Gambar ini, saya print screen, terus kemudian saya cemlungin ke sini. Nggak boleh, Bapak Ciklan. Praktek yang sering banget kita lakukan kan sebenarnya kan. Ya, ini nggak boleh ini.
Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selanjutnya dari yang kemarin kita diskusikan.
Kemarin kita sudah diskusi 1, 2, 3 ini, Bapak Ciklan. 1, 2, 3 ini. Makanya ini nanti saya recap sedikit.
Itu kan cepat karena kita... konsentrasi kita mau ke literatur sama penulisan sebenarnya hari ini. Plus nanti benar-benar psikomotrik penulisan ya, waktu kan saya ajarkan pakai Microsoft Word gitu ya, terus kemudian kita pakai Mendeley, paper-paper yang sudah kita download. Nah ini kemarin tugas yang sebelumnya teman-teman download paper gitu ya, sesuai dengan topiknya, baru kemudian kita templungin ke Mendeley, terus kemudian kita mulai nulis. Gitu sebenarnya.
Saya sampaikan bahwa riset itu agak sedikit beda dengan yang kita pahami sekarang. Kalau kita pahami sekarang riset itu, saya nemukan masalah dari sekitar, oh enggak. Riset itu nemukan masalahnya dari paper. Orang sudah menemukan pemecahannya bahkan gitu ya.
Tapi kita mencari pemecahan yang lebih baik sedikit. Nah, cara pemecahan lebih baik sedikit. Sedikit cara yang kita tambahkan dari cara yang sudah ada, itu disebut kontribusi ke pengetahuan.
Itu langkah paling cepat ya Pak Wisskulan. Untuk bisa membuat yang sedikit tadi Pak Wisskulan. Kita perlu ulang-ulang riset, riset. Makanya disebut research. Nyari lagi, nyari lagi, nyari lagi.
Gitu tuh, Bapak Beslan. Jadi nggak cuma ngantem sekali, habis itu selesai. Nggak. Memang prosesnya riset. Apa yang kita cari, Bapak Beslan?
Kalau bahasanya dosen, original contribution to knowledge. Riset itu yang dikejar original contribution to knowledge. Nggak ngejar apapun. Tidak mengejar original contribution to people.
Tidak. Tidak mengejar produk harus kita hasilkan. Tidak.
Gitu ya. Tidak mengejar, oh saya harus membuat rekomendasi. Enggak, Pak Busekulan. Yang kita lakukan original contribution to knowledge. Jadi di bidang kita, kita punya kontribusi.
Kalau saya bidangnya pendidikan mungkin, oh saya membuat gaya pembelajaran yang baru. Saya bidangnya komputer, saya membuat algoritma atau mengimprove algoritma, jadi algoritmanya baru atau algoritmanya diperbaiki. Orang komputer membuat sebuah algoritma untuk memprediksi. Harga saham, itu kontribusinya nggak dihitung yang di harga sahamnya. Kecuali dia pengen lulus dengan magister atau doktor ekonomi.
Gitu, Pak Wisskulanya. Tapi kalau dia bidangnya komputer, yang dia dihitung adalah kontribusi ke bidang komputernya. Gitu, Pak Wisskulanya. Ini konsepnya.
Ini nanti sudah saya bahas di yang YouTube saya. Caranya membuat kontribusi gimana? Menemukan atau merevisi teori, metode, fakta, dan aplikasi.
Saya nggak membuat baru, tapi saya mengaplikasikan satu... teori yang dibuat orang psikologi untuk menghitung, men-split kriteria yang ada di algoritma di centric. Good.
Itu namanya aplikasi. Bukan algoritma genetika saya pakai untuk menentukan desain bendungan, di bendungan jati luhur, bendungan gajah mungkur. Itu bukan kayak gitu.
Bukan kayak gitu yang dimaksudkan aplikasi. Kita ubah objeknya aja. Gitu enggak. Ini yang di Indonesia agak sedikit salah. Akhirnya ketika harus nulis paper di jurnal internasional, enggak pada nembus.
Enggak bisa nembus. Jadi kalau dilihat... riset life cycle ini, itu di ujung ada publikasi.
Nanti, oh saya punya, nemukan, saya pengen bidangnya ganti, naik ke atas. Oh saya pengen masalahnya ganti, naik ke nomor 3. Gitu ya, nanti sebentar ya. Pertanyaannya, kenapa kok harus publikasi?
Karena, if your riset does not generate papers, maknanya belum dilakukan. If it was not published, maknanya, ya memang belum dilakukan. Miller sama Whiteside sama bahasanya Dan Bapak-Ibu Sebenarnya peraturannya udah banyak ya Sarjana harus nulis Paper udah banyak, saya sampai enak ini Ikut rapat-rapat didikti dulu Setiap peraturan edaran gak pernah ada yang dilakukan Toh sekarang gak ada punishment juga Ke kampus-kampus kan gitu ya Peraturannya sudah terlalu banyak Ini secara de facto Nah kualitas peneliti itu ditentukan Dari jumlah paper yang diterbitkan Sama jumlah citasi Jadi kalau ditanya Wah ini penelitinya keren ini karena ganteng, orang nggak ada urusannya.
Penelitinya keren ini karena penjualan textbooks-nya terkenal. Nggak, nggak dihitung itu. Penjualan textbooks itu nggak dihitung sebagai kualitas peneliti.
Makanya Philip Kotler, it's a brilliant man ya, dalam penulisan textbooks. Tapi bukan yang paling advance, bukan yang paling keren ketika di penelitian. Itu sebenarnya, Bapak-Ibu. Peneliti di Indonesia itu... tingkat publikasinya rendah.
Ini kalau kita lihat, Bapak-Ibu sekalian, orang Indonesia itu publikasi papernya levelnya berapa? Kita nomor 61, Bapak-Ibu sekalian, dari hampir 150 negara. Jadi, Malaysia itu di atas kita, Singapura di atas kita. Meskipun mereka dulu sahabat kita.
Jadi Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam itu sahabat karib kita. Ya Singapura di atas kita sedikit. Tapi dulu enggak banyak. Sekitar berapa ini?
20 tahun yang lalu ya, Bapak-Ibu. Jadi 20 tahun lalu kita setara. Enggak terlalu jauh beda.
Tapi kemudian, Bapak-Ibu, Malaysia mulai mengajak PhD-PhD Indonesia untuk berkaring di sana. Karena gajinya lebih menarik di sana. Tahun 2009, dia sama dengan Singapura, sekarang sudah jauh di atas Singapura. Kalau Indonesia, Indonesia termasuk bangsa yang konsisten loh, konsisten dalam keterpurukan gitu ya. Dan kita punya sahabat karib namanya Vietnam gitu ya.
Kita naik, dia legowo turun gitu ya. Kita turun, dia naik sedikit. Kita barengan aja ini. Jadi kita sedikit menang lawan Vietnam, tapi jauh jika dibandingkan dengan yang lain. Kondisi jurnalimnya di Indonesia.
dipublikasikan terbatas, tidak dilanggan. Nggak ada yang langgan, Bapak-Ibu Sekolah. Nggak laku jurnal kita itu. Apalagi kayak dulu, dicetak, diumpetin, gitu kan. Masalah di Indonesia itu, setiap kampus, bahkan setiap prodi, bikin jurnal.
Ini masalah besar, Bapak-Ibu Sekolah. Ngapain prodi bikin jurnal, gitu ya. Harusnya, Bapak-Ibu Sekolah, prodi itu meminta dosennya untuk menulis paper yang diterbitkan di jurnal-jurnal internasional. Bukan dia buat jurnal sendiri, Bapak-Ibu Sekolah.
Gitu ya. Makanya istilahnya itu, Bapak-Ibu Sekolah, melakukan masturbasi ilmiah, Bapak-Ibu Sekolah. Jadi menyenangkan diri sendiri aja dosen-dosen di Indonesia ini. Jadi nulis paper sendiri, nggak pernah bisa bersaing di luar, oh terbitkan aja sendiri, gitu ya. Nggak lucu banget di Indonesia itu.
Tapi ya mau gimana lah gitu ya. Ditulis dalam bahasa Indonesia, nggak digunakan pengajar juga, nggak pernah kita pakai juga, nggak dipedulikan, sedikit yang terindeks oleh skopus. Mengapa Indonesia sedikit publikasi? Ini dulu saya berperasaan nggak baik nih, Pak Osman.
Oh budaya Indonesia itu budaya lisan, bukan tulisan. Oh dosen kita sibuk. Karena mata kuliahnya banyak, tapi sekarang sudah dibatasi, Bapak-Ibu. 12 SKS, 11 SKS bahkan cuma gitu ya, per semester kan. Budaya Akademik Indonesia ngajar, bukan peneliti.
Nggak banyak yang punya minat penelitian. Kurangnya insentif. Saya dulu berperasaan positif seperti ini, Bapak-Ibu.
Sampai kemudian saya muter kampus, Bapak-Ibu. Bukan karena faktor insentif juga, bukan karena minat juga, Bapak-Ibu. Yang pertama, kurang ngerti gimana cara nulis paper.
Makanya kemudian... Saya diundang untuk penulisan paper, Pak Buseklan, di mana-mana. Penulisan ilmiah, gitu ya. Sampai saya kaget juga, Pak Buseklan.
Sudah ngerti cara nulisnya, tapi pada saat praktek mereka nggak ngerti, Pak Buseklan. Apa yang ditulis, ternyata. Mereka nggak ngerti metode penelitian yang benar.
Jadi saya ambil kesimpulan, Pak Buseklan. Orang Indonesia itu sedikit publikasi. Karena apa? Nggak ngerti cara melakukan penelitian.
Efeknya apa? Nggak ngerti cara nulis. Target tahun ini harus bisa nulis 100 paper. Itu stupid, Pak Buseklan.
Karena apa? Kenapa targetnya bukan target penelitian? Kenapa targetnya target penulisan?
Penulis paper itu kan pakai penelitian, karena siklusnya siklus penelitian. Kok bisa dia pasang target 100 paper? Padahal, Bapak-Ibu sekolah, penelitiannya kapan dong? Profesor-profesor besar aja, Bapak-Ibu sekolah, paling cuma setahun itu 2-3 yang first author ya. Tapi yang second author banyak karena mahasiswanya.
Hampir nggak ada yang satu tahun target 100. Waduh, brutal, Bapak-Ibu sekolah. Nggak ada, kecuali kita pakai mesin. Nah, kemudian Bapak-Ibu sekolah.
citasi. Yang saya lakukan tadi, Bapak-Ibu. Saya mencitasi ini tadi ya.
Nah, ini tuh namanya saya mencitasi dari punya Lesman. Citasi itu jadi maknanya, Bapak-Ibu, penggunaan referensi di teks atau naskah di tulisan. Jadi, saya mencitasi idenya si Lesman tentang definisi.
Nah, it's okay. Terus, nanti ada format. Format citasinya itu ada IEEE, ada APA, ada... Harvard, ada Chicago, Chicago ada macam-macam lah.
Ini namanya style. Atau standar format penulisan referensi. Kita sebagai reviewer, Pak Wiswan, kadang menjadikan referensi ini faktor yang paling penting.
Karena apa? Saya baca paper, pertama saya lihat judul, Pak Wiswan. Kalau judulnya udah penerapan, blablabla, titik dua, studi kasus, ini pasti orang Indonesia ini. Reject ini. No contribution to knowledge.
Terus kemudian saya lihat daftar referensi. Daftar referensi orang Indonesia itu lebih senang textbooks daripada paper. Ini gampang kena reject. Isi dari referensi itu jurnal-jurnal yang berkualitas. Textbooks paling ada satu, dua, it's okay.
Tapi sebagian besar paper. Nah, cara pengambilan citation. Saya baca papernya, jadi saya tadi gini, saya baca papernya si, misalkan, nah ini, oh ini sebenarnya conference. Saya baca papernya si Burak Turhan, misalkan, ya. Terus kemudian, quality of software is usually measured by number of...
Nah, lihat, Bapak-Ibu. Apa yang saya lakukan, Bapak-Ibu? Wah, ini saya kopas saja ini. Kalau perlu satu paragraf saya kopas, maling, Bapak-Ibu.
Jadi, begitu saya ambil satu paragraf kayak gini, sudah pasti itu maling. Meskipun citasinya saya tunjukkan, enggak bisa, Bapak-Ibu. Nah, ide ini yang mau saya ambil, Burak Turhan ini yang ngomong, Bapak-Ibu, bahwa quality of software is usually measured by number of defects in the final product.
Ini, Bapak-Ibu, saya tulis. Ide-nya kita ini dulu, lihat ya. Kalau saya, apa adanya kayak gini, Bapak-Ibu, sebenarnya ini harus saya kasih tanda kutip. Nih, tanda kutip kayak gini, Bapak-Ibu.
Karena apa? Ini masuknya di kutipan. Nih ya, lihat.
Jenisnya ada empat. Kutipan. Kata-kata yang diambil persis sama dengan yang ditulis.
Kutipan. Cara paling selamat, parafrase. Kalau pengen rumit, ringkasan atau evaluasi.
Nah, parafrase ini, Bapak-Ibu, Kalau sebahasa Indonesia gampang ya. Kalau apa namanya, kita sebagai apa namanya, orang asing ini kita pakai bahasa Inggris gitu ya. The measurement of loh, sovereign quality. Oke, lihat. Maknanya sama, tapi parafrase ini namanya.
Saya gedein ya, supaya kelihatan ya. Ide-nya dari sini nih. Ini saya ambil, gak apa-apa.
Halo. Gini, Bapak-Ibu. Ini namanya saya sudah melakukan parafrasa. Gitu kan? Ini nanti saya kutip.
Tadi punyanya burak ya. Ini saya insertion burak turhan. Ini di sini saya oke. Belum. Muncul di bawah dia burak turhan.
Halo. Ini Bapak-Ibu. Ini namanya parafrasa.
Waduh capek banget yang nulis. Capek, Bapak-Ibu. Nulis paper itu capek memang.
Makanya, cara paling enak Paragraf satu itu pokok pikirannya apa dulu gitu. Baru kemudian kita cari, kita nulis dengan gaya kita gitu ya. Ini lihat. Ini tetap saya tulis bahwa ini tulisan dia, karena memang saya ngambil dari dia. Ini namanya para frase.
Kalau ringkasan itu, satu paragraf ini. Ini dia nulis tentang apa sih ini sih. Testing itu hanya dapat 50 persen, blablabla. Oke, nah ini nanti semuanya saya... Saya rangkumkan, saya buat ringkasannya di sini, saya refer ke budak turhan tadi.
Ini juga oke. Kutipan, parafrase, ringkasan, atau evaluasi. Evaluasi itu, Bapak Suklan, contoh. Menurut lesmen, bla bla bla bla bla bla bla bla, pendapat ini tidak tepat ketika kita terapkan. Loh, ini mulai, Bapak Suklan.
Ini yang mana itu? Nah, lesmennya saya kutip di sini. Ternyata yang di atas ini. Pendapat lemhan selesai ini tidak tepat ketika kita terapkan pada blablabla.
Nah, ini masuknya ke nanti evaluasi. Komentar setuju atau tidak setuju. Atau ketika saya tulis di bagian belakang paper saya, hasil penelitian ini, song, yang menyatakan bahwa Tidak ada satupun algoritma yang berbeda signifikan dengan yang lain.
Misalkan gitu ya. Ini juga bisa. Ini bentuknya evaluasi. Hati-hati bahwa ada beberapa organisasi yang membuat peraturan citasi ya.
Nggak boleh melebihi 250 kata. Ini maknanya bahwa jangan maling satu. ini 250 kata ini banyak nih Bapak-Ibu, berapa ini?
berapa paragraf ini? atau 5% panjang tulisan untuk artikel jurnal menyebut sumber, dari mana kutipan dan parafrase saya Bapak-Ibu tidak bisa mengambil kayak gini, ini ya ini tidak bisa Bapak-Ibu saya gambar ini loh, gambar ini saya print screen, terus kemudian saya cemplungin ke sini, tidak boleh Bapak-Ibu praktek yang sering banget kita lakukan kan sebenarnya ya ini tidak boleh Terus kita kasih, kayak gini nih saya harus izin ke, bukan hanya penulisnya, saya harus izin ke publisher-nya, jadi saya harus izin ke Science Direct. Karena distribusi paper ini beserta kontennya itu ada di Science Direct, bukan lagi di Mantas. Saya dapat izin dari Mantas pun, dia kalau LCVR nggak ngizinkan nggak akan bisa.
Makanya apa yang kita lakukan, padahal saya pengen ngambil banget nih gambar kayak gini. Digambar ulang, pakai Microsoft Visio, digambar ulang, nggak harus persis. Setelah itu kita tulis di sini. Saya betul namanya.
Mantas. Nah, kayak gini. Ini misalnya. Oh, gini nanti.
Ini yang bisa kita lakukan. Tapi usahakan, pokoknya jangan print screen ya, sudah banyak yang terkena tuntutan ya, gara-gara print screen. Pompcet dasar penulisan, kutipan itu tidak berarti bahwa satu paragraf kita kopas.
Praktek seperti ini tersebut plagiarism, meskipun referensi disebutkan. Kutipan hanya untuk hal penting dalam paper. Segala kalimat yang tidak merujuk. Jadi kutipan itu bukan pada suatu hari.
Ada seorang bapak, itu gaya-gaya ini, gitu ya. Atau saya ambil. Internet sudah menerjang kehidupan masyarakat sampai ke pelosok-pelosok. Oh, itu saya ambil.
Salah, Pak Wadudzlan. Yang saya ambil itu apa? Lihat, Pak Wadudzlan.
Cara saya mengutip ya. Tercatat di tahun 2020 dalam kurung tadi laporan internet, Pak Wadudzlan. Jadi kita nggak boleh pakai bahasa yang melambai-lambai, Pak Wadudzlan.
Terus, ada kalimat yang tidak merud... tidak ada rujukan, itu maknanya karya kita sendiri. Hati-hati. Oh ternyata saya ngambil, padahal itu rujukan bahaya. Daftar referensi bukan daftar bacaan, tapi daftar rujukan.
Dibaca langsung, bukan dari penulis ketiga. Jadi, maksudnya bahan kutipan itu kayak gimana? Saya baca banyak buku, tapi yang saya kutip cuma 4 orang ini aja. Nah, itu berarti hanya 4. Terus kemudian yang kedua, Usahakan dibaca langsung, bukan dari penulis ketiga.
Contohnya gini, Pak Wiswan. Saya baca dari bukunya Pak Suyanto. Pak Suyanto nulis, logika fazi adalah bla bla bla bla bla bla dalam kurung, Zadeh 1968. Terus kita sebagai mahasiswa nulis skripsi, atau nulis tesis, tak ambil aja. Logika fazi adalah bla bla bla bla, sampai Zadeh 1968 tak tarik semuanya.
Apakah ini benar? Salah, Pak Wiswan. Soalnya saya bacanya dari Suyanto.
Nah, terus gimana harusnya? Kalau saya, kemahesua saya, ini saya haramkan pakai dalam-dalam-dalam kayak gini, cari aja rujukannya langsung, cek benar ada atau enggak. Karena kesahian informasi itu sanat dan matan.
Kalau sanatnya ada yang putus, jangan-jangan Pak Suyanto ini nulisnya enggak benar ini. Jangan-jangan bukan itu, bahaya. Dan ini melanda, Pak Suyanto.
Kalau Bapak Suyanto lihat yang YouTube saya yang tentang UML, di Indonesia itu puluhan tahun banyak kesalahan pola pandang. Disangkanya struktur table itu di-generate dari kelas diagram. Ini sampai sekarang pasti Bapak Wissklan juga masih ada yang berpikir kayak gitu.
Karena dari dulu diajarinnya kayak gitu. Ya kelas diagram itu ya table. Enggak, Bapak Wissklan. James Rambok nulis di bukunya tahun 2001, All entity class will be table.
Lihat, Bapak Wissklan. Karena orang Indonesia itu enggak paham entity class itu makhluk apa. Dianggapnya ya kelas itu. Akhirnya di kepalanya. All class will be table.
Padahal yang jadi itu entity class. Sampai kemudian era MVC datang, model view controller datang, orang paham. Oh, ternyata hanya entity class yang jadi table ya.
Karena hanya entity-nya dari boundary control entity itu, Wawislan. Bukan semuanya jadi table. Ini kesalahannya mendarah daging sampai ke semua tempat, Wawislan.
Ini salah satu contoh. Makanya usahakan cari rujukan utama. Cek benar. Tapi kalau terpaksa ya kayak gini juga oke, tapi kondisinya kita nggak bisa ngases publikasi asli, publikasi asli bukan bahasa Inggris. Itu baru boleh.
Style, ada APA, Harvard, Vancouver, IEEE, dan seterusnya lah. Ini nggak usah kita pelajari karena apa? Otomatis nanti keluar.
Otomatis dia keluar. Tapi untuk dipahami stylenya, ada APA, ada, dan seterusnya. Nah sekarang, Wawesklar, gaya penulisan ilmiah itu terpola. terpolang. Polanya, masalahnya tulis di introduction, literatur review-nya tulis di bab 2, gitu kan.
Cara saya melakukan penelitian, itu kalau orang Indonesia riset metode atau riset metodologi, ada di bab 3. Kadang kalau di luar negeri pakai experiment setting, bisa juga, nggak ada masalah. Atau metode gitu, juga oke. Hasilnya ada di bab 4, tarik kesimpulannya di bab 5. Ini nggak harus saklek kayak gini, misalkan Ternyata hasil saya banyak.
Itu boleh aja, 3, 4, 5, 6, kayak nanti Bapak Wislan lihat disertasi saya di bagian folder itu ada disertasi, itu ada disertasi saya, saya berikan ke Bapak Wislan, itu paper pertama saya saya masukin jadi bab 4, paper kedua saya masukin jadi bab 5, dan seterusnya. Nanti di sana ada. Tapi cara nulisnya kayak gini, baik paper, tesis, disertasi, skripsi, kayak gini.
Judul itu usahakan gak lebih dari 12 kata, gak ada singkatan, gak ada yang redundant. Redundant itu contohnya penelitian tentang buang, penelitian tentangnya buang, studi tentang buang. Itu langsung aja to the point, seperti yang tadi saya contohkan di depan ya, ini contohnya. Yang paling penting itu, tadi di depan sudah saya sebutkan bahwa obyek-obyeknya itu, obyek datanya itu opsional, tapi kalau obyeknya itu berupa, apa namanya, algoritma kalau orang komputer berarti dia oke harus datang gitu ya.
Ini kayak tadi, ini sudah kita bahas sih tentang judul gitu ya. Ini tadi yang di depan, nggak ada masalah. Penulis nggak pakai gelar akademik, ini Indonesia ini amazing ya.
Gelar ditaruh di KTP segala macam. Padahal di KTP itu enggak ada kolom gelar loh, adanya nama loh. Adanya nama gitu ya.
Jadi harusnya enggak perlu. Termasuk ketika kita publikasi paper, gelarnya enggak usah ditulis. Para profesor-profesor, para dokter-dokter juga nulis enggak pakai gelar. Tapi kalau kita mau masukin biography of author, itu masukinnya di belakang. Ada biography of author cerita.
Biasakan bahwa segelar itu enggak kita peseret kemana-mana, enggak kita tulis di mana-mana. abstract. Abstract itu nanti ada polanya, Waiswan.
Pertama, abstract itu cukup baca abstract, saya tahu isinya apa. Abstract itu bahasanya lugas. Cerita tentang masalah penelitiannya apa, metode yang kita usulkan apa, hasil penelitian kita kayak gimana.
Abstract itu modelnya satu paragraf, dikasih kata kunci 3-5 supaya kalau orang nyari ketemu kata kunci itu. Kata kunci dari paper saya itu apa, nanti di sana. Nyuman, Bapak-Ibu sekalian, membuat pola pembuatan abstrak. Polanya itu kayak gini, kalau saya bahasa Indonesia kan kayaknya saya sudah berbahasa Indonesia. Nah, gini Bapak-Ibu sekalian.
Ngikutin performa abstrak yang dibuat Nyuman. Pada proses XZ, ada beberapa masalah yang muncul, yaitu masalah ABC, yang membuat proses XZ tidak efisien. Masalah ABC akan diselesaikan dengan metode DEF, yang terbukti efisien digunakan pemecahan masalah yang lain, termasuk salah satunya yang proses XZ ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode DEF berhasil meningkatkan efisiensi sebesar X persen apabila diterapkan pada memecahkan masalah ABC pada proses X, Y, Z. Lihat, Waiskawan.
Jadi, kayak gini nih kalau kita kasih judul, X, Y, Z itu prosesnya, masalahnya ABC, solusinya DEF. Gitu, Waiskawan. Makanya penerapan DEF untuk memecahkan masalah ABC pada X, Y, Z. Itu nanti judulnya.
Simple, Waiskawan. Cara membuat abstrak kayak gini, to the point, satu paragraf. Nggak ada masalah ya. Ini kalau bahasa Inggrisnya profuma abstrak kayak gini. Tapi sama.
Sama persis seperti tadi. Pendahuluan. Latar belakang masalah, identifikasi, kalau mau pakai RP, tadi saya kasih identifikasi masalah. RQ itu rumusan masalah. RO itu tujuan penelitian.
Ada satu lagi, manfaat. Nah, manfaat ini yang kemarin sudah saya sebut, Pak Wusuklan. Penelitian saya itu bisa digunakan suatu organisasi, kemudian bisa Karena prediksi mana pegawai yang akan keluar, jadi saya bisa menjaga ini.
Employee retention-nya bisa saya jaga. Nah, itu maksudnya kemanfaat. Tapi tujuannya menerapkan ini untuk meningkatkan akurasi dari prediksi orang mana yang akan keluar dan mana yang akan masuk.
Atau orang yang akan keluar lah. Nah, manfaatnya dibatalkan oleh organisasi supaya bisa nahan membuat kebijakan tentang... Oke.
Tapi bukan, manfaat bukan tujuan. Manfaat itu hal baik setelah tujuan tercapai. Kalau perlu, opsional ya, kalau RP, RQ, RO-nya banyak, kita kasih tabel.
Kalau kita pengen deklarasi kontribusi penelitian, kita kasih deklarasi kontribusi ke penelitian. Nah, atar belakang masalah itu, Mbak Wisslan, kalau gayanya komputer, ini nanti gayanya banyak ya, kalau gayanya komputer yang kita method improvement, nanti pakai om kakak masa sol 2, Mbak Wisslan. Jadi saya sudah tulis di sana. Jadi nanti objek kita jelaskan, existing method-nya apa, kelebihan dan kelemahan, kakak ya, kelebihan dan kelemahan, terus kemudian yang kita pilih mana, masanya apa, masalahnya apa, solusi kita apa, rangkumkan tujuan di terakhir. Makanya saya kasih nama Om Kaka Masa Soltu.
Objek, methods, existing methods, kelebihan dan kelemahan methods, masalahnya apa, Solusi sama tujuan. Jangan meletakkan citasi di akhir paragraf. Nanti kita lihat. Maksudnya gimana?
Satu paragraf terakhir dikasih citasi. Itu kita maling tapi nyontek. Maling kita ngaku.
Satu pernyataan yang mencitasi banyak referensi harus dilakukan dengan pelan. Nanti saya berikan contoh. Satu kalimat. Pada satu paragraf harus berisi satu pokok pikiran loh.
Lihat loh, ini susah banget ini. Pokok pikiran dalam paragraf itu diajarkan kelas 6 SD masuk di ujian nasional kelas 6 SD ya, please. Ini saya terkaget-kaget ketika harus membimbing mahasiswa MCOM yang dia paragraf itu enggak tahu mana pokok pikirannya, Pak Buskwan.
Mana pokok pikiran paragraf itu enggak tahu. Ini mau nulis tentang apa sih, Mas? Dia enggak tahu.
Antara paragraf harus dibuat mengalir, termasuk antara kalimat harus dibuat ada kohesinya. Nah, lihat nih, Pak Buskwan. Coba sekarang. Latihan, Pak Buskwan.
Ini dibaca, menurut Bapak Buskwan, mana pokok pikirannya. Yuk, coba. Dictionary algoritma klasifikasi yang sering digunakan punya struktur sederhana dan mudah diinterpretasikan.
Apa namanya, itu jadi pokok pikiran. Karena lihat, semua yang menuju ke bawah itu menjelaskan bahwa ini itu sederhana dan mudah diinterpretasikan. Kenapa Dictionary dibagi menjadi tiga loh?
Bentuk pohon, pruning, mudah digunakan lagi-lagi. Di yang kalimat pertama ini. Ini gampang nih.
Di mana pokok pikiran dalam paragraf. Yang pertama juga, Pak. Betul.
Iya kan kelihatan ya, Pak. kita itu bisa model deduktif sama induktif, sama aja. Pokok pikirannya saya tulis di pertama, boleh, Pak Oswan. Pokok pikirannya saya tulis di terakhir juga boleh. Kalau ini jenis yang pertama, Decentry itu diaplikasikan di banyak pengobatan.
Masuk gitu, oh iya. Satu contohnya adalah dipakai untuk ini, dipakai untuk ini. Yang lain itu cuma menjelaskan pokok pikiran bahwa ini sudah dipakai.
Di banyak, di bidang pengobatan. Yuk, ini Pak Oswan. Pokok pikirannya. Nih.
Di awal. Di awal. Paham ya, Pak Wiswan? Pengujian dan perbaikan bug software merupakan fase pengembangan software yang paling mahal dan banyak makan waktu. Itu dijelaskan dengan lebih dari 50% usaha, semakin meningkat, 10 kali lipatnya, gitu tuh Pak Wiswan?
Semuanya itu jelasin pokok pikiran satu. Paham ya, Pak Wiswan? Kalau kita galau, ini saya mau nulis apa? Tulis dulu pokok pikirannya.
Apa yang mau saya tulis? Baru kemudian kita buat. paragrafnya. Cuman kita itu sering terjebak karena keasikan kopas, Pak Busulan.
Paragrafnya kita kopas. Kopas sana, kopas sini. Habis itu kita baca bingung sendiri.
Ini aku mau nulis apa sih? Ini mau nulis apa ini sebenarnya aku? Makanya cara paling nikmat itu, Pak Busulan, pokok pikirannya kita masukkan dulu. Pokok pikiran paragraf satu, paragraf dua, paragraf tiga. Kalau kita membaca paper, ini paper ini kok menarik ya.
Kayak saya tadi, Pak Busulan. Saya kopas dulu satu kalimatnya dia, idenya dia. Saya letakkan di tempat saya dulu, saya parafrasa.
Itu caranya. Dan itu cara paling selamat. Sekarang kita sudah pakai turnitin untuk ngecek. Jadi mahasiswa itu nggak bisa lulus kalau turnitinnya di atas 20%.
Ada yang 50%, ada yang 60%. Apa yang dilakukan? Disuruh nulis ulang.
Sudah lulus. Jadi sudah lulus, setor untuk ngambil ijazah. Dicek, malingnya banyak.
Disuruh nulis ulang. Diparafrasa yang bisa diparafrasa. Karena nggak bisa. nggak bisa dilewat kalau di atas 20%.
Terus masalah penelitian loh, eh latar belakang masalah penelitian ya, masalah penelitian yang harus yang kita angkat harus dilandasi dengan publikasi paper yang kuat. Jadi masalah penelitian itu harus kita landasi bahwa itu masalah. Contohnya tadi loh, 7P di marketing itu nggak bisa kalau membaca apa namanya, yang untuk bisnis makanan di GoFood.
Karena banyak yang nggak ada faktor itu di GoFood. GoFood itu cuma ada... Foto, harga, sama jarak, gitu ya Bapak-Ibu Soekarno.
Sama nama restoran. 7P paling price masih ada, tapi enggak semuanya. Berarti nanti kita cari paper, ada enggak yang nulis bahwa 7P hanya bisa dipakai untuk, biasanya dipakai untuk ini, ini, ini, dan ini.
Itu yang kita kejar, gitu ya Bapak-Ibu Soekarno. Nah ini yang tadi yang saya sebutkan. Contoh citasi yang salah. Blah, blah, blah, dalam kurung. John 1993. Enggak, harusnya kita tulisnya, Pak Wisskulan.
Nah, letakkan di tengah. Para peneliti masih debat loh urusan di atas kalimat kita. Gitu ya.
Ini, seperti ini. Citasi kebanyakan friends boleh, tapi bentuknya, para peneliti masih pada debat loh urusan di atas ini. Oh, siapa yang debat? John Schlesman boleh. Contoh citasi kebanyakan friends.
Sudah dilakukan oleh ini, ini, ini, dan ini. Itu juga boleh. Ini yang saya bahas, Bapak-Ibu Sekolah.
Ini saya bahas, kalau dilihat di sini, Bapak-Ibu Sekolah, penerapan Particles of Optimization untuk pemilihan parameter pada suatu formasi untuk prediksi produksi padi. Nah, judulnya kita amati, Bapak-Ibu Sekolah, setelah itu latar belakang masalah itu harus bisa menjawab. Menjawab apa?
Mengapa padi? Mengapa bukan jagung? Mengapa padi?
Mengapa bukan jagung? Gitu, bukan, oh padi itu enak, oh bukan karena itu, bukan, gitu ya. Kenapa bukan jagung? Kenapa bukan ini?
Itu mengapa padi. Yang kedua. Mengapa prediksi?
Kenapa nggak saya cluster? Kenapa nggak saya asosiasi? Kenapa harus predik? Yang ketiga, kenapa harus SVM?
Kenapa enggak? Kan algoritma forecasting banyak, ada neural network. Kenapa enggak yang di sana? Kenapa PSO? Kenapa bukan milih parameternya pakai algoritma pencarian biasa saja, bubble sort?
Kenapa bukan? Nah, itu nanti dijawabnya di sini, lihat nih. Jadi, pertama, harus menjawab semua mengapa. Yang kedua, alurnya.
om kakak masa soltu. Objek penelitian, metode yang ada, kelebihan-kelemahan, masalah pada metode yang dipilih, solusinya apa, rangkumkan tujuan. Contoh nih, Pak Ustaz, lihat nih. Saya ngikuti alurnya tadi ya.
Ini nanti ada di blog saya ya, Pak Ustaz. Kalau ingin ngecek lagi ada di blog. Padi adalah komoditas yang penting di Cina karena tingkat produksinya tinggi. Ini papernya V, tapi saya rombak ya, Pak Ustaz. Papernya V saya rombak sedikit supaya bagus.
Soalnya V juga nggak enak di beberapa tempat. Padi adalah komoditas penting di Cina karena tingkat produksi. produksinya tinggi. Ini menjawab pertanyaan mengapa padi tadi. Terjawab, oh berarti padi saya urus karena dia tingkat produksinya tinggi dan ada landasannya FAO Report 2009. Produksi padi perlu diprediksi dengan akurat.
Karena hasil prediksi yang akurat penting untuk membuat kebijakan nasional. Loh, kenapa saya prediksi? Karena butuh untuk kebijakan nasional. Gitu ya.
Terjawab. Dan ini ngomongin obyek. Obyeknya selesai. Padi nggak usah dibahas lagi.
Gitu, kalau orang komputer ya ini nanti ya. Padinya sudah cukup satu paragraf aja, nggak usah dibahas lagi. Setelah itu saya masuk. Orang pengen memproduksi padi, pengen memprediksi produksi padi dengan berbagai cara.
Sudah ada SVM, Neural Network, Green Model. Loh, yaudah. Oke, kenapa nggak pakai Neural Network aja?
Nah, dijelaskan berikutnya. KK, lihat. Om, KK, KK. Neural Network itu sebenarnya bagus nih, karena ini, ini, ini, ini, ini, landasi.
Tapi punya masalah di sini, lihat. Gray model. Sebenarnya bagus nih, karena dia kayak gini-gini, tapi punya masalah di seperti ini.
Kelebihan sama kelemahan, metode yang ada. Baru kemudian saya omongin, Om Kaka Masa, itulah kenapa saya pilih SVM. SVM itu dapat memecahkan tadi masalah tadi. Ini juga saya landasi. Tapi SVM punya masalah, ini menjawab pertanyaan mengapa SVM.
Tapi SVM punya kelemahan, milih parameter SVM yang optimal. Inilah masalah penelitian yang dipilih. Om kakak masa.
Sol, saya solusinya apa? PSO. Loh kenapa pakai PSO? Oh ada landasannya juga. Ini menjawab kenapa PSO.
Di paragraf terakhir, dirangkumkan pada penelitian ini, particle swarm optimization akan diterapkan untuk bla bla bla. Loh, lihat Pak Wiswan. Nanti kalau ditanya, jadi masalah penelitian itu merangkumkan yang... Ini latar belakang masalah ya, Mas Maksudkan.
Masalah penelitian ini nanti saya rangkumkan dengan satu tarikan nafas. Kayak orang hijab kabul itu, satu tarikan nafas. Makanya saya ngomong, masalah penelitianmu apa?
Mas Maksudkan, jadi gini pak, ini gini. Enggak satu tarikan nafas, enggak sah. Masalah penelitian itu akoid dalam penelitian, akidah dalam penelitian.
Dia landasan. Saya membangun ini karena landasannya kuat. Tapi kalau saya telanjur bangun, ternyata ini bukan masalah, buku-buku semua yang di atas. Masalah itu ketemunya di paper Masalah penelitian bukan masalah Kehidupan Harus bahasa masalah Bahasa-bahasanya kayak gini SVM itu sebenarnya bagus Tapi punya kelemahan 7P itu sebenarnya sudah bagus Tapi untuk membaca Bisnis yang seperti GoFood Tidak memungkinkan Atau masih kekurangan parameter Dosen ngomong You can use How, how does, what, untuk, research question, but not how to.
Bukan how to. Orang Indonesia terbalik, orang Indonesia semuanya pakai how to. Orang komputer semuanya pakai how to.
Bagaimana cara mengintegrasikan, bagaimana cara mengembangkan, itu nggak boleh sebenarnya jadi masalah penelitian, nggak boleh jadi rungusan masalah, nggak boleh jadi research question. Research question itu pengganti hipotesis. Gunakan kalimat tanya, ini akan dijawab nanti tarikan kesimpulannya. Dijawab eksperimennya di bab 4, tarikan kesimpulannya di bab 5. Kalau banyak, pakai poin-poin.
Jumlah eksperimen sesuai dengan RQ-nya nanti. Resituation itu kalimatannya, jumlah eksperimennya sesuai. Seberapa tinggi, apakah boleh pakai?
Bagaimana? Boleh. Bagaimana peningkatan akurasi? Itu dari SVM apabila PSO diterapkan. Tapi juga boleh.
Seberapa meningkat? Boleh. Seberapa tinggi?
Boleh. Berarti kalau seberapa tinggi berarti akurasinya seberapa persen. Tapi kalau...
Bagaimana peningkatan, berapa persen peningkatannya, gitu. Tergantung kalimatnya mau kita set seperti apa. Reset question itu mirip dengan judul ya. Iya mirip dengan judul bahwa, tapi pakai kalimat tanya.
Reset objective juga mirip dengan judul, tapi kalimatnya, kalimat tujuan. Menerapkan ini. Untuk ini, kalau manfaat itu hal baik setelah tujuan tercapai. Manfaat itu hal baik setelah tujuan tercapai, bukan tujuannya sendiri kita ulang-ulang. Nah nanti Bapak-Ibu sekalian, kalau banyak kita buat korelasi.
Kalau ini satu nggak perlu korelasi lah, kalau banyak saya buat korelasi. Satu ARP diselesaikan tiga RQ gitu ya, itu biasanya saya buat korelasi pakai table. Tapi kalau cuma satu gini, saya nggak.
Literatur review ini ada dua, seperti saya sebut, kalau yang tradisional. Ya biasa aja. Related research sama tinjauan pustaka biasanya orang kayak gitu. Tapi kalau saya, saya buang semua ini.
Saya enggak pakai lagi. Sejak 5 tahun lalu saya minta mahasiswa saya untuk membuat systematic literature review. Jadi nanti formatnya introduction, review method itu protokolnya, hasilnya.
Jadi 2.1 introduction, 2.2 review method, 2.3 result and analysis. Setiap bab saya kasih introduction sama summary. Jadi bab dua mulai 2005 kalau mahasiswa pembimbingan saya, saya minta mereka bikin SLR.
SLR itu nanti kemas jadi paper, submit ke jurnal. Makanya S2 itu bisa punya publikasi paling enggak dari systematic literature review. Jadi sistematis. Jadi sebenarnya kalau mau jujur S2 itu enggak perlu nunggu dua tahun, satu setengah tahun itu juga udah bisa lulus. Biasanya kan semester tiga udah pada mulai, enggak ada mata kuliah.
Nah, ini oke, Pak Wislan. Pokoknya yang paling penting bab dua itu, Pak Wislan, apa tuh yang paling penting dari bab dua ini? Mau pakai tradisional, mau pakai systematic literature review, yang paling penting state of the art methods. Saya punya masalah penelitian. Orang-orang ini sudah mecahkan masalah ini dengan cara apa, itu yang paling penting.
Tugasnya akademisi itu dapat tiga meja, dipreteli tiga meja itu. State of the art framework, karena saya pakai menggunakan istilah framework. Framework yang ada saat ini, Menzius, Lesman, sama Song. Saya gambarin main jazz itu kayak gimana. Ini bukan gambarnya dari papernya main jazz, bukan.
Ini saya gambar sendiri, supaya saya gampang membedakan satu dengan yang lain. Main jazz kayak gini, song kayak gini, ini baru gedenya ya. Terus punya saya kayak gini kira-kira nantinya.
Kalau ditanya bedanya apa, oh ada beberapa perbedaan di feature selection, meta learning, classifier-nya saya pakai 10, nggak sebanyak lesman tapi nggak sesedikit main jazz. Saya pakai parameter selektor beda dengan yang lain. State of the art method, itu yang dikejar di bab dua. Bab dua itu isinya bukan kopas dari buku.
Bukan. S1, dari judulnya sudah salah makanya. Sistem informasi rumah sakit untuk rumah sakit ABC, misalkan gitu ya, berbasis PHP sama SQL. Itu bab dua pasti isi. PHP adalah sama SQL adalah.
Enggak peduli itu sebenarnya mau PHP sama SQL. Bab dua isinya bukan what, tapi why. Emang siapa yang ngomong bahwa itu masalah, masalah itu udah dipecahkan orang dengan apa? State of the art method.
Jadi state of the art problem, state of the art method, state of the art data set. Data setnya orang pakai apa aja? Itu semuanya ada di SLR.
Gitu ceritanya. Data setnya orang pakai apa? Punya saya bedanya di mana? Seperti itu. Ini beberapa contoh yang lain lah, nanti ada di slide saya.
Masalah satu, state of the art-nya apa saja yang saya inginkan. Masalah dua, state of the art-nya apa saja yang saya inginkan. Yang saya lakukan apa?
Caption untuk gambar itu di bawah, caption untuk tabel itu di atas. Jadi gambarnya di bawah, tapi tabel di atas. Tabel 1.1 itu di atas, gambar 2.3 itu di bawah.
Dan tidak ada yang menggunakan kalimat gambar sebagai berikut, enggak. Dipakai nomor. Gambar 2.1 menjelaskan tentang, gitu.
Jadi nomor gambarnya disebut. Dan gambar itu karena dia caption, G-nya gede. Ketika nyebut gambar 2.1, meskipun letaknya di tengah kalimat, G-nya tetap gede.
Semua gambar dan tabel harus dinarasikan. Tidak boleh gambar berdiri sendiri, enggak ada penjelasannya, enggak boleh. Gambar harus saya narasikan. Ini gambar tentang apa, ceritanya kayak gimana.
Harus dideskripsikan, harus dinarasikan, harus dijelaskan. Gambar 2.1, tabel 3.4 itu G dan T-nya kapital. Mengikuti caption dari gambar dan tabel.
Kerangka pemikiran boleh kita buat, Bapak-Ibu Iskandar, untuk menjelaskan saya berangkat dari masalah apa. Kerangka pemikiran itu gini, Bapak-Ibu Iskandar. Kerangka pemikiran penelitian.
Saya berangkat dari masalah apa. Saya pecahkan dengan cara kayak gimana. Apa yang saya ukur. Kayak gitu lah, Bapak-Ibu Iskandar, sebenarnya. Nah, ini biasanya kalau saya, saya gunakan kayak gini, misalkan.
Ini Faye tadi. Jadi ngambil dari UCI dataset di atas, jadi ada indikator, proposed method, objektif, tertujuan, sama cara pengukuran. Propose method, data setnya, saya pakai ini, saya gunakan prediksi algorithmnya pakai SVM, untuk parameter selection di dalam SVM pakai PSO, apa yang saya pilih ada di situ. Terus yang saya adjust ketika eksperimen indikator itu yang saya adjust.
SVM itu saya adjust di kernel type iteration, terus saya lihat modelnya akurasinya berubah atau enggak. Jadi tujuannya untuk meningkatkan akurasi, cara ngukurnya. tingkat error. Root mean error. Cepat.
Sekali lagi, gak harus seperti itu. Boleh bebas. Boleh bebas.
Asal menunjukkan, ini saya berangkat dari apa, cara saya gimana, cara ngukur saya gimana, datasetnya pakai apa. Metode penelitian isinya tentang Cara saya melakukan pelitian, cara saya melakukan eksperimen gitu ya. Makanya desain pelitiannya kayak gimana, tahapannya kayak gimana, itu sudah contohnya ya. Cara ngumpulin datanya kayak gimana, cara preprocessing, metode yang diusulkan, cara eksperimen, cara melakukan evaluasi, ini semuanya di bab tiga. Jadi pokoknya bab tiga itu berisi desain tahapan pelitian, rencana, tahapan, tapi bukan hasil.
Hasilnya nanti di bab 4 Tarik kesimpulannya di bab 5 Jadi misalkan Ada 4 proses Di bab 3 Atau 5 proses Saya kumpulkan data nya dulu Saya pre-processing Metode yang usulkan saya sajikan Eksperimen saya kayak gimana Jadi sekali lagi bab 3 itu tidak menunjukkan hasil Bab 3 itu menunjukkan Eee Cara saya melakukan penelitian. Oke, ini saya lewati aja. Kalau penting, ini sebenarnya gak usah uji kayak gini.
Nanti cukup di uji beda aja. Selesai kalau di engineering. Dari yang gede tadi, kemudian saya detailkan. Oh, saya uji coba deh. Ini saya uji coba.
Ini RQ 1, misalkan gitu. Terus kemudian nanti menghasilkan paper. Kalau hasil dan pembahasan, Dari kesimpulan, eh dari yang kita lakukan di bab 4, saya tarik sebagai hasil, kesimpulan ya.
Eh, sorry, ini 4 ya. Hasil dan pembahasan ini, sorry. Tadi berarti propose method, terus kemudian saya eksperimenkan di bab 4 gitu ya, sorry ya.
Saya eksperimen dengan 4 hasil, saya analisis di bab 4, eh di bab 4.2 gitu ya. Jadi hasilnya ada di bab 4. Jadi misalkan, oh ini loh hasilnya kayak gini loh. punya saya yang PSOSUM yang ada di sini, tingkat terornya segini, hasil. Nanti saya tarik kesimpulannya di bab, saya analisis di bab 4.2. Bagian 4.2.
Gitu, Pak Bapak-Ibu. Nah, di sana nanti kemungkinan ada uji statistik. Statistik itu ada dua, Pak Bapak-Ibu. Deskriptif sama inference.
Cara konsep memahami statistik itu gampangnya. Statistik deskriptif itu nyari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimal, minimal. Tapi yang kedua inference itu pengujian hipotesis, T-test, Friedman test, NEMENY post hoc, itu semuanya uji statistik inference. Jadi ada dua, deskriptif sama inference.
Nah kalau deskriptif enggak ada masalah, yang inference itu bahwa ada T-test, banyak lah. Nah sekarang... T-test biasa, normal kita bisa pakai apa namanya, Excel aja cukup ya.
Excel aja cukup di data analytics dia keluar. Gak ada masalah. Gak perlu pakai SPSS. Kalau sudah terbiasa pakai data Rapid Miner, bahkan Rapid Miner juga bisa kita pakai untuk T-test, segala macam. Gitu ya.
Ini oke. Ini okelah. Nah setelah itu tarik kesimpulan.
Dari hasil di bab 4 saya tarik kesimpulan. Kalau ada temuan-temuan lain yang untuk future work, saya memasukkan ke saran. Saran itu bukan untuk diri kita sendiri atau untuk orang lain ya.
Sorry, bukan untuk orang lain. Saya sarankan metode saya digunakan, enggak. Saran itu future work.
Ada temuan yang seperti ini, ini akan dilakukan di penelitian berikutnya. Saran itu kayak gitu. Bukan saran ke orang lain, sebenarnya saran ke diri kita sendiri. Kesimpulan.
mirip-mirip dengan yang tadi bahwa sebenarnya to the point aja. Dari hasil eksperimen, evaluasi penelitian disemulkan bahwa gitu. Di atasnya kasih dulu pembukaan juga oke, tapi tajam. Kalau saran, future works.
Ada finding nih, bahwa ini ternyata kayak gini, oke, akan digunakan, akan dilanjutkan penelitian dengan. Daftar friends ini yang agak ngawur nih, Bapak-Ibu. Jangan ngawur asal-asalan harus lengkap penulis, judul, publikasi, tahun, volume, nom.
Ini nanti akan dibantu oleh Mindeli. Cuma Mindeli, itu kadang kalau papernya enggak jelas, Bapak-Ibu. dia nggak bisa nemu papernya nggak jelas, dia nggak bisa nemu bibliografi. Ini kalau kayak gini, dia nemu nggak ini? Nah, ini juga termasuk yang nggak dia temui, kan?
Tapi kalau papernya bagus, dia ketemu. Bibliografinya dia lengkap. Bahkan sampai kalau ada abstrak, juga ada beberapa yang abstrak. Untuk yang pakai Mandalay, cek dengan baik atribut paper, usahakan Update dengan nomor DOI yang kita cari lewat.
Jadi kalau saya nggak ketemu bibliografinya, searching DOI-nya dia nanti. Lakuan editing pada data referensi tidak rapi, judul kapital semua, tidak lengkap datanya, itu semuanya harus kita perbaiki nanti. Yang mau terusin untuk dokter, perlu bikin proposal. Proposal kita itu bab 2 SLR, dan bab 1 gap-nya saya rangkumkan, jadilah bab 1 itu. Jadi bab 1 dan bab 2 aja cukup.
Ini oke lah, ini sudah saya sebutkan ya. Ini beberapa poin-poin review kalau kita nge-review paper-paper Q1, bapak-bapak. Akhirnya jadi kiat untuk menulis paper. Tampilkan kontribusi pengetahuan.
Susunan penulisan menggunakan imprat yang tadi saya sebut. Introduction, method, result, discussion. Judul harus singkat, padat.
Abstract, hasmod, masalah, metode, hasil. Masalah harus tajam eksplisit dilandasi, ada orang yang ngomong. Metode divalidasi, menarikan kesimpulan sesuai dengan eksperimen, pengambilan referensi jurnal yang bagus.