Jadi belum benar Jadi mustinya KTP kita itu tulisannya Perspektif, titik 2, agama, Kristen Karena hanya dengan cara itu Kita bergaul sebagai warga negara Tukar tambah perspektif gitu Gak mungkin kita tukar tambah iman Itu bohong-bohongan Lalu dikatakan tadi bahwa Ada yang ganjil dalam kehidupan agama Nah, di bidang itu saya berselisih. Karena buat saya bukan agama yang ganjil, orang beragama yang ganjil. Buat saya ganjil orang beragama tapi sekaligus warga negara.
Jadi, itu sesuatu yang dari awal saya mau pikirkan, bagaimana mengucapkan itu? Supaya bisa jadi semacam pembicaraan baru dan kita mulai meninggalkan basa-basi untuk... Toleransi semua hanya karena kita berbeda agama Toleransi itu tidak karena perbedaan agama Seharusnya dalam kehidupan demokrasi Orang tidak boleh mengucapkan lagi toleransi Karena berbeda agama Kita toleran karena berbeda agama karena berbeda etnis boleh, toleran karena berbeda pandangan ekonomi boleh, toleran karena berbeda agama gak bisa. Tidak compatible dengan apa yang disebut demokrasi.
Itu bagi saya adalah semacam omong kosong yang dibalut demi permainan politik. Hal itulah yang diucapkan oleh Presiden SBY itu. Kan palsu itu, kan musuhnya dia ucapkan secara jelas, boleh menirikan rumah ibadah, bukan masjid, bukan gereja, rumah ibadah.
Dia gak bisa bilang dirikan masjid. Dia gak boleh punya kata agama di dalam pengurus negara. Agama pun mesti dia tinggalkan habis-habis.
Dia bilang rumah. Bahkan dia bilang rumah yang bentuknya di atasnya ada kubah, di atasnya ada semacam kros. Itu mestinya cara berpikir seorang. apa namanya negarawan jadi begitu dia ucapkan satu kata yang datang dari kamus agama dia sudah tidak toleran sebetulnya itu yang saya maksud oke eee ngopi dikit nah gejala ini gejala yang Menimbulkan berbagai macam kemaksiatan intelektual Anda lihat tadi, saya tadi dapat kiriman milis Dari sebuah kumpulan dosen Universitas Indonesia Di milis itu, isinya adalah pengumuman Pertama soal naik haji Kan gila nih, milis Universitas Indonesia isinya pengumuman naik haji. Bukannya bahas teori evolusi Dawkins misalnya.
Ini bahas soal naik haji. Coba, gak masuk akal gitu. Jadi, bukan agama yang ganjil, orang beragama yang ganjil gitu.
Kok di universitas? Dimana pikiran itu, istilah itu tepat, kontestatif, testable, contestable, bicara tentang hal yang incontestable. Dokter ini sih. Jadi, ini sebetulnya perkara kita hari-hari.
Termasuk misalnya, Islam liberal. Itu satu kontradiktio interminis habis-habisan tuh, Islam liberal. Dan pulil nih Entah dari mana dia Tentu saya tau bahwa itu adalah teknik Pemasaran atau teknik Tapi sebetulnya Dari awal dia Mencegah kejernihan pikirannya Tentang beda antara Ideologi sekuler dan Doktrin agama, digabung Resultantnya nol Islam sekaligus liberal. Jadi malah orang bisa katakan, saya adalah seorang liberal yang beragama Islam.
Pelan aja ngomongnya. Karena pertama-tama, ulil adalah warga negara. Setelah itu, dia warga komunitas. Kalau dia katakan, saya Islam yang liberal, dia ungkapkan lebih dahulu dan mempromosikan sebetulnya. Otoritas komunitas itu, saya seorang Islam, jangan macam-macam, walaupun saya liberal.
Saya nggak bisa ngomong dengan dia akhirnya. Kalau dibilang saya liberal yang islamis, oke kita masih bisa share di bidang liberal karena kita sama-sama adalah warga negara. Warga negara hanya terikat pada etika publik, bukan etika privat. Sebabnya saya terus bersahabat dengan Celi karena sama-sama liberal.
Bagian itu aja, yang lain kita berdebat. Tapi kan justru karena kita saling menyapa diri sebagai citizen, Kita menghadap problem dengan, gak perlu toleran, gak perlu diucapkan toleransi itu Di dalam wilayah privat Satu Oke jadi yang kedua saya ikuti aja apa yang diucapkan tadi Pak Bapak Sense of Divine Saya gak bisa nangkap apa itu yang disebut dengan sense of divine Nah saya mau Kalau ternyata disebut dosen disitu kalau ahli boleh berkhutbah, kalau dosen gak boleh berkhutbah jadi saya mau cari cara supaya bisa menerangkan soal itu itu ada gambar tuh, gambar sebelah kiri itu saya bayangkan itu kepalanya yang anda atau yang mereka sebut Tuhan Tuhan menyediakan kepalanya Akhirnya supaya dua anak bisa bermain di atas kepalanya Dan saya menganggap bahwa Kalau kita lihat sebelah kanan Itu sebelah kiri, sebelah kanan Bentuk aslinya ada di sebelah kanan Sebelah poltak Kepalanya itu Itu teman saya itu, poltak Nah ini dapat inspirasi dari poltak Jadi kelihatannya Di dalam soal beragama Saya pakai pinjem teorinya Poltak itu kita mengidap masyarakat supply side supply creates its own demand semakin fundamentalis semakin diedarkan fundamentalisme pasar itu tercipta, makin banyak orang yang jadi fundamentalis karena soal tadi kegenikan kita untuk mengedarkan semacam ide toleransi Dan mungkin sekali, demokrasi itu tidak compatible dengan kehidupan beragam. Jadi kita, bagaimana kita, kita tahu soal itu secara matematis, tapi kita mau ucapkan hal-hal yang kalimat-kalimat kultural, semacam sopan santun, terhadap hal-hal yang menyangkut dasar kehidupan bernegara, yang harusnya kita pihara habis-habisan, sopan santun semacam presiden gak boleh diadarkan.
Sebab sopan santun. Terhadap hal-hal yang fundamental atas nama peradaban, itu sama artinya dengan kita memberi kesempatan tumbuhnya kebiadaban. Dengan bersokan santun di wilayah itu. Jadi, bagi saya, dan saya ingin memberi kuliah 7 menit, kultum aja supaya ada diskusi.
Demokrasi itu adalah... Permainan diantara orang-orang yang rasional. Dan karena itu sebenarnya demokrasi gak memerlukan hukum. Di kita itu tiap kali dibuatkan hukum seolah orang yang demokratis tidak bisa berpikir untuk mengedit perilakunya, mengedit kecenderungan kriminalnya. Karena itu suplai hukum terus-terus terjadi.
Pada saat yang sama demokrasi mengecil, turun, terus. Terus-terus ada review di Mahkamah Konstitusi. Negara yang sangat demokratis, Mahkamah Konstitusinya mestinya gak ada kasus. Karena demokrasi punya peralatan untuk menyelesaikan problemnya sendiri.
Tanpa perlu hukum, apalagi agama. Jadi, bagi saya demokrasi adalah permainan untuk orang-orang yang rasional. Dan agama adalah aturan untuk orang-orang yang irasional. Prof. Bambang tadi adalah hal-hal yang Oke dia membuat kita berpikir ulang tentang status ontologi dari agama Tapi yang lebih penting adalah menguji akibat-akibat sosiologis Dari doktrinasi di dalam masyarakat demokratis Jadi saya kira disitu letak kesulitan kita Kita bisa anggap oke, boleh agama adalah sisa-sisa being yang gagal di dalam mengikuti teori Darwin misalnya.
Satu-satunya, apa namanya nih, mem yang gagal ikut rumus Darwin adalah agama. Kenapa? Karena dia terus mencari kemampuan. Kebenaran ke belakang, bukan ke depan.
Kendati kita ingin supaya ke depan, tapi gak bisa. Kebenaran agama selalu adalah primitivisasi. Ke belakang, terus ke belakang. Walaupun Uli promosikan tentang...
Perkawinan rasional antara agama dan demokrasi. Tapi sebetulnya mentalitas itu adalah mentalitas ya sebetulnya dia udah mau pergi dari, dari, dari, dari, back to the future. Tapi sekali lagi komunitas menghendaki ulil untuk tidak radikal.
Dan dia ambil. Risiko itu, tentu kita anggap oke, boleh aja. Tapi sebetulnya pada saat yang sama kita berdosa karena kita menggunakan ulil untuk kepentingan kita selama kita belum bisa melakukan frontalisasi secara radikal, mengambil sikap politik habis dan terhadap. Gerakan fundamentalisme yang basisnya agama itu.
Saya sebagai seorang kantian, saya mau menghormati ulil, tapi ulil juga mengumpankan diri untuk digunakan sebagai buffer area, bumper, paling enggak menciptakan comfort area buat kita yang tidak berani melakukan frontalisasi dengan konservatisme. Jadi mental ini akhirnya kita share perlahan-lahan lewat Twitter, Facebook dan seorang perempuan harus datang ke markas RPI misalnya Setelah ada kejadian, dia telpon lagi, FPI apakah anda melakukan ini? Enggak, lalu dia katakan di Twitter, enggak FPI bilang enggak, jelas aja dia bilang enggak itu. Kan, apa namanya, masuk di dalam gudang hegemoni gitu, tanpa kita sadar. Dan gudang hegemoni yang sama juga sebetulnya diperluas di Mahkamah Konstitusi.
Karena Mahkamah Konstitusi menolak semua proposal sekuler yang diajukan untuk direview di depan sidang itu. Bayangkan misalnya, di depan Mahkamah Konstitusi, ini pengalaman pribadi, kalau saya harus debat, tentang status hukum, legal, status legal dari sebuah undang-undang. Dan lawan debat saya, datang dengan dalil-dalil agama. Bagaimana saya mau bangun tahdian?
Saya berharap Mahfud MD melarang orang membawa dalil agama di depan Mahkamah. Karena itu Mahkamah untuk mereview argumen. Agama tidak ada argumen.
Agama datang dengan dokumen yang sudah final. Saya datang dengan argumen yang testable, tahdikon testable. Dia datang dengan dokumen.
Kan gak fair dong, namanya review berarti force of the better argument. Bukan datang dengan dokumen suci tuh, gak bisa. Kecuali kita mau membuktikan bahwa besok kiamat bisa dibuat cepat.
Kita saling edarkan di komen. Jadi, saya ambil bagian itu untuk memperlihatkan mistik di dalam kehidupan politik Jakarta. Semacam mistik, yaitu berupaya untuk moderat. Tapi sebetulnya dia takut untuk ambil kesimpulan.
Dan ketakutan itu ditularkan pada tetangga, ditularkan pada pacar, ditularkan pada mantan istri, ditularkan pada mantan suami. Lalu kita hidup di dalam kehidupan mistik di tengah-tengah situasi metropolitan.