Ilmu pengetahuan tentang masyarakat telah ada berabad-abad lamanya, sebelum istilah sosiologi dikemukakan. Jika sosiologi dipahami sebagai studi tentang masyarakat, maka sosiologi sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Filsuf besar pada masa Yunani kuno, seperti Plato dan Aristoteles, telah memikirkan tentang bagaimana cara mendesain masyarakat yang adil dan bahagia. Kemudian pada abad ke-14, ilmuwan dari Timur Tengah yang bernama Ibn Khaldun, menuliskan tentang solidaritas sosial asyobiah dan peradaban manusia.
Pada periode awal abad pencerahan di Eropa Barat, Thomas Hobbes, John Luke, dan Jane Jacques Rose telah menulis tentang bagaimana mengorganisir masyarakat agar hidup harmonis dalam satu sistem pemerintahan melalui istilah yang dikenal dengan kontrak sosial. Sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern yang ilmiah dimulai pada abad ke-19, pasca meletusnya revolusi politik di Perancis dan terjadinya revolusi industri di negara-negara Eropa. Ini adalah janji dari mesin dan revolusi industri.
Janji yang benar, yang masih harus diperlukan ke penuh. Sebagai ilmu pengetahuan sosial yang rasional dan empiris, sosiologi berusia relatif lebih mudah ketimbang ilmu sosial lainnya. Seorang tokoh intelektual Perancis bernama Auguste Comte mencetuskan istilah sosiologi yang saat itu memiliki konotasi fisika sosial dalam bukunya yang berjudul Kurs de Philosophie Positive pada tahun 1838. Dalam teori hukum tiga tahapnya, Comte menegaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang berada pada tahap positif.
Positif yang ia maksud adalah, rasional, empiris, dan bisa diteliti dengan metode-metode ilmiah, sebagaimana natural science. Berada di tahap positif, artinya, meninggalkan unsur-unsur teologis dan metafisis. Metodologinya mengikuti hukum-hukum dalam ilmu alam.
sehingga dinamakan fisika sosial. Setelah itu, pada tahun 1876, seorang intelektual Inggris bernama Herbert Spencer menuliskan buku yang berjudul Principle of Sociology. Spencer adalah orang yang percaya pada teori evolusi Darwin. Ia menerapkan hukum evolusi biologi pada sosiologi.
Spencer mengenalkan teori besarnya tentang evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1883, Seorang intelektual dari Amerika Serikat yang bernama Lester Frankfurt Ward menulis buku yang berjudul Dynamik Sosiologi. Buku tersebut dianggap sebagai buku pertama tentang desain tindakan sosial yang harus dilakukan masyarakat menuju kemajuan. Berikutnya pada 1895, Emil Durhane menerangkan secara detail metodologi ilmiah sosiologi dalam bukunya yang berjudul The Rules of Sociological Method.
Sosiologi berkembang pesat di Eropa Barat pada abad 19. Perkembangan tersebut banyak dipengaruhi oleh revolusi politik dan revolusi industri, yang mengubah tatanan kehidupan sosial secara dramatis. Minat kaum intelektual untuk mengetahui perubahan sosial masyarakat saat itu, menjadi poin penting dalam sejarah perkembangan sosiologi. Salah satu tokoh berpengaruh dalam sosiologi, adalah seorang intelektual Inggris bernama Karl Marx. Meskipun ia tidak pernah mengklaim dirinya sebagai sosiolog, Namun karya-karyanya memiliki dampak ekonomi dan politik yang besar bagi laju perubahan sosial di Eropa.
Teorinya tentang perjuangan kelas mempengaruhi perkembangan teori sosiologi, bahkan sampai hari ini. Teori-teori Marx melahirkan aliran marxisme dalam sosiologi. Pada abad ke-20, seorang intelektual Jerman bernama Marx Weber, mengkritik metode ilmiah sosiologi yang muncul pada abad ke-19.
Weber berpendapat, Metode ilmu alam tidak relevan diterapkan pada ilmu sosial. Ilmu sosial menjadikan manusia sebagai subjeknya, sehingga terkandung unsur subjektivitas dalam ilmu sosial. Hal ini berbeda dengan ilmu alam yang mengedepankan unsur objektivitas. Menurut Weber, sosiologi seharusnya meneliti tindakan-tindakan sosial yang bersifat subjektif.
Pada abad ke-20, sosiologi juga berkembang pesat di Amerika Serikat. Pada saat itu, Industrialisasi dan urbanisasi terjadi secara besar-besaran di perkotaan Amerika Serikat. Akibatnya, terjadi perubahan sosial dengan ekskalasi yang besar. Masyarakat desa dan kota terlihat mencolok perbedaannya.
Kondisi demikian memantik kaum intelektual Amerika untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang timbul akibat perubahan sosial tersebut. sehingga sosiologi menjadi salah satu studi ilmu sosial yang paling diminati pada saat itu. Sejarah perkembangan sosiologi di Amerika Serikat sampai tahun 1930-an, didominasi oleh aliran Chicago School, dengan tokoh utamanya Albion Woodbury Small yang sekaligus menjadi inisiator jurnal sosiologi paling prestisius di dunia sampai saat ini, yaitu American Journal of Sociology. Pada fase berikutnya, perkembangan Chicago School melahirkan tokoh besar yang bernama P.T.
Rim Sorokin. Ia banyak berkontribusi memperluas aspek metodologi sosiologi. Sejumlah ahli sosiologi pascawot muncul di Amerika Serikat.
Misalnya seperti William Isaac Thomas, Robert R. Zappar, Charles Horton Cooper, Georg Herbert Mead, Jane Adams, Charles Perkins Gilman, Anna Julia Cooper, Marx Weber, Beatrice Potter Weber, dan William Edward Burgard Du Bois. Secara kontras, unsur objektivitas sosiologi justru berkembang di Amerika Serikat. melalui karya tokoh besar bernama Talcott Parsons.
Pada 1937, Parsons menerbitkan buku yang berjudul The Structure of Social Action. Secara signifikan, buku ini berpengaruh besar pada perkembangan teori sosiologi. Parsons banyak dipengaruhi oleh Durhane dan Weber. Interpretasinya terhadap masyarakat Amerika Serikat mempengaruhi perkembangan teori sosiologi Amerika beberapa tahun kemudian. Parsons banyak mengelaborasikan teori fungsionalisme struktural dalam menganalisis sistem sosial.
Sosiologi yang berkembang di Amerika pada periode Parsonsians adalah sosiologi makro. Perdebatan antara objektivitas-subjektivitas, agensi struktur, dan mikro-makro dalam sosiologi berlangsung sejak abad 20 sampai hari ini. Sejumlah aliran pemikiran ekstrim yang condong pada subjektivitas, mengkritik keras sosiologi pada awal berdirinya.
Sosiologi posifistik yang dicetus oleh Comte belakangan mulai ditinggalkan. Salah satu aliran pemikiran paling keras yang mengkritik sosiologi Comte adalah The Frankfurtfurt School, yang terdiri dari intelektual kritis dari Jerman. The Frankfurtfurt School menapaki periode popularitasnya pada pertengahan abad 20. Kritik paling pedas yang dilontarkan adalah, sosiologi positifistik tidak berkontribusi apa-apa pada sejarah manusia karena mengabaikan aspek transformatif dan emansipatoris yang seharusnya menjadi agenda sosiologi.
Ilmu sosial tidak bisa netral, melainkan harus berpihak pada cita-cita transformasi sosial. Menjelang abad 21, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern mendapat serangan bertubi-tubi dari aliran-aliran sosiologi seperti postmodernisme, poststrukturalisme, postpositivisme, postkolonialisme, dan lain sebagainya. Memasuki abad ke-21, sejarah perkembangan sosiologi menuju variasi aliran pemikiran dan disiplin yang semakin banyak. Georg Ritzer memformulasikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berparadigma ganda. Artinya, cara pandang sosiologi tidak tunggal, sehingga sosiologi secara historis, adalah ilmu pengetahuan yang luas cakupannya.
Abad milenium menandai sosiologi sebagai ilmu yang sangat cair dan luas. Objek kajiannya tidak sebatas pada perubahan struktur sosial dalam konteks industrialisasi, urbanisasi, perdesaan dan perkotaan, melainkan juga sampai pada aspek dinamika masyarakat yang sifatnya kekinian. Misalnya seperti, sosiologi pada masyarakat informasi. Sosiologi abad 21 adalah sosiologi kontemporer.
Indikasi semakin meluasnya ruang lingkup sosiologi bisa dilihat dari berkembang biaknya subdisiplin yang menjadi cabang sosiologi. Beberapa di antaranya yang bisa disebutkan adalah, sosiologi digital, sosiologi turisme, sosiologi kesehatan, sosiologi olahraga, sosiologi sastra, sosiologi hukum, sosiologi ekonomi. Sosiologi gender dan sosiologi kontemporer lainnya.
Kecenderungan lain yang bisa diidentifikasi adalah semakin menjauhnya sosiologi dari tradisi positifisme. Sejarah perkembangan sosiologi di era kontemporer cenderung menolak relevansi hukum-hukum alam pada ilmu sosial. Saat ini, fakultas-fakultas ilmu sosial di seluruh dunia mulai mengajarkan sosiologi terlepas dari bapak pendirinya.
Tak heran, tokoh-tokoh seperti Michel Foucault, Pierre Bourdie dan Slavoj Zizek lebih diminati ketimbang Auguste Comte dan Emil Durhane.