Terima kasih telah menonton Terima kasih telah menonton Menurut data yang dirilis oleh World Resource Institute pada tahun 2012, Indonesia menjadi negara terbesar ke-6 penghasil emisi karbon di dunia. dengan 1,98 miliar ton emisi karbon dioksida per tahun. Laporan UNDP pada tahun 2007 juga menyatakan bahwa sektor kehutanan menjadi penyumbang terbesar emisi karbon yang dilepaskan sebagai akibat deforestasi dan degradasi hutan. Menghadapi sorotan dunia tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2010-2020.
Rencana aksi nasional tersebut dilanjutkan dengan kesepakatan COP21 yang dilaksanakan di Paris akhir tahun 2015. Konferensi tersebut menghasilkan perjanjian Paris Agreement sebagai kesepakatan bersama untuk menangani perubahan iklim. Indonesia sendiri berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41% jika ada kerjasama internasional pada tahun 2030. Pada rentan tahun 2009 sampai 2013, bisa dikatakan bahwa Indonesia kehilangan hutan seluas 1,13 juta hektare setiap tahunnya. Jadi bisa kita ilustrasikan bahwa setiap menitnya, hutan Indonesia hilang sama dengan luas 3 kali lapangan spek bola per menit. Dengan laju deforestasi yang sangat tinggi tersebut, maka di tahun 2013 hanya tersisa sekitar 83 juta hektare hutan alam yang ada di Indonesia. Penyebab langsung deforestasi biasanya berkaitan dengan aktor yang melakukan deforestasi itu sendiri seperti konversi hutan alam menjadi perkebunan gelapas sawit, konversi hutan alam menjadi hutan tanaman industri, aktivitas HPH, pertambangan, dan lain sebagainya.
Sementara untuk penyebab tidak langsung biasanya berkaitan dengan hal-hal yang berbau kebijakan baik itu di tingkat nasional, provinsi, ataupun daerah seperti RTRW, rencana kehutanan, dan lain sebagainya. Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara merupakan tiga provinsi yang memiliki karakteristik berbeda terhadap hutan alamnya, mulai dari bentang geografis, lalu aksesibilitas, dan kondisi tekanannya terhadap hutan alamnya. terhadap deforestasi di ketiga provinsi tersebut.
Dari data kami yang kami hasilkan, sampai dengan tahun 2016, ada sekitar 9 juta hektare hutan alam yang masih tersisa di ketiga provinsi tersebut. Luas hutan alam tersebut berkurang sekitar 700 ribu hektare dibandingkan di tahun 2013. Jadi kalau kita ilustrasikan, di tiga provinsi tersebut, ada sekitar 42 kali luas lapangan sepak bola yang hilang setiap jamnya. Sumatera Utara Pada tahun 2013 terdapat 1,7 juta orang yang berada di Sumatera Utara.
33 juta hektare hutan alam. Luas hutan alam tersebut berkurang sekitar 90 ribu hektare atau menjadi 1,64 juta hektare pada tahun 2016 atau hanya 23 persen dari luas daratan di provinsi tersebut, Kalimantan Timur. Selama periode tahun 2013 sampai 2016, tutupan hutan di Kalimantan Timur berkurang sekitar 472.000 hektare dari 6,37 juta hektare di tahun 2013 menjadi 5,89 juta hektare di tahun 2016. Luas hutan alam tersebut setara dengan 47 persen Luas Daratan Provinsi Kalimantan Timur, Maluku Utara Pada tahun 2013, daratan di pesisir dan pulau-pulau kecil Maluku Utara memiliki hutan alam seluas 1,66 juta hektare.
Luas hutan alam tersebut setara dengan 48% luas daratan di Provinsi Maluku Utara. Hutan alam yang berada di dalam konsesi perizinan terus berkurang setiap tahun. 72% atau lebih dari 500 ribu hektare deforestasi berada di dalam konsesi perizinan.
Kehilangan hutan terbesar terjadi di dalam konsesi HPH seluas 83,8 ribu hektare. pertambangan 83,3 ribu hektare, kelapa sawit seluas 76 ribu hektare, dan HTI 37 ribu hektare. Sisanya, ada 235 ribu hektare hutan alam yang hilang berada di dalam area tumpang tindih perizinan.
Jika kita melihat apa saja yang menyebabkan deforestasi di tiga provinsi tersebut, bisa dibilang deforestasi yang terjadi dilakukan secara legal. Karena deforestasi dilakukan atas perencanaan dan persetujuan pemerintah. Di mana hal ini sebenarnya bisa kita hindari apabila kelestaran hutan alam menjadi pertimbangan utama sebelum kita melakukan pengelolaan hutan.
Dan tidak hanya mempertimbangkan sisi ekonominya saja. Bisa kita contohkan. Kasus deforestasi yang terjadi di pembangunan hutan tanaman industri di mana seharusnya pembangunan hutan tanaman industri dilakukan bukan di hutan alam.
Tapi faktanya saat ini pembangunan hutan tanaman industri justru berada di hutan alam yang masih tersisa. Contohnya di Kalimantan Timur, di PT Fajar Surya Swadaya, pada rentang 2009 sampai dengan 2016, PT tersebut telah mengakibatkan deforestasi seluas 17.000 hektare. Ada lagi contoh kasus di Sumatera Utara yang melibatkan PT Tobapel Plestari, di mana PT tersebut telah mengakibatkan deforestasi seluas 2000 hektare pada rentang 2013 sampai dengan 2016. Adanya deforestasi ini terjadi akibat aktivitas dari HTI yang mengobatkan hutan alam untuk penyiapan lahan untuk hutan tanamannya.
Ada juga kasus lain yang melibatkan sebuah HPH di Maluku Utara, yaitu PT Polek Kuyubarson, di mana perusahaan tersebut pada 2013 sampai dengan 2016 telah mengakibatkan deforestasi seluas 4.000 hektare di dalam konsesinya. Dampak yang terjadi akibat aktivitas penerbangan yang dilakukan oleh HPH tersebut telah mengakibatkan banjir di Pulau Obi pada akhir 2016. Banjir ini terjadi karena... Aktivitas penebangan yang dilakukan itu menyasar hingga hutan yang berada di sempadan sungai.
Sehingga fungsi hutan sebagai catchment area di das sungai yang ada di sana, itu telah hilang dan mengakibatkan banjir di wilayah yang ada di hilirnya. Salah satu contoh penyebab deforestasi langsung itu ekspansi perkebunan kelapa sawit. Contohnya, di Sumerata Utara, terdapat perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan.
Seharusnya, menurut... Menurut izin yang berlaku, seharusnya di wilayah tersebut merupakan konsesi HPH atas nama PT Teluk Nauli. Namun fakta di lapangan kita temukan, wilayah yang seharusnya merupakan konsesi PT Teluk Nauli telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Dari analisa kami, pada rentang 2013-2016, di HPH tersebut telah terjadi deforestasi seluas 2000 hektare. Melihat fakta dan kondisi yang ada yang terjadi di tiga provinsi tersebut menjadi pertanyaan bagaimana komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia itu sendiri. Faktanya, deforestasi masih saja terus terjadi dan bahkan cenderung lajunya menjadi semakin lebih tinggi jika kita bandingkan di periode tahun sebelumnya.
Deforestasi di Indonesia tidak hanya berdampak terhadap kondisi lingkungan, tapi juga terhadap timpangan penguasaan lahan di ketiga profesi tersebut. Data kami menunjukkan bahwa 50% dan rata di Maluku Utara, Sumatera Utara, dan Kalimantan Timur itu dikuasai oleh industri ekstraktif yang mengelola hutan ataupun lahan di sana. Dan hanya ada 4% yang diberikan ke masyarakat melalui program perhutanan sosial. Deforestasi yang terjadi di tiga provinsi tersebut, baik itu yang dilakukan secara legal ataupun ilegal, pada faktanya telah berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat yang ada di sekitar.
Contohnya seperti banjir, longsor, kekerian. dan lain sebagainya. Jika melihat data dan fakta yang ada, tren diversitas yang ada di Indonesia cenderung bergeser ke wilayah timur Indonesia.
Hal ini juga berkaitan dengan kondisi hutan alam yang masih tersisa, yang masih bagus di wilayah timur Indonesia. wilayah timur Indonesia dan ini menjadi ancaman terhadap keberadaan hutan alam di sana. Dan ancaman ini menjadi lebih berbahaya lagi jika kita melihat kondisi geografis bentang alam yang ada di sana di mana banyak hutan alam di sana yang memang keberadaannya di pulau-pulau kecil.
Dan ini menjadi warning bagi kita semua untuk kembali mereview, untuk kembali mengevaluasi pengelolaan hutan yang ada di Indonesia. Bagaimana kita mengelola hutan secara lestari, berkelanjutan. dan adil untuk seluruh masyarakat yang ada di Indonesia.