Transcript for:
Kesenjangan Generasi dalam Diskusi

Terima Selamat datang di Mata Najwa, saya Najwa Syihab, Tuan Rumah Mata Najwa. Dan malam ini saya ditemani oleh 2, 3, 4, ada 4 orang teman dari berbagai generasi. Karena memang malam ini kita mau ngobrol-ngobrol soal kesenjangan generasi atau generation gap.

Selamat datang di Mata Najwa, Om Selamat. Halo, hai Pak Hri. Emang ini itu aja temen? Beda-beda.

Emang ada temen 4 orang? Gue selalu memperkenalkan tamu-tamu dengan teman, supaya tidak merasa terintimidasi. Jadi dari awal sudah ada. kemudian gua perangkat perangkat perangkat perangkat perangkat perangkat perangkat perangkat ingin terperangkat ingin diperangkap nana Gitu.

Instrumen cari. Instrumen cari. Tapi emang ini menarik nih soal generation gap. Aku juga sempet nonton tuh Youtube Panji dan Fahri soal itu. Dan kemudian juga sempet ngeliat beberapa kontennya Feli.

Kemudian juga kita tau Om Selamet selalu dekat dengan anak muda gitu ya. Konten-kontennya. Nah jadi pengobrol soal itu karena memang seolah-olah tuh sekarang kayak ada generalisasi gitu loh. Jadi generasi baby boomers dianggap kolot, generasi Z dianggap nyolot gitu. Dan kemudian...

Itu baru-baru... baru satu hal gitu dan apa namanya dan kalaupun misalnya kita bicara itu akan ada yang bilang Pak itu kan cuma karangan generation gap itu enggak pernah ada karena memang nyatanya setiap generasi lahir di waktu yang berbeda-beda cara latar belakangnya beda-beda ya wajar kalau ada perbedaan jadi tapi kita mau lihat minimal dari hasil riset ilmiah karena aku menunjukkan nih jadi ada satu riset yang dilakukan oleh McKenzie yang membagi generasi itu memang dalam beberapa tahun-tahun pengelompokan usia, dan juga penjelasan karakternya. Ini nih, generasi baby boomer yang malam ini diwakili oleh Om Selamet. Tingkah lakunya katanya idealis, revolusioner, kolektifis.

Nah, konsumsinya piringan hitam, film. Pas banget ya aku ngundang orang film, ideologinya juga. Kemudian, nah ini nih, generasi X yang diwakili oleh Panji.

Gila, tipis banget. Itu pas di 79. Terakhir ya. Jadi lu sebenarnya antara X dan millennial sih, Ji? Gue anggap X aja deh.

Lu anggap X aja? Oh, lu lebih nyaman. dianggap X ya?

Betul. Itu konsumsi lu barang mewah, merek, penting status untuk generasi ini. Mungkin, untuk yang punya duit.

Nah ini generasi milenial, ini ada veli-vel, jadi digambarkan generalisasinya itu kondisi sosial ketika itu, ketika mulai muncul internet. Karena kritis, tapi orientasinya pada diri sendiri, garis miring narsis kayaknya. Dan kemudian konsumsinya itu festival, bepergian, yang dicari itu experience, pengalaman.

Oke, ini ada. ini kemudian Dede Fahri Dede 95-2010 dan 99 ya Allah dek cukup tersayang realistis pengembara identitas komunik nah konsumsinya akses kemudian aspek etis menjadi penting dan kemudian juga nyarinya yang unik-unik mungkin karena udah kebanyakan tahu banyak hal jadi semuanya biasa gitu, harus yang unik banget. Jadi tadi itu tuh pengelompokan tiap generasi, yang seharusnya tujuannya sama sekali bukan untuk kasih stereotip atau stigma, tapi juga hanya untuk memberikan semacam gambaran lah gitu, karakteristik yang menurut penelitian biasanya muncul di kelompok umur tertentu yang lahir, yang dipengaruhi oleh apakah latar belakang peristiwa yang terjadi pada saat itu, atau perubahan teknologi dan sebagainya. Tapi kayak singkatnya tuh, apakah betul tuh yang tadi diomongin di awal, generasi... Baby boomers itu kolot Generasi Z itu nyolot Cocok gak tadi yang digambarkan itu?

Cukup Dari pengalaman saya sih cukup ya Cukup apa? Cukup akurat Misalnya apa? Dalam berpendapat tuh gak bisa digoyang gitu Kalau udah perintahnya A Yaudah A Gak bisa di Walaupun kita ngasih alasan kadang-kadang Enggak udah harusnya gini Itu baby boomers?

Iya Kalau Kalau yang Bang Panji generasi X ya? Iya. Karena saya nggak terlalu banyak bersinggungan dengan generasi X, jadi nggak tahu stereotipnya. Tapi kalau Bang Panji sendiri...

Jangan diungkap saya. Jangan bongkar-bongkar dosa saya. Ini kan tertulis kapitalis, iya.

Nah, loh. Materialis, iya. Senengnya merek-merek? Iya.

Duit banget, duit banget. Siap. Saya terima. Millenial ini nih, mulutnya tuh work-life balance tapi nelponin Gen Z pas weekend. itu dia pantes kerja sambil rebahan yang dieksploitasi adik-adik ya ampun ya itu fungsinya ya gimana om?

gen z tadi? paham gak yang disampaikan? Terus terang aja. Aku nggak ngerti apa yang diomongin.

Lost in translation? Bukan. Kenapa kalau weekend? Komusi dua, telpon. Terus terang harus dijelaskan pada saya.

Nah kalau itu dikatakan gap, tapi gap menarik. Karena tiba-tiba dimensinya ternyata hidup itu menarik ya. Ada kiri, kanan, muka, belakang gitu.

Kalau Om Selamat sendiri menilai Gen Z? milenial dan X itu seperti apa? Kalau tadi kan dari perspektifnya Gen Z nih pertanyaan kamu yang salah apa?

Om Selamat ngerti gak? Dari situ dulu harusnya ya Tapi kan pasti Om Selamat ngeliat dong ini anak ini atau ini dan sebagainya dalam interaksi sehari-hari hanya dalam proses mengerti semuanya gak dipahami kalau generasinya Panji agak paham kalau generasi Panji kan bisa anak, bisa ponakan lebih bisa dong, lebih dekat darah Ngeritilah Om kalau mau sukses, organisasi harus begini. Wah itu materialisasi banget.

Bikin seperti ini Om. Nah kayak gitu. Ada duitnya Om. Nah itu gampang. Tapi kalau dari posisi aku Om, aku mengerti kenapa Om bingung.

Aku ngerti. Karena kita masih agak selisipan. Kita datang dari generasi kalau telpon bunyi di rumah happy.

Bener gak? Karena kan sekarang ada handphone. Dulu kalau ada kering semua tuh lari. Pengen ngangkat telpon dari siapa dulu?

untuk siapa gitu kan. Sehingga telpon tuh gak pernah terasa seperti sesuatu yang bemban. Dia lahir udah ada handphone dalam dunianya.

Bawa, dia bawa. Betul, betul. Kalau saya datang dari generasi, saking happy-nya punya telpon, telpon digembok.

Bukan gembok yang gini-gini loh. Yang gini-gini. Gembok, gembok, gembok.

Lo gak pernah kan telpon lo digembok-gembokan? Lo masih inget banget tuh jaman gue kecil telpon digembok. Karena lo, emang ada yang mau nyuri? Bukan. Bisa dikabur.

Bayarnya mahal. Kalau nggak, kita nggak akan berhenti telepon. Oh, boleh. Bahkan ada beberapa rumah, saya salah satunya, itu rumahnya ada koinnya.

Beneran ada koinnya. Jadi harus bayar dulu ya? Bukan telepon umum.

Iya, karena ada yang kayak gitu kan. Rumah-rumahnya saking ngejaga biar tagihan teleponnya nggak jempol. Jadi, mesti dipahami. Kami ini datang dari generasi yang di telpon orang itu happy.

Karena gue merhatiin banget, anak sekarang tuh, anak sekarang gue kayak tua banget ya om. Sekarang tuh kalo gak mau banget di telepon, maunya ngechat, maunya apa. Di telepon tuh kayak momok gitu.

Kalo kita mau nelfon harus kayak, eh saya mau nelfon ya. Boleh nelfon gak? Iya boleh.

Lo kayak gitu juga gak, Fel? Kalo aku sih, aku ngeliat ada dua tim ya, tim chat sama tim telepon nih. Ada orang-orang yang prefer suka di telepon.

Ada yang suka di chat, ada yang suka di telepon. Karena kan kalo di chat itu kan kita gak bisa membaca. Baca, gimana ya, kayak... Emosi.

Emosi, bisa aja salah tangkap, salah interpretasi, gitu kan. Jadi kayak, menurut aku ada orang yang senang di telpon, ada orang yang senang di chat, gitu sih. Oh, ada juga sekarang yang senangnya video call.

Amin ya? Iya, iya. Emang sekarang tuh, Om, kalau pacaran video call lebih tidur-tiduran, Om? Iya, betul. Tapi di luar itu semua ya.

Di luar itu semua ya. Zaman saya mau bilang, sayang aja saya nggak punya WA. Iya, benar.

Kita nunggu hari Sabtu. Nggak ketemu. Buat ketemu. Iya.

Dan ketika saya ketemu, saya bahagia sekali. Karena saya dikasih air jeruk, saya tahu yang meres tangan pacar saya. Kalau sekarang tangan juga, cuma tangan pesen itu. Yang masak air panas pacar saya. Aku lihat anak saya pacaran, aduh kasihan.

Pacarnya dikasih saset. Iya kan? Dikasih saset. yang masak itu orang pembantu di rumah, oh kasihan banget kamu laki-laki tidak merasakan itu tapi jangan-jangan itu justru gimana Mel? maksudnya itu kayak hubungan, hubungannya itu memang sekarang beda ya hubungan misalnya antar pasangan atau antar orang tua, ngeliatnya itu gimana?

kayaknya tuh ini ya, aku ngeliat kalau orang jaman atau generasi-generasi sebelumnya fokusnya tuh di proses, jadi kayak prosesnya itu yang dihargai kayak proses membuat sesuatu, hasilnya seperti apapun jelek atau gak bisa dipakai kayak gak bisa dimakan ya gak apa-apa, yang penting proses. Prosesnya itu yang dihargai gitu. Sedangkan kalau, ya, kita gitu ya. Gimana, gimana, gimana? Kalau kamu gimana?

Kalau kita tuh lebih kayak, yaudah yang penting dia minum kan. Dan yang penting dia dapet kan. Karena, karena, kebetulan saya cukup paham. Ini enak nih, di tengah-tengah nih, misalnya ngokernya di kiri.

Karena buat mereka ada hal-hal lain yang lebih penting lagi. Ketimbang, ya lebih dari sekedar minum. Misalkan apa yang dikatakan, apa yang dilakukan bersama gitu loh. Bayangin, di generasi sekarang. itu mesti pacar itu ada time alone loh kalau generasi kita ada me time dari pacaran kalau kita kan ketemunya Sabtu saya mau telepon aja mesti mencari telepon bukan betapa lamanya kita telepon coba ingin iya nggak ada wang nggak ada apa-apa sekarang me time tuh maksudnya jadi jadi kadang-kadang kalau misal pacar yang ngajak ketemuan pasangan yang satu lagi bisa bilang nanti dulu gue butuh sendiri ada kayak gitu nya loh terus apa gunanya pacaran misalnya lagi ada yang lagi bad mood atau lagi apa ya udah ntar dulu ya bisa kayak gitu daripada berantem kan kalau ketemu aja ini mesin bintang kan ketemu kan harusnya kayak kita nih lagi ketemu loh harusnya karena udah terlalu sering terlalu sering bener kayak chat bisa kapan aja video call bisa kapan aja komunikasinya bisa kapan pun kalian gak punya dimensi jarak betul ya kan jadi gak menghargai rindu om iya jadi persoalan rindu apa nyaring rindu iya betul gak sempet kangen gak ada kan kangen tuh gak akan ada tuh kayak lagunya tulus ruang sendiri bener gak beri aku waktu untuk sendiri hai tulus Kayaknya.

Gue juga punya lagu loh padahal. Oh ya? Maaf.

Nggak ada. Kalau tulusan konser. Jadi gue apa lah. Kalau gue konser rap soalnya ngering nonton. Kalau stand up gue nengkonton.

Kalau rap bosong. Nah tapi yang jelas nih gue mau nunjukin ini. Ada fenomena oke boomer.

Om. Ini om. Istilah yang kemudian selalu disampaikan.

Atau kerap disampaikan. Kalau ada baby boomer dianggap menyebalkan. Jadi kalau misalnya. Dianggap terlalu menggurui.

Nah ini aku bacaan ya. Supaya nggak salah ya. Oke boomer muncul sebagai ungkapan sarkastik. Dari generasi Z.

milenial untuk merespon sikap generasi baby boomer. Menurut mereka, generasi baby boomers itu gemar menggurui dan kurang relevan untuk zaman sekarang. Oke, boomer? Itu aku banget, tuh.

Aku banget, tuh. Dari sisi korban ini berbicara. Itu kan aku banget. Karena apa? Setiap kita mau memproses sesuatu, dia nggak perlu apa-apa.

Langsung. Tunggu dong, tunggu dong. Apa sih, Om? Repot tamat, gitu.

Nah, makanya kalau mau reading, mau apa? itu situa cerewet ada enggak juga terkenal itu ngajarin ini kalau di film reading Eh gua budak, gua udah 74. Rada kenceng dikit. Rupanya Mike itu membuat mereka terperdaya.

Oh, masih takal. Mereka tidak bicara kayak bisik-bisik. Saya bilang, coba ngomong biasa aja. Om, jangan cerewet.

Langsung balik. Om, jangan cerewet. Lihat beda.

Kalimat lo ada power. Coba kalau misalnya aku simpulkan, karena teknologi... membantu begitu banyak hal membantu menjerumuskan aku lebih senang mereka bilang korban teknologi ngomong dong, oke boomer gitu dong oke boomer keluar saya nurut kata Sadyo Rom kapan biasanya kata oke boomer itu muncul di otak Fahri pada saat-saat apa rasa dendam mungkin betul ketika memberi nasihat sehat tapi konteksnya tuh udah enggak relevan dengan zaman-zaman sekarang gitu misalnya contoh yang lu amal alamin sehari-hari dengan orang tua atau dengan apa gitu misalnya lu merasa enggak pas gitu kadang-kadang kan di rumah suka ada tamu ya saya tuh males keluar kamar cuma buat salaman sama tamu emang selalu gitu ya keluar salim gitu ya ada om ini ada tante ini gitu yang mana enggak kenal-kenal banget juga kan dia juga menemuin Bapak bukan nemuin saya tapi suka enggak Udah ya salaman dulu, salaman dulu.

Ya saya benefit buat gue apa disini? Suka ada. Ada sebenarnya.

Cuman karena generasi lu tuh semuanya serbat cepat. Yang jadi nilai selalu ujungnya. Padahal proses untuk bertemu, berkenalan, dapat hatinya itu mungkin akan membantu lu untuk mencapai sesuatu lebih dari sekedar cuma kenal dari WhatsApp doang.

Bis bijak banget sih. Kan kebetulan kan saya gen... Gue apa sih tadi generasinya?

X ya, jadi harus lebih bijak ya. X tuh... Ya betul. Panitia nanti perkawinan kamu nanti bingung. Yang diundang siapa?

Mbak bingung loh. Soalnya anak sekarang kawin gak undang orang tuanya. Yang diundang temen-temennya.

Kalau bapakmu nanya, yang diundang siapa? Apa jawabannya? Teman-teman sekitar aja Ada Yang circle terdekat aja Gak terlalu banyak Cukup, yaudah sedikit tapi Akrab semua jadi seru-seruan Bareng aja, kayaknya kebanyakan Teman-teman saya yang nikah Jadi bukan mengundang teman orang tuanya Jadi buat dia gak relevan Untuk suruh keluar salim Mana salimnya begini lagi sekarang Itu contohnya Mel gimana? Apa yang kerap kali misalnya situasi yang memungkinkan Keluar kata-kata kata-kata oke boomer gitu sering sih apalagi kayak ya setuju kayak yang digurui atau nasihatnya tuh memang kadang udah keluar dari konteks kadang kayak kemana-mana gitu loh sebenarnya kita turun aja maksudnya apa gitu kan cuma mungkin ya mereka sekalian cerita lah experience ya dulu yang mungkin betul tidak akan terjadi lagi sekalian terus benar-benar kata temen-temen namanya dia bilang namanya Abdul itu itu abang bapak dulu deh generasi Abdul abang bapak dulu abang dulu deh abang dulu deh abang dulu deh gitu sebutnya ya tidak terjadi lagi jadi kayak kita mikir ya udah iya aja oke bumer kan Iya gitu ya biar tidak memperpanjang kita iya aja karena enggak ada efeknya juga kehidupan kita jadi ya buat apa sih kita harus berdebat sebetulnya ada gini Om kenapa sih cuman kamu doang yang masih-masih Kenapa lo nanya?

Orang gue kasih tahu tentang volume aja, lo bilang gak perlu? Tau gak kenapa mereka suka nonton gue? Karena dimensional. Yang namanya dialog itu kan punya power Itu dari Tuhan Kenapa lo ilangin gara-gara dipu sama Mike gitu ya? Please, become a human boy Keluar, keluar, keluar!

Bukan-bukan oke boomernya yang kelihatan. Tapi yang jelas kan ini memang sesuatu yang meresahkan Fahri ya. Karena si Fahri ini sebagai komika nih bahkan mau bikin show tunggal ngebahas soal generation gap loh.

Harus dia bikin. Oh harus. Untuk kita lihat. Hahaha. Nanti dateng ya Om?

Kalau dateng Om? Iya saya dateng. Ini menarik nih, aku mau nunjukin salah satu Instagramnya Fahri nih soal, jadi sambil nunjukin, keresahan itu karena apa terutama? Karena memang udah mengganggu atau karena memang merasa ini juga sesuatu yang dirasakan teman-teman seusia Fahri atau gimana?

Sebetulnya iya, gara-gara lingkungan sekitar udah kayak gitu sih. Semua isunya tuh, dan di internet maupun di dunia nyata, semuanya tuh udah ngebahas kok. Amal orang.

orang tua begini yang lebih muda gini yang lebih tua nyalahin yang lebih muda yang lebih muda bentak yang lebih tua kayak kenapa enggak ngobrol sih kenapa enggak ada titik tengah diantara semua ini sih tapi kita jangan masuk itu karena dulu kita memang masih mencari apa nih yang terkerap kali apa namanya perbedaan persepsi yang bikin jadi salah paham ini saya itu ini soalnya ini juga lu bikin bisa bikin salah paham tolu free ini diskusi pemanfaatan big data dan kecerdasan itu mau menunjukkan lebih bumerang pernah relevan kalau bicara teknologi ya tak bisa ikutan gitu iyalah karena korban teknologi Instagram punya kalau yang hati-hati nyapa hahaha kalau itu sih terus terang memang jadi ada bantuan kalau enggak ada konten tapi merasa tetap perlu tetap perlu up to date dengan berkembang ya bilang Saya ini aktor. Saya harus tahu semua. Bahkan perbedaan itu bagi saya sebuah kenikmatan.

Karena ternyata tidak absolut saya benar. Karena saya mengerti bahwa tidak ada absolut yang pasti. Betapa indahnya hidup ini. Jadi tidak ada yang budeg. Jadi melihat seperti itu, kenapa saya bisa menghargai dia.

Malah saya minta dia pentas. sekaligus. Minimum saya tahu.

Oh ini di bagian ending aja. Aku masih mau panas-panas dulu ini. Ini berdamai.

Jangan berdamai dulu. Aku durasiku masih banyak. Jangan salim.

Lu harus menjelaskan. Nanda gak suka perdamaian guys. Aku gak.

Minimum endingnya alurnya baru. Biar cakep gitu loh. Biar klimaks.

Ini belum klimaks. Padahal tadi gue bilang lu gak mau salim. Sekarang gak boleh salim.

Oh iya. Gak mau salim. Tapi memang soal teknologi itu salah satu gap yang Fahri rasa lumayan jauh jarangnya. Jauh banget. Dan apalagi sebenarnya itu tuh di-upload pas rame beberapa politisi tua yang ngomong.

Ngomongin bukit algoritma, ngomongin big data gitu Itu hitungannya tua buat lo ya? Karena gue tau tuh siapa yang ngomongin bukit algoritma Itu sebenernya generasinya dia juga Iya bener, jalan tua Tapi aku memaksakan diri kemarin Semua pada nonton Film-film apa, aku nonton Barbie. Oh, aku pengen tahu.

Jadi perspektif orang sama, terus Barbie. Bang! Uh kaki.

Di pertama saat, pake cewek. Ternyata, baby itu luar biasa. Dianculin boneka semua. Ternyata, pembaharuan itu. Tidak akan bisa ditahan.

Bahwa itu kepastian, itu kenacayaan. Tetapi ketika saya lihat, Barbie itu ternyata hanya fantasi. Bukan dokter beneran. Bukan orang hebat beneran. Nah, itu om nonton.

Bisa apa ya? Biasa Boomer kan galak. Harusnya kan Boomer mungkin nontonnya Oppenheimer ya?

Iya. Itu juga seorang nanya, Om, sehat ya Om? Are you okay? Mungkin Om ngerasa, ngapain gue nonton Oppenheimer? Gue ngidupin jamannya itu mah.

Itu bukan nonton, itu nginget-nginget namanya. Sementara maunya sesuatu yang menghibur. Udah tau itu. Gue mengalami pada masanya. Ngasih begitu, baby.

Oh my God. Cuci mata ya Om sekalian? Cuci mata?

Enggak, enggak. Itu udah lewat. Itu milenial. Tapi Barbie keren sih. Ngomongin soal milenial, salah satu lagi nih stigma karakter.

karakteristik generasi milenial itu sukanya rebahan apa itu? rebahan? rebahan itu suka tiduran ya gimana? jadi lazy entitled narcissists who still live with their parents wow itu salah satu stigma yang kencang menurut kamu? menurut aku gak ada yang salah dari rebahan ya oh my god karena hahaha lucu banget responnya oh my god Rebahan itu sebenarnya kerjanya atau ngapa-ngapain itu sambil tidur om.

Dan sebenarnya thanks to generasi-generasi sebelumnya yang menciptakan teknologi ya. Dan semua kesempatan itu bisa lewat online ataupun digital. Jadi sebenarnya kita rebahan bukan selalu cuma konsumtif om, kita bisa kerja juga. Dan kerja itu sekarang nggak harus selalu bangun pagi, pergi jam 6, pulang berkeringat jam 7 malam. Sekarang semuanya bisa dikerjakan dari rumah digital.

Bahkan itu menghasilkan banyak. Gue mau nitip. Ini gue memang penengah nih. Sebenarnya om juga ngalamin kerja sambil rebahan. Maksudnya melakukan sesuatu.

Cuman dulu zamannya namanya tiarap. Jadi emang begini. Tapi nembak juga.

Dihajar gitu. Sama kan lagi berjuang. Beda perjuangan.

S1 perjuangannya untuk kerja. S1 untuk berdeka. Jadi dia tiarap. Tapi itu rebahan juga. Tapi memang ini menarik om.

Karena kemarin itu juga sempat rame nih. Permisi. ada bincangan soal ini ada yang orang-orang pada bekerja dari rumah kerjanya betul-betul dari satu space aja gitu kemudian tetangga bilang eh kesian anaknya nggak kerja ya aku nggak pergi-pergi jadi ada ada ini gimana Rek betul-betul gue mau ngomongnya yang milenial tadi coba-coba kenapa milenial bisa kerja sambil rebahan dan malas satu teknologi yang kedua kan yang kerja keras Genzi bener-bener Ini sekalian coba.

Ini pekerja juga kok kayaknya. Dia sambil rebahan, sambil laporan, udah dikirim. Sambil follow up ya Genzi. Karena sebetulnya hasil risetnya lain lagi. Ada riset tahun 2020. Generasi milenial itu bekerja lebih keras dari generasi sebelumnya sesungguhnya.

Cuma nggak tahu kenapa stigmanya itu generasi milenial lekat dengan rebahan. Minimal kalau dibandingkan dengan generasi sebelumnya, dianggap tidak cukup bersungguh-sungguh dan tidak cukup peduli dengan beban pekerja. kerjaan yang diberikan padahal kayaknya ya milenial sama genzi itu ada namanya side hustle jadi kita kerja itu bukan cuma satu kerjaan doang kan dulu kalau orangnya yang mama aku atau nenek aku gitu kerjaannya satu doang akuntan k atau dia bangkir bangkir atau apa di bengkel pokoknya satu aja kerjaannya tapi kalau kita kerjaan 2 3 ada berapa kalau itu aku aku ada buktinya mereka nonton ada Hai kursus dollar ada Clinton ngomong ada wartaberita perang, satu frame. Oh iya, iya. Iya kan?

Kamu nonton yang mana deh? Gitu. Oke.

Multitasking. Dia bisa tahu semua berapa kursus dollar sekarang di Jawa. Iya. Iya kan?

Jadi mereka bisa lima sekaligus dalam satu frame ya. Dan menurut saya yang paling kasihan adalah tubuh kalian. Tubuh juga kan punya manajemen Ya kan? Nah itu yang saya lihat bahwa Kalian seperti kerja Terkesan malas ya Karena itu kan indikasi dari tubuh Nah jadi aku gak ngerti yang benar yang benar yang mana tapi yang benar adalah yang kau yakin itu aja tapi emang emang kayaknya sih multitasking bagian dari skill set yang dimiliki sekarang anak gue aja main game sambil nonton YouTube yang mana kamu makan lagi kan kadang-kadang ya kalau makan silaran kayaknya gara-gara teknologi dan anak emilionil dan genzi itu kalau kerja fokusnya ke outputnya kayak gimana ya jadi teknologi bisa memotong proses Kalau generasi jaman dulu, kejarnya di inputnya gimana nih?

Oke, gue kerja 8 jam gimana? GNZ, ya kalau bisa 2 jam doang, kerjaan ini gue kelarin aja 2 jam. Dan generasi yang lebih tua itu melihat bahwa kita kerja kalau misalnya bangun pagi, pulang malam, berkeringat.

Padahal ya jaman sekarang, ya kayak aku aja dulu bangun jam 1 siang. Sekarang udah mendingan jam 10, 10 pagi gitu kan. Padahal sebenarnya ada loh pekerjaan-pekerjaan yang klien kita tuh di luar negeri. Gitu yang...

Bangunnya jam 7 malam gitu kan. Makanya kita ya wajar ya body clocknya jadi kebalik. Kayaknya yang berubah adalah cara bekerjanya. Sehingga generasi sebelumnya tuh gak ngeh bahwa itu tuh sebenarnya kerja gitu. Kayak ini loh, anggapan klasik kalau ada anak muda pakai handphone tuh dia antisosial.

Padahal sebaliknya dia lagi bersosialisasi dengan dunia yang jauh lebih luas. Jadi kayak emang karena di generasi sebelumnya tuh cara bekerjanya emang beda. Karena teknologinya belum tersedia.

Sehingga kesannya seperti itu gitu kan. Kayak zaman sekarang ngomong sama bapaknya pengen jadi gamer kan orang tuanya, apaan tuh, dapet duit dari main game. Apaan tuh, taunya cuma halma, ular tangga gitu kan, gak ngerti gitu.

Jadi beda. Tapi seberapa jauh menurut lo gap? Kalau lo kan sebetulnya kan generasi X yang mungkin aja bisa agak tipis-tipis nih.

Bisa masuk ke milenial juga gitu. Karena angkanya tipis gitu. Deskripsi tentang milenial yang dianggap kurang berdedikasi pada pekerjaannya, karena kan sering ngebandingin kan. Ya.

Kalau gue dulu kayak gini, gue dulu gak apa-apa tuh disuruh masuk weekend. Ya emang di mana-mana wartawan kerjanya nunggu sampai selesai dapat berita. Kalau lu belum dapat berita, lu jangan pulang.

Masa lu wartawan kerjanya... Ini gue curhat ya? Kayaknya sangat menjiwanya sebenarnya ya. Ya di mana-mana lu nunggu sampai berita lu dapat.

Sekalian jelasin ke anak buah tuh anak buahnya. Ini pas secara nggak langsung ya. Dede-dede narasi.

Gimana? Lu belain gue dong, Ji. Iya, Nana pasti benar. Dia tidak mungkin salah.

Ini ciri-ciri generasi X. Ini... juga gue memaksakan kena enggak tapi kalau enggak tahu ya menurut pertama-tama tuh soal bingung soal generasi-generasi X milenial itu enggak tahu batasannya dan dalam pengalaman gua enggak pernah ada bukti yang menandakan bo generasi yang dibawah ini pemalas yang ada bingung bingung karena pilihan lebih banyak yang mereka tahu lebih luas sehingga nih ya diangkatan kerja itu kan ada anggapan generasi kerja yang sekarang tuh cepet banget berpindah cepet banget berhenti sehingga persepsikan menyerah sebenernya bukan nyerah, cuma tiba-tiba sadar, oh gue tau apa yang mesti gue lakuin, gue tau apa yang mesti gue tujuin sehingga berpindah, dan gak takut, gak takut untuk pindah jadi lebih ke gak ngerti bahasa satu sama lain sih, karena gue juga punya wira usaha, banyak yang muda, gue sih gak ngeliat males ya, kalo soal ngeluh, wah anak jaman sekarang ngeluh, jaman dulu juga ngeluh, semua juga ngeluh kalo kerja biasa aja itu salah satu yang sering kali muncul ya, katanya anak jaman sekarang genzi itu kutu loncat kutu loncat gitu, jadi baru 6 bulan di perusahaan, kemudian juga pindah Karena untuk kata-kata kuncinya itu mengejar passion.

Ini bukan passion gue. Jadi gue mencari passion yang lain gitu. Gimana?

Menurut saya, kayaknya gara-gara informasi dunia kerja udah lebih mudah ditemuin deh. Jadi kita berasa punya pilihan nih. Oh ada tempat lain, ada tempat lain. Dan kayaknya mending jadi kutu loncat deh. Nggak nyaman di sini pindah daripada apa kalau Bang Fany sebutannya, yang udah nggak nyaman di kantor ini tapi apa boleh buat?

Nggak bisa pindah dan malah ngeganggu yang lain. kerja jadi males malesan kayak gitu-gitu ya gue jadi mending loncat sekalian gimana file hai hai hai Tidak salah ya. Pernah lagi mikir nih. Gue mesti mikirin nanti alasan anak buah gue. Tidak aku teloncat.

Soalnya dia juga bos. Bawanya banyak juga. Bisa juga kalau ditinggal. Ya gimana ya. Aku nggak merasa sepenuhnya benar atau salah juga ya.

Tapi menurut aku kayak balik lagi ke ini ya sih. Maksudnya environment-nya ya. Karena kalau misalnya kerja sama orang yang susah nih komunikasinya. Terlalu intergeneral.

generational gitu ya pasti susah juga untuk kerjanya gitu ya lebih enak untuk kerja sama yang satu circle gak sih atau satu generasi gak sih biar komunikasinya lebih enak tapi kan maksudnya dalam perusahaan gak mungkin ya ada level manager mungkin satu generasi gitu kemudian ya kan serunya sih memang semuanya satu generasi gitu makanya lebih suka ke startup kan sesuatu yang lebih ini kan chill dan inilah ya satu bahasa gitu loh. Walaupun sebenarnya enggak kan itu kan persepsi dari luarnya gitu kayak gue pengen jadi startup kayaknya chill kadang-kadang budaya semua pas nyampe sana tiba-tiba sadar dunia kerja yang seperti itu abis itu nge-tweet ternyata sama-sama berat juga ya perusahaan ini cuma keliatan mengkilau dari luar aja gitu padahal emang kerjaan di barang-barang juga capek guys ada bola biliar gak boleh dipake iya bener-bener ada fuzzball kalo dimainin berisik mending gak usah ada di fuzzball kita ada video nih yang juga berusaha menggambarkan perbedaan etos kerja antar generasi nah kita udah pilihnya tuh 2 video satu video dari perspektif generasi X lagi untuk generasi Z kita lihat video yang pertama ini dulu dan nanti aku akan minta komentarnya iya pak, iya pak oh, jadi itu saya kerjakan juga, iya baik pak segera, segera akan saya kerjakan pak siap, siap, mohon maaf ya pak ya siap Karyawan anak 90an. Karyawan anak 2000an.

Loh? Tapi itu bukan pekerjaan dari saya, Pak. Bapak ngegaji saya cuma segitu bukan untuk ngerjain kayak gini. Bapak nggak bisa kayak gitu. Ketoran toksik.

Kehidupan toksik. Bos toksik. Gue butuh penyelamat.

Nggak, nggak bisa. Gue harus beresidasi. Gue harus beresidasi sekarang juga.

Udah cukup. Gue tiga hari diginiin. Tiga hari! respect sekali untuk beliau lucu-lucu sebelum dikomentarin, aku mau lihat itu dari perspektif generasi yang melihat generasi Z seperti itu nah ini dari perspektif generasi Z nih, kita lihat yang ini ih lucu bener nemu aja siapa sih generasi yang kerjain nonton tiktok mulu banyak tiktokers disini makanya gue tuh bingung sama milenials yang sekarang tuh kok malah berperilaku seperti baby boomers zaman dulu, ini khususnya di dunia kerja ya bukannya ini Millennials sekarang tuh harusnya yang paling ngerti ya posisinya Gen Z di awal mulai karir tuh kayak gimana tuh yang paling inget gak sih? Nih buat para leader millennials di kantor, gak berarti karena dulu tuh lo digituin sama Big Boomer, sekarang tuh lo boleh gituin lagi nih Gen Z. Just because we went through hard times, doesn't mean we also have to make it hard for the Gen Z. Millennials nih yang paling inget rasanya disepelein, dibilang generasi yang lembek, ataupun dicap aneh karena kita tuh kritis.

Jadi kalau misalkan sekarang Gen Z-nya kritis banyak tanya, ya dinerjar aja mereka tuh gak aneh. Atau kalau misalkan ada Gen Z bawahan lo yang nggak bales chat lo di weekend, itu bukan karena mereka lembek atau nggak mau kerja, itu karena mereka tahu batasan. Dan kalau menurut lo hobi atau interest mereka tuh aneh, ya biarin aja. Hidup tuh nggak harus cuma kerja dan pulangnya main futsal doang, kan? Mungkin juga mostly millennials kan sekarang menempati mid-level.

Lo tuh butuh Gen Z untuk ngebelain lo biar lo bisa naik jadi top level kali. Bahkan brand atau perusahaan aja tuh berlomba-lomba untuk stay relevant ke target audience. Dan spread kaya itu adalah kita millennials dan...

Yang akan datang, Gen Z Ayolah, let's just be curious and not judgmental Yang banyak istighfar, mawas-mawas diri Udah mau di kepala 3, kepala 4 Harusnya lebih dewasa Respek Respek untuk Kuntuh Aji Eh mirip Aji Lu dapet aja sih Gigi gitu-gitu Emang itulah kenapa saya dibayar Anda mahal Kok mahal Dia langsung mikir, kok gue gak dibayar? Eh enggak. Ini bersanda, ini bersanda.

Saya cuma dibayar kue lapis tadi. Aku mau minta boomers dulu. Ini gele-gele yang masih. Menanggapi.

Ini kan, karena kan generasi boomers mungkin ada yang udah gak di... dunia kerja yang pensiun gitu Nah tapi kalau melihat itu perbedaan etos kerja tiap generasi itu gimana Om kalau penggambaran tadi itu sebabnya kenapa saya mau datang ke pertemuan ini ya kan memang itu saya lihat itu orang-orang yang jadi cowok murah dekat sama semua orang itu Hai Baru 3 hari aja udah kayak 300 tahun gitu. Dan itu betul, reaksi dia itu bagus.

Terus, kaya ngopo, tolong ke temen saya. Lo lebih gila, saya bilang. Kenapa?

Mau jual mobil, ditulis. Dijual, dikaca belakang. Tiga bulan gak laku-laku. Tolong jualin mobil ini, mobil si om.

Pake ini kan mereka, kan ketengroyong mereka itu. Iya bener. Gotong royongnya cara mereka kan begitu. Dua hari laku.

Penjual. Jadi siapa bilang mereka tidak mengenal gotong royong? Caranya beda. Tapi ini menarik keywordnya tadi lembek.

Karena kan generasi Z ada stigma tuh generasi Z ini generasi strawberry. Jadi imut, lucu, cuma lemah. Lembek.

Si paling healing. Si paling mental health. Dikit-dikit pokoknya, aduh kena mental health nih gue.

Gitu. Penggambaran seperti itu. Itu penggambaran yang berlebihan atau ya ada sedikit nilai kebenaran di dalamnya.

Bingung, Gen Z bingung, Gen Z bingung Mau bilang enggak tapi Iya juga Mungkin gak terlalu tepat aja kali Kadang-kadang gak semuanya kok self-diagnose gitu Ada juga yang emang bener-bener psikolog Kayaknya Gen Z itu lebih banyak yang aware aja sama isunya gitu Berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya Jadi mungkin juga punya Apa? Yang jelas dong Ya ini Iya, punya itu tapi karena nggak sadar jadinya nggak berobat gitu. Atau nggak ke psikolog, mungkin seperti itu sih. Iya, sebenarnya cuma kewawasan aja kan generasi sekarang itu tahu lebih sehingga...

punya point of reference yang lebih lengkap daripada generasi kami. Jadi gitu aja kan. Semua yang terjadi dan semua catchphrase zaman sekarang juga ada di zaman gue. Enggak, tapi sebelum masuk ke mental health-nya, bahwa dibilang lebih lembek itu sesuatu yang sebetulnya...

Aku pribadi sih ngerasa enggak ya. Aku merasa karena generasi Z sekarang itu terutama karena mereka terpapar informasi terus-menerus tanpa henti. Jadi segala problematika dunia itu mereka tahu saat ini juga, detik ini juga.

Paparan konten atau informasi yang mereka dapatkan itu berkali-kali lipat dibandingkan dengan generasi orang tua mereka atau kakek nenek mereka. Jadi segala hal yang buruk-buruk di dunia ini mereka tahu gitu. Ya wajar aja kalau mereka punya kecemasan yang lebih dibandingkan dengan yang lain.

Kalau dari perspektif... perspektifnya tuh ada perspektif seperti itu. Cukup bisa...

Cukup menjelaskan. Ya, cukup menjelaskan. Karena itu ya.

Kata gue nih. Mereka stress ngeliat krisis iklim, ngeliat ketidak setaraan, apalagi tadi kan salah satu karakteristiknya kan adalah mereka orang-orang yang very ethical. Mereka maunya semuanya tuh sesuai dengan ideal dan sebagainya. Jadi ketika melihat Harun Masiku belum ketangkep, terus tiba-tiba ada BTS gitu ya.

Ketika rame-rame sambo... ternyata dapat diskon hukuman, ini mereka sumpah iya kan? kok sumpah-sumpahnya ngelembab begitu-begitu anda?

kok saya? kok bisa masuk ya? hebat banget nih Nana yang disuruh bilang iya, saya tapi iya kan? sebenarnya kata hati tapi iya kan? itu contoh betapa banyaknya problematika yang menghadapi dirimu kan dek?

iya kak makanya jadi suka karena terlalu banyak jadi suka mikir gitu kebanyakan Jadi suka kepikiran. Suka gitu. Oh, suka mikir.

Jahat ya, jahat. Ini pertanyaan jahat. Karena apa? Tadi kita saling mencurigai, tapi kita tidak pernah untuk saling mengerti.

Oke, nanti dulu kita dengerin dulu. Gimana, Om? Gimana, Om? Gimana, De? Apa emang?

Jadi mikirnya karena itu? Iya, karena terpapar informasi betul yang banyak banget tadi. Dan media sekarang kayaknya informasi yang negatif, itu yang lebih...

lebih banyak muncul kan daripada yang positif gitu jadinya terekspos tuh negatif lagi pikiran jelek pikiran jelek lagi ngomongnya contoh-ngomongnya kita negatif cap yang mengainkan disebut banana tadi gitu belum lagi kondisi lingkungan dan polusi udara yang sekarang lagi in jadi masalah ya Jakarta tenggelam yang kayak gitu-gitu jadi dengan banyak informasi itu muncul Aduh gue di masa depan gimana ya ada ketakutan ini mungkin Jadi untuk dia masa depan itu masih panjang banget. Kalau kita kan. Ya tinggal bentar lagi. Kita mau counting down ini.

Untuk mereka ya lo mau bentar lagi lewat. Gue masih lama disini. Dan gue rasa itu juga yang bikin millennial jadi. Kan mirip-mirip nih kalau dari soal isu itu ya.

Itu juga yang bikin millennial jadi. Gampang frustasi. Karena ya.

Mereka tahu. Kayak misalnya krisis iklim. Yang akan mengalami dampak dan efek negatifnya lebih lama. Itu millennial dan Genzi. Tapi yang mengambil kebijakan.

kan generasi baby boomers gitu jadi mereka yang kena dampaknya tapi generasi baby boomers yang karena udah yaitu menghitung waktu tadi itu mohon maaf Om jadi mungkin saja apa namanya tidak merasa ada urgency gitu tapi menurut aku kalau ini ya sebenarnya menurut aku generasi kita generasi Om atau Mas Manji sama-sama frustasi kita cuma cara mengungkapkan kefrustasian itu dulu ya tidak ada social media yang kita bisa curhat dan melemparkan semua isi hati kita dulu kita paling sedang sendiri dan makanya mungkin mengalami mental health juga, cuma tidak disukarakan aja, jadi orang tidak tahu ceritanya ke orang tua karena tidak ada HP dan social media, sekarang mau cerita ke orang tua kurang relevan mau cerita ke teman bisa tapi impactnya akan lebih besar kalau kita cerita lewat social media jadi sebenarnya menurut aku, frustasinya sama kecemasannya sama, cuma cara mengungkapkannya yang bikin kita terlihat lebih frustasi, padahal sama-sama aja menurut aku kalau aku lihat, argumentasi mereka sangat jelas Justified, sangat meyakinkan. Yang saya malu tau gak, generasi saya, korupsi gede banget. Tapi begitu suruh membuat pertanggung jawaban, dia pakai gaya kamu.

Gaya kita gitu ya? Oh iya. Jadi saya bilang, Aduh, jadi ini orang tuanya buatnya sama sama gue. Terima kasih. Tapi begitu menjawab argumentasinya, pinjem bahasa dia, pinjem bahasa kamu.

Saya bilang itu lebih jahat daripada yang kita bicarakan hari ini tentang... Arti perbedaan itu. Respect.

Jadi buat saya tuh, pertemuan ini... Minum Om. Terima kasih banget. Bu Om jangan terima kasih dulu, aku mau mokosi.

Bukan terima kasihnya tuh, belum berhenti. Lagi refleksi diri aja. Itu menarik. Karena memang saluran untuk menyampaikan frustasi itu dituangkannya di dunia maya.

Itu juga sebetulnya bisa jadi dua arah. Karena dituangkannya di dunia maya, rasa frustasinya bukannya terjawab. Malah berlipat ganda.

Aku mau nanya soal dunia maya ini. Jadi sebenarnya gini sih. Semua yang kita selama ini rasakan, dulu juga ada sekarang.

Cuman jadi lebih teramplifikasi. Kayak orang selalu bilang, muncul. Jaman sekarang orang cepet tersinggung.

Dari dulu juga orang gampang tersinggung. Cuman jadi lebih cepet aja. Lebih cepet tersinggung.

Lebih cepet ngeliat yang bikin tersinggung. Sehingga internet tuh istinya orang-orang marah mulu. Kebetulan saya sering jadi korban.

Korban ya. Jadi juga sama. Jadi dunia maya ini penuh dengan orang-orang.

Yang perasaannya mudah sekali terpicu. Karena apapun pemicu perasaan mereka. Dengan mudah mereka temukan di internet. Udah gitu aja sebenernya. Apapun mau marah, mau happy, mau sedih.

Dan segala macemnya. Jadi lebih kepicu. Kan lo akan bikin show hidup lah Indonesia Maya ya Ji.

kefrustasian itu akan tergambarkan disitu? dan gimana kalo misalnya lo menyambung-nyambung nih sama yang kita bicarakan ini? sebenernya pengennya tuh tone-nya positif, hiduplah Indonesia maya maksudnya bukan berusaha untuk sarkastik gitu karena dunia Indonesia, dunia maya Indonesia itu kan penuh dengan komentar sekarang ada indikasi komentar-komentar itu kayaknya mau di mau diteken, mau diatur, mau dikelola karena ada anggapan kita tuh gak bisa self-govern, nah gue tuh sebenernya pengen bikin acara dimana ngasih tau sama semua orang sebenernya social commentary itu diperlukan salah satu cara kita ngejaga apa yang terjadi terjadi, tapi sosokomentirinya ada bentuk stand up, ada bentuk talk show nah terus di akhir gue bikin monolog, gue sebutnya monolog kebangsaan, berjudul Sampai Akhir Menutup Mata ngomongin Indonesia keresahan semua orang, kalau misalkan anda-anda mau nonton, saya siapkan undangan dan memang menurutmu keresahan itu keresahan yang dialami semua generasi atau ada keresahan-keresahan yang memang kayaknya ini dominan di anak-anak muda usia-usia Fahri, rata kok rata Apa yang kita resahkan itu dirasa secara kolektif Ada yang keresahannya dibahas oleh generasi kami di kedai-kedai kopi Ada yang keresahannya dibahas oleh generasi-generasi lain di sosial media Tapi urutan kejadian permasalahan di Indonesia itu banyak banget Dan bertubi-tubi dan kadang-kadang bikin stres Yang lebih bikin gue stres adalah anak-anak Maaf nih Tapi anak-anak muda itu cenderung menyalahkan ke atas Tanpa sadar bahwa yang ada di atas itu sebenarnya cuma cerminan Ke atas memang sedang kebengkak senior, senior, penguasa kepada pemegang kepentingan, padahal kan kalau di negara demokrasi mah, you get the leader you deserve if that's your leader, it's because you're that way nah jadi keresahan itu pengen diungkap aja di acara tersebut sebenarnya, hiduplah Indonesia maya iya, iya, kalau misalkan mau nonton silahkan insya Allah, gratis kan tadi mau, kalau untuk anda undangan saya siapkan kalau mau nonton beli tiket datang on the spot, 17 Agustus acaranya ya kalau milenial selalu gitu perhitungan iya betul Sebenarnya yang kami-kami, itu kan ada biayanya padahal ya. Itu kan bikin pake duit itu.

Padahal generasi milenial tuh sama generasi Z paling royal untuk, bukan royal, paling gampang ngutang loh. Nah itu juga aku mau bahas tuh. Itu ada penelitiannya tuh dan ini matching banget karena Feli kan ini sering bikin konten soal financial literacy. Ini nih ada penelitiannya, salah satu juga yang membedakannya. Generasi Z itu paling banyak berhutang.

Hmm. nasabah milenial dan gen z 60% mendominasi pinjaman fintech pendanaan bersama dan total pinjamannya itu bisa sampai 14,74 triliun dan ngutangnya itu kayaknya ngutang untuk gaya hidup deh, supaya bisa beli tiket, bisa jalan-jalan rata-rata kayaknya ngutangnya banyak yang konsumtif gaya hidup gue potong dikit-dikit aja, tapi kayaknya bukan cuman ngutang deh, tau gak yang kejadian kemarin ada mahasiswa yang dibunuh sama seniornya karena seniornya main judi plus main kripto Itu sebenarnya, itu kan sebenarnya fenomena ya. Kayaknya generasi ini gak tau kenapa duit banget.

Butuh duit di tangan. Entah itu utang, entah itu judi, entah itu. Gak bisa pay letter sih gak perlu di tangan juga. Tapi sebenarnya kalau menurut aku ya, generasi-generasi kita juga ngutang. Cuma kitanya aja yang di fintech dan di pay letter, mereka nya di rentenir, di juragan, di tengkulak gitu.

Jadi menurut aku sama-sama utang aja. Cuma ini bisa ketrek karena digital. Digital dan fintech.

sedangkan yang juragan Yang offline itu, utang-utang offline itu tidak ter-track. Mungkin kalau yang tua-tua bisa online juga, sama juga ya kali ya? Enggak, ini tuh hasil pelitiannya merekam semua generasi. Dan spesifik yang online, memang gen Z yang paling banyak berutang.

Ada generasi-generasi lain tuh juga. Jadi bukan berarti gak ngutang, tapi jumlahnya itu memang lebih besar. Karena mungkin mereka sangat terbiasa dengan teknologi, dan melakukan sesuatu itu di teknologi. Jadi beli tiketnya lewat online, beli makanan, nyari jodoh online, semuanya online. Online gitu kan.

Jadi akhirnya ya lebih... Cari duitnya juga online dari lewat ngutang gitu kan. Lewat ngutang. Jadi mungkin karena kemudahan teknologi itu yang bikin mereka juga jadi lebih rentan.

Of course. Gitu ya. Karena kalau yang generasi sebelumnya kan dia tidak bisa ngutang dengan...

Dia apa? Om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om, om aku menguasainya juga bakal minjem juga selesain dulu apa tadi Fahy? untuk love atau untuk send di instagram aja masih bingung kan apalagi untuk ngutang gitu loh jadi maksud aku sebenarnya kita mungkin ngutangnya sama-sama banyak makan mungkin lebih banyak, cuma tidak ter-track karena yang di-track ini kan pay later atau pinjaman fintech itu yang memang ke-track gitu kan pinjaman-pinjaman untuk generasi yang lebih yang lebih lu ada pinjaman orang-orang pinjol maluri enggak berani belum tapi temen-temen banyak-banyak banget ini mau nyebut teman-teman kita teman-teman kita yang terjebak itu sebut aja banyak ya karena mungkin karena ngelihat banyak orang-orang ya sampai keikat pinjol dan ini loh nomor-nomor WhatsApp saya tuh suka ditelepon sama dan kolektor nah gara-gara tidak sengaja didaftarin nama orang yang gak deket-deket banget.

Enggak, sekarang ada app yang bisa nge-crawl phonebook-nya sebenarnya kan. Iya. Itu yang membuat kita jadi diteleponin. Lo yang utang, lo yang diteror, lo yang seks. Tapi mereka utang karena apa?

Kalaupun lo gak utang, betul untuk gaya hidup yang yang akhirnya dinilai lebih konsumtif? Gen Z dan Millenial? Kayaknya enggak juga deh. Ada yang kayak gitu, tapi ada juga yang kebutuhannya emang lebih gede daripada pendapatannya aja gitu.

Ada juga temen-temen yang generasi senwis. Kebutuhan atau keinginan? Enggak, bukan. Aku juga banget, aku kalau mau beli sesuatu dari dulu Aku juga tunggu jawaban anak Itu kebutuhan atau keinginan Nyokap gue tuh selalu tuh Kalau gue mau beli apa-apa, Ji Itu diajarin di sekolah, zaman sekarang Anak sekarang gak diajarin, semuanya kebutuhan Padahal cuma pengen doang loh Mohon maaf ya, ini gue terlalu ini Kalau gue sih ngeliat anak-anak gue diajarin bedanya needs and wants Terus gue bilang, itu bagus banget Terima kasih Bu, ajarkan itu terus Tapi di New York Misalnya contoh kebutuhan tuh apa? Oh iya maksudnya mohon maaf guru di Indonesia kan juga paling banyak terjerat pinjol ya Allah ya Rabbi kalau guru beneran kebutuhan orang gajinya enggak seberapa kalau mereka betul butuh kalau gajah jadi karena banyak juga temen-temen temen-temen saya generasi sandwich gitu yang dia harus ngutang buat bayar utang orangtuanya atau buat hidupin keluarganya gitu bener-bener ditambah ada ya selain judi online ya ya memang ada dan nyebelin dan juga ada pinjol-pinjol yang kalah mulu orangtua kalah mulu emang fungsi gue malam ini tuh provokator mereka terpikir untuk membantu orang tuanya mereka gak ada pilihan om generasi sandwich banyak yang diminta sama orang tuanya memang itu realitanya jadi mereka harus menghidupi orang tua harus mikirin tabungan harus ngidupin anak ngidupin adik-adiknya jadi ke atas dan ke bawah pengeluarannya jadi makanya suka stress ya dengan cara yang risiko baik generasi gue baik banget ini ada dua ya di sini aja lebih aku aja menekati milenial sebetulnya gue lebih mengidentifikasikan dengan ini sih ada lagi lu dari gua buat kamu emang umur karena beban generasi sandwich ya itu juga ya karena beban generasi sandwich dan juga kita merasa ini ya sebenarnya kalau kita Bandingin ya, income orang dulu.

Generasi dulu sama harga rumah itu kan, ya, misalnya kita kerja 5 tahun bisa tuh beli 1 rumah. Kalau sekarang kita kerja, harus kerja 10-20 tahun untuk beli 1 rumah di harga sekarang gitu loh. Dan itu thanks ke generasi-generasi sebelumnya yang membeli properti sebagai investasi.

Sebenarnya properti itu kan untuk tempat tinggal. Yang kemudian gimana? Kasih sini Nung.

Udah gila kali itu. Saya sudah setuju. Maksudnya itu efek dari generasi-generasi sebelumnya juga. Kalau misalnya beli rumah ya satu aja untuk tempat tinggal.

Om selamat diselahin. Maaf ya Om. Om selamat sebagai tuan tanah merasa. Tapi sebenarnya pelakunya banyak generasi ini loh. Generasi apa?

Generasi kita. Gitu ya? Beli ini ya?

Iya. Karena investasi zaman itu kan tanah atau properti gitu kan. Karena kita nggak paham dan nggak memahami caranya ya. Generasi Panji itu selalu mengatakan, Om, kalau bisa tukar mobil. Kita dulu beli mobil sampai mampus, sampai rusak, baru kita jual.

Tetapi datang generasi Panji, Om, itu bisa diitu lho, bisa ditukar. Buker tambah. Ya, benar. Yang artinya saya kalau ada produk baru, bisa pakai yang ini lagi. Dulu terus kita buta, nggak ngerti itu.

Nah generasi Panji, membuat kita rada genit. Jadi beli mobil itu bukan untuk kemas. kebutuhannya, tapi ya untuk apa namanya itu, ada semacam gengsi juga. Baby boomer nyalahin generasi X ini.

Bukan, bukan diracunin, ditambahin ilmu. Iya, bagus. Ditambahin ilmu sama gengsi. Nah, kalau kamu bilang tadi bahwa...

Kerja sekian baru kita bisa beli rumah dan sebagainya untuk kepentingan tinggal ya, bukan untuk investasi gitu. Terus terang aja, kalau memang kita itu ingin membeli sesuatu di atas kemampuan kita, di generasi kita. Kita, generasi om. Iya, dekat kita. Jauh aja, jangan ngajak-ngajak aku.

Om, dari aja 30. Jangan terjauh, om. 30 beda aja, om. Gampang. Gak mahal, gak mahal. Gak mahal.

Jadi ada sebuah kunci baru yang diperkenalkan oleh generasi itu. Yaitu? Bahwa hidup itu bisa dilakukan dengan channel A, channel B, dan channel C.

Terus terang saja ya, setelah itu kita kenal, maka saya baru catat itu, teman-teman saya mulai mencari penghasilan lain. masuk akhirnya pakai baju orangnya. Itu yang saya tengah ngarai.

Generasi saya yang masuk pakai baju orangnya itu kemaruk. Udah ilmunya secukupnya aja mestinya kan. Oh itu bener.

Bagus, bagus. Tapi dia kemaruk. Sehingga saking sudah nggak tahu mesti ngapain, udah pakai baju orangnya pun masih halil. Dia sudah kehilangan nilai. Nah ini aku senangnya, Bapak perbedaan gap ini, karena ternyata kita saling belajar.

Kita saling belajar, kita saling melihat bahwa, saya baru sedih loh denger tadi. Dia udah mikirin orang tuanya ya. Harus Om. Saya sedih gitu.

Dalam hal ini sadis banget orang, orang kasihan banget ya gitu kan. Saya baru menghargai gitu bahwa beliau-beliau ini juga ternyata Luar biasa. Pejuang sebenarnya. Jadi, kalau mereka gak kenal puisi, itu puisi paling indah.

I love you mama. I love you. Luar biasa.

Padahal kalau ibunya telepon gak pernah diangkat tuh. Iya, kenapa sih ya? Padahal udah seminggu gak ngobrol. Tapi ya mungkin itu, ekspresi cintanya itu di dalam bentuk yang lain mungkin ya. Tapi yang jelas buat baby boomers itu silaturahmi kedekatan.

fisik, pertemuan langsung itu sesuatu yang masih sakral dalam tanda kutip ya Om, itu dinanti-nanti ya itu gak bisa diubah karena kita kita manusia kan bentukan sosial saya dibentuk oleh tradisi itu nah sehingga saya juga tidak bisa bohong tapi apakah tradisi itu tidak bisa diinterpretasi dengan cara yang lain dengan cara dia, dengan cara kamu dengan cara Panji, bisa kok nah kalau gitu aku mau masuk ke poin itu maksudnya tadi kita bicara soal perbedaan perbedaan generasi gitu ya dan mungkin mungkin generalisasi jadi mohon maaf kalau ada yang merasa gua nggak kayak gitu ini upaya generalisasi sebetulnya upayanya itu bukan untuk menyamaratakan karena Ada banyak sekali perbedaan karakteristik sesungguhnya. Tetapi yang berusaha kita lakukan adalah mencari common thread di setiap generasi. Dan endingnya nih yang ini nih.

Endingnya adalah apa yang kita bisa pelajari dari masing-masing generasi ini sesungguhnya gitu. Let's pick the... yang terbaik dari setiap satu dari kita. Dan kemudian berusaha untuk menjembatani kesenjangan yang mungkin ada, mungkin juga dibesar-besarkan, saya tidak tahu. Kalau buat kamu yang dari sekian banyak gitu ya, masing-masing generasi ini pasti ada dong sesuatu yang kayaknya...

Ngeganggu atau? Nggak ngeganggu, kita udah mau ending. Oh, pelajari. Gen Zedli, Gen Zedli.

Di kepala saya, atau jauh ya. Aku udah, padahal gue udah panjang loh. Kalau dia bertanya aku mau bicara apa, selalu akibat dari ya. Dari tadi yang kita berbicara, ada penekanan dari kepada dia kan.

Kasian banget. Iya om, tolongin om. Ditanya apa yang positif yang kita bisa ambil dari tiap generasi.

Terima kasih. Dramatis banget tuh ending gue ya Allah. Mungkin karena terlalu dramatis. Jadi dia udah lepas di kalimat keberapa gitu. Oke gue ulat ya.

Buruan lu ngomong apa sih sebenernya gitu. Tadi gue tulisan itu. Jangan itu untuk beliau.

Ini cue gue supaya gue gak lupa. Kebanyakan di otak gue. Dia barusan gak sabar nungguin lu ngomong. Baca ngomong apa sih gitu.

Ini genzet ini. Menurut kamu psikolog itu ada positifnya gak? Psikolog. Tadi kan di awal gue bilang. Dia juga ulat.

aku kolot, aku kolot kolot positifnya apa? buat ngejaga gak sih kadang-kadang yang terlalu progresif tuh jalannya suka kejauhan gitu makanya tetep diperluin nasihat-nasihat dari baby boomers ini buat ngasih tau patokan lu dimana nih, tapi jangan sekaku itulah kita dorong dikit buat biar idenya tetep relevan dengan zaman mungkin seperti itu caranya jangan indoktrinasi gitu lah tapi lebih membisik kagak paham indoktrinan terlalu menggurui terlalu menggurui nggak bisa emang default menggurui kalau boomers itu tapi lu nggak tahu doktrin bikin malu stand up comedy doktrin-doktrin didoktrin gitu indoktrinasi itu tetap perlu dan tetap akan didengarkan kan atau oke boomer gitu maksudnya ketika ketika mereka mengindoktrinasi lututri itu ada yang nyangkut nggak tetap didengarkan dan ada yang nyangkut asalkan kayaknya geng itu perlu alesan Kenapa gua harus ngikutin ini jadi nggak bisa ikutin gini Kenapa harus dijelaskan gitu kadang dia orang tua tuh buru-buru ya kenapa harus buru-buru geng perlu alesan oke oke oke Genji butuh alasan. Itu hashtag kita hari ini penonton.

Genji butuh alasan. Genji butuh alasan. Ji, ini gue udah mau closing. Mencari persamaan dari perbedaan. Pasti mencari perbedaannya nih.

Supaya endingnya manis gitu, Ji. Nggak, gue bikin lu susah aja. Biar lu kerja. Ayo, mulai kerja. Ji, apa yang bagus dari si kolot?

Nih ya, gue... Eh, gue ngomongnya si kolot mulu lagi. Betul, nggak apa-apa.

Lebih jelas, lebih jelas. Buat gue, ke atas ke bawah yang dicari beda sih. Maksudnya ke bawah angkatan ya.

Ke atas yang dicari pengalaman. Ke bawah yang dicari pilihan. Mau se-nggak berpendidikannya orang yang jauh lebih tua dari kita, beliau-beliau ini hidup lebih lama dari kita, lihat lebih banyak dari kita, mengalami lebih ekstrim daripada kita. Maksudnya ekstrim dari sisi jumlah ya. Ada wisdom di situ, gak mungkin gak.

Orang yang lulusan SD tapi umur 70 tahun itu tetap lebih pintar dari sisi apa yang dia punya pengalamannya. Jadi ke atas itu nyari cerita waktu itu kejadian seperti ini apa yang terjadi. Ke bawah yang dicari pilihan. Luar biasa yang mereka tahu. luar biasa loh.

Kalau lo mau cari pilihan, dan ujungannya kan solusi ya, ini ada masalah nih. Kita nyari pilihan terhadap solusinya ke sini, kita nyari cerita, pengalaman terhadap permasalahan ini ke situ. Jadi, dua-duanya itu punya manfaat, kita tarik bagusnya aja. Tapi jangan cari pengalaman di sini, jangan cari wisdom di sini, belum ada. Dan jangan cari pilihan di situ, nggak ada pilihan.

Nggak ada waktu itu, nggak punya pilihan, nggak punya pinjol, nggak punya teknologi, segala macam. Jadi, kita ambil aja dua-duanya. Bijak nggak sih kita, katan kita ya nggak sih? Langsung terpesona ya semuanya ya.

Besti itu. Jadi kayak penting tuh mengerti kenapa sih dia begitu, kenapa sih misalnya Om begitu, kenapa Fari begitu, Mas Panji begitu. Dan semuanya itu kan pasti punya faktor eksternal ya.

Karena kejadian di masa itu, ada perang, ada krisis, ada apa yang membuat kita jadi seperti hari ini. Menurut aku kayak kuncinya mau ngerti dan lebih open minded ya melihat ini yang terjadi seperti itu ya karena ada satu alasan gitu dan dengan itu kita bisa lebih menghargai sih kayak kenapa setiap orang bisa beda-beda menurut aku sih gitu. Jujur ya? Boleh ya. Itu luar biasa sekali, walaupun kita rasanya masih hashtag si Gen Z. Oh iya, iya.

Semakin diperkuat soalnya. By the way, kita ini apa sih? Ini kan si Kolot, si Nyolot. Kita ini apa? Si Bijak.

Iya bener. Iya. Enggak, si Charming gue mah. Si Charming ya?

Ya udah, si Charming. Ini kita self-proclaim ya. Iya kita Charming.

Kita gak cakep-cakep amat tapi... Kita jadiin hashtag ya? Iya, si Charming.

Si Charming. Iya, si Charming Gen X. Udah ketok di mata Najwa. Pokoknya mulai sekarang si Charming. Si Charming Gen X. Itu lebih tepat daripada Bolot.

lebih bener ya si kolot, si nyolot, si bolot ya ampun bagus pemain padahal kita udah berusaha narasinya tuh si carmi, si bica dipetahkan si bolot bener lagi gini ya semua orang itu kan sebetulnya hasil bentukan betul kan, kita setuju semua kalau saya itu Namanya baby boomer itu terlalu mewah bagi saya. Saya lebih suka mengatakan saya generasi lampu teplok, lampu tempel. Kami akan mendapat cahaya ketika saya harus beli minyak tanah. Lalu kami betulkan gelasnya, kami bersihkan semprongnya, kami bersihkan sembuhnya, kami dapat cahaya.

Prosesnya panjang. Push button, LED. Gini malah kadang.

Iya. Push button. Momen doang kadang, Alexa. LED. Permintaan kita cuma satu.

Kalau saya bisa menerangi diri saya. dengan lampu teplok saya ngerti prosesnya lo ngerti gak proses bikin LED ngerti gak lo masih nyari alasan lo minum air aja terus Itu yang kita harapkan, bahwa sesuatu yang kita yakini itu kebenaran, jangan kebenaran itu seolah-olah. Kebenaran itu ya harus justified, ya.

Don't be believed, gitu. Nah, sehingga juga demikian, kalau dia harus bangun jam 10 atau jam 9, tidak usah 8 to 5 seperti kami, ya kan? Itu yang tanya sama kami. kamu. Kamu mikirin outer kamu ya.

Tapi kamu tidak memikirkan inner kamu. Buat tubuh kita ini juga management kan. Tubuh kita ini management. Jadi buat saya, postur, gesture, itu jangan dihilangkan maknanya. Kita bicara dengan virtual, kan sebetulnya juga komunikasi langsung, betul nggak?

Iya. Cuman komunikator dan komunikan tidak satu ruang. Jangan aku udah mandi pake baju bagus, disitu... Iya kalau pakai daster.

Kadang-kadang lampunya dimatiin, layarnya dimatiin. Kita udah buka gitu ya. Bukan.

Di sini ya. Bahwa manusia adalah makhluk mulia itu, tolong disampaikan. etika.

Kami cuma menginginkan itu. Tidak berlebihan. Jadi kalau saya bisa lampu teplok, tolong tangan nama saya bagaimana bikin LED.

Ketemu lagi jawabannya di YouTube. Kira-kira ini sebuah mimpi, sebuah ilusi. Tetapi buat saya, ini harus saya sampaikan karena apa?

Hidup ini satu yang menyelamatkan kita. Harapan. Nah ini harapan saya pada kalian. Dan aku mau menutup dengan ini. Tapi mungkin satu pertanyaan terakhir.

Sebetulnya yang menyamakan semua orang, menyamakan manusia sesungguhnya, kita semua ingin bahagia. Tapi mungkin saja definisi bahagianya beda-beda. Jadi mungkin itu sih.

Mungkin ada yang bisa menggambarkan versi bahagia masing-masing dari kalian itu apa. Dan ternyata, atau mungkin saja semuanya versi bahagianya sama. Dan itu satu hal yang bisa menyatukan kita. Semua orang mau bahagia kok. Terima kasih.

Buat kamu bahagia, lo terbebani gak kalo lebih dulu? Gue gak mau membubani lo sebagai si bijak. Kalo abang lo siap, kalo lo gak siap. Siap, oper sini, terima kasih.

Oper, oper. Apa bahagia tuh? Definisi happy atau bahagia, itu mungkin bisa menyatukan semua generasi kan?

Kalau saya, nggak tahu yang lain seperti apa, tapi ini pegangan saya dari lama. Kebahagiaan saya adalah kalau sayalah penyebab kebahagiaan. orang di sekitar saya.

Wih cakep lagi, Cik. Gokil kan? Harusnya gue terakhir kan? Iya. Ayo berani ngomong lu.

Kalau bisa membahagiakan orang lain. Itu kebahagiaan gue. Oke. Kalau alasan mereka bahagia gue, itu kebahagiaan gue.

Udah gue kasih waktu mikir loh. Susah nih kalau kebahagiaan-kebahagiaan gini. Susah. Anak sekarang gak mau mikir bahagia ya? Iya ini kebanyakan dengerin Pak Mungkas sih jadi sedih mulu nih.

Ayo Bruan. Ayo. Itu berat bener soalnya. Kebahagiaan bagi lo tuh apa? Atau Om Selamat dulu deh.

Bahagia menurut Om Selamat apa? Singkat aja Om. Singkat aja buat saya. To love each other. Love each other.

Dan kita berusaha untuk bekerja bersama. Untuk memahami dan menghormati satu sama lain. Hari ini saya merasa tidak mungkin saya mengecilkan generasi milenial. Tidak mungkin saya mengecilkan.

Ternyata saya baru tahu. Nah kalau orang baru tahu minta di maafkan boleh dong. Nah jadi karena kebahagiaan saya adalah hari ini saya mendapatkan ilmu baru.

Keren. Fel bahagia? Nah beban lu Fel. Rahimah.

Iya, beban terakhir dulu ya. Belum ya? Gue nanya chat GPT dulu ya.

Hahaha Nanya chat GPT. Nanya chat GPT lagi sangat genzi. Kalau menurut aku bahagia itu ketika kita punya pilihan sih.

Dan bisa dimengerti. Dan thank you bahwa setiap generasi disini bisa mau mengerti ya. Dan mengerti konteks where kita coming from. Udah nunggu? Iya.

Oke setelah satu jam berjalan ya Kalau masih jelek gue punya persiapan Untuk menutupin lo aman Kemudian saling bantu Kayaknya kalau bahagianya Gensi itu ketika dia punya ruang Untuk berekspresi dan menjadi dirinya sendiri Itu bahagia Buat saya lah setengahnya Setuju ya om? Ini bukan masa setuju Itu respect Bisa menjadi diri sendiri Bahwa setuju tidak setuju itu gak penting bagi saya Iya Tapi respect each other. Menjadi luar biasa.

Kata kuncinya ya, respect ya? Respect each other. Dan sebetulnya pertanyaan terakhir soal bahagia adalah karena aku mau ngomong, Matanajwa bersama Tri membuat rangkaian... Hahaha, bisa ngeliatin gitu?

Ini sebetulnya bridging untuk gue promo. Ada generasi happy. Tri bersama dengan Matanajwa. Itu dia, waduh. serius lo dengerinnya ya, gapapa ya ini generasi gue sendiri loh nih guys aku terprosok dalam jebakan R&B bagus banget lo bridgingnya di dunia radio ya di dunia radio tuh pada tepuk tangan sama bridging lo pada tepuk tangan, jago banget iya, ini intinya gue mau bilang bahwa Mata Najwa ini di sponsori oleh TRI dan kita generasi epik keliling ke daerah-daerah membawa kebahagiaan untuk semua orang lo udah nge-adlib kayak gini, gak ngajak gue job itu udah gila kali lo gue harus dapet itu job itu gila lo, gue udah terjebak berikutnya berikutnya kita akan ke Semarang ke Bogor ke Lampung boleh ke New York ke New York tolong dong tri ya tolong di New York juga ada banyak generasi tapi tolong dimantul tri aku suka tri tri idol lagu Kayaknya bukan gitu deh.

Kan X gue, kan generasi OX. Kita kan generasi X kan? Si bolot.

Si bolot. Gue menolak deskripsi si bolot. Gue nerima aja. Gue gak bisa branding gue tuh udah bukan bolot.

Apa sih lu Scorpio ya keras kepala banget sih. Apa sih? Nah itu juga kayaknya generasi X tuh. Yang kompilin tadi tuh gini, Scorpio.

Yang membezisikan orang dari segi, dari Zodiac. Terima kasih banyak sudah kematan aja. Iya sama-sama, terima kasih banyak.

Terima kasih hidup lah Indonesia Maya. Betul, dan juga acara generation-nya. Thank you Om. Oh, sekarang begitu. Ini untuk mencairkan ya Om?

Iya. Cair deh, cair yuk.