Transcript for:
Tantangan dan Harapan Masa Depan Indonesia

Kok lu gak takut hilang? Gue tuh sayang banget sama Indonesia. Gue lahir disini, gue pengen grow disini, dan plannya gue pengen tutup usia juga di tanah air.

Tapi justru karena rasa sayang itu, muncul kekhawatiran. Dan gue kalau boleh jujur, sekarang gak terlalu yakin sebenernya kita ke arah yang bener. Atau Indonesia Mask 2045 itu sebenernya agak impossible buat dicapai.

Cuma gue minta tolong untuk ngerti konteksnya, kalian nonton sampe habis, biar gue gak hilang. Siapa pun yang mengawal Singapura, harus punya air itu di dalamnya, atau berhenti. Ini bukan permainan kartu, ini hidupmu dan hidupku Dan selama saya di tanggung, tidak ada yang akan menangkapnya dari semua aspek. Kita ngomongin ekonomi, kesejahteraan rakyat, sampai sekarang tuh megang status rakyat yang paling makmur di seluruh dunia.

Cuma kalah sama Luxembourg. Nah terus, kalau kita bandingin sama kondisinya Indonesia, yang merdekanya tuh lebih dulu lahir udah berlimpah sama sumber daya alam, populasi kita masif banget. Dan masih di situ-situ aja.

Mungkin kalau kritik ras, beberapa bahkan ada kemunduran. Gue pas denger quote-nya si Dr. Sukidi Mulyadi. Beliau bilang, kita tumbuh menjadi masyarakat yang berpegang teguh pada tradisi feudalisme.

Tradisi koncoisme, tradisi nepotisme, tradisi politik balas bodi, dan tradisi yang lebih menekankan senioritas dan konflik kepentingan. Pertanyaannya, emang itu bener? Dan kalau bener, salah siapa? Gue punya kepercayaan yang kuat banget, that leadership is everything. Di bisnis, CEO-nya yang salah.

Di organisasi, ketuanya yang salah. Di negara, pemerintah. Dan satu prinsip yang gue pegang sampai sekarang sebagai pemimpin, it's never anyone else's fault, even if it is.

Apapun yang salah di bawah, di dalam, di luar Yang menyebabkan kegagalan selama lo memimpin adalah salah lo sebagai pemimpin Karena kalau kita ngomong tentang negara maju Di semua sejarah perkembangan ekonomi di seluruh negara di dunia Kesuksesannya itu bergantung sama pemerintahnya Kalau misalnya mau bawa Indonesia ke masa kejayaan Kita harus bisa percaya dan bergantung sama pemimpin kita yang bakal bawa kita ke masa kejayaan itu One thing I learned about business Pemimpinlah orang satu-satunya yang punya pertanggung jawaban paling besar Untuk membawa sebuah organisasi ke masa depan Lantas, apa yang kurang dari... ke pemimpinan di Indonesia. Di tahun 1965, Singapura itu akhirnya meredeka. Mereka lepas dari Malaysia Tapi di saat itu 70% dari warganya itu tinggal di daerah kumuh. Lee Kuan Yew waktu itu berumur 36 tahun, mimpin Singapura dari tahun 1959, dan berhasil ngembangin ekonominya sampai 15 kali lipat.

Pas kejadian, seluruh pakar sama pengamat ekonomi bilang, this is an economic miracle. Sebuah keajaiban ekonomi yang berhasil nurunin pengangguran dari 13% sampai cuma satuan persen. Dan itu dalam 20 tahun setelah merdeka. Yang fast forward, ngebawa Singapura dari negara third world country jadi first world country dalam 40 tahun. Jadi pertanyaannya gini, Bisa nggak negara kecil, bobrok, kemiskinan di mana-mana, banyak yang nggak punya rumah, edukasi nggak merata, mental rakyatnya tempe banget, jadi negara super power di seluruh dunia dengan segala kekurangannya?

Jawabannya, bisa. Tapi di sini kuncinya tuh kepemimpinan. Kepemimpinan meritokrasi.

Buat yang gak tau artinya apa, meritokrasi itu sistem politik dimana siapapun itu berhak untuk jadi pemimpin, tapi berdasarkan kemampuan atau prestasi. Orang-orang yang kompeten yang bisa pegang di jabatannya. Bukan masalah kekayaan, kelas sosial, apalagi masalah titip jabatan.

In retrospective, Indonesia itu merdeka di tahun 1945. Sekarang udah sekitar 79 tahun berjalan, tingkat kemiskinan masih di angka 9%, dan kesenjangan ekonominya itu masih signifikan. Of course, gue gak segoblok. Compare Indonesia sama Singapura, apple to apple Dari kepulauannya, geografisnya Dulu kita dijajah Belanda yang agak parasit lah Dan Singapura dijajahnya sama Inggris Jadi memang starting pointnya beda Cuma topik yang mau dibawa disini Itu apa yang dilakuin sama Lee Kuan Yew Untuk dia bisa ngeprogress Singapura Dari negara yang bobrok jadi negara super power Nah waktu itu Lee Kuan Yew cuma fokus dua hal Self-reliant and efficient Self-reliant atau bahasanya mandiri Dia tuh tau betul, kayak Singapura itu sangat tidak punya sumber daya alam Lo mau nanam apa disana semuanya lumpur, gak bisa numbuh Jadi dia sadar sebagai pemimpin, lihat negaranya dengan warga-warga yang masih goblok, terus kepikiran, ini aset paling kuat gue.

Super power Singapura adalah orang-orangnya. Gimana caranya bikin mereka sejak setelah, produktif, mentalnya kuat, dan mendukung apa yang pemerintah lakuin. Karena fokus kedua yang dilakuin sama Lee Kuan Yew adalah to be efficient. Dan ini, itu kuncinya. Lee Kuan Yew fokus ke namanya zero tolerance.

Pro kontranya, Singapura tuh dari dulu dilihat sebagai negara yang otoritaria. Dia keras banget, tapi saking kerasnya, mereka bisa... punya budaya anti korupsi yang non-ego yang ngelakuin dihukum keras banget tapi dibaliknya semua pegawai pemerintah itu digaji sangat tinggi. Kenapa?

Tujuannya untuk attract smart talent. Ini quote-nya dia sendiri. If there's no smart talent in the government people will suffer.

Rakyat tuh bakal menderita kalau orang-orang di pemerintah itu go b****. Kalau gue berikan dalam bentuk prinsip prinsipnya itu lakukan hal yang benar dan orang akan menyukainu. Bukan melakukan hal yang orang sukai biar kelihatan benar. Karena dia efisien banget.

Nilai-nilai meritokrasi. Semua orang di pemerintah itu yang competent dan Gak ada tuh titip-titip, gak ada tuh dikasih hadiah Sampai di tahap semua program, semua kebijakan, semua janji-janji yang dia kasih ke masyarakatnya Gak ada satupun yang gak ter-deliver dengan baik Kalau ada pun dikit, kalian bisa lihat semua program-program yang dijalankan oleh Singapura Dan ini tuh balik lagi, kenapa leadership matters a lot? Kenapa kepemimpinan di sebuah negara itu bisa dibilang andil paling gedenya ini negara bakal maju atau enggak? Pertanyaannya, coba kita retrospective apa yang sedang terjadi di Indonesia Kesimpulan mereka ini non-state actor dengan motif ekonomi. Itu udah alhamdulillah dulu, kalau kan orang yang nyerang negara, beras.

Begitu kok alhamdulillah pak, harusnya inani lahir pak. Ya berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan aja sih pak. Kalian jangan salah nangkep ya, gue tuh peduli banget sama Indonesia.

Tapi kalau lo peduli, lo harus sadar dan mengakui segala keburukannya. Karena gimana cara lo solve sesuatu kalau lo gak mengakui kesalahannya. Kalau disini kita udah paham ya, meritokrasi itu menaruh orang yang... di posisi yang benar, lawan katanya itu kakistokrasi. Dan itu serem banget.

Kalau sampai terjadi, itu kehancuran dari negara manapun. Dimana orang-orang di posisi tertentu bisa menjabat dan memimpin negara. Yang pemimpinnya itu dari warga negara yang paling buruk, paling tidak memenuhi syarat, dan paling tidak bermoral. Dan itu definisinya kakistokrasi.

Di sini gua gak bilang Indonesia tuh udah di tahap itu. Tapi bisa aja ini sebuah possibility. Gua gak bilang semuanya. Tapi ada bagusnya kita ngeliat pejabat-pejabat di posisi tertentu, apakah prestasi dan kredibilitas mereka.

Itu kompeten dan memandai untuk posisi tertentu Kalau enggak, gue ref**k Salah satu yang dimention sama Dr. Sukidi Itu masalah politik balas budi Bantu saya sekarang dan saya akan memberi Anda posisi di masa depan Itu udah jadi kritik masyarakat Yang gue udah sampai di tahap Yaudah lah Asalkan orang yang dititipkan memang punya kredibilitas dan kemampuan untuk benar-benar bisa kerja. Tapi kalau kita berkaca sama isu-isu belakangan yang viral, dari hal kebobolan, background pengalaman pendidikan dari orang yang menjabat posisi tertentu, of course rakyat itu jadi bertanya-tanya. Bisa nggak sih Indonesia itu pegang nilai-nilai meritokrasi kayak di Singapura?

Semua tergantung sama pemimpinnya. Lebih tepatnya, dia berani nggak untuk ngerombek semuanya se-nggak nyamannya, sesusah apapun demi kepentingan masa depan. Dan kalau misalnya kalian yang nonton, itu mulai berpikir kritis ya. Pasti muncul nih, Korea yang ninggi-ninggiin Lee Kuan Yew. Berarti dia support nilai-nilai diktatorship dong.

Jangan salah, soalnya Lee Kuan Yew itu juga nggak perfect. Dia punya brand diktator dan sangat pro dalam membungkam atau men-shutdown semua yang nggak support atau nggak mau ikut dengan visi dan strateginya dia. Termasuk ngebatasi media. Itu dijagain. Sampai di tahap semua platform.

Itu wajib align sama narasi pemerintah. Gak boleh kritik pemerintah. No free speech. Dan dia sendiri bilang kayak gini.

Demokrasi itu sebenarnya gak bagus. Untuk negara berkembang yang baru. Kecuali kasusnya kayak Amerika. Yang mereka udah ngeadupsi nilai itu udah dari lama.

Kalau sekilas kalian denger. Dan bahkan gue sendiri sebagai content creator ya. Gue gak setuju sama itu. Tapi ini sesuatu yang gue pikirin banget ya.

Food for thought. Kenapa kita ngelakuin apa yang kita lakuin sekarang? Karena kita khawatir. Di satu sisi.

Kalau misalnya pemerintah. Atau pemimpin negara melakukan semuanya dengan benar. Warga selalu diprioritaskan, hasilnya selalu real, dan kita jadi negara yang lebih baik.

Bakal menurut nggak? Kalau gue happy, sejahtera, makmur, apa alasan gue untuk menyuarakan hal-hal yang nggak enak? Demokrasi, nilai yang kita pegang, itu konsepnya dari rakyat untuk rakyat. Kedengerannya bagus, semua aspirasi rakyat sama kebutuhan rakyat itu jadi selalu didengerin.

Dan itu kepemimpinan yang dipegang sama Indonesia. Kita pro-rakyat. Kita pro-rakyat, kan? Benar tidak kalau tapera itu sekarang menjadi tambahan penderitaan rakyat?

Jujur, gue sempet kontemplasi. Apa kalau misalnya kita punya pemimpin yang bener, yang kuat? Indonesia tuh bisa lebih maju kalau lebih ke arah yang otoritarian.

Tapi dengan tanda kutip, kalau dengan pemimpin yang bener. Karena dengan diktatornya Lee Kuan Yew, dari tahun 1965, fast forward, dia berhasil bikin kebijakan taperan yang hasilnya 80% dari warganya itu punya rumah. Di tahun 1980, dia naikin skill warganya dengan adopsi high-tech industry. Tapi dia nggak mau menfakturing lama-lama nih.

Dia invest lebih banyak lagi ke human capital. Terus pancing investasi asing dengan kasih mereka keringanan pajak, tax holiday. Bawa pelatihan orang dari luar negeri untuk ngelatih orang-orang Singapura.

Sampai warganya high skill, bisa make a lot of money. Uangnya diputar lagi untuk investasi ke warganya. Dan itu siklus productivity loop yang dilakuin sama Lee Kuan Yee.

Cuma kalau kita ngomong tentang pencapaian. Dan gimana cara pemimpin bisa mencapai pencapaiannya. Ada satu komoditas penting banget yang dia harus punya. Realitanya tuh gini, pemimpin yang terpilih itu nggak mesti pemimpin yang terbaik Namun pemimpin yang punya tingkat kepercayaan paling tinggi dari masyarakat Dan emang itu realitanya That's how democracy works, rakyat yang memilih Itu pentingnya komoditas kepercayaan Dan sedihnya, itu seremnya juga Komoditas yang di era digital sering disalah artikan jadi popularitas Karena kepercayaan itu beda dengan popularitas Gue mau ulangin quote yang gue sebut di awal video Prinsipnya, lakukan hal yang benar dan orang akan menyukainya Bukan lakukan yang orang sukai agar terlihat benar. Kecuali ada yang tidak suka melihatmu melakukan hal yang benar.

Gue ini kerja baik aja yang mau dipenjari orang. Dengan segala kekurangannya dan segala blundernya, menurut gue Ahok itu nunjukin sisi kepemimpinan yang tegas dan baik. Pak Wali, kamu bongkar-bongkar rumah orang salah alamat lagi. Ini ada pengaduan, saya lihat kamu maco.

Pada suatu saat di tahun 2016, dekan dari Likwanyu School Dia bilang kayak gini, Anda beruntung karena punya gubernur seperti Ahok Dia seolah mengingatkan saya seperti Mr. Likwanyu di saat muda Dan dia bilang kesamaannya Ahok sama Likwanyu itu dari gaya ketemu pimpinan Mereka itu sama-sama orientasinya terpraktek Bukan cuma ngomong doang, bukan cuma taruh di kertas Ngerjain sesuatu itu sampai selesai, sampai tuntas Dan itu yang dilakuin sama Likwanyu yang dilihat dari Ahok Tapi, ya kalian tau lah apa yang terjadi di 9 Mei tahun 2017 Kadang kita keliru masalah kepercayaan sama popularitas. Pemimpin yang baik itu kadang harus ngelakuin sesuatu yang tidak populer, tapi benar ala kadarnya untuk kemajuan negara kita. Dan emang benar, pemerintah itu butuh yang namanya small wins untuk pelan-pelan ngebangun kepercayaan masyarakat. Tapi, small wins itu harus dilakuin dengan result atau output, bukan hanya mengusung apa yang mendukung popularitas.

Lake One U itu punya branding namanya Diktator. Kalau kita ngomong ke seluruh dunia, siapa yang suka sama Diktator? Balik lagi, pertanyaannya kenapa dia dipilih? Karena dia berhasil dapetin trust, kepercayaan dari masyarakatnya Dia memastikan kesejahteraan untuk rakyat-rakyatnya Dan disini kita lihat benang merahnya Jadi pemimpin yang pinter dan tegas Sebuah negara dan keseluruhan rakyatnya Bakal susah maju kalau rakyatnya tidak percaya dengan pemerintah That's what happened di Singapura Walaupun kalau kalian lihat ya, komen-komennya Masih ada yang takut atau trauma sama kepemimpinannya Lee Kuan Yew Tapi disatuan selama, mereka tuh sadar dan tau betul Kalau nggak ada Lee Kuan Yew yang mimpin Mungkin Singapura selamanya jadi negara selam Nah, lantas ini udah di-shadow gimana? Semua orang tuh ngerasa korupsi itu a matter of kehilangan uang.

Uang yang hilang yang harusnya bisa dipakai untuk hal lain yang lebih baik. Penyataannya, sebenarnya culture korupsi itu jauh lebih destruktif dibanding cuma kehilangan monetary value. Karena kalau kalian ngikutin sejarah, di jamannya Soeharto, ekonomi kita tuh tumbuh pesat banget.

Bahkan ada yang bilang Lee Kuan Yew itu besti banget sama Soeharto. Tapi di saat yang sama, itu era pemberitaan dengan korupsi yang paling masif. Yang bikin kita mikirkan, walaupun ada korupsi, ya nggak apa-apa negara kita maju kan. Cuma gue mau kasih analogi kayak gini ya. Misalnya lo disuruh bangun jembatan untuk warga-warganya.

Budgetnya 100 juta. 60 juta masuk kantong yang dipakai beneran itu 40 juta. Di era pemerintahannya, good, bener. Jembatannya bisa dipakai dan seluruh warganya itu happy.

Akhirnya mereka bisa transportasi. Analoginya, ekonominya bisa maju. Cuma ngejalanin negara itu kan nggak cuma mikir selama periode lo menjabat.

Mungkin di presiden selanjutnya atau presiden selanjutnya, pas jembatan dipakai, akhirnya mereka roboh. Karena harusnya 60 juta itu bisa dipakai untuk bikin jembatan yang lebih tahan lama. Dan efeknya tuh jangka panjang.

Lee Kuan Yee tuh sadar betul pas dia bikin planning untuk Singapura, dia tuh plan 100 tahun ke depan. Yang kebetulan semuanya tercapai dalam 40 tahun. Dan ini respon yang gue sering dapet di komen-komennya. Kondisi dimana warga tuh udah tau ini f**k banget, lo mau ngapain-ngapain juga gak bakal bisa solve itu, jadi muncullah sifat apatis, dan mereka pilih untuk mendingan gue bodo amat ya, gue gak usah dukung, gue gak usah ngapain-ngapain lagi. Dan itu adalah situasi yang fatal.

Kalo misalnya ada problem yang sebesar itu, siapa yang harusnya solve problem ini? Balik lagi ke prinsip awal, pemimpin. Konsep yang selama ini kita mikir masuk ke pemerintahan, itu harusnya doing the hard work.

Kerja keras, pikirin tentang usulan kebijakan yang bisa maju negara kita, dan mensejahterakan rakyat. Tapi coba kalian even boleh komen di bawah. Salah nggak kalau gue bilang perspektif yang ada sekarang, lo masuk ke pemerintah biar lo bisa kaya raya?

Kenapa artis-artis, influencer, yang ikutan berpolitik padahal kita tahu mereka nggak ada kompetensinya, bisa menjabat, dan kalau mereka harus sesuai dengan definisi awal, masuk ke pemerintahan to do the hard work, mereka bakal tetap nyalek, kan? Karena kebijakan-kebijakan yang bagus, itu cuma bisa muncul dari orang yang... kompeten, dan mau bekerja keras.

Salah satu topik yang mayor banget, yang gue selalu omongin di mana-mana, itu masalah diindustrialisasi dini. Bahasa Inggrisnya ya, premature deindustrialization. Karena di negara maju mana pun. Industrialisasi, manufacturing, itu satu industri yang sangat amat penting, dan kontribusinya gede untuk ngajuin ekonomi, buka lapangan pekerjaan, dan naikin skill-nya masyarakat.

Contoh dari tindakan atau kebijakan yang buruk, itu tergiur dengan kemenangan jangka pendek yang kita halamin yang namanya Dutch Disease. Gue kasih analogi simple ya. Kalian pengusaha kebun lemon.

Elang punya kebun lemon yang luas banget Dan ini ya analoginya Indonesia dengan sumber daya alam yang sangat amat berlimpah Kalian udah punya plan awal yang solid banget Ini tahun 2000an Yaitu untuk membuka pabrik dan toko lemon. Analoginya, ini investasi kita di manufacturing, SDM, dan teknologinya. Dari modal 5.000 perak, kita bisa ubah jadi 15.000 perak.

Tiba-tiba, harga lemon itu naik jadi 7.000 rupiah. Nggak mikir panjang, langsung banding setir. Gue nggak usah bikin lemonade, mendingan gue jual lemon mentah aja.

Ditinggalin tuh peralatan, investasi di SDM, toko-tokonya, analogi simpelnya tuh kayak gitu. Dan yang lebih lucu lagi, pas kita jual lemon kita harga 7.000, kita malah beli balik dari luar, lemonade yang harganya 20.000. Yang lebih untung siapa?

Ini contoh-contoh kebijakan yang kelihatannya kayak big win di awal, tapi sangat menyakitkan di jangka panjang. Lapangan pekerjaan jadi nggak keserep, teknologi jadi nggak keinvestasi. Di saat Vietnam sekarang bisa produksi 72 komponen dari 360 bagian untuk membangun iPhone, Indonesia cuma bisa bikin dua. Dan ini contoh-contoh yang real, yang menurut gue berdampak ke kenapa warga-warga kita sekarang low skill, pengangguran. Setiap perkembangan ekonomi yang ada, lapangan pekerjaan tuh nggak bisa nyerep warga-warganya.

Dan sedihnya, Ini cuma satu dari sekian banyak contoh dimana Indonesia tuh ketinggalan, bahkan beberapa mengalami kemunduran which balik ke point terakhir yang gue mention di awal. Kita masih ada waktu 21 tahun untuk merealisasikan Indonesia emas 2045. Singapur itu bisa jadi Singapurnya sekarang yang sangat amat gua percaya itu hasil dari kepemimpinan yang kuat, smart, punya nyali, dan berintegritas dan kita sadar itu, pemerintah juga sadar soal itu kalian ga perlu nebak-nebak lah, gua pro perubahan atau pro keberlanjutan cukup pro Indonesia dan untuk pro Indonesia, lu bakal sadar lu butuh keduanya ubah yang udah menjadi sampah di culture kita lanjutkan apa yang baik nanti ada yang bilang alah cuma bisa kritik doang coba dong benerin sendiri di pemerintah udah salah itu pola pikir kalau gue bisa kontribusi I would tapi sebagai warga this is what I can do gue bukan orang hebat gue bukan Lee Kuan Yew tapi kalau ngeliat dari seluruh kondisi dan kekhawatiran yang gue punya terhadap Indonesia I would do three things pertama dari segi manusia tempatkanlah orang-orang yang bener-bener kompeten, nasionalis, dan berintegritas di posisi-posisi yang memang membutuhkan orang itu. Kita harus mulai bangun kesadaran bahwa kepimpinan meritokrasi is the way. Jangan kita melihat ada yang menjabat posisi tertentu pas kita lihat rek-rekat credibility dan prestasinya malah di posisi yang lain.

Ini perlu terjadi banget sebelum kakistokrasi terjadi. Gue bakal ulangin quote dari Nick Wonyu. If there is no smart talents in the government, people will suffer. Kedua, dengan orang-orang yang tepat, muncullah kebijakan-kebijakan yang gak harus populer, tapi kebijakan yang baik dan benar. Hasil tuh gak bakal bohong.

Indonesia memang sekarang butuh small wins, karena kita kalau dilihat dari indeks kepercayaan, itu lumayan concerning. Jadi, lakuin hal-hal yang bisa memicu kembali trust dari rakyat, tapi hasil dari memberi dampak positif, yang bukan cuma mikirin jangka pendek, tapi jangka panjang. Dan key challenge-nya di sini, poin ketiga, adalah berkomunikasi lah dengan baik. Niat dan hasil yang baik, belum tentu bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

kalau nggak dikomunikasikan dengan baik. Karena masyarakat tuh lama-lama makin pinter. Pelan-pelan mereka bisa bedain yang namanya popularitas sama kepercayaan yang real.

Kalau sampai harus bikin kebijakan yang nggak populer, so be it. Lakuin anyway, tapi harus bisa komunikasi dengan baik. Dan komit untuk ngelakuin dengan jangka panjang.

Bukan sekedar buat memerankan popularitas. Menurut gue, kita masih jauh dari yang namanya Indonesia Mas 2045. Dari indikator ekonomi aja, beneran bisa nggak kita naik ke angka yang kita dabadabakan itu 7-8%. Bisa nggak kita tahan rupiah kita di bawah 20 ribu?

Bisa gak data kita ke depannya gak keboboran lagi? Kunci dari video ini, yang mungkin bisa diambil untuk kalian yang nonton bukan sekedar untuk instasi pemerintah, leadership, atau kepemimpinan yang kuat, is everything to an organization. Dan kita sebagai rakyat tinggal di Indonesia, berhak untuk bisa menagih itu.

What do you guys think? See you guys in the next video. Bye-bye.