Setelah perang dunia usai, Belanda mengalami kesulitan dalam membangun kembali ekonominya. Apalagi wilayah jajahannya di Hindia Belanda terus-menerus memberontak dan memproklamirkan kemerdekaannya, sehingga membuat pemasukan Belanda terus berkurang. Karena hal inilah, Belanda memutar otak dan mulai mencari kekayaan sumber daya alam di negaranya. Demi mencari ladang minyak, sumber pertama pun dibor di sini. Pada tahun 1952, sayangnya bukan minyak yang mereka temukan, melainkan gas dengan jumlah yang tak seberapa.
Penemuan ini awalnya membuat kecewa Belanda. Namun setelah beberapa kali penggalian, ternyata ladang gas yang mereka temukan ini adalah ladang gas raksasa, yang merupakan terbesar di Eropa dan nomor 10 terbesar di dunia pada saat itu. Dari ladang gas ini, ekonomi Belanda pun mulai melecit.
Tidak seperti negara-negara lain yang menguras sampai habis-habisan cadangan gas dan minyaknya, Belanda justru mengumumkan akan menutup selamanya harta karunnya ini pada Oktober 2024. Jangan lupa nyalakan lonceng notifikasinya, agar kalian gak ketinggalan update video terbaru. Setelah penemuan awal ladang gas pada tahun 1952 di Harstead, pada tahun 1959 dilakukan kembali pengeboran kedua di dekat desa Slaughteren dan ditemukanlah cadangan gas yang sangat besar. Pengeboran lebih lanjut dilakukan di Delftsall, sekitar 20 km timur laut Slaughteren.
Gas dengan komposisi dan tekanan yang sama juga ditemukan di sini. Setelah penemuan-penemuan ini, para ahli akhirnya mulai menyadari bahwa mereka sebenarnya telah menemukan ladang harta karun. Semua sumur yang sudah digali memiliki saluran gas pada kedalaman yang sama. Yang menunjukkan bahwa ini bukanlah tiga penemuan terpisah, melainkan satu ladang gas reksasa, yakni ladang gas goninga. Padahal, sebelum tahun 1959, Laut Utara dianggap sebagai lokasi yang mustahil untuk penemuan hidrokarbon besar.
Bahkan, ketika geolog terkenal George Liss menyampaikan makalah kepada Geological Society of London pada tahun 1936, yang menyatakan bahwa minyak dapat ditemukan di Inggris, ia hampir ditertawakan. Dan sejak saat itu, hanya ada sedikit yang tertarik pada gagasan tersebut. Namun, Groningen mengubah semua itu.
Dengan ditemukannya keberadaan sumber daya yang begitu besar di tepi benua Eropa, jelas menimbulkan pertanyaan. Apakah sumber daya alam tersebut juga meluas hingga ke Laut Utara? Pertanyaan tersebut terjawab hanya 10 tahun setelah penemuan Groningen. Hampir seluruh wilayah Laut Utara bagian selatan.
di bawah 58 derajat lintang utara, telah dibuka untuk eksplorasi hidrokarbon. Ladang gas Groningen diperkirakan memiliki luas 900 km persegi. Luas ini kira-kira hampir 1,5 kali luas kota Jakarta.
Diperkirakan, Groningen memiliki cadangan gas sebesar 2.700 miliar meter kubik. Dari ladang gas reksasa ini, Menurut Reuters, telah menghasilkan keuntungan 385 miliar USD atau sekitar 6,2 kuadriliun rupiah bagi kas Belanda sejak produksi dimulai pada tahun 1960-an. Belum lagi keuntungan bagi perusahaan pengelolaannya seperti Shell dan Exxon.
Dampak dari penemuan gas Goninga terhadap perekonomian Belanda saat itu sangat cepat dan besar. Dalam beberapa tahun saja, jaringan pipa telah menyebar ke seluruh negeri. Dan sebagian besar rumah telah beralih ke gas alam sebagai sumber energi utama.
Gas dari Goninga juga segera diekspor ke seluruh Eropa dan bahkan ke Afrika Utara. Dan uang yang diperoleh dari pendapatan pajak dari penjualan gas memungkinkan penyelesaian. pemerintah Belanda untuk meningkatkan standar hidup, kesehatan, dan pendidikan rata-rata seluruh penduduknya.
Sayangnya, kenikmatan Belanda atas ladang gas raksasanya selama kurang lebih 55 tahun harus segera berakhir. Sebenarnya, ekstrasi gas dari ladang Gondinga sudah dihentikan mulai 1 Oktober 2023 lalu. Namun, pemerintah Belanda mengecualikan situasi dasarnya untuk satu tahun ke depan, yakni hingga Oktober tahun ini, 2024. Selama satu tahun tersebut, sumur gas tetap dibuka untuk memasok gas ke negara dalam situasi yang sangat luar biasa, seperti cuaca dingin yang ekstrim atau kekurangan gas akibat situasi geopolitik yang tidak stabil.
Cuaca ekstri mengacu ketika suhu terendah pada siang hari berturut-turut di kisaran minus 6,5 derajat Celcius. Penutupan ini tentu menjadi pukulan besar bagi perusahaan pengelola dan tentu saja juga bagi pemerintah Belanda, karena akan kehilangan keuntungan besar dari ladang gas tersebut. Semua ini bermula karena sering terjadinya gempa bumi yang disebabkan oleh ekstrasi gas di Groningen. sehingga pemerintah mendapatkan tekanan dari masyarakat untuk menutupnya.
Lebih dari 1.600 gempa bumi berkekuatan hingga 3,6 skala Richard telah melanda wilayah Groningen sejak tahun 1986. Sekitar 85.000 bangunan telah rusak setidaknya satu kali, tetapi hingga saat ini hanya 30% rumah yang telah dibuat aman kembali. Hal itu tentu saja memicu kecaman masyarakat setempat terhadap keberadaan ladang gas Groningen. Ladang gas Groningen di Belanda sering mengalami gempa bumi karena pengambilan gas alam dari dalam tanah.
Saat gas ini diambil, tekanan di bawah tanah berkurang, yang menyebabkan tanah dan batu di sekitarnya bergerak dan bergeser. Pergerakan ini yang menyebabkan terjadinya gempa. Pada tahun 2014, produksi gas dari ladang gas Goningan dibatasi karena gempa bumi untuk pertama kalinya. Karena semakin banyaknya gempa, Menteri Urusan Ekonomi dan Iklim, Eric Webs, pada bulan Maret 2018, mengusulkan bahwa ekstrasi gas di ladang Goningan harus dikurangi menjadi nol paling lambat pada tahun 2030. Namun usulan tersebut ditolak oleh Dewan Negara.
yakni sebuah badan penasehat yang beranggotakan keluarga kerajaan dan anggota di luar kerajaan yang ditunjuk oleh raja. Penutupan akhirnya dipercepat pada 2023 dengan pembukaan selama satu tahun untuk kondisi darurat. Penutupan yang dipercepat ini juga berdasarkan data ilmiah dari sebuah riset. Pada tahun 2018, Dewan Riset Belanda memulai program penelitian bernama Deep and Out. mengkaji dampak jangka panjang dari ekstrasi gas di ladang gas Goninga.
Penelitian ini mencakup berbagai proyek seperti penurunan tanah, analisis resiko, dan prediksi gempa bumi. Rines Wartal, koordinator program dan ahli geofisika, mengatakan bahwa upaya penelitian ini setara dengan usaha Belanda untuk melindungi diri dari ancaman laut yang membuktikan betapa seriusnya Belanda menangani masalah lingkungan. dan keselamatan warganya. FYI, Gelafers, karena letak wilayahnya yang berhadapan dengan Laut Utara dan kondisi tanah yang berada di bawah permukaan air laut, Belanda sekuat tenaga melakukan segala cara untuk membuat wilayahnya tidak terendam. Kondisi geografis Belanda yang mengenaskan ini sudah pernah Geografai bahas di video yang ini ya, Gelafers.
Intro Atas penutupan permanen ladang gas Groninge, Shell dan ExxonMobil sebagai perusahaan pengelola telah mengajukan permohonan ke pengadilan arbitrase untuk mengambil keputusan tentang apakah mereka harus menerima kompensasi dari pemerintah Belanda karena menghentikan produksi gas di Groninge, karena masih memiliki cadangan gas dalam jumlah besar.