Ini adalah bumi, planet yang kita huni. Sayangnya, saat ini planet kita dalam kondisi yang tidak baik untuk dihuni. Bumi sedang menghadapi efek perubahan iklim yang mempercepat kerusakannya, atau yang lebih kita kenal dengan pemanasan global.
Jadi, apa itu perubahan iklim? Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distrik. Atmosfer bumi terdiri dari beragam macam gas, diantaranya oksigen, nitrogen, serta gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini diantaranya yaitu karbon dioksida, nitrogen dioksida, dan metana. Cahaya yang berasal dari matahari menabrak permukaan bumi.
Bumi menyerap sebagian energi tersebut, sedangkan sebagiannya lagi dikembalikan ke asalnya. Fos rumah kaca seperti karbon dioksida menangkap energi tersebut dan mengirimnya kembali ke permukaan bumi, sehingga bumi semakin panas. Hal ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
Dalam konteks normal, efek rumah kaca baik untuk bumi, karena tanpa efek rumah kaca, panas akan hilang ke angkasa, dan temperatur rata-rata bumi akan menjadi 60 derajat Fahrenheit lebih dingin. Tetapi, efek rumah kaca yang berlebihan dapat menjadi penyebab bencana yang besar. diakibatkan oleh banyaknya energi yang tertinggal di atmosfer kita dan memperparah pemanasan bumi. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan gas rumah kaca berlebih diantaranya yaitu pembakaran bahan bakar fosil, limbah dan polusi, peternakan, dan pengundulan hutan.
Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam serta bensin merupakan polutan terbesar dari emisi karbon. Tempat pembuangan sampah adalah polutan gas metana terbesar di Indonesia. Rata-rata orang di Indonesia Indonesia menghasilkan 0,7 kg sampah per hari.
Pada tahun 2017, tercatat sebanyak 65 juta ton sampah yang dihasilkan di Indonesia setiap tahun. Dengan lebih dari 7 miliar orang yang hidup di dunia, maka 11,6 triliun ton sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir setiap tahun. Sejumlah besar kotoran yang dihasilkan oleh peternakan menghasilkan gas beracun seperti hidrogen sulfida, amonia, dan metana ke udara.
Metana 28 kali lebih banyak memerangkap panas dibandingkan karbon dioksida. Lebih dari 56 miliar hewan dipelihara secara mendunia setiap tahun untuk keperluan konsumsi. Hal ini 8 kali lebih besar dari populasi manusia dan sebanyak 8 kali pula emosional. emisi dari kotoran hewan tersebut bertambah ke atmosfer. Hutan tropis menyimpan karbon di tanah dan pepohonan.
Seperti spons, hutan tropis menyerap karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Kita membutuhkan hutan dengan luasan besar untuk meredam dan melawan perubahan iklim, serta menjaga bumi. Tetapi yang terjadi kita melakukan sebaliknya. Di Indonesia, hutan rawa gambut lenyap akibat akibat pembalakan, kekeringan, dan dibakar untuk perluasan kelapa sawit. Lahan gambut ini menyimpan karbon yang sangat besar.
Ketika mereka dikeringkan dan dibakar, akan menjadi sebuah bom karbon yang melepas hampir 2 miliar ton karbon dioksida berbahaya setiap tahun. Berkat pengundulan hutan dan lahan gambut, Indonesia menjadi negara pencemar polusi ketiga terbesar di dunia, setelah Amerika dan Cina. Nah, sekarang bagaimana cara membuat karbon?
membuktikan bahwa aktivitas manusia merupakan penyebab utama meningkatnya perubahan iklim dan bukan hanya proses alami yang terjadi pada bumi. Pada tahun 2016, peradaban kita menghasilkan 40 miliar ton karbon dioksida, yang mana setara dengan 700 triliun kaki kubik karbon dioksida. Jumlah ini lebih kurang sama dengan 100 gunung Everest. Bahkan, jumlah karbon dioksida sebanyak ini mampu untuk mengisi seluruh Grand Canyon 5 kali, atau setara dengan 900 triliun kaki kubik karbon dioksida. 19 juta bangunan Empire State.
Polutan alami bumi adalah gunung berapi. Jika kita menghitung dengan teknik perkiraan ilmiah, jumlah emisi karbon yang dihasilkan oleh gunung berapi setiap tahun dapat diperkirakan sebesar 500 juta ton karbon dioksida yang berasal dari vulkanik. Tetapi itu bahkan belum menjelaskan mencapai 2% dari 40 miliar ton karbon dioksida yang dihasilkan peradaban kita.
Mengapa kita harus peduli dengan pemanasan global dan peningkatan perubahan iklim? Sejak abad lalu, suhu bumi meningkat 1,5 derajat Fahrenheit dan dan diperkirakan akan terus naik 0,5 hingga 8,6 derajat Fahrenheit selama 100 tahun ke depan. Hewan dan tumbuhan sulit untuk beradaptasi dengan kondisi ini. Jika satu spesies punah, maka akan menyebabkan efek domino terhadap rantai makanan. Tidak ada kehidupan hewan dan tumbuhan, tidak ada pula kehidupan manusia.
Meningkatnya suhu bumi membuat lautan menjadi lebih panas, sehingga akan meningkatkan keasaman air laut yang mana timbul akibat karbon dioksida bereaksi dengan dengan air asin. Peningkatan keasaman air laut membahayakan kehidupan hewan laut dan menjadi penyebab utama kerusakan terumbu karang. Kenaikan suhu air laut hingga 4 derajat yang diakibatkan oleh pemanasan global juga akan menyebabkan sekitar 89% terumbu karang di wilayah Pasifik Barat dan sekitarnya mati.
Ini tentunya menjadi masalah besar karena sekitar 1 miliar orang menggunakan kehidupan laut sebagai sumber protein utama mereka. Perubahan air laut Dan iklim juga menyebabkan bencana alam yang terjadi secara intensif, seperti banjir, angin topan, gelombang panas, tornado, bahkan kekeringan. Di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB mencatat terdapat lebih kurang 17.000 kejadian bencana di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.
Kejadian itu terdiri dari banjir 6.261 kejadian, puting beliung 5.128 kejadian, tanah lokal, dan tanah air. kelongsor 4.077 kejadian, kekeringan 637 kejadian, kebakaran hutan dan lahan 620 kejadian, gelombang pasang atau abrasi 167 kejadian, serta batusan gunung berapi 52 kejadian. Di Indonesia, pemanasan global ini salah satunya berdampak pada tenggelamnya dua wilayah bagian dari sebuah desa di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah karena banjir rob.
Daerah tersebut diketahui memiliki luas wilayah 89.704. dengan panjang pantai 34 km. Namun, saat ini abrasi sudah meluas hingga area 798 hektare. Dampak perubahan iklim juga diketahui bisa memicu tenggelamnya sekitar 2000 pulau kecil di tanah air pada 2030. Analisa itu dipublikasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan PBB pada tahun 2009. Jadi pertanyaannya adalah, bagaimana cara kita menghentikan ini? Alih-alih membakar bahan bakar fosil, kita perlu mengubahnya menjadi energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin yang menghasilkan nol emisi karbon saat pengoperasian.
Energi dari matahari dan angin tidak terbatas, tidak seperti bahan bakar fosil. Energi matahari yang jatuh ke bumi lebih banyak dari kebutuhan peradaban kita dalam satu tahun. Jika kita mengurangi defortasi, di samping mengurangi jumlah bahan bakar fosil yang terbakar, tentunya akan lebih banyak pohon-pohon di hutan yang secara aktif menyerap karbon dioksida. Bagaimana cara kita dapat membantu secara pribadi saat ini juga?
Kita dapat menggunakan mesin-mesin kendaraan yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan. Atau kita dapat menggunakan kendaraan-kendaraan. Gunakan barang elektronik Anda seefisien mungkin. Seperti gunakan bola lampu hemat energi, keringkan pakaian Anda. Anda secara manual dan matikan barang elektronik Anda saat tidak digunakan.
Kurangi, gunakan kembali, daur ulang, dan tentunya, sebarkan pengetahuan dan kepedulian Anda terhadap perubahan iklim. Ingatlah, perubahan iklim merupakan persoalan yang sangat nyata dan berpengaruh terhadap bumi. Bumi adalah rumah kita, meskipun kita adalah masalahnya, namun kita juga dapat menjadi solusinya.