah seperti katanya Karl Marx. Agama adalah candu bagi orang-orang.
Sehingga ketika dia merasakan sakit, sakitnya itu kayak dicanduin. Eh gimana ya cara ngomongnya? Sakitnya itu kayak diredam. Sehingga dia nggak merasakan sakit. Ketika tangannya dipotong itu yaudah nggak apa-apa lah.
Yang penting kan ini. Jadi kayak sakitnya itu dia harusnya dia merespons dengan cara tertentu. Tapi dia tidak merespons dengan cara yang tertentu.
Aku sepakat sih kalau kayak gitu. Artinya kalau kita berbicara tentang agama. Justru agama itu harusnya menjadi sebuah apa ya? Sebuah...
Rekursor bagi ilmu-ilmu dunia. Jadi gini sebenarnya kalau kita lihat ya, kita kesampingan lu teori-teori yang membuat Indonesia jadi kayak gini. Tapi kita lihat faktanya. Faktanya adalah ketika Islam itu muncul, mereka itu dikelilingi oleh dua imperium besar. Romawi yang sudah sekitar berapa waktu itu ya?
Seribu tahun hampir ya. Seribu tahun sebelumnya kalau kita hitung dari 400 sebelum masehi ya. Kalau 200 berarti sekitar 800 tahun. Kalau dimulai dari kerajaannya. Kerajaan 200 setelah Tarola.
Berarti sekitar 600. Persia itu sudah sekitar berapa? 1200 malah. Lebih lama lagi.
Dan mereka punya edge of teknologi. Mereka punya semua teknologi-teknologi yang paling besar pada zamannya. Dan kita tahu bahwasannya Rasulullah memerintahkan para saban untuk belajar administratif ke Persia. Dan mempelajari bahkan manjanik dari Persia dan Romawi. Dan seterusnya.
Mempelajari semuanya. Setelah. Bahkan ada banyak quotes-quotes orang-orang ulama itu ternyata diambil dari Persia. Iya.
Aku jadi ngeliat. Nah artinya orang-orang muslim itu tidak melihat bahwa ini adalah sesuatu yang berbeda antara dunia dan akhirat. Iya itu sih. Iya ngomong gitu.
Nah artinya kalau kita lihat justru pada saat itu Islam itu adalah menjadi satu agama yang menyerap segala sesuatu yang baik seperti kata Rasulullah. Hikmah itu barang kalian. Iya.
Cuma bisa jadi Anda dapat dari orang lain. Nah artinya dia tidak memandang sekedar... Seperti Candu tadi. Nah ini yang coba kita khusus pemahaman tentang takdir sih kalau aku lihat. Jadi pemahaman tentang takdir ini seringkali membuat orang itu tidak mau berusaha.
Karena mereka bilang gini, contoh yang paling nyata ya. Takdir itu sudah ditentukan oleh Allah. Maka kalau sudah rezekimu, gak akan kemana-mana. Iya itu dia.
Tapi kalau belum rezekimu, gak akan dapat. Atau. Harta itu fitnah dunia. Kalau kamu cari, nanti kamu panjang tuh tanggung jawabnya di akhirat.
Nah, jadi kalau menurutku ya, ini solusinya. Otoritas itu tidak salah. Tapi siapa yang mengatakan dan kepada siapa dikatakan itu yang jadi masalah. Contoh.
Seorang Adi Hidayat misalnya, dia bilang gini, menghafal Quran itu belum tentu masuk surga. Pantes. Tapi yang ngomong Felix, dilempar batu sama orang. Karena kan kalau dia yang ngomong, dia hafal Quran kan.
Tapi kalau Felix bilang, menghafal Quran itu tidak pasti masuk surga. Dilempar batu, lu males. Paham nggak maksudnya? Nah, harusnya yang ngomong kayak gitu adalah pengusaha yang kaya.
Misalnya contoh ada pengusaha di Indonesia yang benar-benar sudah kaya banget, terus dia bilang, harta ini cuma akan jadi hisap yang tinggi. Dia pantas ngomong gitu, dia kaya. Jangan yang miskin ngomong gitu. Jadi kalau ulama, ya dia ngomong ke ulamaannya aja.
Jangan ngomong tentang urusan yang lain, karena itu jadi nggak relevan. Nah, dan mungkin perlu juga untuk kita kasih tahu konteksnya apa. Jadi contoh kayak gini. Fisika matematik itu nggak ditanya oleh Allah nanti dia memiliki apa?
Bener. Yang ditanya sholat? Bener.
Tapi problemnya kan tidak sesimpel itu kan. Nah gitu. Jadi konteksnya harus dilihat sih. Iya. Tapi pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan saya malah disokati.
Dihujat ya? Bukan. Ini pas omongan kita kan. Iya tapi memang ketika saya berbicara tentang masalah-masalah itu saya dianggap menghina Islam. Padahal saya tuh menghina Muslim.
Iya. Saya menghina muslim yang menghina islam. Tapi dikatainya adalah seperti itu. Aku pernah dibilang gini yang sangat menusuk hatiku.
Dia bilang gini, kalau Ustadz menganggap bahwa ketika orang mempermainkan satu ayat di dalam Al-Quran misalnya, surat Al-Ma'idah 51, Ustadz tersinggung misalnya. Kenapa Ustadz nggak tersinggung ketika ada orang-orang, mereka baca Al-Quran, mereka tahu itu perintahnya jelas banget. Contoh kayak tadi misalnya ya. Perintahnya untuk benar-benar kita dalam tanda kutip menjadi yang terbaik dalam apapun yang menjadi urusan kita.
Tapi orang-orang... malah menjadikannya sebagai olok-olokan juga. Bukankah mereka termasuk penista agama juga?
Lah kan kadang-kadang kita jadi orang muslim dan tidak mempraktekan Islam, dan membuat Islam itu disalahfahami, sehingga orang-orang nggak jadi masuk Islam. By the way, kalau ada orang-orang yang jelasin kepada aku lebih awal, aku mungkin nggak perlu 5 tahun untuk dapat Islam. Ya kan?
Tapi kenapa aku perlu waktu 5 tahun untuk dapat Islam? Karena susah nyari yang ngomong gitunya. Karena aku benci dengan orang muslim. Karena orang muslim.
Nah artinya aku, kita harus admit, kita nggak di posisi ini, Kita tuh di posisi ini, jadi bertingkahlah seperti orang-orang yang di posisi ini gitu maksudnya. Jangan bertingkah sebagai orang di posisi ini. Kalau nanti kita di posisi ini, kita baru bisa ngomong dengan orang di posisi ini. Kayak tadi, Ustaz Adi tadi.
Kalau lo masih menghafal Quran, lo jangan ngomong bahwasannya menghafal Quran gak masuk surga. Belum tentu masuk surga. Nanti kalau lo sudah 30 juz, baru lo bilang menghafal Quran belum tentu masuk surga. Ah itu jadi bagus.
Iya kan? Karena memang sudah ada di situ. Karena sudah ada di posisi itu, otoritasnya bagus.
Gitu Oke Baraya sebenarnya Gak ada yang radikal lagi nih Tadinya mau ini tapi kan akhir-akhirnya jadi Iya saya juga gitu sepakat ya udah Jadi gak bisa jadi radikal lagi Karena akhirnya sudah deal-dealan Tapi Nanti kalau ada isu berikutnya kita ngobrol lagi. Karena saya datang ke sini berangkat dari sebuah isu yang tadi itu. Jadi saya di sana sudah, dan insya Allah nanti saya juga mau bikin video khususnya, judulnya mungkin psikologi para teroris. Tapi ada orang yang lebih berbeda daripada radikal. Mau tau siapa?
Orang-orang yang mengatasnamakan radikalisme untuk kepentingan pribadi dia. Itu parah tuh menurutku. Nah kayak gini perlu Antung bahas. Jadi artinya gini, Artinya gini, kita mengakui bahwasannya orang muslim itu dalam posisi yang sangat-sangat terpuru. Tapi kita tidak bisa memungkiri bahwasannya ada orang-orang tertentu yang berusaha memanfaatkan situasi itu untuk kepentingan dirinya sendiri.
Artinya dia mengeksplor radikalisme dengan sedemikian rupa, seolah-olah radikalisme ini adalah satu-satunya masalah di Indonesia, dan dia melupakan permasalahan-permasalahan yang jauh lebih besar daripada radikalisme yang dimaksud. Ada yang mendeklarasikan mereka radikal. Berani mati untuk Jokowi. Itu kan bikin radikalisme dan mereka berdeklarasi kan. Jadi masalahnya di Indonesia itu.
Tapi mereka takut mati loh kayaknya. Jadi bayangin aja ya, kalau ada orang mengatasnamakan radikalisme untuk berbuat sesuatu yang radikal, itu kan malah lebih parah kan. Itu sama kayak binatang yang paling haram, tau apa?
Babi mengandung Babi lagi hamil Babi mengandung babi Artinya dia menggunakan isu itu Untuk kepentingan dia Contoh misalnya gini ya Ada orang lagi berantem Ketika ada orang lagi berantem Kita pukulin Jangan berantem Tapi kita pukul dia Ini kan masalahnya sekarang Orang mengatasnamakan radikalisme Untuk memukul radikalisme Artinya ya Tadi kita mencoba mencontohkan gitu ya Aku sama guru gembul Pastinya tidak sama Karena aku lebih kurus. Body shaming langsung. Tapi kita... Betul, aku menandai jenggot ya.
Tapi kita berusaha untuk mencontohkan bahwasannya tidak ada satupun yang kita tidak bisa obrolin. Dan ini kan adalah sesuatu yang islamik banget. Ya kita kesampingan agama pun nggak apa-apa.
Ini sesuatu yang human banget. Tapi kenapa ada orang-orang yang mereka mengatasnamakan toleransi, mereka mengatasnamakan anti-radikalisme, dan... Anti-hate speech. Justru mereka yang tidak siap untuk diajak ngobrol sih sebenarnya. Karena pernyatanya yang keluar, judgement terus.
Kan gitu kan ya. Ya banyak banget yang kayak gitu. Oke barangnya gitu saja lah.
Oh itu aja. Tapi aku terserang, kita masih ada waktu. Aku respect sih dengan beberapa yang dilakukan oleh Guru Gembul ketika di Robito Alawiyah.
Artinya, kalau aku ya, aku tidak memusingkan tentang masalah nasab karena... Aku ada beberapa kritik, tapi nanti aja kapan-kapan coba kita untuk sampaikan. Terutama tentang masalah ilmiah itu. Sekarang aja? Kritikku sederhana sih sebenarnya.
Karena aku melihat Guru Gembul ketika membahas di sana dengan yang mereka pahami ilmiah itu berbeda sebenarnya. Jadi Guru Gembul mungkin lebih membahas ilmiah itu adalah metode empiris. Tapi mereka memahami ilmiah itu kitab. Tapi aku sebagai orang yang...
Benar-benar, Antum tahu aku kan ya, aku semuanya harus empiris kalau menjelaskan sesuatu. Nah, aku sebagai orang yang mendalami metode empiris itu juga memahami kenapa dari Robito Alawiah itu menggunakan pemahaman tentang ilmiah yang lain. Dan itu juga termasuk ilmiah. Namanya metode rasional.
Iya, iya. Iya sih, itu aja sih. Mau dibahas sekarang nggak sih? Boleh, nggak apa-apa.
Masih ada waktu kok. Kalau misalkan soal nasab itu, soal metodologi yang mereka gunakan itu, saya harus bilang memang metodologi ilmiah versi mereka yang digunakan itu tidak sesuai dengan metode ilmiah yang saya pahami. Karena metode ilmiah yang saya pahami itu adalah selain rasional juga harus empiris. Jadi dia harus bisa diuji. Dan ujinya itu berkali-kali, dan hasilnya itu selalu general, selalu sama.
Tapi yang saya berat itu adalah ketika pada era berikutnya muncul sebuah frame bahwa saya termasuk liberal. Gak apa-apa saya disebut liberal, gak apa-apa. Tapi saya disebut liberal karena saya menyebut bahwa ketuhanan itu tidak bisa diilmiahkan.
Saya kan bilang, masalah tauhid saya gak akan ilmiahkan. Saya gak akan pakai metodologi apapun untuk tauhid. Selesai disitu Jadi ketika misalkan berbicara tentang takdir ilahi Ketika berbicara wujud ilahi Ketika berbicara pembuktian ilahi Saya berhenti disitu Saya gak akan apa Saya hanya ngambil pada doktrin Nah di Quran disuna nerima Saya terima aja Seperti itu selesai disitu Dan saya pikir itu adalah Pemahaman generasi salaf Yang saya pahami Kenapa tiba-tiba ketika saya mengatakan seperti itu Saya justru malah dihujat sebagai liberal Ya nah aku jelasin dikit ya Jadi gini Err Tadi sebenarnya ada perbedaan tentang metode ilmiah tadi sebenarnya.
Kalau kita bisa sepakati dulu, metode ilmiah yang disepakati sama Guru Gemburu adalah seperti penelitian S1 misalnya. Anggaplah. Kayak gitu kan. Metode ilmiah kita punya, apa namanya yang pertama itu?
Pendahuluan. Terus setelah itu ada... Sistematikanya.
Iya, sistematikanya. Ada hipotesis. Setelah hipotesis ada, apa namanya?
Ada apa waktu itu ya? Metode penelitian. Metode penelitian, lalu kemudian ada...
percobaannya, data-data disajikan, kemudian pembahasan. Nah itu kan metode ilmiah, sesuatu yang tadi lewat eksperimental dan diulang-ulang. Nah dalam pandanganku, yang aku fahami, metode ilmiah itu beda dengan metode rasional, dalam menentukan logika kebenaran. Karena kalau metode rasional itu sebenarnya lebih dekat kepada deduksi. Sedangkan metode ilmiah, empiris, itu lebih dekat kepada induksi.
Itu kan sebenarnya kan itu kan ya. Nah, sehingga contoh kayak gini, ketika dikatakan bahwa akidah itu tidak ilmiah, antum pasti diprotes. Karena akidah itu sangat ilmiah secara rasional.
Enggak, enggak gitu. Jadi, ini yang pertama ya. Yang tadi disebutkan itu sebenarnya bukan metodologi ilmiah, itu adalah sistematika penyajian dalam metodologi ilmiah. Itu yang pertama.
Nah, metode ilmiah yang dimaksud itu beginilah, kita menyebut sesuatu sebagai ilmu, Kita menyebut sesuatu sebagai ilmiah kalau sudah mengikuti kaedah ilmu. Kita menyebut sesuatu itu menjadi ilmu karena ada sistem pengetahuan yang mampu diuji. Dan diulang, replikasi.
Dan bisa diulang pengujian itu. Betul. Nah, karena dasarnya adalah sebuah pengetahuan, maka sesuatu yang disebut ilmiah, level paling dasarnya adalah pengetahuan. Betul. Begitu kan?
Nah, sekarang kita mengetahui konsepsi tentang Tuhan, kita mengetahui. Tapi kita nggak mungkin mengetahui zat Tuhan. Sepakat.
Karena kita nggak mungkin mengetahui zat Tuhan, bagaimana mungkin kita menjadikan Tuhan objek penelitian ilmiah. Benar. Jadi Tuhan dan Tauhid dalam konteks itu mustahil untuk diilmiahkan. Dicapai dengan metode ilmiah.
Jadi saya akan menolak keras, saya sendiri secara pribadi, saya akan menolak keras upaya-upaya mendekati Tuhan menggunakan jalur-jalur ilmiah. Yang pertama, secara ilmiah. Secara agama, Metodologi ilmiah itu selalu mewajibkan kita dari awal sampai akhir untuk ragu. Dan tidak boleh mengklaim terhadap kebenaran.
Lalu kalau misalkan kita menyebut bahwa tawhid itu harus kita ragukan selama-lamanya dari awal sampai akhir, itu gimana dasar agama kita? Gak mungkin. Gak mungkin.
Dan sekali lagi, dan itu sudah menjadi sikap yang umum para ulama dari zaman dulu. Lalu bagaimana ceritanya pernyataan itu dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang? Iya, itu tadi Pak Guru.
Jadi sebenarnya ini masalah istilah saja sih. Antum nggak ada yang salah ketika mengatakan itu. Cuma ini masalah istilah saja, karena istilah yang mereka pahami, ilmiah itu adalah rasional. Iya, itu.
Makanya saya juga kemarin itu ada yang ngajak debat. Ya sudah, ayo kita debat. Ada yang ngakunya profesor, ada yang ngakunya dosen, dan lain sebagainya.
Tapi malah ngasih jadwalnya tuh lama gitu. Jadi menurutku kalau lebih enak diganti istilah aja kali ya. Karena kan menurut guru gembul misalnya contoh kayak gini, kalau aku tanya ya, misalnya contoh.
Bagi guru gembul, Islam tuh agama yang rasional nggak sih? agama yang rasional itu maksudnya jadi maksudnya kalau mereka dia bilang begitu mereka udah senang semua sebenarnya tapi ini kan jadi tahu itu hanya satu diantara sekian banyak dimensi agama bener nah yang saya bicarakan itu bukan agama yang saya bicarakan itu adalah tahu ya aku sepakat kalau kalau dikatakan karena gini kalau andaikan kita kita harus membuktikan Iman dengan metode ilmiah tadi itu enggak mungkin sampai mungkin enggak mungkin sampai aku juga bilang begitu Artinya kalau kita berdebat dengan ateis, kita balikin ya contohnya. Kita nggak usah bahas orang beriman ya. Kita bahas orang ateis. Ateis kan memaksa untuk membuktikan Tuhan dengan metode ilmiah.
Maka ketika mereka bilang, kalau ada Tuhan, buktiin. Dengan metode ilmiah. Kita bilang, oke, kalau tidak ada Tuhan, buktiin juga. Berarti kan kosong-kosong kan.
Artinya Tuhan tidak bisa dicapai dengan metode ilmiah. Cuman kalau menjelahkan itu, tapi bisa dicapai dengan metode rasional. Iya. Oke, rasional. Tapi sebenarnya rasional itu belum menjadi kaedah ilmiah.
Tapi saya juga ngomong, jadi keberadaan Tuhan itu sama mustahilnya dengan ketiadaannya secara ilmiah. Benar. Makanya tadi kan ketika Ateis bilang bahwa saya buktiin Tuhan itu ada, kita bisa bilang, buktiin Tuhan nggak ada.
Nah itu kan sama-sama mustahil. Kan kita nggak punya metodologi untuk menjangkau sesuatu yang sudah diklaim sejak awal, gaib. Makanya di dalam Al-Quran, Allah itu menuntut tidak dengan metode ilmiah untuk membuktikan adanya dia, eksistensinya dia. di dalam Al-Quran itu dengan rasionalisme. Nah, ini yang bagi orang-orang pesantren, metode rasional ini termasuk ilmiah.
Ini yang mungkin yang kemarin aku lihat, wah ini kayaknya debatnya tidak di platform yang sama. Kayaknya satunya Macbook, satunya OS apa, satunya Android. Tapi nanti tunggu saya, karena saya juga bakal nyamperin orang yang yang katanya menggunakan al-Quran.
pendekatan ilmiah itu bisa untuk merasionalisasikan Tuhan. Tapi ya sudah lah, itu cuma curhat aja sih. Nanti sama aku juga boleh sih.
Apanya? Bagaimana metode ilmiah rasional tadi. Tapi ada satu lagi yang aku pengen untuk, kalau boleh, nitip kepada Guru Gembul.
Contoh kayak gini ya, aku faham sih, Antum bener-bener orang-orang yang tidak bisa diem ketika melihat sesuatu yang dalam tanda kutip, bagi Antum ini problematik. Terlepas itu benar atau terlepas itu salah. Tapi kita...
orang yang sama dalam hal itu. Karena orang-orang yang bergerak itu pasti karena kerisauan. Entah kerisauan itu benar atau kerisauan itu adalah sesuatu yang salah.
Dan kita kan nggak bisa menjamin kerisauan kita pasti benar, kan ya? Nah, tapi dalam titik kerisauan itu, aku juga nitip bahwa saya antum juga harus risau sebenarnya dengan orang-orang yang dalam hal ini meragukan nasab-nasab para habaib ini. Karena bisa jadi alasannya bukan alasan antum, loh. Karena alasan mereka, itu bisa jadi bukan alasan antum.
Saya udah bilang gitu. Saya bilang di salah satu video saya bahwa saya tidak kubu-kubuan, saya tidak ikut pada kubu kiai iman, dan saya juga tidak ikut pada kubu para habaib itu. Saya sudah punya kriteria dasar bahwa saya menghormati seseorang, saya mencintai seseorang karena agama itu adalah berdasarkan pada iman dan ilmu.
Fair. Udah titik di situ aja. Jadi kalau misalkan terkait dengan tendensi, mau itu tendensinya dari habaib, mau itu tendensinya dari kalangan yang menentangnya, saya nggak ikutan.
dalam hal itu. Dan itu mungkin harus diketahui banyak orang sih. Supaya mereka nggak salah paham terhadap... Saya bikin video lebih dari 10 kali soal itu.
Misalkan terkait dengan Pak Jokowi. Pribadinya saya nggak ikut campur. Urusan rumah tangganya saya nggak ikut campur.
Fufu Fafa nggak akan pernah saya bahas. Yakin? Karena itu masalah pribadinya dia.
Kan kelakuannya. Iya, fokusnya itu adalah perilakunya, kebijakannya, tindakannya, kata-katanya. Dan itulah yang akan saya kritik.
Jadi saya akan mengkritik habis-habisan Pak Jokowi ketika dia bikin dinasti. Tetapi saya akan mengapresiasi beliau ketika mencoba untuk mempersatukan orang-orang di Indonesia. Dengan tambang.
Iya, misalnya dengan tambang. Jadi NU dikasih tambang, misalkan. Biar jadi bumper.
Iya, itu saya akan... Jadi ada juga yang saya kritik misalkan dari Pak Ade Armando dulu, ketika Pak Ade Armando mengatakan bahwa saya itu adalah plural, saya itu adalah liberal, saya itu adalah orang yang ini, dan karena itu representasinya adalah keberpihakan pada Pak Jokowi. Kalau saya adalah liberal, kalau saya adalah plural, saya tetap tidak akan menyimpan ideologi sesuatu itu kepada satu... figur tertentu, saya tetap aja akan lepas disitu betul, ya itu mungkin yang banyak disalahpahamin orang ya, karena orang-orang melihat guru gembul itu adalah berpihak gitu maksudnya itu mungkin yang mereka masih dapat selama ini dan sampai sekarang mereka itu cari-cari identitas wah guru gembul ini, satu ngomong wah guru gembul ini udah tersatroni oleh wahabi, sehingga anti-NU Jadi fokusnya... Itu paling nggak masuk akal deh kayaknya kalau Antum Wahabi.
Banyak di kolom komentar itu. Karena saya dulu banyak juga bikin video. Saya misalkan menjelaskan...
Bukannya terakhir kali Antum ditazir sama Wahabi gara-gara kasus sains? Iya. Terus? Itu saya itu.
Nah sama yang kelompok NU itu, karena saya itu menolak... Bermazhab. Oke.
Saya menolak bermazhab. Masalah. Masalah buat mereka. Kemudian saya juga mengatakan istilah ulama bersanad yang biasa dipakai sama orang Hindu itu itu baru muncul tahun 2000-an dan itu adalah reaksi terhadap kemunculan wahabi dan menguatnya wahabi di Indonesia.
Oke. Karena wahabi di Indonesia itu sedikit-sedikit ini sanad hadisnya mana, sanad hadisnya mana. Maka orang Hindu kemudian bikin tandingan. Sanad keilmuan.
Oke. Nah saya tentang itu. Nah itu saya di... Tuding Wahabi, itu bahkan ada videonya dari orang NU itu Guru Gemul itu adalah Wahabi yang bertransformasi Oke, terus PKI?
PKI Sudah juga? Ya, sudah juga Aku tahu berarti, Antum kan sudah dituduh Wahabi, padahal Antum bermasalah sama Wahabi, ya kan? Nggak, saya nggak bermasalah sama Wahabi Ya, orang Wahabi bermasalah sama Antum Yang kedua, Antum dipermasalah sama NU, ya kan? Sama Muhammad dia juga Iya Sama siapa lagi? PKI juga dipermasalahkan Ya Cuma satu yang tersisa, ini metode-metode deduktif namanya.
Apa itu? HTI. Oh, enggak. Guru Gemul HTI.
HTI enggak? Enggak pernah dimaksud sama orang HTI kan? Oh pernah, saya kan bikin juga itu.
Kapan? Saya pernah bikin video tentang khilafah. Oke, terus di whatsapp sama siapa?
Terus itu, wah Antum belum ngobrol, harus ngobrol sama Ustaz Felixio, udah gitu. Itu sebelum kita ketemu atau? Sebelum, jauh-jauh sebelum. Waktu video saya masih jelek. Kalau sekarang kan lebih jelek.
Iya benar. Terus Antum yang whatsapp itu teman? Enggak, di kolom komentar ada, teman juga ada. Oh gitu. Ya berarti Anda bukan hati, terus apa?
Ihwan muslimin? Ya, saya kan juga menghujat PKS. Ihwan muslimin nggak PKS?
Terinspirasi. Terinspirasi, oke. Jadi yang LC-LC itu kan dulunya di Mesirnya kan bisa. Hamas. Apa?
Hamas. Oh, saya kan kemarin dihujat sama Hussein Gaza tuh. Oh, Yahudi udah? Nah, saya sama Yahudi di... Dikata Yahudi atau gimana?
Dikata Yahudi, udah pernah. Masalah orang Yahudi pernah nggak? Oh belum, berarti saya Yahudi. Kemungkinan besar. Yahudi juga nggak apa-apa.
Kan Yahudi kan nggak semuanya jahat. Dan Yahudi nggak mau antum sih pasti. Saya kemarin ke sinagog di Manado. Terus?
Kasian, bahkan yang ngurus sinagognya pun orang-orang Kristen. Karena orang Yahudinya hampir nggak ada. Berarti itu minoritas yang terpinggirkan ya? Minoritas di antara paling minoritas. Dan bahkan KTP-nya pun bukan Yahudi ternyata ya.
Apa? Oh ya harus memilih di antara lima agama ya? Karena Yahudi kan nggak ada.
ada di agama Indonesia ya? Aliran kepercayaan berarti ya? Mungkin Islam Yahudi.
Islam Yahudi. Ada sih. Bisa-bisa. Karena orang Yahudi itu kan umat sekaligus agama ya. Umat bisa Yahudi.
Jadi kan ada orang Yahudi yang beragama Islam itu ada kan? Ada. Sofia? Istri Nabi. Betul.
Ada yang mau dicurhatin? Apa lagi? Itu aja sih sebenarnya.
Artinya aku melihat bahwasannya, tadi ya, aku terus terang ada banyak orang ngomong sama aku. Ketika Antum lagi bahas tentang masalah polemik nasab ya Kenapa sih mau ngobrol sama guru gembul? Aku bilang itu kan videonya sebelum dia bahas polemik nasab Sesudahnya juga ngobrol Aku bilang ya tadi balik lagi aku bilang Aku jangankan guru gembul Sama orang-orang yang bener-bener berbeda aja Kayak Indah Ji aja aku ngobrol kok Artinya menurutku ngobrol Kenapa ada masalah pengobrol gitu kan ya Artinya Allah juga masih ngobrol dengan Iblis Walaupun setelah Iblis Maksudnya bukan aku Allah dan antum Iblis Bukan maksudnya Tapi mirip ya Maksudnya itu kan Perbandingan yang ekstrim kayak gitu aja Kita masih mau gitu maksudnya Apalagi orang-orang yang cuma menurutku sih Guru Gembul disalah pahami aja sih Artinya sebagaimana setiap orang Kayak aku juga bisa disalah pahami orang kan Cuma kita beda kubu aja Iya kita ini juga banyak ya Followernya kan 5 juta ya 4 juta nya itu kayak Hahaha Iya gitu.
Tapi ya bismillah lah insya Allah. Artinya dengan ngobrol ini justru terjadi yang namanya interaksi kan. Nah dengan interaksi itulah kalau memang kita yakin atau kita mau nguji ide kita benar atau enggak, ya gimana kita bisa nguji kalau kita nggak mau ngobrol. Iya, iya, iya. Oke itu saja berayat.
Ada lagi yang mau diambil? Sip, itu aja. Saya pamit, ini, saya pamit karena Ustadz Felixio katanya timnya yang mau ngeditin video ini.
Jadi, tiga-tiga ini saya tidak usah penyampaian, biar mereka tidak kerepotan. Tidak, tenang saja, santai. Tapi, ketawa juga sih.
Saya sebenarnya ingin yang ngedit sendiri, tapi karena... Terima kasih, Ustadz Felixio dan tim di sini yang ada di belakang layar, lima orang. Pamit, Assalamualaikum Wr. Wb. Waalaikumsalam Wr.
Wb.