Terima kasih. kembali di Indonesia Lawyers Club. Bahkan ini diskusi yang rame di tengah masyarakat adalah tentang pilkada yang serentak di seluruh Indonesia.
Dan percaturan antar partai juga sangat sengit. Ada yang lagi mencari gandengan. ada yang punya target dan macam-macam isunya. Dan ini mengalahkan kasus-kasus kriminal yang juga banyak terjadi di negara kita dan apalagi ada kasus Bina dan Eki, ada Apip di Padang, ada lagi yang di...
Surabaya, Tanur yang dipenis bebas, tapi semuanya dikalahkan oleh diskusi tentang pilkada tadi. Karena itu malam ini kita akan tampilkan soal pilkada. Dan target di pilkada ini yang isu yang berkembang adalah bahwa Anis akan terjegal.
Tapi Bobi di Sumatera Utara akan mantap karena bisa mengumpulkan semua partai politik untuk mendukungnya kecuali PDIP. Dan Kaisang yang tanda-tanya, karena Kaisang sendiri bicaranya bolak-balik juga. Dia bilang siap dan bahkan bisa mengalahkan.
Ridwan Kamil ataupun Anies kalau mencalonkan. Tapi di lain pihak dia juga ngomong agak ke Amerika. Ini mana yang benar dan sejarah nanti akan menentukan. Makanya judulnya tadi saya bacakan Anies Terjegal, Bobi Mantap, Kaisang Melenggang. Dan untuk pembuka kita lihat dulu VT berikut ini.
Bapak belum menyanakan kalau ini berarti tegas kalau Bapak bakal maju lagi gitu? Ya, jadi saya menerima kepercayaan dari PKB. Karena itu saya sampaikan bismillah kami bersiap untuk meneruskan ke periode kedua.
Tanyakan yang mempunyai nama Kaisang Pangarep Khusus DKI, saya siap, siap melawan Pak Anies Baswadan Saya pun juga siap untuk melawan Pak Ridwan Kamil Baik, Bapak-Ibu, saya akan memulai diskusi ini Dan minta secara Umum pandangan dari pengamat politik dan juga dosen ilmu politik Universitas Nasional Jakarta, selamat ginting. Baik Bang Karni. Pilkada serentak ini tentu saja tidak bisa dipisahkan dari residu politik pemilu yang lalu, terutama pemilu presiden. Residu itu akan terus berjalan dan bersamaan dengan waktu yang tidak lama lagi, ini pilkada tinggal dua pekan lagi pendaftaran.
Lalu kemarin sudah diumumkan bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mengumumkan kabinetnya pada tanggal 21 lalu juga akan pelantikan dan keesokan atau lusanya. akan segera rapat kabinet. Nah, pilkada ini tentu saja, ya, Oktober, ya, tentu saja pilkada ini juga terkait dengan kepentingan-kepentingan politik partai, terutama untuk ikut dalam kabinet.
Kita ketahui bersama bahwa Koalisi Indonesia Maju itu, Tentu saja ada dua gajah yang cukup besar dalam hal ini, Golkar dan Gerindra. Nah dampak ketika Pilpres saja, ketika Gerindra dan Golkar itu bersaing, maka jalan tengahnya antara lain adalah keputusan yang dianggap konsensus adalah yang diusulkan oleh Jokowi, Presiden Jokowi. Suka tidak suka menurut saya Presiden Jokowi adalah ketua umum partai dalam tanda petik Koalisi Indonesia Maju sehingga perannya cukup besar.
Persoalannya lagi adalah pada saat pilkada serentak ini itu sebenarnya dalam proses peralihan pergantian kepemimpinan nasional dan ketika nanti dilantik kalau tidak ada halang merintang Presidennya adalah sudah presiden terpilih Prabowo Subianto. Nah bagaimana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seperti judulnya itu tadi bahwa Anies akan terjegal. Posisinya 50-50.
Artinya sangat mungkin Anies terjegal. Mengapa terjegal? Kita bisa lihat belum ada itu yang namanya tradisi politik.
ke NU yang dalam hal ini dijalani oleh Partai Kebangkitan Bangsa duduk di luar pemerintahan. Tidak biasa itu. Jadi kemungkinan Kim plusnya itu PKB kemungkinan akan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju.
Baru Kim plus. Apakah ada plus-plus lagi? Kita lihat bagaimana PKS PKS ternyata mendukung Bobi di Sumatera Utara.
Artinya dia sudah menghitung juga kalau berlawanan dengan keinginan presiden terpilih Prabowo Subianto, kemungkinan tidak akan diikut sertakan di dalam kabinet. Maka sampai saat ini belum ada pendaftaran, PKS pun dalam beberapa pekan ini tidak pernah lagi membahas nama Anies Baswedan. Jadi sangat mungkin PKS juga membatalkan, kecuali PKS bisa atau Anies mau di-PKS-kan.
Karena Anies ini tidak berpartai, independen, kecuali Anies mau di-PKS-kan, maka kemungkinan ini PKS bisa maju. Tapi dengan gambling, kalau tetap dukung Anies, apakah kemudian akan diberikan kesempatan untuk masuk di dalam kabinet? Ini dalam tanda petik, PKS itu kan juga selama 10 tahun beroposisi, itu bisa dibilang miskin bang, tanda petik.
Biaya untuk membina, merawat konstituennya itu agak berat. 10 tahun di era SBY. Dia duduk dalam pemerintahan. Sehingga kemungkinannya adalah PKS juga akan bergabung di Koalisi Indonesia Maju.
Nah tinggal sekarang adalah Nasdem. Apakah Nasdem berani melakukan perlawanan seperti pada saat Pilpres? Sangat mungkin Nasdem juga akan kemudian mempertimbangkan kembali Anies.
Tapi itu juga kita lihat. Trik Nasdem ketika melepas AHY kemudian mengambil Muhyiddin Iskandar bisa terjadi juga. Artinya posisi aman Anis Sohibul Iman itu bisa jadi tidak aman dan ketika PKS lengah dalam pengertian bergabung dengan Kim, bisa saja Nasdem tetap akan mendukung Anis dan posisi wakilnya dipegang oleh Nasdem.
Bagaimana kemudian dengan PDIP? Saya melihat bahwa Kim Plus itu hanya akan ada di wilayah-wilayah provinsi-provinsi strategis. Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara, Jawa Tengah.
Jadi tidak semuanya akan dilakukan. Upayanya adalah melihat atau membendung kekuatan-kekuatan PDIP yang cukup kuat di sejumlah wilayah. Memang di Sumatera Utara punya golden ticket PDIP, tapi di Jawa Tengah PDIP juga bisa, lalu di Jawa Timur belum. Nah ini posisi PDIP ini mirip seperti hasil pemilu 1999 ketika menghadapi pemilihan presiden di MPR, di mana PDIP dikeroyok, muncul poros tengah waktu itu.
PDIP kemudian tidak berdaya dikeroyok. Nah kemungkinan ini juga bisa terjadi. Tinggal kita menunggu manuver yang akan dilakukan PDIP. Persoalannya kalau Jakarta misalnya koalisi perubahan gabung semua ke koalisi Indonesia Maju maka nyaris itu RK yang sudah diusung oleh koalisi Indonesia Maju. berpotensi berhadapan dengan kota kosong.
Kota kosong ini tentunya menurut saya tidak sehat bagi demokrasi dan ini pertaruhan juga bagi Prabowo yang katanya akan memperjuangkan demokrasi. Apakah kemudian akan melakukan hal itu? Jika seperti saya bilang tadi Nasdem berani main dua kaki dalam pengertian, tidak apa-apa.
jatahnya dipotong dari tiga menjadi dua atau satu, tapi boleh maju berkontestasi mendukung Anies misalnya di Jakarta, maka pilihan PDIP tidak ada jalan lain, adalah ikut mendukung Anies. Ikut mendukung Anies. Tapi ini kan masih, waktunya masih ada, saya kira PDIP juga terus melakukan komunikasi politik dengan sejumlah pemerintah.
partai termasuk dengan PKB yang bisa saja dengan Idha Fauziah itu bergabung dengan PDIP untuk melawan RK. Jadi kemungkinannya di Jakarta adalah apakah dua pasang atau satu pasang. Kalau satu pasang otomatis akan berhadapan dengan kota kosong.
Nah kita bisa lihat. Bagaimana tadi dalam judul itu juga disebutkan Bobi melenggang di Sumatera Utara. Sampai sekarang di luar dugaan PKS yang semula ada kecenderungan mendukung Edi Rahmayadi, ternyata tidak.
Jadi PDIP nyari sendirian ini di Sumatera Utara. Kemudian di Jawa Tengah juga begitu. Kalau melihat elektabilitas Jokowi di Jawa Tengah itu, diluar dugaan tinggi sekali, sekitar 85 persen. Sehingga siapa yang di-endorse oleh Jokowi di Jawa Tengah kemungkinan akan menang.
Nah disinilah kemudian menurut saya, Kesang akan lebih condong dipasang di Jawa Tengah ketimbang di Jakarta. Karena ketika dicoba untuk... dimunculkan di kota Depok itu tidak ada reaksi positif, di kota Bekasi juga begitu, di Jakarta ternyata cuma 1%.
Itu elektabilitas kalau posisinya sebagai Cagup. Sebagai Cawagup tentu akan berbeda. Sama seperti kasus Gibran dulu ketika dimunculkan sebagai Capres itu tidak laku. Tapi begitu Cawapres pelan-pelan naik. Jangan-jangan kemudian Kesang juga akan diplot ke sana.
Jadi saya kira keluarga Presiden Jokowi juga akan menjadi perhatian bagaimana misalnya seperti saya kemukakan tadi, persaingan antara dua gajah di Koalisi Indonesia Maju justru akan menguntungkan posisi Jokowi. Akhirnya jalan keluarannya seperti itu. Bagaimana Golkar mengalah menyerahkan RK yang semula lebih realistis untuk menang di Jawa Barat, tiba-tiba kemudian muncul...
menjadi konsensus bersama mendukung RK di Jakarta. Artinya apa? Saya kira sudah ada operasi-operasi politik untuk mendukung RK agar tidak punya lawan.
Nah, komposisi ini tentunya juga akan berpengaruh pada pemilu presiden lima tahun yang akan datang. Kalau Anies tidak punya perahu, tidak punya panggung politik, Pada tahun 2024 ini dia berpotensi menjadi, mohon maaf, gelandangan politik karena dijegal untuk Pilpres 2029. Walau walam, kita ingin lihat juga manuver PDIP ini belum kelihatan sekali. Siapa yang akan ditonjolkan? Belum ada figur-figur yang sangat kuat yang ditampilkan PDIP di daerah-daerah. di mana PDIP kuat, di Jakarta tidak muncul nama yang sangat kuat selain Ahok.
Ahok ada resistensi politik dan itu juga bisa kemudian PDIP akan berpikir kembali. Begitu juga di Jawa Tengah saya kira ada persoalan yang dihitung oleh pengamat, para pengamat posisi. Komisaris Jenderal Lutfi, belum ada dalam sejarah era reformasi, Kapolda menjabat 4 tahun lebih. Dan ini Lutfi menjabat Kapolda Jawa Tengah 4 tahun lebih. Sangat dekat dengan Presiden Jokowi dan dia sudah dalam tanda petik curi star.
Apakah kemudian PDIP tetap akan mengusung Andika Perkasa di sana dalam waktu? tempo yang tinggal dua pekan lagi untuk pendaftaran, saya kira juga kita tidak tahu. Nanti mungkin Bung Adian yang akan menjawab, apa strategi politik, apa strategi komunikasi politik yang akan dilakukan PDIP untuk Pilkada kali ini.
Jangan-jangan seperti Pilpres di MPR tahun 1999, PDIP dijadikan common enemy. Tapi saya pikir PDIP harus dibantu jangan sampai kita akan berhadapan dengan kota kosong. PDIP saya kira sebagai partai yang memperjuangkan ide-ide demokrasi harus berjuang keras untuk menghasilkan kandidat-kandidat untuk melawan kota kosong itu.
Saya kira ini pembukaannya Bang. Baik. Tapi kalau di Jakarta saya kira tidak perlu kota kosong.
Karena bukan ada calon Anies Bayu, tapi calon independen ada. Dharma paling good. Jadi bisa nanti Rinduan lawan Dharma. Bisa saja bang, kita tunggu lagi apakah kemudian cukup untuk pendaftaran nanti di waktu pendaftaran.
Apakah tetap maju? Kita dulu juga ingat Ahok ingin maju dari jalur independen kemudian berubah. Karena gak cukup, kalau ini udah cukup dia punya suara untuk maju sebagai calon gubernur.
Nah apakah dia serius mau jadi gubernur atau sekedar... untuk pemberitaan gitu. Tapi saya kira dia serius karena dia juga ada pensiun dari Polri. Jadi kalau itu, tapi yang menarik tadi kan Anis itu yang didukung sebelumnya gegap kepita ya. Iya.
Ada Nasdem, PKS, PKB, dan bahkan dari Nasdem bilang tanpa syarat. Jadi Anies gak perlu. Tapi itu diucapkan oleh elit-elit di lingkungan provinsi Bang. Belum elit nasionalnya. Sehingga sebelum didaftarkan bisa saja berubah.
Ya, tiba-tiba sepertinya akan ditinggal. PKS juga akan meninggalkan dari. Dan PKB ya mungkin lebih duluan kalau meninggalkan.
Artinya. Ini kan fenomena yang menarik dari proklamasi yang paling awal itu. dari partai politik untuk Anies. Tiba-tiba sekarang kok jadi trauma kami.
Ini bagaimana Pak Selamat Ginting melihat fenomena ini? Apa yang terjadi di balik? Ya, residu politik Pilpres itu juga masih sangat lekat terutama bagi partai Gerindra ya. Penilaian Anies yang memberikan nilai 11 dari 100, saya kira akan menyakitkan sekali bagi partai Gerindra.
Dan ini kemungkinan juga akan ada dalam tanda petik dendam politik untuk kemudian tidak memberikan tempat lagi bagi Anies. Gerindra kan sudah juga mengumumkan bahwa Anies itu pada saat maju dalam Pilgub Jakarta 2017, itu diberikan dukungan penuh oleh Gerindra. Karena itu kita lihat hasil Pilpres kemarin, Anies adalah lawan kedua terberat dalam pengertian urutan kedua.
Maka potensi Anies untuk maju lagi di 2029 inilah yang menjadi catatan bagi Koalisi Indonesia Maju. Selain Koalisi Indonesia Maju juga semua partai saya kira tidak ingin PDIP menang 4 kali. Jadi ini juga... menjadi catatan bagi partai politik bagaimana pertarungan politik itu bukan hanya pertarungan kandidat gubernur atau wakil gubernur, tapi juga pertarungan di antara partai politik itu sendiri.
Kita lihat misalnya di Banten saja, itu kan dibebaskan, Golkar misalnya dibebaskan tidak maju bersama koalisi Indonesia Maju. Jadi di daerah-daerah tertentu saja. Kim plus itu akan terjadi untuk membendung PDIP. Nah ini juga begitu soal posisi Anies yang kemudian antara akan diusung atau tidak itu juga sangat tergantung dari komunikasi politik yang akan dilakukan, yang sedang dilakukan oleh elit-elit partai.
Saya kira sudah ada pertemuan-pertemuan Kim dengan koalisi perubahan. untuk mencari jalan tengah dalam pilkada ini. Antara lainnya seperti itu.
Kalau Anda terus mengusung Anies, maka Anda tidak akan dapat tempat di kabinet. Nah, beberapa kali kita juga lihat, Bang, bahwa Anies menginginkan pertemuan dengan Prabowo. Tapi sampai saat ini belum ada lampu hijau pertemuan Anies dengan Prabowo. Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Jadi saya kira Gerindra yang luka hatinya itu sampai sekarang belum terobati menurut saya begitu. Dan itu dampaknya luar biasa terhadap Anies. Baik, tapi bagaimanapun Pak Selamat Ginting melihat Golkar. Golkar itu punya kan sekuat di Jawa Barat dengan Ridwan Kamil.
Artinya kalau Ridwan disana, hampir dipastikan dia yang akan terpilih. Walaupun ada Dedi Mulyadi dari Gerindra. Kalau memang ada dua Lisbe, atau dua raksasa di Kim, seharusnya Gokart tidak mengalahkan kepada Gerindra untuk mencalonkan. Ridwan Kabil di Jakarta. Itu kan berarti mengalah ke Gerindra.
Ini faktor apa menyebabkan Golkar mau mengalah kepada Gerindra? Faktor Prabowo Efek. Prabowo Efek atau Jokowi Efek? Prabowo Efek. Prabowo Efek sudah mulai berjalan karena Prabowo yang nanti akan segera memerintah.
Saya kira komposisinya adalah kalau... Golkar di DKI Jakarta, maka kemudian Gerindra yang kemungkinan akan menjadi wakilnya. Karena itu saya bilang tadi, kemungkinan Kesang adanya di Jawa Tengah.
Begitu juga kalau kemudian Gerindra memimpin atau diplot untuk jadi gubernur di Jawa Barat, maka Golkar yang akan diberikan tempat sebagai wakilnya. Yang menarik adalah, Nasdem ini kan ada tanda-tanda perlawanan sudah mengusung Ilham Habibi. Jadi ada kemungkinan Nasdem juga melakukan hal yang sama di Jakarta.
memberikan perlawanan. Nah tinggal kemudian apakah ada titik temu misalnya antara Nasdem dengan PKS, karena PKS juga cukup kuat di Jawa Barat. Bisa saja di Jawa Barat akan ada pertemuan antara Nasdem dengan PKS. Sohibul misalnya bisa juga kemudian ke sana. Saya kira itu juga sangat mungkin dan kita mesti dukung.
supaya jangan hanya ada satu salon dan itu berhadapan dengan kota kosong. Baik, Pak Selamat. Sekarang saya ingin tanggapan dari Dede Prayudi, bagaimana politisi PSI melihat ini.
Kayak islang ini ada pertanyaan sebenarnya. Dia bisa bilang bisa akan mengalahkan Anies ataupun RK di Jakarta, dua-duanya diborong. Ya saya pikir itu adalah. Ya saya lanjutkan. Sorry Pak.
Dan di lain pihak dia bilang pula dia akan ke Amerika menemani istrinya. Ini berubah aja dalam coba hitungan hari loh. Jadi bagaimana kita mengganggu ini?
Ngomongan mana yang benar? Dan kemudian juga kalau di Jakarta maksud dia itu dia calon gubernur atau calon wanggung. Dan tadi diramalkan dia justru lebih kuat untuk Jawa Tengah. Dia pilih Jawa Tengah atau Jakarta yang benar.
Kalau dia jadi calon di Pilkana ini. Tanya-tanya. Siap, yang pertama dulu ya, ketika Mas Kaya Sang mengatakan siap apabila memang warga menginginkan beliau untuk maju di Pilkada Jakarta, jadi warga yang dimaksud disini adalah warga DKI, maka memang sesuatu yang normatif saja sebenarnya Prof. Karni, ketika Mas Kaya Sang mengatakan siap melawan si A, si B, kalau memang warga yang menginginkan, kurang lebih seperti itu ya.
Tapi kan kita harus balik lagi Prof. Karni, salah satu kriteria, ya, ya, ya. kita mengusung atau memilih seseorang baik itu sebagai calon gubernur kah, atau wakil gubernur kah, atau bahkan di daerah tingkat 2, itu adalah kami berkomitmen untuk menjaga kekompakan dan soliditas Koalisi Indonesia Maju. Kurang lebih seperti itu ya. Jadi sebelumnya misalnya Mas KSang juga pernah mengatakan, oh Pak Anies bagus ya, lalu kemudian gak lama kemudian mengatakan Mas KSang, kayaknya sama Pak Anies gak cocok atau dan lain-lain. Memang segala kemungkinan itu masih bisa terjadi.
Tapi begini Prof. Karni, satu hal yang pasti ya di DKI atau yang sekarang disebut DKJ, PSI memiliki delapan kursi. Dan karena kami memiliki delapan kursi, kami merasa layak untuk kami memajukan salah satu. kader terbaik kami di kontestasi pilkada DKJ atau Jakarta lah.
Dan suka enggak suka memang nama Mas Kaisang adalah salah satu kader terbaik kami. Jadi begini, di PSI itu selain ada kriteria-kriteria yang sudah dibuatkan oleh DPP terkait dengan siapa-siapa saja atau fitur-fitur apa yang harus dimiliki oleh seseorang, kita juga mempunyai prosedur internal. Dan di prosedur internal kami, DKJ sudah melakukan pleno di tingkat kabupaten kota yang ada enam.
Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Selatan Utara, dan juga Kepulauan Seribu. Masing-masing Dewan Pimpinan Daerah sudah menyetorkan antara lima sampai enam nama Prof. Erni. Untuk diolah di DPW atau PSI tingkatan provinsi dalam hal ini adalah Jakarta.
Nah. dari setiap DPD selalu muncul nama Mas Kaisang. Itulah kenapa saya berani mengatakan bahwa Mas Kaisang adalah salah satu kader terbaik kami.
Tapi memang enggak hanya nama Mas Kaisang yang muncul ya, tapi kalau nama Mas Kaisang ini selalu muncul. Dan memang yang menariknya kedua, juga selalu muncul nama Kang Emil, Pak Ridwan Kamil, di masing-masing DPD yang ada enam itu. yang sekarang lagi di shortlist oleh DPW untuk kemudian didiskusikan oleh DPP. Nah kalau sudah di tingkatan DPP tentu saja variable menjaga soliditas dan kekompakan Indonesia Maju, koalisi Indonesia Maju itu tentu betul-betul kami perhitungkan.
Nah pertanyaannya kemudian, tadi kan sudah dikatakan oleh Pak Selamet ya, bahwa elektabilitas Mas Kaisang di Jawa Tengah itu dapat dikatakan lebih baik daripada di Jakarta. Memang betul? Salah satu yang kami lihat di dalam mengusung seseorang itu adalah akseptabilitas. Akseptabilitas ini terukur karena indikatornya angka yaitu elektabilitas.
Tapi kan enggak hanya itu, tapi enggak hanya itu dan yang harus dilihat akseptabilitas itu bukan hanya posisi saat ini, tapi juga trennya dari waktu ke waktu. Bisa saja saat ini rendah, tapi kemudian kita lihat di beberapa minggu kemudian dia sudah mulai naik. Nah ini kami perhitungkan bisa saja sebaliknya sekarang dia lagi tinggi kita lihat bulan-bulan berikutnya ternyata dia turun dan ini juga kami lihat. Di samping memang ada kriteria lain yaitu integritas dan juga kapasitas. Kapasitas ini kaitannya dengan apakah calon tersebut memahami problematika di daerah yang akan dipimpinnya dan bagaimana calon tersebut kemudian menawarkan solusi-solusi untuk masyarakat.
Kurang lebih seperti itu ya. Juga ada kecocokan dengan DNA PSI yaitu anti korupsi dan anti intoleransi artinya ketika seseorang sudah pernah terindikasi korupsi maka kami tidak akan mencalonkan. Apabila seseorang pernah terindikasi melakukan upaya yang sifatnya memecah belah berbasis rasial tentu saja kami tidak bisa calonkan. Nah kurang lebih seperti itu tapi untuk poin yang kedua dan yang ketiga itu memang bukan sesuatu yang terukur dengan angka. Artinya apa?
Artinya memang perlu didiskusikan secara intensif di internal kami. Nah, kaitannya dengan Jawa Tengah sekarang ya, Jawa Tengah Mas Kaya Sang sudah menyatakan secara gamblang ya, bahwa PSI mendukung Irjen Lutfi untuk maju sebagai Jawa Tengah 1. Dan ini pun juga sebenarnya inline ya dengan apa yang sudah diekspresikan oleh Partai Girindra misalnya, oleh juga Partai Golkar misalnya. Dan ini...
adalah bagian dari upaya kami untuk menjaga soliditas dan kompakan Indonesia Maju. Nah terkait dengan di Jakarta, betul kata Pak Selama tadi ya, bahwa satu survei-survei yang sudah keluar selama ini adalah survei untuk DKI 1 atau DKJ 1 ya, untuk gubernur. Akan tetapi kalau kita melihat segala opsi, nah ini kan PSI masih melihat berbagai opsi yang tersedia, bisa saja ya, Kalau misalnya nama Mas KSang masuk sebagai Jakarta 2 misalnya ya, seperti Mas Gibran kemarin ini, bisa saja plot twist atau justru dia bisa ngangkat. Kurang lebih seperti itu ya.
Jadi ini juga masih kita lihat sampai dengan sekarang, tapi yang jelas kembali lagi kepada kalimat Mas KSang kemarin bahwa apabila warga menginginkan Mas KSang siap untuk maju di Pilkada DKI. Sebagaimana juga untuk di Pilkada... Nah, kaitannya dengan, ini yang terakhir ya Pak Karni ya, kaitannya dengan, kalau ini urusan agak personal ya, saya enggak berani nanya ke Mas Kaisang soalnya. Memang betul ya, Mbak Iryana itu saat ini sedang mengandung dan memang betul saya juga sudah dengar, Mbak Iryana, mohon maaf, Mbak Erina, Erina Gundono ya, sedang mengandung dan jadi dimaafin ya. Dan memang benar saya juga sudah mendengar dari jajaran pengurus DPP PSI bahwa beliau akan melanjutkan studinya Prof. Karni ke Amerika Serikat.
Dan memang benar bahwa Mas Kaisang bisa saja menemani sang istri untuk ke Amerika Serikat. Nah ini artinya apa? Ini artinya kita tidak sedang hanya membicarakan Mas Kaisang akan maju di mana, kita juga tidak sedang membicarakan Mas Kaisang kalaupun maju. di sebuah kontestasi pilkada itu menjadi nomor satu atau nomor dua, kita juga sedang membicarakan bisa saja Mas Kaisang justru gak maju, karena menemani sang istri.
Dan kalau menemani sang istri pun kita juga gak tahu, itu apakah sampai Mbak Erina selesai studinya, atau hanya menemani sampai tiba, lalu menemani beberapa saat sampai sudah settle down semuanya, lalu Mas Kaisang kembali ke tanah air. Kurang lebih seperti itu. Jadi intinya, Sampai dengan saat ini terkait dengan Mas Keesang memang semuanya masih berproses.
PSI di DKI bertekad untuk memajukan kader kami untuk maju di Pilgub. Demikian Pak Karni. Ya publik itu bingung karena berubah-ubah tadi.
Walaupun dari dulu juga berubah-ubah. Karena memang begini Pak Karni, kami ini masih membuka peluang sebesar-besarnya. Kami tidak ingin mengunci. Kemungkinan-kemungkinan karena seperti yang saya pelajari dari senior saya Bang Maman ya, kalau di politik itu kalau kita cuma punya satu opsi habislah kita.
Kurang lebih seperti itu Prof. Kandi. Jadi segala opsi ini masih terbuka lebar ya, tunggu saja nanti di akhir Agustus ini. Toh tinggal beberapa minggu lagi Prof. Kandi. Cuma tadi saya mau nambahin dikit, dibilang elektabilitas dan akseptabilitas itu penting. Ada yang lebih penting lagi kan isi tas.
Dan kita gak ragu kalau isi tasnya mas Kaisam. Baik, saya sekarang ke Adi Praedno, pengamat politik. Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam semuanya. Bang Garni, terima kasih.
Saya beberapa hari yang lalu menulis opini di harian kompas judulnya itu Trah Politik Jokowi. Saya secara eksplisit memang ingin menyampaikan dua hal. Pertama, beberapa minggu yang lalu seakan-akan pembicaraan kita di 545 pilkada seluruh Indonesia itu seakan-akan hanya berhenti. Soal bagaimana orang semua sibuk bicara tentang bagaimana Mas Bobi dan Mas Kaisang maju di pilkada. Seakan-akan dunia ini berhenti membicarakan dua keluarga besar Pak Presiden.
Bobi saya sebut relatifly agak kondusif karena diusung oleh koalisi gemuk, koalisi bohai, atau yang disebut dengan koalisi mayoritas dalam sistem ilmu politik dan kemungkinan hanya koalisi gemoy. Kalau bohai itu kesannya agak sedikit. narsistik ya, dan sangat mungkin hanya PDIP yang akan melawan nantinya di Sumut ya. Saya secara eksplisit menyebut itu, tapi ada problem yang agak sedikit skeptis pada Mas Kaisang, soal memilih antara Jakarta dan Jawa Tengah.
Apapun judulnya Jakarta ini adalah kota yang menurut saya tetap menjadi episintrum segala peradaban politik yang akan selalu menjadi contoh. Dan siapapun yang menjadi pemimpin di Jakarta ini identik dengan RI3 karena tempatnya dekat dengan istana. Jadi dari lubuk hati yang paling dalam saya kira bukan hanya Rituan Kamil, Kaisang sekalipun kalau bisa ya harus bisa jadi pemimpin di tempat ini. Baik sebagai gubernur ataupun wakil gubernur meski harus diakui kalau kita melihat acuan survei siapapun yang melakukan survei yang dipublis secara terbuka memang elektabilitasnya tidak terlampau menjanjikan. Ini bagi saya ada sesuatu yang...
Anomali betul ya terkait dengan elektabilitas Mas Kaisang, sering dibicarakan terkait dengan Pilkada Jakarta, elektabilitasnya rendah tapi justru melejitnya di Jawa Tengah. Nah kalau Mas Kaisang ingin menang di Jawa Tengah, sering-sering aja kampanye di Jakarta Pak. Jadi enggak usah jauh-jauh ke Jawa Tengah, luas dan pemilihnya jauh lebih komplek ketimbang Jakarta, ketimbang kemudian harus pusing-pusing misalnya tiap hari diertudur kompen.
menemui masyarakat secara umum. Yang ingin saya katakan adalah pada saat yang bersamaan jikapun mengikuti guidance survey memilih Jawa Tengah entah sebagai calon gubernur dan wakil gubernur justru saya melihat tak ada jaminan menang sekalipun. Kenapa?
Karena per hari ini kalau dipasang-pasangkan dengan Lutfi, Mas Kaizang ini angka politiknya belum bisa mengunci angka menangan yang bisa mencapai angka psikologis 50 persen. Dan ada pengalaman memang di Jawa Tengah ini selalu menjadi kuburan orang yang punya nama besar. Dulu Bibit Waluyo, petahana, dia pernah maju dari PDIP untuk yang kedua kalinya maju dalam Pilkada Jakarta, melawan ganjar yang saat itu bukan siapa-siapa, popularitasnya tak ada, bahkan 4% dibandingkan dengan Bibit Waluyo, tapi menang. Bang Adian dan kawan-kawannya saat itu kemudian sangat tepuk dada betul bahwa mesin politik yang selalu diidentikan dengan kandang banteng, mampu mengalahkan nama-nama yang kemudian punya nama besar.
Jadi dalam konteks itulah tentu Kaisang sebagai orang penting di negara ini, Ketua Umum PSI dan anak Presiden, sedang mengkalkulasi betul soal bagaimana intensi untuk maju dalam Pilgub. Antara Jawa Tengah ataupun Jakarta Bang Karni. Nah selanjutnya belakangan kita disibukkan soal Kim Plus di Jakarta yang saya kira ini akan berdampak pada kota kosong.
Kalau melihat rata-rata secara umum, saya kok termasuk yang meyakini bahwa Kim Plus itu akan terwujud. Terutama partai-partai yang sejak awal menyatakan dukungan politik kepada Anies belakangan ini mulai agak goyang iman politiknya. Coba kita roasting satu persatu, PKB partai politik yang pertama kali menyatakan dukungan kepada Anies. Bukan hanya tidak happy dengan proposal politik PKS tentang duet antara Anies dan Sohibul Iman. Belakangan PKB itu sangat kelihatan tidak tertarik lagi bicara Anies untuk dijadikan sebagai kandidat maju di Jakarta.
PKB justru menunjukkan keintimannya dengan Gerindra, justru lebih menunjukkan keagrabannya dengan Mas Kaisang dalam pertemuan beberapa waktu yang lalu. Ini gayung bersambut, tanda-tanda yang semakin tebal bahwa PKB secara perlahan sepertinya mulai mundur secara teratur tidak memiliki intensi apapun kepada Anies Majudi Jakarta. Setelah itu kita cek pernyataan Nasdem setelah deklarasi dukungan. Bagi saya Ahmad Sahroni bukan kadar biasa, elit penting di negara ini. Termasuk elit penting di Nasdem tiba-tiba mengatakan bahwa tak ada jaminan Nasdem itu akan memberikan 100%.
Dukungan politiknya kepada Anies Baswedan. Dan pernyataan Ahmad Syahroni tidak dibantah oleh apapun oleh Nasdem. Dibiarkan, tak ada sanksi dan tak ada klarifikasi apapun.
Dibiarkan liar. Yang ini kemudian ditebalkan oleh publik sebagai instrumen dan variable bahwa bukan tak mungkin. Nasdem pada akhirnya juga akan menarik dukungannya kepada Anies Baswedan. Yang terakhir, PKS.
Yang dulu kita kenal sebagai partai yang sangat cinta mati dengan Anies Baswedan. Cinta buta dengan Anies Baswedan. Dulu sangat kelihatan sekali, kalau bicara Anies Baswedan, PKS lah paling sibuk. Cari perahu, konsolidasi, deklarasi di mana-mana. Sehari dua hari ini, pernyataan PKS mulai melunak dan bersayap.
Memberikan deadline kepada Anies. Awal Agustus, tak dapat tambahan partai di luar PKS, maka PKS akan mengevaluasi dukungan politiknya ke Anies. Tanda-tanda alam, Bang Karni.
Dan PKS sudah memulai itu di Sumatera Utara. Dulu PKS itu kan melirik Edi Rahmayadi, katanya ingin diusung. Kenapa kemudian akhirnya kepada Bobi?
Karena bagi PKS, Bobi tak mampu mencari tambahan partai di luar PKS. Bukan tidak mungkin apa yang terjadi di Sumut akan terjadi di Jakarta. Akan dilakukan oleh PKS kepada Anies Baswedan. Ngeri-ngeri kesedap, apa efeknya?
Kalau tiga partai ini at the end of the day-nya berkoalisi dengan Kim bisa dipastikan. PDIP gak bisa majukan kadernya sendiri entah itu Ahok, entah itu Bang Adena Fitupul ataupun siapapun harapan terbesarnya tentu kalau tak ada calon dari partai politik menantang dari Kim, calon independen yang saat ini sedang diverifikasi yang kedua kalinya secara faktual bisa lolos, Dharma Kun yang saya kira publik juga sudah tahu siapa pemenangnya Bang, ini seakan-akan hanya sebatas kompetisi politik elektoral secara seremonial Padahal publik sudah bisa menerka soal siapa yang akan menjadi pemenang di Gubernur. Pertanyaannya adalah, kalau betul di Jakarta tak ada lawan penantang dari partai politik, sebut saja hanya sebatas calon independen, apalagi lawannya kota kosong, apa betul Bang Maman, Rituan Kamil calonnya?
Jangan-jangan calonnya Mas Deddy Prayugi yang disebut nanti. Ngelawan kota kosong Pak, kalau ngelawan kota kosong harus mewajukan Rituan Kamil, ini calon mubazir Bang. Selampau besar namari Tuan Kamil. Selampau besar hanya segedar untuk mengalahkan kota kosong.
Betul. Artinya apa? Ini yang seringkali agak luput. Kenapa saya ngomong begini?
Karena kenyataannya di negara ini, politik kita 2014 ini, apa yang tampak di depan mata, seakan-akan terjadi hitam dan putih, di akhir tikungan itu berubah secara total. Saya menduga, kalau memang, kemungkinan kota kosong di Jakarta ini ada saya tidak terlampau yakin bahwa calon yang nanti akan ditunjuk dari Kim itu adalah Ridwan Kamil mungkin yang lain yang tak perlu nama besar yang penting dia jadi gubernur dan mudah untuk menang dan ingat ada kecenderungan bahwa kota kosong ini atau memborong begitu banyak partai kecenderungannya bukan hanya terjadi di Jakarta saya mulai mengendus kok mulai muncul di Jawa Barat ini mulai mengendus juga di Banten Betul per hari ini memang ada rivalitas Kim di Banten seperti yang disampaikan oleh Bang Ginting. Tapi bang, politik kita itu kan bukan soal deklarasi dan poster yang kemudian berhadapan-hadapan antara Airin dan Andra Soni. Yang kita sebut perang saudara antara partai Kim. Siapa yang bisa menjamin kalau tiba-tiba pada akhirnya di KPU Banten yang bersanding itu adalah Airin dan Andrasoni.
Termasuk siapa yang bisa menebak bang, tiba-tiba Ridwan Kamil maju di Jakarta. Termasuk siapa yang bisa menebak misalnya, tiba-tiba Golkar memberikan dukungannya kepada Deddy Mulyadi yang ada di Jawa Barat. Jadi ini semua beyond popularity, ini semua beyond electability.
Ini murni permainan antara elit-elit partai. Kalau sudah elit berkehendak, kun faya kun. Besok pun akan terjadi konsolidasi politik itu di luar nalar kita. Oleh karena itu saya mengamati kok ada kecenderungan memang kualisi majoritas itu bukan hanya ingin menciptakan kota kosong dan ada kecenderungan ingin meninggalkan PDIP untuk tidak diajak bersama. Coba bisa dicek pernyataan dari Kim itu.
Kalau bicara tentang Kim Plus pasti yang dikaitkan PKB, PKS, dan Nasdem. Tak sedikit pun ada yang menyebut PDIP untuk diajak menjadi bagian di dalamnya. Saya enggak tahu, mungkin Bung Deddy ini, Prayogi ini, luka hatinya atau rivalitas politiknya dengan PDIP enggak hilang-hilang.
Semua boleh berkoalisi asal dengan Bank Adyana P20. Jangan-jangan, kan intensinya begitu bang. Ini yang saya kira tinggal kita uji ke depan. Bagaimana konsolidasi politik ke depan itu adalah konsolidasi yang dipertaruhkan.
Nah yang terakhir Bang Karni, saya memberikan satu catatan kritis dalam tulisan saya itu, kok kita sibuk bicara tentang terah politik seseorang, bicara dalam pilkada, kita bicara tentang Kimples, kita bicara soal siapa yang maju di Jakarta, di Jawa Tengah, di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumut, bukan hanya melupakan ratusan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, tapi orang-orang yang kita mention satu persatu, jarang kita tanya rekam jejak dan komitmen politiknya. Kalau ada yang bicara tentang Ridwan Kamil, Kaisang, Anies Baswedan bicara di Jakarta, ada tidak yang kemudian di antara kita berani menagih? Kalau mereka jadi gubernur dua tahun tidak selesai menyelesaikan persoalan banjir dan kemacetan, mereka harus berani dituntut untuk mundur dengan ikhlas dan sukarela.
Perhari ini enggak ada yang bisa nagih. Mulai besok saya akan tagih itu bang. Saya akan tagih itu.
Supaya apa? Supaya kita ini pilkada bukan hanya sebatas formalitas dan hore-hore. Karena siapapun yang jadi gubernur di tempat-tempat yang disebut kunci ini, enggak ada jaminan bahwa persoalan kemiskinan, kemacetan, keterbelakangan itu selesai.
Bicara Jawa Tengah itu kan kemiskinannya tinggi. Ada tidak di antara kita itu yang kemudian agak rajin mempereteli siapapun yang punya intensi maju di Jawa Tengah. Dua, tiga tahun mereka jadi gubernur, banjir rob, kemiskinan, pengangguran itu bisa dihilangkan. Tak ada, tapi bicara tentang Jawa Tengah, bicara tentang ini klan politiknya siapa, ini terah politiknya siapa, ini kandangnya siapa.
Bukan hal-hal yang sifatnya kualitatif, bagaimana kita butuh seorang pemimpin yang agak sedikit herois, seperti Rembo. Dalam hitungan hari, dalam hitungan tahun, persoalan yang selama ini mengkarat tidak pernah selesai, itu bisa diselesaikan. Kalau ada pemimpin yang semacam itu, saya akan bantu dengan suka rela dan saya akan mendukung untuk memenangkan. Dan itulah pemimpin yang akan kita cari di 545 kabupaten kota di seluruh Indonesia. Oleh karena itu sebagai sebuah footnote dalam Pilkada, kali ini mari kita berdiskusi, Pilkada itu bukan hanya soal popularitas, bukan hanya soal elektabilitas, bukan soal bagaimana Anda menang.
Tapi sejauh mana Anda kalau jadi pemimpin, setahun dua tahun semua urusan persoalan selesai. Kalau tidak sanggup menyelesaikan itu, sebaiknya Anda tak usah maju. Biar kita aja yang maju jadi pemimpin di negara ini Terima kasih Wassalamualaikum Wr. Wb Kalau di Bangkarni harus begini Ya jadi pertanyaan tadi Anda menyayangkan Kalau Ridwan Gabil itu kan nama besar Kalau sampai di Jakarta Nggak ada kota kosong Itu kan percuma Kenapa Bobby di Sumatera Utara Nama besar juga.
Ya nama besar tapi yang dilawan bukan kota kosong, Pak. Ya PDIP kan dia punya boarding, bukan golden ticket lagi, Bang. Tapi boarding pass-nya. Itu bahasanya Bang Karni biasanya.
Untuk memajukan calon melawan Bobi Nasution. Jadi ada penantangnya. Karena hakikat pilkada sebagai sebuah election itu adalah head to head.
Versus antara people to people. Bukan people to box, bukan Pak. Jadi bukan orang dengan kota kosong.
Ini yang kemudian menurut saya menjadi catatan penting yang sepertinya ada kecendungan di 545 kabupaten, kota, dan provinsi di seluruh Indonesia. Ada kecendungan kota kosong ini bisa dilakukan oleh siapapun. Bukan hanya Kim, tapi partai-partai yang mampu mengonsolidasi mayoritas partai, dia akan mungkin terjadi bagaimana kota kosong itu akan terjadi. Di kampung saya, di Kabupaten Sumnek, kemungkinan besar juga akan terjadi kota kosong.
Kenapa partai tidak berani menyodorkan kader terbaik mereka untuk bertanding? Satu, godaan bergabung semakin nyata. Yang kedua, mereka ini masih lelah secara politik karena pilpres beberapa waktu yang lalu begitu.
itu banyak menghabiskan energi mereka, sehingga mereka itu kehabisan energi untuk melakukan pertandingan. Nah yang ketiga, yang paling penting, partai ini kan mikirnya serhana. Untuk apa bertanding kalau kalkulasinya tidak terlampau untung, mending bergabung dengan siapapun sekalipun mereka itu pernah menjadi rival dalam sebuah pertandingan politik. Karenanya kalau kita mengacu pada partai politik itu adalah sebagai instrumen untuk memproduksi calon-calon pemimpin, tentu. Mestinya di Pilkada Jakarta, di Banten, di Jawa Barat, di tempat lain.
Tak ada ceritanya kotak kosong bang. Kalah menang itu belakangan. Yang penting bagaimana memuliakan kader-kadernya yang dari bawah berproses.
Bikin poster, bikin baliho, bikin spanduk berpanas-panasan dan hujan-hudanan. Dan mereka diapresiasi untuk bertanding. Kalah menang itu soal bonus. Ini soal siklus saja.
Saya kira disitu konteksnya bang. Dan saya akan mengutuk bagaimana sikap partai. Kalau pada akhirnya mereka tidak berani mengusung satu kandidat yang kemudian ini akan menimbulkan bahwa dalam satu pilkada itu hanya melahirkan satu kota kosong.
Baik, pemirsa daripada kita memberikan kunci kota ini kepada politisi, lebih baik lubang kuncinya kita ganti. Doc Larson, Kolumnis Amerika. Kita berhasil.
Hai pemirsa kita lanjutkan diskusi kita sekarang giliran politisi partai Golkar Baman Abdulrahman Ya, siap Pak Karni. Apa? Ya, tadi banyak sekali berbicara menyinggung Golkar.
Mungkin bisa ditanggapi. Ya. Makasih Pak Karni. Ini saya menjawabnya dan menjelaskannya, tapi saya masuk dulu ke dalam konteks yang lebih luas dulu.
Artinya begini. Ini kan memang pilkada kita hari ini memang pilkada yang unik. Karena ini pertama kali terjadi di Indonesia diselenggarakan secara serentak di lima ratusan kabupaten kota, 37-38 provinsi. Tapi ini pertama kali, pengalaman pertama itu satu.
Lalu yang kedua ini juga pengalaman pertama, pilkadanya betul-betul berdekatan dengan ILEK dan PASKA Pilpres. Makanya tadi disampaikan sama sahabat saya, Bang Adi Pray, energi orang sudah terkuras dan lain sebagainya pada saat elek dan pilpres. Nah sejujurnya dari Kim ini, ini di luar perencanaan kami juga sebetulnya, tapi kami melihat ada momentum.
Apa momentumnya? Momentum pilkada ini ingin kita jadikan sebagai salah satu ruang ataupun momentum. untuk melakukan sinergisitas, konsolidasi nasional dalam rangka mempersiapkan dukungan untuk menjalankan pemerintahan Bapak Prabowo dan Mas Gibran lima tahun ke depan.
Apa momentum ini? Jadi begini, kita belajar plus minus masa pemerintahan Pak Jokowi selama 10 tahun ke depan, eh kemarin, kita menginginkan lima tahun ke depan. Ini di Erap ini adalah sebuah proses peralihan pemerintahan dari Pak Jokowi ke Pak Prabowo yang cukup smooth. Artinya ada harapan besar transisi pemerintahan ini berjalan secara baik ke depan. Apa itu?
Jadi kita menginginkan di era pemerintahan Pak Prabowo dan Mas Gibran ini take off, sudah mulai lepas landas. Nah momentum pilkada ini ingin dimanfaatkan oleh kami Kim sebagai bagian dari upaya untuk mensinergiskan, melakukan konsolidasi agar terbangun sebuah distribusi program agar terbangun sebuah linearitas, agar terbangun sebuah kesepahaman frekuensi politik baik itu tingkat pusat, tingkat provinsi dan kalau bisa di tingkat kabupaten juga. Namun setidaknya paling minimal adalah di tingkat provinsi di seluruh Indonesia harapannya tetapi prioritas Kim adalah basis-basis daerah-daerah yang memang penduduknya cukup besar.
Karena ini kepentingannya 5 tahun ke depan. Nah berangkat dari itu ada sebuah kesepakatan di Kim untuk momentum pilkada ini dimana calon-calon gubernurnya itu kita lakukan linearitas, linearisasi, keseragaman dalam rangka nanti ke depan siapapun yang terpilih bisa terbangun sebuah kesepemahaman antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi. Jadi itu dulu tuh semangat besarnya tuh.
Supaya nanti 5 tahun ke depan Pak Prabowo sudah semakin enak nanti mengeksekusi program, mendistribusikan program. Misalnya di DKI Jakarta ada kebijakan pemerintah pusat seperti ini, ada kebijakan pemerintah provinsi seperti ini, terbangun titik koordinasi yang positif. Begitu juga di Jawa Barat, begitu juga di Banten, begitu juga di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta beberapa daerah-daerah besar yang lainnya. Artinya itu tuh Pak Karni, semangat besarnya. Saya setuju dan saya juga bisa memahami, pasti ada pro dan kontra terhadap balok istilah saya ini, ini mungkin tren politik baru, bahwa kita memanfaatkan momentum pilkada ini, agar besok di era pemerintahnya Pak Prabowo dan Mas Gibran, sekali dayung dua pulau terlampaui lah, begitulah kurang lebih.
Nah makadar itu konsolidasi partai politik, dalam rangka untuk mendukung calon kandidat kepala daerah ini terbangun sampai ketingkatan provinsi. Nah yang terjadi di DKI Jakarta, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dalam kerangka besar tadi itu Pak Karni. Nah lalu ada pertanyaan, oh iya tapi kan enggak musim lawan kota kosong dan lain sebagainya.
Saya ingin sampaikan begini, hari ini kan semua masih asumsi. Apakah kita akan melawan kota kosong atau tidak melawan kota kosong. Kita satu pasang, dua pasang, atau tiga pasang. Tapi yang terpenting mau saya sampaikan, fenomena kota kosong ini tidak hanya terjadi di Jakarta. Tidak hanya terjadi di Jawa Barat misalnya.
Tidak hanya terjadi di Jawa Tengah atau tidak hanya terjadi di Jawa Timur. Fenomena kota kosong ini terjadi hampir di seluruh Indonesia. Kenapa saya bilang seperti itu?
Sejujur-jujurnya. Ini karena kalau dalam istilah engineering itu ada namanya metalurgi fatik, karakteristik sebuah material itu juga ada fatiknya. Apa?
Jadi orang pas kapil pres, pas kapilnya kemarin Pak Karni, sudah mengeluarkan energi yang cukup besar, akhirnya ada kelelahan, exhausting, ataupun kecapean dalam pertarungan. Nah ini fenomena ini terjadi di seluruh Indonesia. Jadi kalau tadi saya bilang ini tidak hanya sekedar tadi upaya, mohon maaf terkesannya ada kita mau melakukan pembegalan politik dan lain sebagainya.
Satu hal saya ingin sampaikan bahwa begini, pada akhirnya di era demokrasi ini mau nanti kotak kosong ataupun dua pasang ataupun tiga pasang, tetap judgement akhirnya penilai terakhir adalah masyarakat. Masyarakat di DKI Jakarta, masyarakat di Jawa Barat, masyarakat di Jawa Timur, masyarakat di Jawa Tengah maupun di Banten dan di seluruh Indonesia. Dan tidak ada jaminan juga siapapun dia yang melawan kotak kosong pasti menang. Karena tetap kerja-kerja politik dari kandidat tersebut harus berjalan, harus dilakukan.
Apa kerja-kerja politik tetap kita harus mengkampanyekan karena tidak menutup kemungkinan. Pada saat kita melawan kotak kosong ada sebuah gerakan. Masyarakat kan juga harus di-convince dan diyakinkan bahwa misalnya di DKI Jakarta, saya sekali lagi saya ingin mengatakan belum ada kepastian kotak kosong di Jakarta, tetapi yang namanya kami partai politik pasti terus membangun komunikasi.
Sebagai contoh misalnya Mas Ridwan Kamil maju di DKI Jakarta. Tetap tim-tim kami ataupun partai politik yang mendukung harus melakukan edukasi politik kepada masyarakat di DKI Jakarta. Kenapa Mas Ridon kami layak untuk maju sebagai gubernur?
Begitu juga mungkin di daerah-daerah lainnya. Sebagai contoh di daerah saya di Kalimantan Barat di kandang PDIP di landa itu potensi kota kosong. Di daerah beberapa kabupaten-kabupaten lainnya juga banyak yang. artinya fenomena ini adalah fenomena yang memang wajar terjadi karena tadi jarak antara pilpres dan pilek itu sangat berdekatan dengan pilkada, mungkin catatannya nanti ke depan ini bisa menjadi bahan evaluasi dan bahan rujukan, bahan evaluasi kita bersama untuk menata pilkada yang selanjutnya, artinya saya ingin tegaskan bahwa, saya ulangi kembali saya resume bahwa ini semua adalah bagian dari upaya upaya langkah politik yang kita lakukan di Kim untuk mempersiapkan agar nanti masa pemerintahan Bapak Prabowo dan Mas Kibran bisa terbentuk sebuah linearitas, kesamaan frekuensi agar akhirnya ke depan koordinasi-koordinasi program, distribusi-distribusi program yang sudah dipersiapkan dari pemerintah pusat dan juga bisa menyambung ataupun Kalau bahasanya itu satu frekuensi dengan pemerintah di provinsi nanti ke depan. Saya pikir hanya itu saja, hanya itu yang memang lagi kita lakukan.
Ya mudah-mudahan istihad politik kita hari ini yang dilakukan di Kim bersama yang dilakukan oleh Pak Prabowo, Pak Jokowi dan ketumum-ketumum partai di Kim ini bisa sedikit memberikan dan bobot tambahan politik agar ke depan Indonesia bisa lebih baik lagi ke depan. berada di luar pemerintah paling minim tinggal PDIP lah yang ditinggalkan sendiri nah begini pertama saya ingin sampaikan dengan sistem presidensial di Indonesia ini sebetulnya secara hakikatnya kita itu tidak mengenal oposisi maupun tidak oposisi Kenapa saya bilang seperti itu? Sebagai contoh kami di parlemen Golkar, DDIP, Gerindra, Nasdem, Demokrat, misalnya itu PKS, lalu PAN, partai-partai pengusung pemerintah ataupun yang mendukung pemerintahan Pak Jokowi Kiai Ma'ruf dan Pak Jokowi JK, itu juga tetap kritis Pak Karni di DPR dalam setiap melakukan agenda-agenda pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Poinnya yang ingin saya bilang bahwa proses check and balance dan lain sebagainya tetap akan berjalan normatif seperti apa adanya. Karena memang hakikat dan hitohnya kita dengan sistem presidensial ini di parlemen kita wajib untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang tadi kita anggap mungkin kurang tepat. Jadi yang ingin saya bilang seperti itu. Lalu yang kedua terkait fenomena kita memborong partai lah gitu.
Begini Pak Karni, hitohnya dalam setiap proses politik kontestasi pilkada, baik itu bupati, wali kota, gubernur, pilpres, ya kita akan mencari dukungan sebanyak-banyaknya Pak Karni. Contoh saya sebagai kader partai Golkar tentunya saya juga berkepentingan untuk mencari dukungan partai-partai politik sebanyak-banyaknya untuk Mas Ridwan Kamil, untuk kandidat-kandidat yang akan didukung oleh partai Golkar. Sama halnya dengan PDIP. akan semaksimal mungkin untuk mencari dukungan.
Karena contoh begini, mohon maaf ya, partai-partai yang non-parlemen pun, walaupun dia tidak punya kursi di DPR RI, ataupun di provinsi maupun di kabupaten, tapi ingat mereka punya basis. Sebagai contoh kemarin waktu kita lagi di Pilpres, beberapa partai-partai non-parlemen seperti PBB, Prima, itu tetap kita berikan ruang. Untuk bersama-sama dengan Pak Prabowo dan Mas Gibran.
Dan karena kita tahu, selemah-lemahnya manusia, sekecil-kecilnya manusia, dia punya efek positif dan kemanfaatan bagi masyarakat di sekitarnya. Jadi bagi kami dalam proses politik seperti sekarang ini, jangankan orang yang memang, mohon maaf ya, sampai masyarakat-masyarakat, komunitas-komunitas disabilitas, segala macam pun kita bangun komunikasi. Jadi ini memang hitohnya dalam kontestasi pilkada, ya memang kita harus melakukan komunikasi politik dan meminta dukungan kepada semua pihak, baik itu partai politik, baik itu ulama.
baik itu tokoh-tokoh masyarakat, baik itu agamawan, baik itu katolik, protestan. Jadi saya pikir ini adalah sebuah praktek politik yang wajar-wajar saja dan sah-sah saja. Justru aneh Pak Karni, kalau misalnya kita sudah merasa jumawa, karena kita sudah dapat dukungan satu partai atau dua partai, cukup kursi, lalu kita malah tidak mau mendapatkan dukungan dari partai lain.
Itu saya malah jadi tanda tanya, artinya apa? ini adalah sebagai bagian dari sebuah praktek politik yang wajar dan natural alami itu saja Pak Ami jadi bukan untuk mengucilkan PDIP enggak ada enggak ini contoh sepengetahuan saya komunikasi politik baik itu formal maupun non formal kita dengan PDIP baik-baik aja itu satu bagai contoh kita banyak juga kok koalisi di beberapa daerah di contoh misalnya di bahkan di Sumut ada juga Golkar, Gerindra koalisi dengan PDIP, di Kalimantan Barat, di Kalteng, di Sulawesi. Artinya ini semua berjalan secara proporsional disesuaikan dengan kondisi peta dan sosiologi dan demografi di daerahnya masing-masing. Ya kebetulan saja hari ini mungkin kondisinya di DKI Jakarta.
Dan tadi ditarik seakan-akan di Jawa Tengah begitu ya, ini kan terkesan kan jadinya begitu. Tapi bagi saya ini hal yang ini kok, bukan kalau tadi dibilang bahwa kita tidak berkoalisi dengan PDIP, pasti di seluruh Indonesia, tapi faktanya juga berkoalisi kok gitu. Jadi maksud saya, dan banyak juga di beberapa titik yang saya ketahui Gerindra dengan PDIP berkoalisi, malah Golkar tidak gitu loh.
Jadi ini... Ini dinamika yang menurut saya alamiah saja, natural. Yang penting tadi kerangka besarnya memang saya harus sampaikan ke Pak Karni, memang ada semangat itu Pak Karni bahwa momentum pilkada ini ingin kita lakukan sebagai momentum untuk mensinergiskan dan menyamakan frekuensi agar nanti linearitas program-program pemerintah pusat dengan provinsi itu bisa berjalan secara baik.
Itu saja Pak Karni. Baik. Saya ingin tanggapan dari Adi Arnepi Tupuluk Menanggapi yang mana bang? Menanggapi beliau ini Dan yang jinggung-jinggung BDP tadi Kita gak merasa tersinggung bang Yang disampaikan Maman tadi ada beberapa hal Yang menurut saya juga benar ya Bahwa gak bisa dipaksain Gak bisa dipaksain kalau Mau dipaksakan semuanya seragam itu berarti kita menafikan dinamika lokal.
Kita menafikan perbedaan-perbedaan lokal, kita menafikan kepentingan-kepentingan lokal, dan problem-problem lokal yang sedang terjadi di tiap daerah yang tidak sama. Memaksakan Kim berdiri sampai tingkat keupatan itu enggak masuk di akal. Bisa terjadi, bisa.
Tapi akan ada banyak dinamika lokal, kearifan lokal, masalah lokal yang harus disingkirkan sedemikian rupanya untuk kepentingan itu. Bahkan sampai tingkat provinsi pun berat sekali itu untuk dilakukan. Nah kalau kita bicara tentang apakah masih ada residu politik pasca Pilpres, ketika istilah Kim masih digunakan, ya istilah itu pun sebenarnya residu politik yang belum selesai. Tetap masih dipertahankan, itu sisa-sisa Pilpres yang belum selesai.
Kalau misalnya dibilang siapa yang belum move on, ya yang masih menggunakan istilah itu yang belum move on. Kita sudah beres bakat untuk berbicara tentang kepentingan-kepentingan yang lain, mereka masih berbicara tentang. apa istilah kerjasama partai yang sebenarnya sudah selesai kontestasinya.
Nah kalau kita berbicara tentang pilkada ya bang, saya setuju dengan disebutkan oleh Mas Adi Prayitno. Misalnya kita bicara pilkada DKI. Pengangguran meningkat 1000 persen, 300-400 ribu pengangguran itu 50 persennya lulusan SMA.
Gak ada calon kepala daerah yang bicara itu. Kemudian apa yang terjadi rakyat dijawab negara dengan cara yang tidak menjawab persoalan. Misalnya publik-publik tutup.
Banyak orang di PHK, harga barang naik, lalu negara menjawabnya dengan merubah undang-undang Wanti Pres, merubah undang-undang TNI Polri, membentuk kembali DPA. Jawaban negara itu tidak menjawab problem rakyat, cuma menjawab problem elit. Nah ini juga menurut saya masalah besar.
Bagaimana kemudian terjadi pergeseran luar biasa, rakyat kita tidak paksa. Untuk mencari tahu tentang pemikiran, gagasan, ide, track record. Tapi semua dipaksa lihat survei, lihat survei, lihat survei. Loh memangnya merubah banjir Jakarta itu melalui angka survei. Memangnya kemudian mengurangi kemiskinan itu dijawab lewat siapa yang lebih tinggi elektabilitasnya.
Tanpa kita harus dengar keberpihakannya, tanpa kita harus dengar programnya. tanpa harus kita periksa track recordnya dan sebagainya, ada banyak nah ini kan masalah baru dalam proses demokrasi kita ya bagaimana kemudian rakyat sama-sama digiring untuk sudah, sudah, lu gak usah pikirin soal program lu gak usah pikirin soal gagasan lu gak usah pikirin soal tujuan yang penting surveinya ini yang penting surveinya ini sadar gak bahwa kita sekarang sedang digiring ke arah sana bahwa kemudian rakyat hampir di semua acara di media masa Gak pernah lagi kita mendengar Para calon pemimpin kita Berbicara tentang persoalan rakyat Bagaimana dengan penggusuran di Jakarta Bagaimana dengan Kasus-kasus tanah Di tanah merah dan sebagainya Tidak pernah selesai Yang nanti ketika terjadi pilkada Akan rame-rame juga ditangani oleh para calon Nah ini juga Menurut saya problemnya harus kita kupas ya Kalau memang acara demi acara Termasuk acaranya Bang Karni ini tidak cuma mengejar jumlah penonton tapi secara substansi juga melukang pendidikan politik buat rakyat apalagi misalnya kemarin misalnya ada problem lain yang juga mendesak bagaimana kemudian teman-teman yang dari apa tempoh apa itu bocor alus tiba-tiba mobilnya dirusak di tengah jalan oleh orang yang tidak dikenal gitu loh kita bicara pilkada satu-satunya sisi sebagai satu mekanisme demokrasi untuk mencari pemimpinan terbaik tapi di sisi lain kekerasan terhadap media luar biasa nah apa ada gak kemudian salah satu calon yang katakan kalau saya terpilih nanti tidak akan ada lagi intimidasi di wilayah yang saya pimpin ada gak jaminan terhadap itu gak ada kekerasan lagi gak ada penggusuran lagi kemudian UMR akan naik sekarang gak ada lagi ada yang apa ya Ada yang hampa ya dalam Dalam proses demokratisasi kita itu Orang cuma bicara dua hal Surveinya bagus, partai pendukungnya banyak Mengundi syarat 20% Surveinya bagus, partai pendukungnya banyak Mengundi syarat 20% Isi kepalanya gak pernah dibedah Isi hatinya gak pernah dibicarakan Kalau ini kita biarkan berlarut-larut Dan didukung penuh oleh semua Teman-teman di media dengan tidak mengorek Apa yang dipikirkan oleh para calon Menurut saya Sebenarnya kita sedang melangkah dalam jurang yang luar biasa dalamnya Bang Karni. Kenapa? Semua itu kan dibayar di kemudian hari. Semua itu kan dibayar di kemudian hari.
Nah, menurut saya kalau boleh usul ya, yuk setiap acara-acara berbicara tentang pilkada kita mulai mengorek pemikiran, gagasan, dan lain-lain. Seperti itulah, biar maju bangsa ini. Begitu Bang Karni.
Baik. Tarik nafas gitu bang. Dalam sekali. Pemirsa, kita dalam setiap pemilihan kepengen memilih orang yang terbaik. Sayangnya orang terbaik itu tidak pernah menjadi kandidat dalam pemilihan.
Keen Hobart. Jurnalis Amerika, Ita Rian Sujeda Pemirsa kita sampai di penghujung acara Sekarang giliran pegamat politik Kodari Baik Bang, terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sesuai dengan pesan Bang Adian, mudah-mudahan saya enggak panjang nih. Pertama soal Pilkada Serenta, memang ini feature baru ya, dari Pilkada kita. Tadi sudah dibahas sebagian oleh Bang Maman. Nah Pilkada Serenta ini... Kalau dikembalikan kepada sejarahnya ada dua alasan besar.
Kenapa ini dibuat seperti ini oleh teman-teman di DPR. Saya mau garis bawahi bahwa yang menyelenggarakan, yang mengatur membuat undang-undang tentang pilkada serentak ini adalah teman-teman partai politik. Kalau ditanya, ah ini pilkada serentak enggak bagus.
Nah ini adalah kreasi dari teman-teman partai politik. Nah dasar pemikiran ini ada dua Bang Karni. Pertama bahwa teman-teman di partai politik merasa... selama ini pusing tiap hari ngurusin pilkada.
Tiap hari ada pilkada, urusan-urusan yang lain merasa terbengkalai. Sehingga kayaknya bagus tuh kalau misalnya dikumpulkan dalam satu fase gitu ya, pilkada serentak lah. Itu pertama. Nah yang kedua, bahwa ada keinginan agar ada sinergitas antara kepemimpinan di tingkat nasional dengan di tingkat daerah. Dan sinergitas itu dimulai pertama-tama adalah dari segi waktu di mana pemilu presiden, pemilu legislatif dilaksanakan, terpilih kepemimpinan di tingkat pusat, Mas Dede, lalu itu berangkatnya kurang lebih barengan dengan kepala daerah.
Karena pilkada serentak yang diselenggarakan tidak lama dari... pemilu nasional. Itulah kira-kira imajinasi atau cita-cita yang ada di kepala para pembuat undang-undang pada waktu itu.
Memang kita tahu bahwa semua hal di dunia ini diciptakan dua kali, pertama dalam dunia gagasan, yang kedua dalam dunia nyata. Apakah yang dicita-citakan atau dibayangkan dalam dunia gagasan itu akan seindah seperti dunia nyata? Wallah alhamdulillah.
Nah itulah yang sekarang terjadi pada hari ini. Nah kalau kita kembali ke masa lalu, pada waktu undang-undang ini dibuat, partai paling besar itu adalah PDI Perjuangan. Kalau gak salah ini rancangan ini tahun 2016, bahkan periode pertamanya Pak Jokowi malah.
Nanti tolong dikoreksi kalau gak salah. Dilalah tahun 2024 yang menang Pilpres adalah Prabowo Subianto. Partai politik yang pada hari ini Banyak dicari Oleh kandidat di daerah Ini saya dengar ya dari Komunikasi dan pergaulan dengan teman-teman Yang partai politik yang di daerah Itu salah satunya adalah partai Gerindra Kebetulan partai Gerindra Menjadi salah satu dari tiga partai politik Terbesar pada hari ini Nah Hawa Pak Prabowo sebagai presiden itu Dan Potensi kepemimpinan 5 tahun ke depan berkaitan dengan susunan kabinet, susunan pemerintahan, itu rupanya menimbulkan apa yang disebut oleh Bang Selamat Ginting itu sebagai paraboh efek itu. Sebetulnya saya mau mengucapkan selamat kepada Pak Selamat Ginting, karena pengantar beliau di depan sebetulnya sudah menjelaskan seluruhan acara ini.
Jadi enggak usah nonton yang lain, dengar Bang Selamat aja sudah dapat lah seluruhan acara ini. Makasih pengantarnya Bang Selamat. Jadi, Kalau tadi dibuat analisa mengenai pilkada di berbagai daerah, maka memang di luar soal elektabilitas, di luar soal program kerja, Maka kemudian variable juga yang sangat menentukan pola-pola koalis yang terjadi adalah bayangan, harapan, keinginan, atau cita-cita untuk menjadi bagian atau tidak menjadi bagian dari pemerintahan lima tahun ke depan. Itu saya lihat pada tahun ini menjadi nuansa yang sangat kuat, berbeda dengan pemilu legislatif atau pemilu presiden sebelumnya.
Tahun 2014-2019 kita enggak punya pemilu serentak Bang Karni. Sehingga kaitan antara imajinasi menjadi bagian dari pemerintahan atau tidak dengan pencalonan kepala daerah itu jaraknya agak jauh. Nah sekarang jaraknya bukan dekat lagi, hampir-hampir satu tarikan nafas. Hampir-hampir satu tarikan nafas.
Apalagi ditambahkan oleh ahli metalurgi kita, calon menteri SDM, bahwa ada yang namanya political fatigue. Ini namanya political metalurgi. Iya, beliau kan mengatakan terjadi kelelahan di sana-sini, terjadi kelelahan politik, di kalangan pelaku politik, terjadi kelelahan. di para pelaku politik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Sehingga energi yang tersisa itu kemudian membuat cara berpikir atau cara menghadapi pilkada ini agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kita bayangkan tahun 2014 misalnya, pemilu nasional 2014. Pilkadanya ada yang kemudian baru misalnya 2016, 2015 ya. Sorry, waktu itu kan ada... Pilkada semis rentak ya, tapi intinya itu ada jarak lah antara pemilu nasional dengan pilkada. Sehingga asosiasi atau kaitan antara pemilu nasional dengan pilkada itu agak jauh. Jadi poin saya adalah begini, secara keseluruhan Bang Karni, saya melihat yang namanya pilkada 2024 dengan pilkada sebelumnya, itu kurang lebih sama aja.
Pasti pertama yang dipertimbangkan adalah elektabilitas, karena partai politik ingin menang, ada ada gium yang berulang kali saya sampaikan, politicians go where the voters are yang ngomong ini bukan sastrawan bukan politisi, yang ngomong ini adalah ilmu politik, begawan ilmu politik paling terkenal dari mazhab rasional choice namanya William Riker, bisa dicek si William Riker itu siapa jadi ini adalah Kajian akademik, statement yang keluar dari kajian akademik yang diambil dari pengalaman di berbagai daerah, di berbagai wilayah di dunia. William Riker, politicians go where the voters are. Jadi mereka mau menang, mereka akan mendukung calon yang elektabisnya tinggi. Kalau kata Bang Maman itu, ya itu hitohnya seperti itu.
Yang kedua, kaitannya dengan dukungan partai politik, karena partai politik menjadi syarat untuk pengajuan calon. Di luar adanya syarat calon perseorangan. Tetapi pada tahun 2024 ini ada satu ciri khasnya, pemilu serentak, pemilu serentaknya kemudian tidak jauh dari pemilu nasional, dan pemilu nasionalnya yang menang adalah Pak Prabowo.
Kalau yang menang Pilpres 2024 ini adalah misalnya ya Ganjar Pranowo, maka Peta-peta koalisi yang terjadi pada hari ini tidak akan didominasi oleh Kim. Namanya bukan Kim Plus. Ganjar itu koalisinya apa namanya sih? Indonesia Maju?
Apa Bang Adian? Koalisi Mas Ganjar? Abang jangan lupa baru selesai Bang.
Iya boleh, boleh. Oke, oke. Koalisinya Mas Ganjar ya, sebutlah kemaren maju kemudian ini lupa saya ya, pokoknya, KIB, itu lupa kita, memang susah kalau mengingat yang kalah itu agak susah kita. Ganjar Mahfud Plus katakan begitu, maka pada hari ini yang akan terjadi itu adalah koalisi. yang berpusat kepada Mas Ganjar dan PDI Perjuangan.
Dan PDI Perjuangan akan menjadi leader bagi semua proses yang terjadi. Nah partai politik yang kalah, misalnya Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, termasuk PSI, Itu mungkin akan merampat kepada Ganjar. Nah, seandainya lagi yang menang adalah Anies Baswedan, apa nama koalisinya?
Perubahan, itu akan jadi koalisi perubahan plus atau plus-plus gitu, di mana kemudian semua koalisi yang terjadi di daerah akan berpusat kepada Nasdem dan PKB dan PKS, yang kemudian akan diikuti oleh partai politik lainnya, terutama yang paling cepat saya yakin Golkar gitu kan. Itu, itulah yang akan terjadi. Saya menceritakan hal ini supaya teman-teman bisa melihat konteks dengan lebih jernih, dengan lebih objektif bahwa situasi dan kondisi itu ada variable-variable yang lama, ada variable-variable yang baru.
Dan bagaimana perilaku manusia bisa bersumber dari motivasi pribadi tetapi sebetulnya dibentuk oleh struktur. Jadi itu kan teori sosiologinya kan antara agensi dengan struktur. saling berinteraksi menghasilkan sebuah realita nah itulah kira-kira teori strukturisasinya dari Anthony Giddens itu saja bang terima kasih wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh terima kasih kuliahnya emang cuma Rocky Gerungbang yang bisa kuliah kita juga bisa sekarang terakhir Baesal Asikaf kritikus politik ya terima kasih bang Karni Biasanya kalau saya dipasang di ujung itu saya harus meluruskan semua pemikiran.
Tapi malam ini ada corak ragam yang saya anggap pembicaraan saudara saya, Maman sama Adian, sangat mewakili suasana kebatinan saya dan melumpuhkan semangat saya untuk menghajar mereka. Saya berharap suara nurani dan suara kritis Bang Baman yang tadi disampaikan maupun lebih tegas dikonstruksikan oleh Surasaya Adian itu benar-benar mewakili suasana kebatinan partai politik lebih khusus BDIP. dan Golkar, dan lebih khusus Ibu Megawati karena ketiga menarik judul ini yang lebih spesifik bicara soal Anis, Bobi dan Kaisan ada harapan di kalangan kelompok perubahan Anis ini kalau dihianati oleh misal yang banyak diperbincangkan di media sosial yang kita meng-capture, kalau dihianati dari PKB dan PKS, maka ada harapan Dari sikap negarawan Ibu Megawati untuk membaca pengkhianatan yang dilakukan di tengah arus perubahan itu kemudian memberi ruang kepada Anies Paswedan.
Itu yang dinantikan juga oleh publik dan... Penegasan Bung Adian mengatakan bahwa pentingnya kepala daerah, parameternya harus diukur dari visi, misi, cita-cita, pembicaraan pada upaya pembangunan, saya kira itu. Mudah-mudahan ada diskusi.
masih terbatas di sana, suasana publik ditangkap oleh Ibu Megawati dan kawan-kawan PDIP. Karena hampir hari ini semua itu tidak laku. Misalnya Ridwan Kamil, ini kan politik bajing loncat. Biasanya kalau dia pada satu wilayah, dia calon gubernur, dia berprestasi, maka rakyat di wilayah itu merindukan dia untuk tetap bertahan. Tapi kemudian ada satu semangat untuk menggeser dia ke Jakarta.
Kemudian... orang bertanya apa prestasi dan kekurangan Ridwan Kamil sehingga tidak relevan Ridwan Kamil masuk ke Jakarta begitu juga kalau bicara Kaisang yang dilupakan adalah selain sebagai anak presiden dia ketua umum partai secara nasional suaranya 2,8% mau logika dijungkir balikan bagaimanapun itu agak susah diterima di Jakarta Oleh sebab itu Bang Hodori yang biasanya sebagai partner, sebagai jurubicara istana yang menggunakan instrumen survei untuk mensuggesti publik terhadap anak-anak presiden dengan prestasi survei. yang mereka rekayasa, malam ini tidak berani bicara survei, karena realitas Anies melampaui definisi survei per hari ini Anies menjadi fokus perbincangan di tengah-tengah kemacetan dan kewarasan partai politik dalam sistem rekrutmen calon kepala daerah dan hanya bukan Anies Saya membaca juga misal di satu daerah yang basis pemilih di bawah 100 ribu di Kabupaten Buton. Ada satu toko muda, bangsawan, adat namanya Ruslan Buton. Orang yang mengabdi menghasilkan satu suara DPR RI, kesetiaan kepada Pak Isbe, pada AHY.
Kemudian juga digusur karena mungkin mekanisme. Partai politik di level lokal tidak bekerja secara jujur untuk membaca suara aspirasi dari masyarakat. Jadi kalau kembali ke Jakarta, bukan hanya Anies yang mau dijegal.
Banyak dan hampir semua orang-orang rasional berbicara dengan kecemasan, keprihatinan, mengatakan bahwa ini problem kemacetan sistem internal partai yang tidak transparan. Sehingga muncul di sana kan, tadi dibilangkan, apakah... calon kepala daerah ini parameternya tunduk kepatuhan kepada permufakatan elit partai atau kepada realitas suara publik.
Kalau pada realitas suara publik dalam konteks DKI, selain Anies Dharma Pangurikun tampil mendapat suara 700 ribu, dukungan KTP itu satu mobilisasi dukungan yang luar biasa. Begitu juga Anies tidak pernah henti-henti dibicarakan. Tidak bisa dijegal oleh siapapun.
Dan kalau dalam konteks histori, jangka pendek, hasil Pilpres, di mana Anies menghasilkan terobosan suara yang signifikan kepada PKB, PKS, dan Nasdem, maka tiga partai ini tidak bisa menganulir, menghapus partisipasi rakyat di TPS. Kemudian partisipasi atau keputusan partai itu berhenti di meja segelintir elit. Itu satu.
Apa ya, penistaan terhadap akal sehat, keruntuhan demokrasi, pengkhianatan yang luar biasa. Dan kenapa PDIP belakangan para juru-juru bicara Ibu Megawati, orang-orang dekat Ibu Megawati, sangat ramah, sangat santun, bahkan sangat waras, mempersilahkan peluang untuk anis kemungkinan diusung oleh PDIP, pertimbangannya bukan karena suara elit, karena suara realitas Jakarta. Merindukan Anies dikembalikan kepada Jakarta untuk bisa menata Jakarta yang visioner, yang konstruktif, yang lebih damai dan lebih maju. Nah, kepada Adinda, Pesi, saya kira sudah waktunya untuk berakhir di tengah situasi transisi ini, untuk tidak lagi dipasung dengan logika-logika atau argumentasi yang terus-menerus membosankan publik.
Bagaimana satu kepatuhan penderitaan politik yang luar biasa dalam suara-suara kebatinan untuk berjuang mengkarbitkan Gibran, kemudian hari ini juga dipaksa untuk menggendong Putra Presiden K.E. Sang. Harus jujur dikatakan dengan 2,8 persen K.E. Sang tidak layak untuk diterima di Jakarta. Dalam kapasitas selaku kita umum partai.
Tetapi kalau dipaksakan publik akan melihat secara terang prestasinya akan melalui jalur penyelundupan kekuasaan karena masih tersisa kekuasaan Jokowi. Maka susah untuk menghindari. Masuknya K.E. Sang di arena pilkada ini adalah agenda kedua. Setelah meruntuhkan Mahkamah Agung kemudian memaksakan arena pilkada DKI agar putra presiden kembali berkuasa.
Publik akan berkesimpulan. Jokowi yang baru saja minta maaf itu menjadi tidak jujur kepada publik. Karena ketika dia mengatakan permohonan maaf, seluruh rakyat Indonesia mengatakan daya rusak kejahatan Jokowi menyangkut dinasti politik.
Maka sebenarnya dengan permohonan maaf itu harus secara konsisten dibuktikan di hadapan rakyat untuk tidak melakukan tindakan yang kedua kali lebih brutal, memaksakan KSEN untuk maju. di Pilkada Jawa Tengah maupun Jakarta. Ini pendapat publik.
Jadi Adinda nanti bebas berbicara atas nama partai politik untuk memperjuangkan peradaban, memperjuangkan nilai-nilai daripada dirantai sebagai jurubicara di lingkaran istana. Itu menjadi tidak elok. Membunuh prestasi sebagai generasi muda yang baru belajar dalam dunia politik. Mungkin yang terakhir dari saya, saya ingin menyampaikan pesan hasil perbincangan saya dengan para elit di lingkar partai lebih khusus PKS, PKB, Nasdem.
Saya mohon untuk hati-hati melakukan lompatan yang berbeda dengan suara aspirasi rakyat. Karena saya dengar belakangan ini ada konsolidasi dari civil society. Kalau sampai Anies dijegal oleh PKS, Nasdem maupun PKB, maka saya kira rakyat juga akan melakukan mobilisasi.
Datang ke kantor-kantor partai, ketiga partai itu dan bertanya. Kami mendukung Anda karena Anis dan Anda yang pertama kali mengatakan kepada publik bahwa Anis layak untuk kembali menata Jakarta. Itu datang dari Nasdem, PKS, maupun PKB.
Tapi hari ini Anda mencoba-coba bermain retorika untuk menimbulkan atau memantik kemarahan arus perubahan yang sebenarnya lagi tenang-tenang saja untuk menikmati Prabowo di Lantik. Jadi PKB, PKS maupun Nasdem jangan pernah takut dengan teror politik. Jangan pernah mau untuk menyeberang kemudian membangkrutkan semua etika moral kalian di hadapan rakyat.
Kalau tekanan istana misalnya diperbincangkan bahwa elit-elit dari tiga partai ini tidak berani mengusung Anies karena ada operasi penegakan hukum, maka rakyat juga menangkap. KPK juga kan sudah mengatakan mereka tidak menutup kemungkinan untuk memanggil Bobby dan istrinya. Kalau arena hukum ini bermain dalam tekanan politik di ujung kekuasaan Jokowi, saya kira bahaya sekali. Penyandaran partai politik ini bisa berakhir dengan satu penegasan yang sama dan sangat marah rakyat bersama partai politik yang terjalimi menguruskan satu tujuan. Masalah kerusakan demokrasi ini hanya bisa berakhir di masa depan kalau rejim Jokowi diseret ke jalur hukum.
Jadi Pak Jokowi juga harus hati-hati ini. Biarkan dinamika otonomi daerah lewat pentas perikada ini menjadi perkat persatuan nasional yang dibilang Bung Maman sangat luar biasa. Biarkan dinamika demokrasi lokal tidak dibajak dengan watak penjurian suara pemilu curang. Kalau kerusakan level nasional kemarin dipersembahkan dengan membiarkan luka yang luar biasa, sehingga rakyat tidak tahu partai mana menang dan partai mana kalah karena pilih lucu yang disepakati oleh hampir seluruh elit partai dan rakyat, maka mohon yang masih tersisa, pilkada ini harus benar-benar dijadikan sebagai arena pintu masuk rekonstruksi, sebagai perkat kepentingan nasional.
Sebagai kritikus mungkin saya... bisa menegaskan itu. Wa'alaikumsalam. Mengerikan penutupnya. Pemirsa, karena politisi itu tidak pernah percaya dengan apa yang dia ucapkan sendiri.
Maka mereka itu terkejut ketika tahu ternyata rakyat mempercayainya. Charles de Gaulle, Presiden Perancis ke-18. Kita ketemu ALC yang akan datang, kami diskusikan, Anda simpulkan.