Apakah di daerah tempat tinggal kalian sering terjadi banjir atau genangan saat terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi atau ekstrim? Memang kejadian banjir memiliki banyak faktor yang menyebabkannya. Salah satunya mungkin karena sistem drainase yang buruk atau sistem drainase yang tidak bisa bekerja secara optimal karena saluran drainase yang tersumbat, dan lain-lain. Sehingga, perencanaan sistem drainase yang baik sangat dibutuhkan untuk meminimalisir kejadian banjir.
Drainase akan menjadi topik pembahasan kita kali ini, yaitu akan dibahas bagaimana merencanakan sistem drainase yang sustainable atau berwawasan lingkungan. Capaian pembelajaran mata kuliah ini adalah diharapkan mahasiswa mampu merencanakan sistem drainase beserta bangunan pelengkapnya dengan Mempertimbangkan prinsip-prinsip rekayasa berdasarkan standar teknis, aspek kinerja, keandalan, kemudahan pelaksanaan, keberlanjutan, serta memperhatikan faktor-faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Drainase perkotaan berwawasan lingkungan dapat diartikan sebagai prasarana drainase di wilayah kota yang berfungsi mengelola atau mengendalikan air permukaan dari limpasan air hujan sehingga tidak menimbulkan masalah genangan, banjir, dan kekeringan bagi masyarakat dan bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup. Dalam merencanakan sistem drainase, paradigma lama yang digunakan yaitu mematuskan atau membuang secepatnya air kelebihan, terutama air hujan, lalu dialirkan ke saluran drainase, kemudian dibuang ke badan air terdekat atau sungai, dan akhirnya dibuang ke laut.
Dalam hal ini, Upaya yang dilakukan adalah membuat jaringan saluran dan bangunan pelengkapnya untuk membuang sesegera mungkin air genangan ke saluran. Tetapi paradigma yang seperti ini memiliki kelemahan, yaitu masalah banjir, genangan, dan kekeringan masih dipandang sebagai masalah lokal dan sektoral, yang dapat diselesaikan secara lokal dan sektoral juga. tanpa memperhatikan kondisi sumber daya air dan lingkungan di bagian hulu, tengah, dan hilir secara komprehensif, sehingga sudah tidak relevan dalam perencanaan drainase yang sustainable. Saat ini, penanganan drainase mengacu pada antisipasi perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan, serta pengembangan perkotaan. Dengan perkembangan berpikir komprehensif serta didorong oleh semangat antisipatif perubahan iklim yang dewasa ini terjadi dan perubahan tata gunalahan yang tidak terkendali, maka diperlukan perubahan konsep drainase menuju ke drainase yang berwawasan lingkungan atau eco-drainase.
Dengan menahan sebanyak-banyaknya debit limpasan pada kawasan tersebut, sehingga tidak akan membebani badan air atau sungai ketika hujan dengan intensitas yang tinggi terjadi. Sistem drenase merupakan keterpaduan secara menyeluruh dari elemen drenase yang saling berhubungan baik guna mencapai suatu tujuan drainase. Sistem drainase menurut cara pengalirannya dibagi menjadi sistem gravitasi, yaitu air mengalir karena perbedaan tinggi, dan sistem pompa, yaitu pengaliran dibantu pompa karena muka air dihilir lebih tinggi dibanding muka air dihulu. Sistem drenase menurut hidrolik aliran dibagi menjadi sistem terbuka, yaitu air dalam saluran mempunyai permukaan bebas, dan sistem tertutup, yaitu air dalam saluran mengalir atas tekanan dan tidak memiliki permukaan bebas. Sementara sistem drenase menurut jenis air di saluran dibagi menjadi sistem tercampur, yaitu air hujan dan limbah, mengalir dalam saluran yang sama dan sistem terpisah di mana air hujan dan air limbah mengalir di saluran yang berbeda Di Indonesia, mayoritas sistem drenese yang ada adalah sistem tercampur Dalam hal ini, dalam ilmu rekayasa atau perencanaan maka harus diperhatikan kondisi paling kritis sehingga dalam sistem tercampur Biasanya, debit limpasan air hujan adalah lebih besar dari limbah dan buangan dari rumah tangga, sehingga selanjutnya dalam perencanaan akan dihitung dari air hujan.
Dalam sistem drainase, tentunya terdapat komponen drainase, yaitu daerah aliran sungai atau drainase. das, jaringan saluran, dan sistem pembuangan akhir atau biasa disebut dengan badan air. Di dalam perencanaan sistem drainase, kondisi paling kompleks adalah pada pembuangan akhir karena berhubungan dengan kawasan lainnya, sehingga dalam perencanaan jangan sampai memindahkan masalah banjir ke kawasan lain. sehingga tidak sesuai dari tujuan penanganan drainase berwawasan lingkungan.
Dalam perencanaan sistem drainase, direncanakan juga beberapa bangunan pelengkap dari fasilitas drainase, yaitu perencanaan gorong-gorong, kolam tampung, sistem pintu air, sistem pompa, Beberapa fasilitas drainase jalan seperti bug control, manholes, street inlet, dan juga bangunan terjun apabila topografi medan cukup curang. Dalam merencanakan drainase, diperhatikan respon dari air hujan terhadap efek pembangunan. Sebelum pembangunan, kondisi lingkungan masih alami. Tentunya, kawasan tersebut masih mempunyai evapotranspirasi yang tinggi, simpanan air yang cukup baik, resapan air yang tinggi, dan surface runoff atau debit limpasan yang kecil. Sementara, setelah pembangunan, di mana terjadi perubahan tata gunalahan yang masif, membuat evapotranspirasi menjadi rendah, simpanan air juga tersebut.
juga rendah, resapan air rendah, dan surface runoff menjadi besar. Dalam hal ini, perubahan kondisi di atas bila tidak diimbangi dengan perencanaan trenase yang baik dan sustainable dapat menyebabkan terjadinya banjir dan juga kenangan yang tentunya akan sangat merugikan bagi kita semua. Banjir dapat didefinisikan sebagai kondisi muka air di sungai lebih tinggi dari muka air normal.
Selama aliran tetap dalam palung sungai, maka tidak akan menjadi masalah. Kecuali, bila merusak palung sungainya sendiri, muka air meningkat dan meluap ke daerah sekitarnya, maka akan menjadi masalah banjir yang akan merugikan bagi sekitar. Dalam hal ini, mitigasi banjir sangatlah penting, termasuk pengelolaan daerah sungai secara terpadu dan pengelolaan bantaran sungai.
Proses terjadinya banjir tentunya disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor kondisi alam, yaitu pengaruh dari kondisi geografi, topografi, dan geometri dari aliran sungai. Faktor geografi berpengaruh apabila kota dibangun di tepi pantai. Pengaruh pasang laut akan menyebabkan sebagian aliran tidak dapat mengalir secara gravitasi yang akan menyebabkan genangan. Aliran air dalam sungai akan mengalami kenaikan akibat backwater yang dapat menyebabkan overtopping. dan dapat menyebabkan banjir di dalam kota.
Sebaliknya, apabila kota dibangun di daerah pegunungan, akan menyebabkan lahan resapan air akan tertutup oleh bangunan dan infrastruktur dan akan meningkatkan debit banjir yang akan mengancam kota yang ada di bagian hilir. Sementara, untuk faktor kondisi topografi, Pada kondisi topografi yang bergelombang, maka untuk kota yang berada di bagian rendah akan rawan terkena banjir dan kenangan. Faktor geometri aliran sungai berpengaruh terhadap beberapa kondisi, yaitu apabila kemiringan dasar sungai yang terlalu besar, maka akan menimbulkan gerusan pada dasar sungai. Hal semacam ini akan menyebabkan sedimentasi pada bagian hilir yang datar sehingga dapat menyebabkan saluran atau sungai cepat menjadi dangkal.
Sementara untuk daerah meandering, umumnya terjadi pada alur sungai di mana kemiringan alur sungai sudah semakin berkurang, kecepatan aliran berkurang, dan terjadi pengendapan yang membelokkan aliran sungai. Faktor kedua yang mempengaruhi terjadinya banjir yaitu faktor dari peristiwa alam. Faktor peristiwa alam yang pertama adalah curah hujan.
Intensitas hujan yang tinggi merupakan faktor penyebab terjadinya limpasan yang besar, yang dapat menimbulkan banjir dan kenangan. Sementara, faktor peristiwa alam yang kedua adalah pasang surut air laut. Tingginya pasang air laut merupakan faktor penyebab terjadinya air balik atau backwater di sungai, yang bisa meluap ke daratan yang dapat menimbulkan banjir dan genangan di kota yang berada di tepi pantai.
Faktor terjadinya masalah banjir yang ketiga adalah faktor kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang bersifat dinamis yang dapat menimbulkan banjir diantaranya Penyimpangan Rencana Umum Tata Ruang atau RUTR yaitu pembangunan pada dataran banjir yang tidak sesuai dengan peruntukan dalam suatu wilayah atau suatu das Pemukiman di bantaran sungai dan di atas saluran drainase Pengambilan air tanah yang berlebihan menyebabkan penurunan tanah Pembuangan sampah oleh masyarakat ke dalam saluran drainase juga dapat menimbulkan masalah banjir, dan pemeliharaan rutin yang terabaikan juga dapat menjadi faktor dari masalah banjir. Di Indonesia, adanya urbanisasi menimbulkan beberapa permasalahan di daerah perkotaan, termasuk Terjadinya peningkatan dari volume banjir dan percepatan limpasan di sungai, sehingga terjadi perubahan dari hidrograf banjir.
Berikut adalah ilustrasi dari perubahan hidrograf banjir dari sebelum pembangunan dan kondisi setelah pembangunan. Debit limpasan pada kondisi sebelum pembangunan atau kondisi awal adalah sekitar 25%. Apabila terjadi pengembangan das tidak terkendali, akan berubah sebaliknya menjadi debit limpasan sekitar 75% dan dapat meningkatkan risiko banjir di wilayah tersebut. Oleh karena itu, dalam perencanaan trainer sesaat ini adalah mengandung pada prinsip Zero Delta Q Policy, yaitu adalah zero kenaikan excess runoff sebagai bentuk sinergi antara upaya eco-train dengan penyelenggaraan tata ruang. Zero kenaikan excess runoff diartikan sebagai konsep pembangunan.
Dan pengembangan yang dilakukan dengan upaya untuk tidak menambah runoff Akibat meningkatnya nilai koefisien pengaliran akibat pembangunan atau C Dari koefisien natural di das tersebut Sehingga, untuk solusi pengelolaan drainase perkotaan secara terpadu berwawasan lingkungan atau ekodrain adalah diupayakan untuk mengelola air kelebihan dengan cara menampung, meresapkan, mengalirkan dan memelihara sehingga tidak menimbulkan genangan yang berbahaya bagi lingkungan. Dari pengertian ini dapat diurekan 4 klasterisasi penanganan drainase yaitu tampung, resapkan, alirkan, dan pelihara. Sekian untuk materi kita kali ini.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.