Saya itu nyekokin saya, karena saya mungkin yang agak berbeda, agak bandel kan, agak berani kan. Jangan ulangi kesalahan, Pak. Lebih baik kamu kecil jadi bos, daripada gede jadi kuli. Kuli kerja, kuli bisa makan.
Kuli nggak kerja, kuli nggak bisa makan. Kalau bos nggak kerja, bisa makan. Kata-kata itu masuk ke dalam bawah sadar saya, itu yang membuat saya, aku harus jadi bos, harus jadi bos. Intro Kamu saya seorang sahabat tapi gak pernah bertemu menurut saya, menurut dia pernah ketemu dengan saya. Dan juga seorang bisnis coach, beberapa menti-menti saya mengatakan dia coach yang sangat baik.
Saya Setiabudi sudah ada di studio. Assalamu'alaikum. Waalaikumsalam warahmatullah. Hahaha Ralas sedikit ini Bang Emi.
Sebenarnya saya bukan bisnis coach. Karena memang saya tidak dibayar profesional juga sih. Oke.
Cuman as a mentor itu kan apa ya. Sebutnya lebih ke arah persaudaraan lah gitu ya. Nah jadi ini sebetulnya related dengan pertemuan saya dengan Bang Helmi tahun 2005 loh. Yang saya katakan, 2005 iya.
Wah saya lagi top-topnya siapa berani. Oh iya, nah itu betul. Saat-saat itu jadi ada satu orang anak muda, ini sekarang sudah besar sekali bisnisnya.
Iya. Tapi orangnya di belakang layar. Nah dulu itu dia datang nemuin saya pagi hari, saya jumpain di teras. Terus dia bilang sama saya, Pak Saya. Saya mau organize Bapak, jadi waktu itu saya sebetulnya kan aktif di TV lokal ya, mantuin teman-teman, secara gak sengaja karena di organisasi, mantuin teman-teman untuk di expose usaha lokal-lokalnya, untuk dinaikkan ke tempat TV lokal.
Nah terus dia nonton, dia bilang, Pak Saya saya mau organize Pak Saya di seminar saya, boleh gak? Saya bilang gini, kamu buat apa kamu organize seminarku? Aku nih orang yang paling gampang ditemuin, dan gratis, gak berbayar.
Kayaknya gue mulai dengar nih cerita ini. Nah terus kemudian, terus saran Pak Saya gimana? Kamu panggil Om Bob aja, saya bilang gitu waktu itu. Nah singkat cerita dia kontak Om Bob lah. Bob Sadino, almarhum.
Ya almarhum. Nah Om Bob ini pas lagi kurang enak badan dan gak boleh diizinkan ke luar kota. Terus kemudian tiba-tiba dia sudah membawa satu nama. Nah Pak Saya, saya organisasi Pak Helmi Ya. Wah!
Cuma saya mikir gini sebentar. Siapa ini? Oh saya tau juga, saya tau. Cuman masalahnya di Batam itu, channelnya kan yang terkenalkan channel 5 sama channel 8 waktu itu, channel Singapur. Ya.
Channel lokal itu masih burem-burem. Hehehe kan gitu. Nah kan gak banyak yang tau Pak, apa Pak Helmi atau Pak Helmi gak tau, terus apa Om Bob gak tau.
Nah jadi waktu itu, harga tiketnya dimahalin juga 150 orang aja. Hmm. Di H-1 itu saya tanya, Dan namanya Den Deliandri. Hmm. Ya, yang punya Kikvila Batam.
Ya, itu, nah dia orang dibalik tipping point oleh-oleh artis. Ah, oke. Nah, jadi grupnya Kunave, Papa, dan yang lain-lain, bersama dengan Bang Ini, Toko Wisnu. Nah, itu dia orangnya.
Nah, jadi singkat cerita, di H-1 itu, saya tanya begini sama Den. Den, oke, peserta berapa, Den? Ini, Pak. 20 orang, gila kamu.
20 orang, lah besok ini kamu masih berdua orang. Iya, sponsor udah pada masuk. Kamu gimana terus?
Kamu tanggung jawab sama sponsor. Itu saya mau tanya Pak, gimana Pak ya? Waduh, kalau aku jadi kamu, Den, mendingan kamu rugi duit gak apa-apa, tapi kredibilitas jangan.
Sponsor butuh apa? Traffic. Kamu harus datangin orang-orang.
Saya bilang gitu. Lah gimana caranya Pak hamil satu gini? Gratis lah, tapi tertarget. Nah gimana?
Ya sudah, kita kan punya teman-teman. WA ini apa di SMS-in atau Blackberry zaman itu kan? Udah di ini aja, di teksin aja semuanya. Nah aku minta tolong teman-teman, kita ada komunitas kumpulan lah gitu. Waktu itu Pak tahun 2005. Nah sudah, akhirnya malam itu kita teksin, mereka siap datang semuanya besok harinya.
Nah penuh nih 150. Kedua, saya tanya, kamu udah siapin belum? Gladih, malam hari ini udah, udah pada Gladih? Jadi itu apa ya pak ya? Amin deh, Mc-Mu-mu siapa?
Wah, saya gak ada Mc-Mu pak. Aduh. Terus udah gini aja deh, ini dalam pen-pen banget nih sekarang. Kamu pernah organisme mirah belum sih?
Belum pak. Aku ambil alih boleh gak? Saya bilang gitu.
Nah, saya minta saya ambil alih. Terus habis itu saya teleponin temen saya. Ini ada orang gila bener nih, mau organisme mirah besok ya.
Pak Helmi Ya nih mau dateng tapi gak siap sama sekali nih. Udah kumpul dah jam 9-10 malam hari itu. Jadi semua kita ambil alih semuanya. Besok Alhamdulillah rame sukses.
Jadi Bang Helmi tidak tahu dibalik itu. Anda jadi setia budi? Enggak, bukan itu.
Ada yang berdarah-darah. Dan deg-degan itu. Deg-degan bukan saya sih.
Saya kan Alhamdulillah dibantu banyak volunteer. Jadi gerakan kita itu dari dulu itu sebutnya volunteer. Makanya saya sama Gai Den ikatannya, bukan coach. Ya jadi saya kata sama Gazan.
Kenapa gue nyebut lo Coach? Karena banyak banget yang manggil, wah Coach siapa dia. Iya bukan sih.
Ini saya bukan dari Gazan aja loh dari dapat nama anda. Oh ya. Dari beberapa orang di Bandung. Ya kita kakak adil lah gitu aja. Kan memang saya tidak dibayar untuk jadi, untuk apa namanya sharing lah ke mereka.
Itu pun juga tidak benar kalau mereka berhasil karena saya juga setidak. Tidak mungkin lah kalau saya cuman ngomong sesuatu terus bisa membuat mereka berhasil. Ini kan yang ngomong mereka bos, bukannya. Bukannya JST Budi.
Astagfirullah. Branding itu kan apa yang dikatakan orang tentang kita gitu. Bukan apa yang kita katakan tentang kita kan.
Amin, amin. Mudah-mudahan jadi doa ya. Itu Gazan tuh.
Iya ini Gazan itu kalau saya sering bilang tuh begini. Kita ini kan berusaha bagaimana menghasilkan generasi terbaik berikutnya. Nah kalau saya mengatakan sama teman-teman saya ini kayak Terminator versi 1. Yang ditembak-tembak masih bolong-bolong. Nah Gazan itu. perbaikannya yang sudah pakai apa, metal lumer gitu kan ya jadi bisa balik lagi harusnya nanti saya udah bilang sama Gazan juga, anak-anak saya juga nanti dan generasi berikutnya terus lebih baik daripada kamu, nah sekarang makanya kita ini kan regenerasi, proses regenerasi bukan untuk berlomba untuk estafet, untuk mendidik kan gitu dan generasi baru selalu lebih baik dari generasi sebelumnya, tidak hanya baik secara perekonomianya, tapi juga baik secara akhlaknya, supaya tidak merusak pemilihan Ini kan yang menjadi kekhawatiran itu.
Ya. Dan itulah kekafeteraan saya itu kan, akhirnya saya tuangkan di buku saya itu kan. Yang terakhir ini?
Iya. Oke kita gak kesana, saya, ini yang, yang, ini buku gila nih. Buku pertama.
Ya, The Power Kepepet. Iya. Yang penulisnya adalah Saya Setiabudi yang sekarang di depan saya.
Saya sering juga sih, The Power Kepepet. Jadi Kepepet itu yang membu... Oh iya ya. Saya itu ya, pengen jaya, iya.
Mempepetkan diri saya itu. Kalau kepepet ya. Belajar aja ya besok ujian.
Wah saya di stand dulu kan. Kalau belajar orang ngapain gitu. Belajar saya gitar.
Saya main-main. Saya pepetin tuh. Jadi mereka udah tidur saya baru belajar.
Wah itu dapet semua tuh. Ya kadang-kadang gitu. Walaupun itu gak bagus ya.
Kita punya waktu 2 minggu gitu. Yang kita pake cuma 1 hari terakhir. Belum Apa sih isinya The Power of Kepepet? Sebenernya intinya gini. Dulu pada saat saya keliling ya Apa namanya berbagi sama kawan-kawan Itu ada satu hal Yang teman-teman udah ngerti how to nya Terus tapi kok gak action-action Nah disitulah saya Karena saya tahun 2000 sekian lah Itu saya mulai belajar NLP Nah saya mulai melihat Oh ini teman-teman ini kurang dipepetin lah gitu risalahnya Jadi terlalu banyak berandai Jadika-jika maka-maka kalau-kalau Iya-iya gak-gak jangan-jangan nanti Nah sementara dulu saya berbisnis aja tidak banyak persiapan seperti itu.
Saya kan tidak dengan modal orang tua juga, orang tua karyawan juga. Dulu kerja di grupnya Astra, keluar kerja, bangun usaha, keluar gitu aja. Nah perencanaannya macem-macem pun pas kena tonjok kan berbeda lagi gitu kan.
Nah apa yang akhirnya membuat saya berhasil melangkah? Ya mempetin diri. Meskipun setelah kita melangkah kita gak boleh kepepet terus dong. Harusnya power of vision setelah itu kan. Nah tapi ini sebetulnya ini langkah awal untuk bisnis pebisnis pemula.
Jadi ini hanya untuk pebisnis pemula. Bukan untuk pebisnis yang berikutnya ya. Nah itulah saya buat ini di tahun 2008 bulan November. Ya Alhamdulillah sebetulnya dibalik buku ini ada research. Enggak.
Ada research yang di buku saya yang ketiga. Namanya Buka Langsolaris Buka Langsolaris Belum Nah itu kan Buka Langsolaris ini kan buku research itu sebetulnya. Nah ini saya meresach, Anda namanya meresach. Apa namanya market duluan, market pasar, habis itu kemasan, merek, distribusi, promosi, konversi. Itu formula yang saya buat.
Nah jadi saya meriset buku ini kan karena buku pertama, bagaimana biar bisa langsung laris boom. Nah saya meriset tuh dari sisi target marketnya, membutuhkan apa, terus kemudian materinya apa, kemudian cara penyampaiannya, sampai covernya. Jadi cover ya saya riset juga, saya foto di... Best seller sama buku terbaru seperti apa?
Oh rata-rata seperti gini tampilannya. Anda udah mikirin banget kalau buku itu harus laris ya? Dari mulai judul. Iya.
Ya apalagi saya dulu kan gak dikenal kan? Saya harus ada leverage kan? Bukan kepentingannya mau sharing kan?
Oh pertama harus sharing iya. Tapi kalau sharing itu kalau tidak diambil sama orang kan gak dibaca. Kalau gak laku juga ngapain?
Gak dibaca. Lebih besar banget tuh keinginan sharing atau keinginan komersial? Ini buku ini saya tulis 2,5 tahun. Kalau saya mau komersial Saya copy paste kayak temen-temen yang lain atau Stm.
Nggak, ini buku ini saya tulis dari pengalaman yang teman-teman mendorong saya, Masya Jadi buatin bukunya, Masya Jadi buatin bukunya. Ya sudah buatin. Nah, saya sampai sekarang tidak peduli buku saya itu dijiplak atau di, apa ya, istilahnya di kopi, bajakan itu banyak.
Di Solo itu banyak. Saya cuma senyum-senyum aja. Ini juga nggak apa-apa, yang penting kamu dapetin ilmunya. Ini kan dicetak lebih dari 100 ribu esemplar, yang buku pertamanya. Nah, itu juga...
Tanpa ngiklan-ngiklan macem-macem kan Sampai salah satu ya, itu waktu itu Bang Anji ya, Anji Drive itu kan Anji, Anji Manji Iya Anji Manji, dia kan waktu itu pernah jamannya Twitter kan Dia tuh nge-tweet, ini buku ini judulnya itu ya kampungan lah itu Kayak bukunya katro gitu kan Terus apa namanya, desainnya juga norak Tapi isinya daging, nah ada yang nge-forward gitu kan Temen-temen, ini Bang kenalin apa yang nulis dan begitu Nah, ya Intinya saya di kontennya duluan sih. Bahwa saya kontennya harus kuat dalam artian memang memberikan solusi buat temen-temen. Nah jadi kalau dari buku-buku ini saya tidak pernah peduli masalah satu di jebak duluan, dibaca ya wis biasa, baca gitu duluan.
Yang jelas ada unsur dakwahnya di dalam situ, terutama yang terakhir. Buku yang keempat ya? Ini keempat? Iya, itu juga dua tahunan saya susun itu kan.
Karena kan ini harus hati-hati karena agak sedikit menyinggung ke agama. Makanya saya minta para guru-guru saya pun juga. Guru agama dalam artian untuk Ustadz izin untuk dikoreksi, Ustadz izin dikoreksi. Fondasi bisnis berkah. Belum Nanti kita akan bahas ya.
Iya. Nah itulah pada saat The Power of Repet timbul, nah sempat saya pas bangkrut itu, saya nuliskan kitab anti-bangkrut. Anti itu artinya tahan. Anti air kan tahan air.
Bukan berarti gak bisa bangkrut, enggak. Nah tapi itu sudah mulai belajar spiritual lagi, balik ke spiritual lagi. Dulunya kan saya agak setengah bandel gitu.
Itu tadi bander banget atau kecil? Itu ya, kecil ya. Sebander apa sih?
Saya tujuh bersaudara. Ayah saya selalu bilang gini. Ayah penggawai?
Iya, ayah itu karyawan di perusahaan, di bank dulu awalnya. Terus pindah-pindah lah. Terus kemudian pada saat ayah itu kalau manajemen bagus banget ya. Dan wise.
bijak gitu kan, terus setelah itu saya tidak apa namanya saya sering dikatakan sama ayah begini inget ya, jangan pernah memulai maksudnya mulai itu mukul tangan jaman dulu kan masih berkelahi biasa lah jangan pernah memulai, tapi kalau mulai, jangan kamu gak bales kalau anak-anak itu kan 7 bersaudara ini 6 laki-laki kalau pulang berkelahi itu gak bales, itu disuruh bales keluar sana, serius seperti itu Cuma saya yang melanggar. Bagaimana melanggarnya? Saya mulai.
Pukul duluan? Pukul duluan. Saya pulang gini, ya itu anaknya pak ini. Kamu pukul ya? Kamu ngapain?
Aku pukul pak. Kamu pukul? Kamu duluan atau dia duluan? Aku duluan pak.
Nah gitu. Udah kadang-kadang alasnya juga gak baik juga. Saya salah, saya masih ngeyal, saya pukul duluan.
Untung itu yang diketahui ayah saya. Yang diketahui ada juga orang kampung. Saya pukul duluan, gak ketahuan tapi.
Itu gara-gara memang saya satu emosional. dibandingkan sama yang lain iya terus kedua jaman itu kan jaman Cino itu kan masih rasialis kan jadi saya itu keluar rumah umur 7 tahun, Cino dipukul, Cino pukul saking bosnya lari, ya belajar melawan nah SD di sekolah katolik SMP nya kaget di sekolah negeri semakin Cino nya minoritas banget cuma 1 orang 2 orang udah gitu saya bilang, diteriakin lagi Cino Udah zamannya bisa berkelahi kan? Cino Batam, berkelahi pulangnya. Jadi teman baik.
Tapi gitu, saya emang gak baperan ya. Jadi Alhamdulillah, habis berkelahi, jadi teman baik. Terus teman-teman sering bilang gini, gak ada Cino kayak kamu. Ini dimana di Batam? Di Semarang.
Itu masih rasialis banget lah zaman itu kan. Nah terus setelah itu, sudah mulai terbiasalah ya, berkumpul sama mereka. Akhirnya berteman? Iya.
Dan saya tuh memang mungkin terlalu bonding sama temen-temen kalau ikatan yang gini banget. Setia kawan? Setia kawan gitu lah ya. Sampai ya mereka berani pasang badan buat saya. Itukah yang membuat akhirnya seorang Saya Budi menjadi mu'alaf?
Kalau saya mu'alaf tuh gini, ada kisahnya saya kan anak ke-6 dari 7 bersaudara. Ya, kakak saya itu jadi gini, ayah saya duluan ya. Ayah saya itu dari dulu memang gak suka ras.
Rasialis gitu loh. Hmm. Kepinginnya itu kita berbaur semuanya. Oke.
Bahkan dulu ayah saya tuh kepingin asimilasi dalam artian menikah sama pribumi. Hmm. Cuman katanya ini katanya beliau nih, orang tua dari perempuannya tidak mengizinkan. Oke. Singkat cerita ketemu sama mama saya lah.
Hmm. Tapi papa mama saya tidak rasis. Chani juga.
Chani juga. Nah, dijodohin begitu. Nah terus pada saat itu ayah saya tuh kepingin juga anak-anaknya seperti itu. Hmm. Jadi kita tuh sebenernya kenapa?
Asimilasi? Iya. Ya kita 7 bersaudara 5 nikah sama pribumi. Hmm. Ini kalau kadang orang ngomong, Pribumi salah nama tuh mas namanya.
Ya apapun itulah istilahnya. Pokoknya nikah sama non-Tionghoa gitu aja ya. Ya gitu lah. Nah, banyak kan dari Jawa lah begitu. Nah, ayah saya waktu pas nyekolahkan kita, SD memang ditaruh di SD yang Katolik.
Karena fondasinya kuat. Dikatakan seperti gitu. Kemudian SMP-nya disuruh SMP negeri supaya berbaur. Nah, kakak saya yang nomor satu, waktu itu kan menjadi Cino satu-satunya mungkin.
Atau cuma 2 orang aja. Di sekolah negeri itu? Di sekolah negeri itu, SMP itu.
Pada saat pelajaran agama gak keluar. Dengerin gitu. Akhirnya masuk Islam di kelas 2 SMP.
Dan jadi ketua OSIS Cino pertama mungkin satu-satunya di sekolah negeri itu. SMP negeri 2 Semarang. Oke. Gitu Usianya hampir seusia Bang Helmi.
Oke. Kalau Saya sendiri akhirnya, apa yang membuat akhirnya menjadi Muslim? Ya, jadi satu persatu kakak saya ngikutin kakak saya yang nomor 1. Karena memberikan contoh sholat kan.
Nah pas saya ngeliatin, saya dari kecil tuh memang tukang mikir mungkin ya Bang ya. Dari kecil lah mikir? Iya, maksudnya gini kayak saya tuh kelas 5 SD tuh bisa nangis sendiri, gara-gara saya mikirin gini, lihat orang mati, wah nanti papa saya mati, nanti kemana, saya dulu dari mana, kakek saya dulu dari mana, dari mana, dari mana, gak kejawab, loh sekiamat seperti apa, itu jadi. Itu overthinking tuh katanya sekarang. Overthinking saya, iya.
Orang bilang saya tuh perfeksionis ya, tukang nyacat gitu juga iya. Jadi overthinking juga iya. Nah, saking overthinkingnya itu saya terus ngeliat, kok di Islam ada sesuatu yang berbeda yang saya rasakan.
Solat. Jadi saya begitu melihat kakak-kakak saya, saya solat. Kok beda ya?
Ada speknya, saya bilang gitu. Itu saya bilang gitu, ada speknya, ada aturan yang sangat kuat. Di hari itu saya kelas 6 SD, saya minta sama kakak saya, aku mau masuk Islam, ajarin aku solat.
Saya bilang gitu. Itu mulai hari itu sampai sekarang Alhamdulillah ya tidak butuh sholat dari situ. Dan saya minta ajarin sholat sama belajar puasa. Satu minggu kemudian tetangga saya ada yang masuk Islam belajar sholat, saya numpang belajar sholat tempatnya dia. Karena kakak saya ini agak sedikit males-malesan ngajarnya nih.
Namanya udah lah cowok-cowok semuanya keisian gitu kan. Nah adik saya akhirnya ngikut saya bersama-sama minggu depannya sama-sama masuk Islam juga. Jadi 6 dari 7 masuk Islam?
6 dari 7. Yang satu kakak saya perempuan protestan. Bapak tetap bertahan? Katolik?
Enggak. Nah ini ada cerita juga. Papa mama saya, papa saya itu umur 74 meninggal. 73 masuk Islam.
Oke. Batam saya umur 82 meninggal. 79 masuk Islam.
Itu hidayah. Masyaya Allah. Ya. Hidayah.
Oke saya yakin itu ada doanya. Satu orang wali dan mungkin banyak orang yang lain yang dibantu ayah saya. Jadi ayah saya itu adalah orang paling dermawan yang pernah saya temuin seumur hidup saya. Yang tidak meninggalkan sesen pun warisan. Saya baca ya di salah satu tulisan tentang Saya Setia Budi.
Ada pesan dari ayahnya Bang Saya gitu yang akhirnya membuat Anda menjadi pengusaha ya. Nggak mau meninggal sebagai orang karyawan. Iya itu, jadi karena ayah saya itu dulu jadi... karyawan, ini pesan yang saya tidak mengatakan itu benar tapi itu pesan ayah saya bukan saya berarti saya membenarkan hal itu tidak, yang masuk ke bawah sadar saya karena dulu ayah saya itu susah dalam artian membesarkan anak-anak ini kan 7 orang waktu itu pernah 4 itu sekolah bersama-sama, kuliah bersama-sama bahkan kakak saya nomor 5 yang perempuan itu, itu sekolahnya 2 lagi di UGM sama sana anak Dharma, jadi double gitu loh Tapi ayah saya dalam hal pendidikan gak pernah menolak gitu loh. Mengusahakan yang terbaik lah gitu.
Nah akhirnya ayah saya itu nyekokin saya. Karena saya mungkin yang agak berbeda, agak bandel kan. Agak berani kan. Ya gue inget ya.
Jangan ulangi kesalahan papa. Lebih baik kamu kecil jadi bos. Daripada gede jadi kuli.
Kuli kerja, kuli bisa makan. Kuli gak kerja, kuli gak bisa makan. Kalau bos gak kerja bisa makan. Saya gak mengatakan perkataan itu salah ya.
Tapi perkataan itu masuk ke dalam bahwa sadar saya. Itu yang membuat saya. Aku harus jadi bos, harus jadi bos gitu lah Harus jadi pengusaha Meskipun sekarang saya sudah tidak terfikir untuk itu lagi Dalam artian saya mengatakan Manji punya profesinya atau istilahnya jalannya masing-masing, yang itu semuanya baik kok kalau dia bermanfaat bagi orang lain. Buat saya begitu.
Akhirnya dari 7, cuma dia yang jadi pengusaha? Saya, kakak saya nomor 2, sama siapa ya? 2 yang beneran murni jadi pengusaha 2. Jadi menarik ya, jadi mendingan apa tadi? baik kecil jadi bos, daripada gede jadi kuli. Jadi kuli.
Masyaih kecil tuh kecil-kecilan mandiri lah gitu. Manji? Iya.
Dan akhirnya Saya Setiauni mulai bisnis umur berapa? Kalau saya non-officially itu umur 16 tahun saya udah jadi investor. Investor? Iya investor.
Kalau bisnis saya kalau jual beli dagang kuliah. Karena kepepet. gak punya duit, kurang-kurang duit malu ngerepotin orang tua akhirnya dagang dari temen punya barang jualin, temen punya barang jualin terus punya duit, golakan setelah itu saya kerja lulus kerja di Batam keluar dari Batam 98 bulan Agustus tanggal 14 itu saya mulai memutuskan untuk jadi pengusaha dan dimodalin sama orang lain berhasil gagal langsung 3 bulan, bangkrut karena waktu itu krisis besar Bob yang disini, jadi bos yang modalin ini bangkrut.
Eh yang modalin yang bangkrut. Kita pas lagi mulai ada permintaan, nah dia bangkrut. Terus dia bilang, eh Saya you may leave now.
This company. Nah gitu kan akhirnya saya... Bidang apa sih?
Apa? Bidang apa? Industrial supply.
Kerennya, kerennya industrial supply. Tapi kalau udah kepepet, kita namanya palu gada. Apa lu mau gue ada.
Supply ya? Iya supply spray pun juga saya okein juga pada saat itu ya. Oke balik ke umur 16 tahun invest di mana aja ya? Saya, tadi kan saya cerita, saya ini kan kalau berkeman seperti gini sama temen, soib banget lah. Ada satu, dulu kan saya kan sangking bandelnya SMP saya gagal sekolah itu, nyontek terus kan.
Saya akhirnya masuk ke STM, saya minta, soal saya masuk Smp lagi? Masyauk STM aja. Ya, saya males banyak teori, saya mau banyak praktek. Terus saya males yang hafalan, saya bilang gitu. Nah, Karena saya udah sering ngulik sejak SD saya ngulik elektronika, saya minta masuk STM.
Nah saya bergaul sama teman-teman itu, ada saya STM Bang Semarang, sekarang Smp 7, di belakangnya ada STM 4. Nah ada senior saya yang sering main sama saya, teman ajakan berkelahi lah gitu loh. Tapi jadi soib, dia itu paginya sekolah, malamnya becak, karena orang gak mampu. Jadi karena dia untuk bayar kosan yang gubuknya, gubuknya dia itu bayar buat apa, ngekos itu aja dia bayarnya pake duit becak.
Karena gak mampu dia. Karena rumahnya jauh banget. Terus saya bilang gini sama dia, namanya Supri. Koe ya, kamu ini, pake bahasa Jawa, kamu ini punya otak, kok pake okol?
Kok pake dengkol? Pakai dengkol. Pakai otakmu gitu loh.
Ya, pinteran ya, cerdas. Loh, tapi ya toh ya, lah kan buat kamu. Daganglah usaha kah? Usaha kan butuh modal.
Kamu mau usaha apa? Kamu ada ide apa? Aku bisa buat pisang molan.
Nah, kenapa boleh dari itu? Ya tapi kan butuh modal. Modal apa duluan yang paling nomor satu duluan?
Alat gilingan. Berapa duit? Saya lupa, 5 ribu rupiah atau berapa ya?
Saya punya tabungan dari uang saku saya. Nah, kasih. Buat duluan, aku mau nyicip. Pas saya nyicip, wih enak loh. Udah kamu cari gerobak.
Saya gitu kan, udah cari gold back second atau bagaimana. Nah, akhirnya ini aku punya duit lagi, temenmu lain mintakin duit, urunan kita sama-sama. Udah, saya gak mikir duitnya berapa persen saham atau apa, gak pernah mikir tuh, yang penting kamu jalan.
Jangan pakai otakmu, eh jangan pakai okolmu, pakai otakmu. Nah dia jualan tuh, lancar lah gitu. Sampai karena mereka bertiga saling tipu-tipu lah gak ngerti ya.
Iya akhirnya mereka bangkrut, saya bilang udah gak apa-apa. Dia bilang, balikin duitmu gimana nanti? Udah lah, pengusaha tuh risiko seperti itu.
Lah karena saya dicocokin sama ayah saya, saya umur belasan tahun tuh sudah sering baca majalah swasembada gitu loh. Majalah swat? Satu rubrik aja, rubrik wirausaha.
Kakak saya waktu itu sempet ada yang usaha, yang beda lagi, yang sekarang gak usaha tapi. Dulu dia punya usaha fotokopi. Nah dia sering, apa, lagi majalah itu kan. Dari majalah itu saya baca rubrik wirausaha.
Nah itu saya membaca rata-rata. Konglomerat-konglomerat itu kan dari nol. Bangkrut berulang-ulang. Sudah biasa.
Makanya kalau saya pas bangkrut, saya menghibur diri Termasuk pas saya pertama kali Usaha tahun 98 pun juga bangkrut Saya menghibur diri Saya, tau gak semua pengusaha itu pernah bangkrut. Sekarang kamu udah bangkrut, tinggal suksesnya aja. Itu kan niliman penghibur diri. Belum Menciptakan harapan lah gitu.
Nah itu seperti itulah ya. Ya semuanya itu ngalir sih. Gak ada yang namanya kayak semua terencana berlebihan gak juga. Yang terencana sering tidak terjadi juga.
Mulai merasa sukses turnaround-nya atau tipping point-nya seorang GIA Setia Budi dimana ya? Saya itu bingung kalau ngomong perasaan sukses tuh ya. Apa ya, saya tidak merasa sukses sih sebetulnya buat saya.
Kan lo punya banyak perusahaan. Kalau dulu secara materi iya, dulu pas di Batam. Tapi resah secara, apa ya, penurani saya.
Spiritual saya resah. Karena kan dulu kan saya mulai dari industri-industri. Saya itu kan dulu di Astra, ya Alhamdulillah kan ayah saya ngajarin tentang kejujuran seperti apa.
Tidak terima suap sesuai pun seperti apa. Orang-orang itulah yang modelin saya, yang nyuap-nyuap saya tolak itu yang modelin saya. Nah tapi begitu berbalik saya sebagai seorang supplier, berbeda di luar. Orang pada, wih ternyata gak ketemu yang bersih.
Sedikit lah gitu loh, yang ordernya kecil-kecil. Begitu ketemu yang gede-gede, ini yang minta sini semuanya. Nah saya mulai toleransi, itu saya sebut sebagai deal dengan setan saya nih. Saya toleransi mulai ngasih suap, mulai entertain mereka. Ya kehidupan malam lah.
Meskipun saya gak, saya batasin ya, saya tidak, mereka saja tapi. Saya nganterin. Ngebayarin. Bayarin Oh itu dosanya ya? Nah, kan satu menjadi sama mereka kan.
Saya tidak minum alkohol sampai sekarang, Alhamdulillah. Tapi ngebayarin. Bayarin iya, nganterin iya.
Nah itu, itu gak sengaja itu ya. Berpengaruh dalam kehidupan saya. Dalam mindset saya juga.
Kalau saya bilang uang haram dimakan setan, nular ke tempat karyawan saya, direktur saya, mindsetnya kayak gitu. Dan pas saya mulai mau hijrah pun juga. Mereka bisa lepas. Saya ngasih tau gak bisa lepas.
Oh duitnya gampang kok. Kalau dapet proyek kan bisa puluhan miliar langsung kan gitu loh. Nah gak bisa lepas tuh. Akhirnya.
Tapi rasa keluarga saya. Di keluarga. Kenapa kok saya ribut terus ya.
Akhirnya. Saya ngajak istri saya. Om Prah yuk.
Itu 2009 bulan Mei. Pulang istrinya malam juga ya. Iya. Ya oke.
Terus saya bilang. Kita tinggalin aja yuk. Tinggalin Batam.
Itu saya ajak gitu. Jadi saya beneran gak mikir jauh sama sekali. Nah waktu itu kan tahun 2006 saya udah bangun perusahaan training nih. 2007 saya bangun sekolah bisnis namanya Young Entrepreneur Academy Young Entrepreneur Academy Ya kalau 2006 tuh bangun Entrepreneur Camp.
Salah satunya Den Deliandri itu kan angkatan 3 saya tuh. Ya itu kan Gazan seperti Gazan juga iya. Nah jadi saya kan punya tanggung jawab berhadap murid-murid yang masih jalan, jalan apa namanya pembelajarannya nih. Belum selesai. Wah saya nggak bisa ninggalin nih.
Saya pindahin IEA-nya aja sekolahnya, saya pindahin ke Bandung. Nah yang lainnya saya tinggalin. Ada bisnis supply, ya bisnis apa, supply rata-rata supply, kalau apa namanya, Mechanical Electrical, Wa, ya itu automation itu juga ya saya tinggalin. Nah saya tinggalin, nggak mikir lagi irang bagaimana.
Ya Alhamdulillah dihabisin sama partner, iya. Oh ditinggal gitu aja? Saya tinggal. Aset itu ada 4 waktu itu juga. Juga satu persatu tuh, akhirnya dihabisin juga sama perusahaan.
Ya disitalah. Merontol gitu. Ya merontol kan. Saya juga, waktu itu saya nemuin guru saya lagi. Nah dulu waktu kuliah saya punya guru spiritual.
Ini gak lepas dari beliau juga. Saya tuh merasa berdosa banget waktu itu. Ninggalin beliau, terus saya balik lagi ke beliau. Hmm.
Setelah belasan tahun lah, waktu itu ketemu beliau lagi. Saya ya, ya Abi, saya panggilnya Abi. Nah Abi itu bapak. Nah ya Abi.
Sudah berapa lama aja nggak ketemu? 15 tahun lebih, Abi. Kenapa, Saya?
Malu, Abi. Banyak maksiat. Udah, saya udah.
Udah, nggak bisa banyak ngomong. Guru saya kan nggak pernah mau mengungkit masa lalu ya. Jadi langsung disediakan makanan, duduk begitu, sambil dikasih tahu, Udah, Saya, anak berapa? Jadi dia alihkan pembicaraan.
Nggak boleh berbicara aib, kan. Nah, sudah begitu. Saya udah nangis aja.
Udah, nangis aja. Setelah itu, itu janji saya. untuk kembali. Dan guru saya bilang, tinggalkan semuanya. Nanti Allah ganti.
Gak begitu. Ya karena kita dulu kotor ya, jadi pembersihannya kan minus. Nah 2012 saya, 2010 saya pindah.
Hinjirah ke Bandung 2012? 2012. 2013 saya bangkrut habis-habisan tuh. Udah ada proyek lagi juga di Kalimantan pembangunan mes karyawan gitu kan. Salah satu konglomerat grupnya mereka.
Ya setengah nakal juga gitu kan. Ya sudah, tapi saya terima. Karena saya dulu kan agak sombong nih ngomong sama Allah gini, Ya Allah bersihkan aku.
Harusnya saya ngomong sama Allah, Ya Allah... Kasih aku amnesty, harusnya begitu ya. Atau putihkan saja aku ya.
Dalam artian sudah haram ya biarin saja gitu. Enggak, bersihkan aku. Bersihkan, dibersihin semuanya.
Karena kejadian itu saya langsung nengok begini, aku terima. Gak gitu aja, aku terima. Ya saya terima, saya tanggung jawab.
Udah gitu aja. Pasrah, walau Allah. Ya dalam artian, ya sudah ninggalin hutang, miliaran juga.
Udah, saya temuin satu persatu. Saya beresin, saya cicil, saya bilang gitu. Nah, ya itulah titik balik saya.
Kalau titik balik, justru malah saya ninggalkan dari Batam. Itu titik baliknya, titik balik saya. Tipping point. Iya, tipping point yang malah, kalau orang teman-teman bilang gini, gara-gara riba, saya bangkrut. Enggak, saya riba itu malah untung.
Gara-gara ninggalin riba, malah bangkrut. Itu yang saya ngomong. Soalnya Pak, kalau ngomong gara-gara riba bangkrut, itu nggak bener saya bilang.
Memang kalau lo nggak bangkrut, lo nggak mau ninggalin. Ya salah juga ya, enggak jangan ngomong gara-gara tiba-tiba bangkrut harus hijrah, enggak begitu lah. Ya harusnya hijrah saja gitu loh, mau bangkrut gak bangkrut gitu loh.
Mulai berhasil di bisnis gimana? Nah saya itu pas, kalau yang dulu atau yang sekarang? Yang sekarang.
Kalau yang sekarang, saya itu mengalir. Jadi waktu itu saya membangun.com, 2012 sampai sekarang masih ada namanya Yubi Bisnis. Memang ini idealisme saya. Oh itu jaman itu ya, jaman astaga.com gitu-gitu ya?
Oh setelah itu jauh. Setelah itu jauh. 2012, astaga itu mungkin tahun 2007-2006 setelahnya.
2012, sebenarnya saya research sudah cukup lama ya, tahun 2009 ya. 2009, kemudian baru jadi 2012. Begitu jadi, ini kan bisnis infrastruktur ya, platform itu kan mahal ya. Nah saya biayai pakai kantong saya duluan tuh.
Pakai duit saya. Pas masih perusahaan di Batam masih menghasilkan kan. Sama investasi juga yang lain ada menghasilkan.
Udah lah santai aja. Mau berapa puluh juta per bulan gak apa. Begitu 2013 bangkrut semuanya. Gimana nih?
Cari acara lah. Buat event, cari sponsor dan macem-macem. Masyaih bertahan terus.
Sampai saya ngutang cukup becar. Terus habis itu sampai refinance rumah dan macem-macem kan. Saya jalanin.
Ya sampai sekarang ini sebenernya sudah mulai untung lah ya, mulai untung. Cuma masih ada hutang-hutang di masa lalunya aja yang untuk nombokin. Karena waktu itu saya memang punya idealisme, saya gak mau diinjek oleh venture kapitalis yang kapitalis.
Kalau sari asli oke aja, tapi belum ketemu. Maksudnya kapitalis tuh begini loh, sekarang bis modal kan kebanyakan itu justru malah merosak ekosistem. Dengan diinjek itu, kebanyakan mereka itu kan KPI-nya traction-transaction, bukan kebermanfaatan.
Buat UKM. Dalam rekan-rekan valuasi aja ya? Nah saya kan dari dulu kan deket sama UKM.
Gak bisa dong saya melacurkan diri saya untuk seperti itu kan. Ya saya menghabisi para Ukm sendiri yang saling bunuh demi valuasi saya gak bisa. Makanya saya gak mau nih kalau ketemu seperti itu.
Nah belum ketemu sampai sekarang. Jodoh saya belum ketemu. Ya kita masih bootstrap gitu lah ya. Nah tapi sudah mulai untung.
Ya setelah tahun 2000. 2016 baru mulai manatis. 2016? Iya. Sekarang masih disubsidilah.
Nah terus kemudian, kodarullah semuanya ini mengarah ke sesuatu Bang Helmi. Saya waktu itu sudah mengatakan begini, saya itu udah, kan dari usia 40 ke atas saya udah memikirkan, apa yang akan saya tinggalkan. Nah, legisi saya itu apa? Saya itu akan terbaik di bidang apa? Saya mulai mikir kan, dulu pas di Batam itu, saya itu banyak macam perusahaan Bang Helmi.
Jadi gak cuma supply doang. Saya retail, rumah makan, apa, distribusi produk otomotif sampai ke 6 kota segala. Saya udah ngalamin hal-hal seperti itu.
Jadi, Alhamdulillah ilmu saya banyak belajar di lapangan itu. Ya. Nah disinilah saya ngerti, oh ini saya mulai berbagi dan Alhamdulillah talk charge juga. Buat temen-temen. Nah saya itu dulu pas belajar kan berat ya.
Belajar jadi pengusaha waktu itu kan gak ada. Gak ada sekolah ya. Ya.
Yang tertata gak ada. Ada yang cuma pake otak kanan doang, asal ngelangkah. Habis itu banyak yang bangkrut, ya kan? Nah, saya mulai nyusun kurikulum. Karena dulu saya belajar itu gagal, dalam artinya saya merasa bahwa guru harusnya seperti gini deh.
Harusnya ngajarin how to-nya itu yang benar gitu loh. Saya membuat kurikulum dengan bahasa yang sangat mudah. Makanya orang baca buku saya itu kan, satu, saya punya kaedah, kasih gambar atau ilustrasi.
Ini nyambung sama kata-katanya Bang Helmi yang cari gambarnya duluan. Iya. Hehehe. Yang, atau bahkan-bahan.
Yang kedua, saya kasih pit stop. Jadi kalau baca buku saya, itu setiap satu setengah halaman itu ada pemberhentian kecil. Supaya pas yang baru belajar membaca, mudah. Nah, yang ketiga, saya menggunakan bahasa auditory, yang kalau orang baca buku saya, seolah kayak saya di sampingnya sedang bicara sama dia. Kalau saya modelingnya, modeliti saya, saya buat seperti itu.
Ini kan ada ilmunya. Saya sama, ya. Ya, nah, ya ini yang membuat mungkin teman-teman merasa, oh ini mudah. Dan saya...
Berusaha mengkaterokkan bahasa yang susah. Ya. Ya contoh kayak, saya berbicara masalah pemasaran lah ya.
Target market, tenan anchor, traffic generator. Ya, saya buat gimana ya? Yang mudah, oh dibuat hukum semut.
Jenis semut, jenis semutnya apa? Semarang semut, traffic generator. Pengundang semut, tenan anchor ya. Habis itu jalur semut, terlihat semut.
Hal yang simpel aja. Ini pakai analogi-analogi yang simpel. Gak gampang ya. Menyederhanakan yang rumit itu tidak gampang. Iya itu kan berjalan waktu pada saat mengajar itu.
Jadi saya berjalan waktu ini kan saya mengajar lebih dari seribu kelas dan seminar kan. Sudah. Iya. Mereka disitu kan udah yang dibutuhkan UKM seperti gini.
Nah saya buatin kurikulumnya. Nah saya tidak mendatangi instansi bang. Ya sampai saat ini Alhamdulillah ini dari instansi itu banjir. Saya mulai merenung tuh. Sudahlah tak fokusin kesini aja mungkin ini call kesini.
Ini panggilan saya disini. Nah saya mulai memfokuskan sekarang untuk pendidikan kepirausahaan. Tapi lengkap dengan ekosistemnya. Ya Yokebisnis tetap, Yokebisnis sudah membangun ekosistem buat orang onboarding.
Ya ada toko online-nya, ada fulfillment. Saya itu yang mengagas sebenarnya fulfillment awal-awal di Indonesia tahun 2017. Waktu itu gandingan dengan Inu e-Logistik. Ya terus dia kan diinjek sama satu grup gitu kan, terus gak dilanjutkan dia... Bangkrut, saya lanjutkan sama yang lain, sekarang dengan JNE.
Oh, JNE. Nah, tapi kita kan konsepnya fullfillment, menggunakan idle space-nya dari mereka, pergodangannya itu, sama pas ngantar barang bisa nyemput, kenapa tidak? Nah, itu dibuat bis modelnya.
Nah, sebenarnya memang spesialisasi kan banyak di bis model. Nah, sudah dari situ dibuat seperti ini. Ini bisa menghasilkan pergodangan murah dan logistik murah buat UKM.
Itu aja sederhananya. Di JNE ini ya, Ya, yang backup. Ya, Jne yang backup. Terus, cuma memang kita yang merencanakan bis modelnya.
Cuma kita namakan, namanya Guru. Guru itu sebenarnya kan Rukun ya, tapi juga Gudang Yubi Gudang Yubi Berjalan waktu terbentuk komunitas, namanya Yubi Yubi itu perusahaanmu jadi mas ya? Belum Penerbitan itu Yubi, Yubi Cetak.
Ya, akhirnya kita... Dari yang bisnisman itu ya, Yubi Dari Yubi tahun 2012. Yang dari apa? platform toko online, sampai pergudangan tadi itu. Dan ada pembelajaran online.
Oke. Bang Saya, fondasi bisnis berkah. Setiap Apa yang Anda ingin sampaikan dari buku ini, buku terbaru ya?
Iya, buku keempat. Nah, jadi pada saat perjalanan waktu membantu kawan-kawan berbagi itu, ada garis merah yang menohok saya sebetulnya. Menjadi kaya itu tidak susah.
Dalam artian dari teman-teman yang UKM omset mungkin puluhan juta, nggak sampai seratus juta, menjadi miliaran nggak susah. Masyaalahnya mereka berubah akhirnya. Berubah apa?
Solidaritasnya, kedermawanannya jadi kikir, keserakahannya. Ada teori tentang orang makin kaya makin kikir ya. Minimal secara persentase.
Betul, secara presentasi itu. Makanya kan ada hadis yang mengatakan satu dirham lebih baik daripada 100 dirham. Kenapa? Karena satu dirham yang disedekahkan oleh seseorang yang dia punya 2 dirham, setengahnya 50 persennya, dibandingkan yang 100 dirham tapi dia punya 1000 dirham, 10 persennya. Itu terjadi itu.
Di situ saya merenung, apa yang salah sama, apa yang kita ajarkan ke kawan-kawan. Nah itulah, kita cuma ngomongin omset. profit, ya itu skill up menjadi besar. Tapi gak mikirin tujuannya apa. Begin with the end in mind kan, tujuan akhirnya mau apa kamu, udah kayak gitu semuanya.
Nah ini ada yang salah dimana justru malah pada saat awal di fondasinya. Nah tujuan tuh apa sih? Makna suksesnya.
Inilah yang saya ulik, saya cari gitu kan risetnya saya nih. Tentang kapitalism itu apa, sosialism itu apa, syariah itu bagaimana. Maksudnya disini kan syariah itu kan tengah-tengah. Tengah-tengah ya antara sosial sama kapitalis itulah ya. Nah, saya cari fundasi kapitalisme itu apa.
Oh ini ketemu. Nah inilah saya tuliskan, buat yang sederhana. Sebetulnya ini juga ada ajaran-ajaran guru saya yang saya masukkan.
Tapi dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti gitu kan. Apa aja antara lain? Nah yang pertama itu memahami makna sukses yang jadi dulu kan. Makna sukses yang jadi. Jadi kalau kita bicara tentang kapitalisme, itu ada empat fondasinya.
Fondasinya kan yang pertama keserakahan. Negeri. Iya.
Nah keserakahan, yang kedua materialisme. Ini bahaya sekali, materialisme ketiga konsumsi berlebih. Konsumerisme. Konsumerisme, yang ketiga oportunis.
Atau mungkin oportunis bisa juga individualis lah. Bisa juga. Nah dari empat ini, ini yang meruntuhkan apa?
Sebenarnya yang meruntuhkan cuma dua. Meruntuhkan dalam arti tidak berlawanan ya, sekaligus gitu kan. Tapi bisa mulai menggeser. Dan itu Indonesia punya.
Zaman dulu Nenek Mo yang kita ngajarin. Gotong royong, ketulusan. Orang gak bergurau-gurau yang tidak individualis.
Ya, nah kalau dia tulus tidak opportunis. Dia akan serakah. Ini akan luntur. Nah cuman kalau saya buat dimulai dari mana?
Empat itu fundasinya yang dibangun. Apa itu? Memahami makna sukses yang sejati.
Bahwa makna sukses kita itu apa? Kalau kita Muslim nih, mati makna susurga. Gitu kan?
Macem-macem kan? Beda-beda ya makna sukses. Ultimatenya.
Ultimatenya kan apa? Ultimatenya itu apa? Ya kalau kita bicara... Kayak matinya masuk surga.
Tapi kalau dia makna suksesnya bermanfaat buat orang lain, bisa juga. Itu kan jalannya kita di dunia. Bermanfaat buat orang lain, beribadah.
Ya, haram hati. Ya kan? Amin ya.
Nah, seperti itu. Nah, ini makna suksesnya dibenerin duluan. Jangan gini, aku ingin sukses seperti dia. Dia siapa? Nah, akhirnya kita seringkali mengambil role model yang role model ini materialis.
Dikarenakan materi. Kayak dia, kenapa dia? Ya, buat aku dia sukses.
Ya, seperti apanya? Dia bagian mananya? Hartanya. Mobil mewahnya, rumahnya, kapal persiarnya, popularitasnya. Oh enggak, enggak cuma itu.
Enggak cuma itu maksudnya apa? Kesolehannya juga iya. Kesolehannya duluan atau duitnya duluan.
Itu dibahas dari kita. Itu mengaruhi kita nanti. Dalam menuju atau mengejar sesuatu.
Nah, kalau saat ini kita, ya tapi nomor satu solehnya. Kalau nomor satu solehnya, kenapa enggak si da'i? Dan yang di pelosok sana.
Atau pekerja sosial. Dia sukses, bermanfaat bagi banyak orang. Tapi mungkin harta tidak punya, atau nggak banyak. Kan begitu? Nah jangan-jangan kita terlibat ke materialisme lagi.
Suksesnya itu. Yang disebut sukses itu materi. Ya kan? Sementara saya balik lagi.
Saya punya guru yang saya cium tangan, bukan seperti itu kok. Kalau saya cium tangan artinya beliau tentuan saya, beliau lebih mulia daripada saya. Nah bukan seperti itu kok.
Tapi manfaatnya, Masyaya Allah. Ayah saya gitu juga. Menurut saya ayah saya simpul sukses.
Orang yang bermanfaat bagi banyak orang kok. Nah kenapa saya nggak niru kayak ayah saya juga ya? Saya balik ke situ lagi. Merenungkan makna sukses yang sejati itu apa.
Itu yang pertama, itu yang paling penting. Artinya apa? Description makna sukses kita yang sejati itu apa yang tidak dipengaruhi oleh penilaian orang lain terhadap kita.
Nah seringkali kita itu karena dinilai sama orang lain. Itu satu. Yang kedua, materialisme ini sebenarnya bicara masalah stimulus. Kalau mana suksesnya bener, stimulusnya harus disingkirin.
Ya, stimulus kita tuh apa? Salah satunya ini, kita ngeliat orang yang kita sebut tadi sukses itu, karena materi. Banyak yang kita follow seperti itu.
Follow di tempatnya sosial media tuh loh. Jadi role model kita. Ternyata tuh role model materialisme, hedonisme. Ya, ya kan?
Ya, ya itu yang akan menular ke kita di bawah sadar karena kita follow dia. Oh dia pake... harus branded, gak ngerti bukan salah dengan brand ada alasan gak kalau ayah saya bilang gini kamu mau beli sepatu, ya bata aja sana ayah saya bilang gitu, kuat murah, nah naikin pak kenapa harus naikin, nah itu kan tanya gitu kan punya alasan gak gitu loh nah merknya terkenal, gengsi atau gimana gengsi mu gak di kaki mu ya di sini mu itu ayah saya bilang gitu nah ini kan Artinya harus ngerti alasan duluan, kalau oh ya karena emang berkualitas ya lain perkara.
Nah ini jangan sampai kita didrive oleh materialisme. Karena begitu kita didrive oleh materialisme itu kayak istilahnya mana tuh? Hedonism treadmill. Ya.
Enggak ada habisnya itu. Nah kayak teman-teman yang itu udah akhirnya punya duit lebih, belanjanya jadi lebih. Sisanya sedikit buat berbagi. Betul buat umat buat berbaginya dikit. Ya.
Nah mau apa-apa pun termasuk alasannya mungkin oh iya membagikan orang tua, membagikan ini. Bener tuh orang tua meminta itu? Jangan-jangan bukan cuma kebenin nunjukin ke orang tua aja.
Yang kedua angka cukup. Sebenarnya yang kedua angka cukup. Angka cukup ini mengejirikan angka cukup kita, yaitu dengan memotong, mengkat stimulusnya materialisme dan yang lain-lain tadi itu. Termasuk juga ini angka cukup ini, yang kita sering salah kaprah nih Bang Helmi. Banyak yang salah kaprah dalam kehidupan kita, mungkin termasuk dalam konsepirasi.
Makan 3 kali sehari, akhirnya kebutuhan kita bertambah. 4 sehat 5 sempurna, banyak didebatkan juga masalah susu. Nah, yang lain juga pendidikan, itu yang paling banyak. Banyak dari kita tuh mau menyekolahkan anak kita cuman karena masalah gengsi.
Bukan esensi pendidikan yang dasar itu apa. Ternyata kalau kita mengulik lagi, kalau dalam Islam itu, apa sih yang paling mendasar dalam pendidikan itu? Tujuannya itu apa? Nomor satu mengenal Tuhan atau Tauhid.
Yang kedua mengerti adab dan akhlak. Yang ketiga mengerti halal haramnya atau fikih. Ya, mengerti halal haram suatu perbuatan.
Kadang-kadang ini tiga-tiganya gak punya, tapi maunya international school. Yang pulang jadi anak yang kurang ajar. Ketemu sama orang tua, sama-sama orang tua pun juga main cuma HP.
Ini kan banyak kejadian seperti itu kan. Nah ini sebetulnya gak perlu. Ini harusnya kalau di cut semuanya. Enggak kok, sekolah gak harus mahal. Berkualitas yes.
Tapi sekarang sekolah jadikan sebagai sesuatu kayak strata sosial kan. Anak saya, saya keluarkan dari sekolah. Begitu kosa katanya berubah tentang uang, tentang merek, tentang yang lain.
Wah ini gak bener. Saya keluarkan, udah homeschooling aja. Sebagian ngomong, nanti anaknya masjid gak kuper daripada saper. Hahaha. Ya, nah akhirnya ya gak minjam masalah juga kok, yang penting punya adab gitu kan.
Nah ini jadi apa namanya makna sukses, angkat cukup, yang ketiga tuh memahami konsep rejeki. Tadi sempet kita selingan ya, Bang Helmi kita bilang, ya itu kadang kita rencanakan gak terjadi. Ya ada didatangkan aja gitu. Nah sebetulnya gini, selama ini kita kan agak salah kaprah. Banyak yang mouseling begini, hasil tak mengkhianati proses.
Benarkah hasil tak mengkhianati proses? Apakah selalu hasil berbanding lurus dengan proses? Tidak juga.
Itu ada suatu kata-kata yang sifatnya takabur. Bahwa seolah-olah kayak suatu kepastian. Harusnya kalau kita rendah hati dan rendah diri di hadapan Allah, hasil itu haknya Allah.
Proses itu kewajiban kita. Proses itu kan... proses kita memantaskan diri menerima rezeki itu, mau Allah mau kasih atau tidak gak menjadi masalah, tapi Allah juga tidak ingin membuat kita desperate, makanya dibuat sunatullah atau hukum alam ya, semi sebab akibat tidak murni sebab akibat, ya tidak harus sebab akibat begini, tapi ada artian kalau kita lempar ke atas kan turun ke bawah ada gravitasi, itu kan sunatullah hukum alam, yang kita juga harus taati tapi jangan berarti pasti aku dapet itu, tidak bisa pasti insyaallah, bismillah Aku niatkan ibadah, gak dapat bermakna ibadah. Nah ini pengertian ini yang membuat nanti bahwa kalau rezeki tidak berbanding lurus selalu atau bukan hak kita dan ada haknya orang lain, kita gak akan ngekepin gini.
Ini kan hasil, ini kan enak aja, ini kan jeripayaku, kamu kok minta gitu aja. Ini harus hati-hati nih tentang makna apa konsep rezeki. Dan dengan konsep rezeki pun juga kita lebih mudah berbagi.
Kenapa? Gak takut rezeki diambil orang lain. Seperti peluru di medan perang, gak akan meleset.
Kan seperti itu ya Bang Remi, ini kok kayak ceramah aja saya jadi malu. Tidak, tidak apa-apa. Saya dengar. Nah jadi, ya itu lah yang ketiga ya apa namanya konsep rezeki. Yang keempat itu, nah ini yang saya selidiki ternyata kita lebih baik, yang paling penting itu justru malah menjaga proses.
Menjaga proses. Jadi hal-hal saja gak cukup. Ada yang disebut namanya toyib. Nah toyib ini banyak diproses sebetulnya. Toyib bisa berarti kadar, bisa berarti proses.
Ya contoh begini, kalau gampangnya kalau toyib itu gini, cabai itu halal, kalau kebanyakan nggak toyib. Ini bisa masalah kadar. Jomblo itu halal, kalau kelamaan nggak toyib. Nah gitu loh, istilah gitu ya. Nah itu masalah durasi, gitu ya.
Nah, ada juga yang proses, menjual itu halal. Tapi caranya bagaimana? Ada nggak toyib?
Setengahnya manipulasi, kan sekarang banyak tuh ilmu-ilmu penjualan yang kayak wow bombastis banget lah gitu ya. Masyatah-mastah bertimbulan kan membuat ilmu-ilmu selling, marketing yang macem-macem yang intinya sebenarnya menghasilkan sesuatu yang tidak ridho sama ridho. Padahal kan esensi dari jual beli adalah ridho sama ridho. Dan tidak merugikan, tidak dirugikan. Tidak dirugikan, tidak merugikan.
Intinya disitu. Nah dengan begitu kan keberkahan terjadi. Nah menjaga proses ini, Kita sebut yang keempat ini apa namanya, kebaikan dalam proses. Jadi menjaga kebaikan dalam proses. Dijaga halal dan toyib, termasuk apa?
Makanan. Ternyata makanan itu, Bang Helmi, itu ada hubungan sama, kan perut kita ini ada hubungan sama doa. Makanya orang-orang ahli ibadah itu banyak dimintain doa.
Yang biasanya banyak dari mereka adalah orang-orang tirakat. Agamanya apapun itu, apapun itu, mau dia bante, mau dia romo, mau dia kiai, atau ulama, atau wali, biasanya itu orang-orang yang ahli tirakat. Menjaga perutnya, itu doanya manjur.
Menjaga perut dari apa nih? Dari sembelihan yang tidak benar. Dan termasuk juga, kalau kita harusnya menjaga perut dari banyak hal nih ya.
Tidak hanya sekarang itu dari yang tidak halal, tapi juga yang tidak organik. Kenapa? Karena pasangannya, makanan-makanan yang non-organik ini, adalah farmasi. Sehingga kalau Pak Gitu Wirawan nyebut, kita ini manusia setengah mutan.
Ya, atau disebut Saibok ya. Udah begitu diprogram sama stimulus. 3-4 jam, 5 jam sehari. Jadilah kita Saibok. Nah, ini dijaga.
Ini membuat kita itu, gerakan kita itu sampai menimbulkan kampung juragan yang kita ingin mulai mengecilkan lingkaran kita menanam pertanian, pertanakan, perikanan terpadu. Ini proyeknya? Iya, proyek apa, akhir lah. Endgame? Endgame Ya, InsyaAllah ini mempersiapkan kematian.
Dia? Di Kampung Juragan, di Cina Cina Cipanas di Kecianjur. Ada komunitasnya dari Saya yang kena pindahin ke sana? Dari alumni itu. Alumni?
Insya Allah dari... Anda udah punya berapa alumni sih? 5.000 lebih sih. 5.000 lebih?
Iya. Dari alumni itu kita bersepakat untuk pindah yang sudah satu vibrasi, satu value. Pindah, yuk kita beneran hijrah bersama-sama tidak hanya bicara masalah agama ya.
Tapi makanan kita benerin. Nah termasuk ini, pakaian. Ini harus jadi serat-serat yang organik nantinya.
Ini dari bambu sekarang ya? Kalau ini dari linen. Bambu juga kita udah pakai juga yang serat bambu.
Apa namanya? Kamu bambu. Tapi katun bambu itu masih banyak yang import sih dari China.
Karena ekonomi off-skillnya mungkin belum tercapai. Nah, itu yang kita desain, membangun itu, prototypingnya. Kenapa kita mendesain itu?
Karena yang ke-5. Yang pertama tadi makna sukses, angka cukup, terus kemudian konsep rejeki. Kebaikan dalam proses, dan yang terakhir nih, berjamaah dalam kebaikan.
Kita tidak bisa membangun ekosistem kalau sendirian. Kita dalam, makanya apa sih endgame kita? Membangun sistem perekonomian mandiri yang rahmatan lil'alamin. Nah, sistem perekonomian ini harus ada ekosistem, ekosistemnya agak berat kalau kita berjauhan.
Dikecilin duluan di satu kampung, dibangun di situ, dibuat sistemnya. Karena ekosistem tanpa ekosistem gak bisa. Tanpa aturan gak bisa.
Wow. Iya. Sudah jalan atau baru berencanaan?
Target tahun ini kita, the power of the faith kita paksakan untuk pindah. Saya akan pindah duluan. Bersama pesantrennya guru kita akan kita pindahkan duluan. Ini pesantren dari, jadi kan tadi ada guru saya, ada guru dari yang diutus oleh guru saya untuk menampingi kita. Ada satu ustad lah ya.
Itu kita rencana akan bangun. pesantrennya duluan. Belum sekarang pesantren ada di daerah Ciapus. Akan kita pindahin di sana. Habis penggunaan pesantren, nanti saya juga pindah ke situ juga.
Insya Allah mulai pembangunan tahun ini. Jalan sudah mulai dibuka. Tahun depan sudah siap teman-teman yang lain pindah. Tapi tahun ini saya akan paksakan, setidaknya saya kontrak rumah dekat situ untuk mengawasi pembangunan. Darma tadi di daerah Cipanas, Cianjur.
Cipanas Cianjur. Dan sekolah kita kita pindahin situ. Baru-baru nanti jalur puncak 2 selesai.
Itulah saya dengar kabar itu, ya sudah. Padahal kita itu tidak menginginkan daerah ini. Jadi ini daerah yang saya tidak pilih.
Berapa hektare? Perizinan 60 hektare. Yang sudah kita pilih itu 13 hektare. Oke, luar biasa.
Ya, endgame. Endgame ya. Saya juga punya endgame dengan sisa saya.
Semua orang punya game mereka sendiri ya, endgame. Oke keren, saya senang sekali kita bisa berdiskusi, saya belajar banyak. Masyaya Allah.
Angka cukup tadi the power of less ya. Belum Ya itulah. Tiba-tiba saya memposting itu hanya meresume satu buku. Belum Wow yang nonton banyak banget. Terus di retweet, di repost.
Jadi menurut saya sih kadang-kadang cukup is enough ya. Nah begitu kita merasa cukup. Ya. Akhirnya kita banyak bersyukur.
Kalau kita nggak pernah cukup, nggak pernah cukup, distimulus oleh macem-macem itu tadi itu, akhirnya jadi kufur. Begitu kufur, kena adab. Kalau bersyukur dapat nikmat. Ya, apa sih?
Makan juga tetap nasi lah ya. Malah nasinya saya udah berkurang banget. Iya.
Dan tadi tuh Bang Emi, sebenarnya tadi itu endgame yang berjamaah dalam kebaikan tadi itu, itu sebetulnya relate dengan Al-Aqraf 96. Jadi kan intinya, jika kita ini, mu'minin ini, dalam arti berjamaah ya, berkumpul, penduduk-penduduk negeri atau penduduk negeri-negeri, melakukan perintah dan menjauhi larangan semua itu tadilah menjalankan perintah dalam artian halal ta'yib tadi itu sudah tersampai semuanya dan ini bersama berjamaah bersama-sama Allah itu berjanji, ini janjinya Allah akan diturunkan keberkahan-keberkahan bukan satu keberkahan, jadi keberkahan-keberkahan keberkahan kuadrat dari langit dan bumi, artinya kalau kita menjaga alam, alam akan menjaga kita baik, terima kasih sama-sama Kontroversial tapi esensinya dasyat ya. Saya senang sekali karena beliau difrensiasinya tuh tegas banget. Ya banyak penulis buku tapi apakah dibaca orang itu persoalan. Saya pun banyak penulis buku tapi tiap kali saya nulis buku juga direnungkan.
Ini laku gak ya dalam arti dibaca orang atau tidak. Kita gak mikirin duitnya. Saya nulis buku semua buku saya saya terbitin sendiri kok. Ya saya terbitin sendiri karena saya bilang. Kalau kita ke penerbit ya, kan tau sendiri, agak gak fair tuh, cuman royalti 10%.
Belum Masyaih dipotong pajak lagi? Iya, korang pajak, gak bisa kita kontrol, laporannya 6 bulan sekali. Database gak dapet? Iya, gak dapet. Saya laku berapa juga kita gak pernah tau.
Belum Ya, jadi menurut saya ini satu hal juga yang menarik-menarik untuk kita. Makasih. Bagaimana?
Semoga-moga semangat. Saya berhormat. Semoga sukses.
Amin Ya. Sama-sama. Kapan-kapan kita ngobrol lagi? Setiap Sekarang saya tahu, oh iya dulu saya pernah ketemu.
Iya, dan yang meng-organize yang Bang Rut itu, jadi orang berkualitas. Saya, ya. Saya, Pak. Kalau saya ke Batam, saya cari. Masyaih di Batam, Leo?
Masyaih di Batam. Oke, itulah diskusi saya ngobrol. Saya lebih banyak mendengar, gitu. Karena banyak hal baru, banyak hal yang, oh, ini sama dengan saya.
Oh, ini juga saya lakukan. Menarik sekali dan saya belajar banyak. Semoga Anda juga banyak belajar dari Saya Setiaudi. Dan kita jumpa lagi dengan tamu-tamu hebat saya selanjutnya dalam Helmi Bicara.
Bye. Terima kasih sudah menonton Helmi Bicara. Jangan lupa untuk like, komen, share, dan subscribe. Terima kasih telah menonton!