Bukan sekadar pelengkap cita rasa yang membangkitkan selera. Eksistensinya bahkan mampu merompak peta sejarah umat manusia. Rempah-rempah menjadi identitas Nusantara lama dengan aromanya yang memikat dunia. Segalanya dipertaruhkan.
Demi meminang hasanah berharga negeri Katolik Setiwa satu ini. Riwayat rempah-rempah telah menghiasi historiografi Nusantara dalam ribu-ribu purnama. Ia bukan hanya simbol perniagaan elit dalam kancah saudagar. Selebihnya, rempah-rempah adalah manifestasi harga diri yang sering terperangkap dalam pusaran prahara.
Awal kedatangan bangsa Eropa di Buminusantara belum memiliki pengaruh besar baik dari aspek keluasan wilayah maupun campur tangan kepentingannya. Sejarah mencatat bahwa Eropa bukanlah kawasan yang paling maju di dunia pada awal abad ke-15 dan juga bukan merupakan kawasan yang paling dinamis. Pada perkembangan berikutnya, beberapa bangsa Eropa telah berhasil memasuki Nusantara dengan tingkat kedalaman dan keluasan pengaruh yang kian signifikan. Mulai saat itulah, Nusantara mengalami banyak intrik yang disebabkan adanya faktor eksternal.
Faktor eksternal tersebut adalah berupa adanya intervensi atau campur tangan asing. Dalam hal ini, bangsa Eropa yang dibalik itu tidak terlepas dari misi mendapatkan kekayaan, meraih kejayaan, dan misi kristenisasi sebagai spiritnya. Intro Pada awal abad ke-16, Portugis mengembur Malacca dengan kekuatan militernya.
Pada tahun 1511, secara resmi, Malacca jatuh ke tangan Portugis. Setelah merubut Malaka, Portugis memerintahkan agar kapal-kapal melakukan pelayaran mencari kepulauan rempah-rempah. Pada tahun 1513, armada laut demat yang dipimpin oleh Pati Unus atau Pangeran Sabranglor telah mengerahkan 100 kapal untuk menyerang Portugis di Malaka.
Bobat kapal terkecil yang dibawa Pati Unus adalah sekitar 200 ton. Keperkasaan armada demak belum mampu menaklukkan kedikdayaan armada laut Portugis. Pencarian Portugis pada kepulauan rempah-rempah telah membawa mereka berlabuh ke bandar hingga Ternate. Portugis memborong rempah-rempah dari kedua tempat tersebut untuk dijual kembali ke Malacca, bandar laut yang menjadi singgah sananya.
Ternate adalah mitra dagang Portugis, meskipun dalam kurun waktu sesaat. Ambisi Portugis untuk memonopoli rempah-rempah, mengubah persahabatan menjadi bergolakan yang menelan banyak nyawa bumi putra. Pada tahun 1595, Perseroan Amsterdam untuk pertama kali mengirim angkatan kapal dagangnya yang terdiri atas 4 kapal, 249 awak kapal, dan 64 pucuk meriam ke Kepulauan Rempah-Rempah di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Intro Pada bulan Juni 1596, kapal-kapal de Houtman tiba di Banten yang merupakan pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat. Banten berharap mendapatkan keuntungan besar dari kehadiran mereka.
Maka hubungan baik antara keduanya mulai terjalin. Namun pada akhirnya segeralah terjadi konflik. Orang-orang Belanda berupaya mendapatkan keuntungan yang besar melalui aktivitas perdagangan yang memberatkan Banten.
Belanda meminta agar Banten memberikan sejumlah besar lada, tetapi di luar kemampuannya untuk membayar. Tindakan tersebut menghasilkan ketegangan. Belanda secara brutal menghujani kota Banten dengan bola-bola meriam.
Akhirnya pada tahun 1597, rombongan ekspedisi de Houtman kembali ke Belanda dengan membawa banyak rempah-rempah di atas kapal mereka sebagai perolehan yang menjanjikan keuntungan sangat besar. Dalam ekspedisinya, para penjelajah Eropa menggunakan jasa para mualim pribumi untuk memandu mereka dalam mengarungi luasnya Lautanusantara. Kapal-kapal Portugis yang pertama berlayar di perairan Indonesia menggunakan mu'alim setempat untuk mengantarkan ketujuan. Pelayaran pertama Belanda yang dipimpin Coralis de Houtman juga memanfaatkan pengetahuan dari mu'alim-mu'alim lokal ketika mengarungi rute Selat Sunda-Banten.
Pesona rempah-rempah telah mengantarkan bangsa Indonesia menuju dua babak penting dalam riwayatnya. Pertama, ia adalah sarana permulaan kontak antara bangsa Indonesia dengan peradaban Barat. Kedua, Ia merupakan kunci pintu gerbang dimana bangsa Eropa menancapkan kekuasaannya di bumi pertiwi.