Transcript for:
Memahami Pajak untuk Notaris

Selamat datang Pak Ara, saya sebut Pak Ara dan Pak Dimas saja. Baik, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Baik rekan-rekan, peserta dan resumber yang terhormat. Tema talk talk hari ini adalah Pajak Tanpa Stres Untuk Notaris. Suatu tema yang sangat menarik saya pikir ya dengan resumber yang berkobetan tentunya. Baik Pak, kita langsung saja ya sambil disusui. berjalan. Ini mengenai peran pajak dalam profesi notaris. Ketika membahas tentang profesi kita sebagai notaris, tidak akan jauh-jauh dari perputaran uang. Khususnya bagi notaris itu sendiri, ada honorarium yang notaris terima berdasarkan undang-undang, ada juga jasa di luar akta yang tidak jarang notaris kerjakan. Kira-kira apa saja kategori penghasilan notaris yang dapat dikenakan pajak nih, Pak? Saya mulai dari Pak Ara dulu. Silahkan Pak Ara. Halo Bapak Hrya ya. Salam kenal ya. Salam kenal buat teman-teman semua, terutama salam hormat saya kepada Pak Dimas ya. Oke Pak. Dan ini saya senang karena Pak saya sebenarnya kalau lagi acara Zoom ini saja setelah COVID itu sering merhatiin siapa pesertanya. Oh iya banyak dikenal. Tapi sekarang saya banyak nggak kenal ya. Saya malah kenalnya cuma satu di sini, namanya Ibu Rizna Mufidah. Dia ini bagian PPINI yang rajin ya. Ibu kita yang cantik ini, rajin masih mau hadir. Padahal dia tiap tahun dulu waktu saya masih di Bekasi, ikut acara. 7 tahun saya di sana, tiap tahun dia belajar pajak terus ya. Sekarang ada lagi. Gak apa-apa Pak Ayah, saya pembukaan dulu ini menyapa teman-teman semua. Komen dikit boleh ya Bu Fahria. Tadi Ramzi itu bikin menggugah semangat. Menggugah semangat ya. Iya, silahkan Pak Arah. Iya, saya mau komen dia. Cuma ada kata-kata dia tadi yang juga menggugah saya, mau saya kritik. Ramzi tadi bilang ini acara ditunggu-tunggu. Tetapi pajak bikin stres. Terus ngapain nunggu-nunggu acara? Iya, Pak Arah. Gak apa-apa, saya bercanda aja. Gak apa-apa. Ada yang mencari yang stres-stres ditunggu-tunggu, Pak Hara. Oke. Jadi, pertanyaannya bisa diulang, Pak Hria? Jadi, ketika membahas tentang profesi kita sebagai notaris, itu kan tidak jauh-jauh dari perkembangan uang, Pak. Khususnya bagi notaris itu sendiri. Ada juga honorarium yang notaris terima berdasarkan undang-undang. Ada juga yang jasa di luar akta, ya. Nah ini pertanyaannya kira-kira apa saja kategori penghasilan notaris yang dapat dikenakan pajak, Pak? Baik, izin Pak Dimas. Jadi begini, notaris itu dituntut memang paham sama pajak. Karena salah satu profesi yang diminta dulu untuk punya NPWP itu adalah kalau mau jadi notaris. Itu teman-teman semua di sini kalau mau jadi notaris, pendaftaran untuk dapat tempat pengangkatan kan? harus disuruh minta NPWP ya. Makanya kadang-kadang, nggak ada di apa itu NPWP, ya bikin-bikin aja ya. Akhirnya ada kejadian di mana nanti NPWP-nya double. Dulu waktu gadis sudah punya, sudah married, sekarang jadi notaris, punya lagi, ya kan? Atau sekarang pengen digabung sama suami atau dipisah, itu nanti kita bahas. Nah, sekarang kalau ditanya, penghasilannya kita itu notaris dari mana? Intinya begini, di Indonesia ya mungkin banyak negara ya, pajak itu kan sesuatu yang sangat penting. Setiap kegiatan yang menghasilkan pendapatan, pasti ujung-ujungnya pajak. Jadi UUP, ujung-ujungnya pajak, bukan UUD. Jadi yang penting kita perhatikan itu dalam sebagai jabatan notaris itu, kita diajarin bagaimana cara membuat akta yang baik, bagaimana caranya menyusun administrasi dokumen. Dan juga bagaimana cara mencari klien mungkin ya, dari ngobrol-ngobrol dengan teman dan menjaga klien kita. Supaya apa? Ujung-ujungnya kita mendapatkan penghasilan yang maksimal. Tapi kita tidak pernah di kampus itu diajarin bagaimana mengadministrasikan perpajakannya. Padahal pada ketika kita waktu praktek, notaris PPAT itu langsung berhadapan dengan pajak. Terutama kalau ada transaksi di pertanahan, di PPAT. Kita dituntut untuk tahu pajak. Bahkan masyarakat itu tahunya kalau ke notaris itu semuanya jadi. Iya kan? Jadi termasuk pajaknya juga harus paham. Nah jadi dalam konteks penghasilan tadi, kita harus ingat notaris itu sering terjebak sama situasi yang umum terjadi dari dulu ya, dari sebelum saya jadi notaris rasanya ya. Saya jadi notaris 2011. Itu bulan November, Januari 2012 sudah jadi narsum. Gara-gara banyak notaris waktu itu diperiksa. Nah ini yang dikatakan. Kenapa diperiksa? Karena terjadi penumpukan dana, titipan-titipan pada satu akun. Nah makanya saya bilang, kita harus tahu nih notaris, dari mana sih duit kita? Apa yang disebut penghasilan buat notaris itu apa? Jangan sampai kalau tidak paham, jatuhnya itu semua penghasilan, Bye! Titipan uang roya, biaya PNBP, itu masuk ke dalam kas dan dijadikan dasar pengenaan pajak. Karena apa? Karena kita yang tidak tahu. Paling contoh paling gini, Mbak Fahira. Teman-teman itu banyak yang rekanan sama bank atau sama fidusia. Coba di dalam satu invoice itu isinya banyak sekali item-item. Dari 8 item, ada biaya, ada royale, ada pengukuran, misalnya seperti itu, ada PNBP, pendaftaran fidusia, ada satu, akte. Nah, aktenya sih kecil, paling nggak apa lagi fidusia, Rp350.000 aja udah hebat ya, aktenya segitu. Tapi yang lain-lainnya gede, ditransfer lah Rp7,5 juta. Tapi yang terjadi apa? Itu jumlah itu yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Kan lucu ya, pajak, tapi pajak dibayarkan. dari PNBP. Kan disini ada PNBP, ada biaya-biaya. Nah jadi, kalau kita mau rapi perpajakan itu, maka harus paham dulu, dari mana, ya kita kenali nih, uang honor kita dengan bukan honor itu, harus bisa dipisahkan. Nah itu yang pertama. Yang kedua, jenisnya. Apakah jenis ini kena PPH21? Apakah ini jenis PPH23 misalnya? atau jenis pajak yang lain. Nah ini kalau kita tidak tahu, maka nanti akan bertumpang tindih. Kalau kita tahu mungkin bisa bikin tax planning. Yang ketiga, kita sendiri. Apakah kita itu yang melakukan pemungutan atau motongan, atau kita yang dipotong. Dalam konteks notaris PPAT, dia tidak hanya urusan pajak itu untuk klien saja, untuk pribadinya juga ada, dan dia juga berhubungan dengan pihak lain. Sementara segitu dulu ya, biar nggak kepanjang. baik Pak Ara terima kasih cukup singkat tapi juga bisa membuka pertanyaan lain nih saya beralih ke Pak Dimas kalau dari sudut pandang normatif berkaitan dengan penghasilan dari honorarium yang diatur undang-undang dan dari jasa di luar honorarium bagaimana Pak Dimas baik terima kasih Bu Faria selamat siang Pak Ara salam kenal Bapak-Ibu sekalian Finansi atas pendapat yang diberikan kepada saya, jadi memang secara normatif ini, yang pertama harus kami jelaskan dulu ya, mungkin karena TPH ini pajak penghasilan, ini kan kategorinya pajak yang subjektif gitu, artinya pajak ini besar kecilnya, itu berdiri dari keadaan subjeknya. Dan dalam klasifikasi lapangan usaha, wajib pajak itu memang jatuhnya dalam wajib pajak orang pribadi yang punya pekerjaan bebas nah ini nanti memiliki konsekuensi lanjutan kepada kewajiban-kewajiban PPH-nya itu tadi kata Pak Ara karena statusnya sebagai orang yang punya pekerjaan bebas ya otomatis dia punya kewajiban PPH untuk dirinya sendiri dan juga punya kewajiban PPH untuk orang lain jadi dalam pelaksananya memang nanti Selain menyampaikan SPT tahunan PPH pribadi, wajiban yang melekat pada dirinya karena memperoleh penghasilan, juga harus menyampaikan SPT masa karena melakukan penyokongan pajak. Mudahnya misalkan harus memotong PPH 21 dari karyawan-karyawan yang dipekerjakannya. Jadi kalau misalkan melakukan jasa dengan badan yang lain, mungkin harus memotong. membuat pemotongan juga seperti itu jadi ini harus-harus terpahami tidak hanya kewajiban tahunan tapi juga ada kewajiban masa sebagai motivasi khusus untuk yang tahunan yang tetap pada orang pribadi memang nanti konsep ada penghasilan dan meresahkan penghasilan itu sendiri definisinya sangat luas dari Bapak Ibu jadi setiap tambahan kemampuan ekonomis yang bisa digunakan untuk konsumsi menambah kekayaan atau tujuan lainnya jadi Dan ini Undang-Undang TPH mengklasifikasi kami lanjutnya antara penghasilan yang menjadi RCTPH dan penghasilan yang menjadi non-RCTPH. Ketika mengisi SPT memang harus dikilah dulu-dulu mana yang masuk dalam SPT dan mana yang cukup dilaporkan sebajar dengan kondisi TPH. Nah ini memang harus membaca pasal empat karya satu dan pasal empat karya tiga dengan TPH-nya untuk mengetahui mana yang masuk kategori yang lebih mana. Dan betul tadi mungkin dalam praktik memang ada fungsi fungsi notaris atau kata-kata layanan-layanan notaris, yang poten-poten dikipan biaya-biaya. Dan mungkin berdasarkan risetnya teman-teman mahasiswa MKM, misalnya di Mbing juga memang sudah-sudah lazim juga notaris misalkan mencetukkan dana untuk pembayaran BPHTB, PPHTB. Nah itu betul karena itu sifatnya bukan penghasilan yang berpenghasilan pada si notarisnya, maka itu tidak harus dihitung sebagai penghasilan yang pajak seperti itu. Namun di sini mungkin sekali-kali. menyampaikan yang memang memang sebetulnya tugas-tugas untuk membayar pajak ini apalagi kayak PPHTB BPTB pen pajak-pajak yang sebetulnya dan kewajibannya melepas pada uang dipajaknya ini bisa di-padeh mesari PPT nya Iya kamu paham Bapak diwastamu aja pada ya Kalau mengacu pada undang-undang PPH nih Pak, kan profesi notaris ini kan masuk ke dalam kategori pekerjaan bebas ya Pak ya? Ya bebas itu maksudnya bagaimana? Kemudian pada penerapan PPH ini, apakah berbeda dengan pekerjaan selain pekerjaan bebas Pak? Pekerjaan bebas di sini maksudnya dia disamakan dengan orang yang melakukan usaha. Jadi pekerjaan bebas itu maksudnya orang-orang yang melakukan profesi. Jadi ada notaris, pengacara, akuntan, dokter. tersepanjang mereka punya kantor sendiri dan punya staffing sendiri, ya itu mereka dikatakan kerja bebas. Artinya mereka tidak terikat pada satu pemberi kerja. Nah ini untuk membedakan antara mereka yang punya pekerjaan bebas dan tidak. Itu adalah bahwa kalau yang tidak itu berarti mereka terikat dengan satu pemberi kerja. Misalkan CPNS, karyawan BUMN, itu adalah orang-orang yang tidak punya pekerjaan bebas dan hanya pekerjaan. Ya, baik. Oke, tadi kita sudah mendengar penjelasan dari Pak Dimas berkaitan dengan pekerjaan bebas. Menurut Pak Ara nih, Pak, aset-aset pajak apa saja yang bisa berkaitan dengan profesi notaris sebagai pekerja bebas, Pak? Pak Ara? Mungkin dalam pengalaman Pak Ara, apa saja? tantangan yang dihadapi atau perlu diperhatikan oleh notaris dalam menerapkan aturan perbajakan pada setiap transaksi. Pak Ara monitor. Kayaknya ini nyat Pak Ara nih. Halo, sorry. Nanti orang pajak lewat. Siap, siap Pak. Gimana? Ya, saya mulai Pak ya. Jadi kan tadi sudah ada penjelasan dari Pak Dimas yang mengenai pekerjaan bebas. Nah, menurut Pak Aran nih, aspek-aspek pajak apa saja yang berkaitan dengan profesi notaris sebagai pekerja bebas. Oke. Jadi gini, memang ada yang perubahan yang sedikit tambah baik ya dari bertahun-tahun kita selama ini. mengenai profesi atau mengenai pekerjaan bebas. Jadi nomenklaturnya pekerjaan bebas itu dari sebelum 2023 ini, itu tuh yang dikenal itu yang namanya pekerjaan bebas, Bapak-Ibu, saya bilangnya Pak Panda. Pak Panda itu supaya gampang aja. Pengacara, akuntan, konsultan. Penilai, aktuaris, notaris, dokter, dan arsitek. Pak Panda ya, ada nggak di situ PPAT? Nggak ada ya? Nggak ada. Adanya notaris ya. Saya sudah sering ngomong sama teman-teman di pajak. Kalian itu ketipu. Kenapa? Kalian mau memajaki pengerjaan bebas notaris yang dikejar. Notaris kan nggak ada duitnya. Yang ada duitnya itu adalah PPAT. Bu Risna langsung seneng banget ya. Ya jadi... PPAT itulah tulang punggung ekonominya kantor notaris. Kecuali di Jakarta Anda jadi notaris di bank atau notaris di TBK. Jadi yang bagus itu memang ada perubahan di 2003 itu ada PMK 164. Di situ sekarang pekerjaan bebas sudah ditambahin. PPAT. Jadi kalau saya bercandanya dulu, kalau gitu PPAT nggak usah bayar pajak, karena nggak disuruh sama orang pajak. Ada kan dulu kan pekerjaan bebas itu di Perdirijen Pajak nomor 17 tahun 2015. Tapi sekarang, udah kena dia. Ya udah nggak apa-apa ya. Ternyata sadar juga orang pajak bertahun-tahun tuh. Saya bilangin tuh. Nah, pekerjaan bebas ini artinya kan akan nanti timbul satu pemahaman Yang umum dulu lah, kalau dari kata-kata orang bingung kenapa disebut pekerjaan bebas. Memangnya bebas itu apa? Kalau misalnya jadi orang yang apa namanya, jadi maklar itu bebas. Bebas itu bebas dalam menentukan penasihannya. Betul. Kalau kita nggak mau bekerja ya nggak dapet duit. Kalau bekerjanya semangat, ya semoga dapet duit. Insya Allah dapat banyak duitnya. Nah kalau pegawai negeri kan, ya rajin malas, penghasilan sama. Jadi itu kenapa disebut pekerjaan bebas. Nah aspek perpajakannya itu unik. Karena apa? Pekerjaan bebas, itu aspek perpajakannya kena PPH pasal 21, dan tidak termasuk yang dikenakan atau dibolehkan menggunakan untuk PPH final UMK. Ya UMK. Jadi gini, yang pertama PPN 211 itu begini, ada dalam pajak itu jasa ya, jasa kan banyak ya Bapak Ibu ya, laundry itu jasa, broker-broker yang lagi happening sekarang itu bikin lengkap akten pendirian PT 3,9 juta, kalau CP 2,9 juta, itu semua jasa kan ya, lagi saya ramein itu di grup ya. Makin ngeri aja, harga makin turun aja ya akta ya. Nggak bisa ngecas lagi 12 juta kita. Nah, tetapi itu kenanya PPH pasal 23, jasa-jasa yang seperti itu. Yang tanpa keahlian. Tanpa keahlian ya. No sweat of the brow. Sweat of the brow itu kalau dibilang keringet di atas dahi ya. Di atas anu mata kita, alis kita. Nah, kalau kita, karena kita menggunakan ahli, ada sertifikasi, menggunakan... ya, kemampuan akademik. Maka jasanya itu diukur dengan PPH pasal 21, dipersamakan dengan karyawan. Bekerjanya berbeda dengan jasa fotokopi. Itu kan jasa-jasa yang berbeda. Ada nanti, bisa membedakannya itu begini. Ada peraturannya yang menentukan jasa-jasa seperti itu, itu daftar jasanya apa. Di PMK 141 tahun 2015. Itu bisa dilihat ya, jasa-jasa. Nah, kalau kita lihat. Kita tadi, yang saya bilang, masuknya di PMK 164-2023, yang baru ya, karena harus mencantumkan nama PPAT di dalamnya. Aspek pajaknya itu adalah kita jasa tapi yang dikenakan 21. Dan kalau di luar 21 kan 23. Ingat, kena 21. Nanti ada nih cara penghitungannya berbeda. Yang sering terjadi itu kalau terjadi pemotongan. Kalau punya rekanan bank, tadi kembali lagi, rekanan bank atau rekanan lembaga pembiayaan, mereka kadang memotongnya itu PPH 23, dan dipotong dari sumber yang salah, karena DPP-nya, dasar pengenalan pajaknya salah. Harusnya dikenakan PPH 21. Nanti, ini next ya. Maksudnya, sekarang saya jelaskan dulu ini apa aja aspeknya. Yang kedua, dengan pekerjaan bebas ini kan, artinya kita punya karyawan. Kita punya karyawan. Dan karyawan wajib dipotong PPH pasal 21 Kalau sekarang PPH 21 kita menggunakan TER ya TER ya Jadi TER itu artinya tidak lagi sama dengan notaris ngitungnya Tadi sebelumnya ini sebelum ada yang namanya tarif efektif rata-rata Cara penghitungannya notaris itu kena PPH 21 Karyawannya pun kena PPH 21 Yang berbeda kalau notaris kena PPH 21 yang motong Nah pemotongan ya Dipotong PPH-nya dari si Penerima jasa kita. Contoh bank. Bank kan menerima jasa kita. Kita kan pemberi jasa. Kalau mereka kan yang menggunakan. Pengguna jasa lah. Pengguna jasa. Pengguna jasa memotong karena pada saat setiap orang yang membayar, memotong namanya. Kalau kita kan dengan bank, bank membayar kita. Maka memetong PPH. Nah kalau sama karyawan, kita memotong penghasilan dia. Bener nggak? Maka kewajiban pemotongan kita. Itu undang-undang. Nah jadi, ternyata Selain kita dipotong PPH 21, kita pun melakukan pemotongan PPH 21. Namun, sejak undang-undang HPP terbit, nomor 7 tahun 2021, ada pembedaan. Dengan apalagi sekarang sudah diujudkan mulai tahun 2024 ini, ada TER namanya. Tarif Efektif Rata-Rata, di mana kalau kita memotong PPH-nya karyawan, berbeda dengan cara kita dipotong PPH oleh pengguna jasa. Mudah-mudahan nangkep ini. Kemudian, selanjutnya, ada PPH pasal 23 yang bisa juga dikenakan kepada kita. Dan ini menjadi satu ilmu sebenarnya. Jadi... notaris itu harus memahami bahwa pendapatan dia adalah dari produk yang dia keluarkan. Bagaimana mengetahui bahwa itu produk kita? Bapak-Ibu bisa tahu, paham lah pasti yang saya maksud. Bagaimana kita tahu bahwa suatu pekerjaan itu produknya kita? Yaitu dari dokumen yang distempel oleh nama kita, notaris. Benar ya? Artinya ini menjadi Ukuran. Bahwa kalau saya menerbitkan setiap dokumen dengan ada stempel nama saya, Fahria, Lapa Sere, gitu ya, itu maka artinya, ya kan, artinya itu adalah produk. Betul nggak? Kerjaan kita ya. Bener ya? Jadi pekerjaan kita produknya sebenarnya ada berapa? Lima ya. Akta, legalisasi, warmerking, legalisir, dan kopi. eh sorry, legalisir, dulu ada kopi collatione tapi sekarang udah ada printer emang tinggal print aja, namanya tinggal 4 sekarang, notaris itu cuma punya 4 sumber pengandapatannya harusnya, sesuai undang-undang kalau PPAT cuma 1, akta saja betul nggak? akta saja, dia tidak membuat legalisasi, warmerking, dan kopi legalisir, tidak ya tapi kalau kita ada 4 jadi dalam kategori-kategori ini ya bisa dibilang kadang-kadang nggak bisa diharapin sih besarannya malah kadang lebih besar dari pekerjaan di samping itu. Membantu memberikan jasa tambahan. Nah ingat, ingat, ini penting. Kalau kita bisa mendefinisikan bahwa ini harta kita, ini kenanya PPH 21. Ingat, kalau saya bikin dipotong PPH, gampangnya gini, kalau kita nget... Oke, saya kira saya hilang lagi. Kalau kita misalnya dapat duit, dari bank. Padahal bank itu minta kita mengerjakan bukan hanya bikin akta, tapi juga melakukan, contoh, Roya dulu, melakukan pengurusan IMB, misalnya pengurusan IMB, pengurusan yang lain-lain, tambahan, membuatkan perjanjian dulu seperti ini. Itu adalah di luar dari pokok... Ya, benar ya. Di luar, di luar itu. Jadi kita bisa memirakan. Oh yang ini, kalau saya bikinin akta buat kamu, buat Anda, saya dibayarnya, kamu potongnya PPH pasal 21 loh. Tetapi kalau kamu minta tolong saya melakukan pembebasan tanah, minta perizinan ini, bikin OSS, harusnya itu bukan PPH 21, itu PPH 23. Karena kalau kita membantu membuatkan jasa, ada dua, jasa pekerjaan bebas, dan jasa di luar pekerjaan bebas. Itulah konteksnya. Ijin saya lanjutin. Bagaimana pajak yang lain? Itu ada dua ya. Dua satu, dua satu ke kita dan yang kita lakukan, ke karyawan. Kemudian dua tiga, atas jasa tadi, jasa konsultan hukum namanya, atau jasa lainnya. Kemudian, jasa, sorry, PPH pasal 4A2 juga bisa. Apabila kita notaris, punya aset, disewa, maka kita kena bukti potong 4 ayat 2. Atau sebaliknya, kita menyewa, kita menyewa nih, kita menyewa kantor, kita kan bayar. Kita dapat tuh bukti potongnya 4 ayat 2. Kalau kita punya aset, banyak seperti Ibu Linda Lamora gitu ya, dia akan memotong, dia sewakan semua asetnya, dia akan potong PPH pasal 4 ayat 2. Ya, udah berapa tuh pajaknya? Tapi nanti Anda di akhir tahun, selain pasal 25 tadi Pak Dimas sudah bilang, kewajiban pajak subyektif kita itu yang Subyek itu kan karena kita menghadapkan penghasilan di atas PTKP, maka kita punya kewajiban bulanan dan kewajiban tahunan, seperti yang Pak Dimas bilang. Nah, untuk bulanan namanya PPH pasal 25. Tetapi nanti kalau dari satu tahun, pasal 25 kita bayar, di akhir tahun kita harus menghitung ulang, ternyata pajak kita itu lebih dari yang kita bayar tiap bulan. Maka kita bayar tambahan, namanya PPH pasal 29. Itu dulu mungkin dari saya. Baik. Kita beralih ke potensi risiko pajak nih. Saya kembali ke Pak Dimas. Pak Dimas, bagaimana notaris bisa meminimalkan resiko perpajakan saat menjalankan profesinya, baik untuk klien maupun untuk dirinya sendiri? Dan kira-kira potensi resiko yang bagaimana yang bisa berdampak bagi notaris dalam kaitan perpajakan, Pak? Mau nggak Pak Dimas? Oke, terima kasih. Untuk resiko ya, resiko tentu kaitannya dengan... pajak-pajak personal, ya dia melaksanakan dirinya sendiri. Artinya undang-undang KOP itu kan sudah menyebutkan beberapa kewajiban secara eksplisit mulai dari mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT dengan benar dan tepat, sudah jelas, lalu ada menyimpulkan SPT, melakukan pembayaran, menggarakkan penutupan. Nah tentu ada satu yang penting bahwa dalam... pelaksanaan yang terpadakan ini kan sistemnya self-assessment dimana self-assessment ini nanti akan diuji kepatuhannya dalam suatu pemeriksaan pajak. Jadi kalau dibilang resiko, ya apalagi sebagai seorang notaris ini resiko untuk diperiksa ini sama kuatnya dengan mereka yang melakukan usaha gitu ya. Mungkin sedikit di bawah pajak gitu. masih di atas orang yang tidak punya pekerjaan bebas. Jadi seperti kami pegawai ini resikonya dalam konteks akan diaudit atau tidak ini paling bawah. Di atasnya ada orang-orang yang punya pekerjaan bebas. Jadi memang apakah pemeriksaan ini sebuah resiko? Memang secara normatif semua yang disampaikan oleh wajib pajak sebagai kewajiban perpajakan ini akan diuji kedengarannya. Baik itu pemotongan yang dilakukan. baik itu pembayaran yang dibayar maupun SPT yang disampaikan tahunan atau masa itu semua akan jadi tapi karena jumlah lagi pajak ini sangat banyak dan juga jumlah pemeriksa pajak ini tidak mengadai maka tidak semua dalam saktifnya tidak akan diperiksa mungkin hanya mereka yang tergolong resitnya tinggi dan juga yang utama itu kalau memang sudah SPT yang menyatakan lebih bayar ini Termasuk cara menitijasi resiko adalah jangan meningkatkan SPT, terutamanya untuk yang TPH orang terimbau di tahunan ya, ini jangan santai menyebabkan SPT-nya lebih bayar, apalagi meminta restitusi. Karena kalau Bapak-Ibu meminta restitusi atau menyatakan lebih bayar, itu tiba-tiba resiko untuk diauditnya naik. Adakah masalah dengan pemeriksaan pajak? Tidak ada. Cuma nanti Bapak-Ibu harus mengalokasikan waktu kalau dipanggil, diperiksa penjukuannya, lalu... di crosscheck dengan pihak ketiga, lalu nanti ada kemungkinan ternyata penghitungan ulangnya kurang bayar nih, lalu ada SKPKB atau ketetapan pajak kurang bayar, di dalamnya tadi seperti Mas Ramzi bilang itu yang ada sanksi dan penalti dan bom-bom di belakang ya seperti itu. Dan yang lebih mengkhawatirkan Bapak Ibu, jadi kalau selama ini mungkin kita, atau beberapa waktu lalu ya, tapi sekarang udah nggak ada lagi iklannya tuh, kalau zaman dulu ada billboard. sampaikan SPT Anda bisa tidur tenang itu sebenarnya itu manipulasi karena pada prinsipnya sejak kita menyampaikan SPT maka punya waktu 5 tahun untuk memeriksa dan menerbitkan SKP kurang baik jadi dan punya 10 tahun untuk mengidik secara pidana, artinya kepastian hukum tentang SPT yang kita sampaikan dalam satu tanggap itu baru benar-benar aman setelah 10 tahun 5 tahun kita memang Kalau lewat 5 tahun ya mungkin kita tidak akan diperlukan HPKB, tapi justru resikonya naik, kita mungkin akan disedih secara tidak. Jadi pertama, menemui 3 seri tito tentu jangan dengan PKN SPT lebih bayar. Dua, tidak meminta restitusi itu juga. Lalu yang ketiga, kita melakukan pemotongan dan juga penyampaian SPT itu secara tepat waktu. Karena nanti kalau kita bisa tepat waktu. waktu tidak pernah diperiksa, maka nanti kita masuk dalam kategori wajib pajak yang patuh. Nah ini kalau sudah masuk kategori wajib pajak, tentu risiko untuk diperiksa dan lain-lainnya itu akan kecil dengan sendirinya. Mungkin itu. Mbak Fahria, itu menarik yang disampaikan. Kita boleh sedikit dielaborasi nggak apa yang Pak Dimas sampaikan? Karena pertanyaannya Mbak Fahria ini, sebenarnya ini sangat penting ya karena Mbak Faria bernanya kan tentang resiko dan jawaban dari Pak Dimas ini sangat menarik memang ada saya gak setuju tapi saya gak mungkin kayak si Sylvester lawan si apa namanya si siapa itu Rocky Gerung, enggak ya tapi saya menarik, bener Sepertinya memang ada manipulasi. Itulah kekurangan kita. Ketika kita disampaikan bisa tidur tenang. Malah kalau masukin SPT, malah jadi ini. Malah nggak tenang ya. Ada benarnya Bapak gitu. Cuman kan kita nggak bisa menghindari ya. Menghindari bahwa kalau kita sudah lewat dari kewajiban pajak subjektif kita sudah dipenuhi. Lalu kita lalai karena ini sifatnya self-assessment. Kita harus menghitung sendiri, menyetorkan sendiri, membayar sendiri, dan melapor sendiri. Maka ada ujinya, ada ajunya. Masa ujinya memang betul. Tadi 5 tahun diuji laporan kita. Tapi kalau kita punya NPWP memang diharapkan negara itu mengajak kita untuk lapor pajak. Cuma kalau ditanya begini, apakah kita itu boleh tidak lapor pajak? Pertanyaannya gitu. Saya sudah punya NPWP, tapi saya nggak mau lapor pajak. Boleh nggak? Saya jawab boleh. Saya jawab boleh. Mungkin orang mendengarnya, wah ini baru Pak Albert yang bilang, apa namanya, boleh nggak bayar pajak. Tapi karena tadi, saya bilangnya begini, kita itu harus melaporkan sesuatu yang sebenarnya. Jadi di situ ada risiko yang nantinya bisa terukur, bisa diukur. Sebenarnya dalam pengertian itu ya artinya kita bisa bertanggung jawab. Artinya begini, kalau saya nggak punya uang, saya nggak dapat penghasilan, kantor saya nggak ada penghasilannya, Tapi saya dengar informasi dari orang-orang, kamu nanti kalau nggak masukin kurang bayar, kamu nanti akan dikejar sama orang pajak. Gitu lah, misalnya begitu ya. Karena segini, apalagi sekarang nih, nanti ini akhir tahun ini ada Cortex namanya. Cortex itu pokoknya integrasi dari seluruh sistem laporan pajak kita, data kita ada di situ. Jadi ada ancaman tak tertulis untuk diperpajakan nanti. Tapi kalau kita memang, Saya bilang tadi, boleh nggak bayar pajak? Ngapain bikin pajak? Bayar pajak itu yang pura-pura. Ngitungnya dari bawah itu. Jadi, saya mau bayar aja dulu lah 300 ribu tahun ini. Hitunglah mulai ke atas. Akhirnya nggak ketemu tuh. Kenapa? Ketahuan kan paling atas itu adalah penghasilan bruto. Nah, apakah benar penghasilan bruto kita itu sesuai sama yang kita hitung? Karena kita ngitung dari bawah. Harusnya kan kita ngitung dari atas. Misalnya begitu ya. Ini Pak Dimas pasti tahu banget ini ya. Karena ini kan teori-teori yang digunakan dari zaman dulu untuk mengisi pajak supaya nyaman sesuai ukuran kita. Kan gitu ya Pak Dimas ya. Tapi saya bilang itulah berisiko. Risiko dalam laporan perpajakan itu salah satu seperti itu. Yang kedua ini, saya pertajam juga dari Pak Dimas, kita itu kan tadi sifatnya kan informasi ya, dimana sekarang makin kesini informasi itu makin banyak diperoleh. Kalau Bapak Ibu itu adalah rekanan dari, atau kliennya banyak badan usaha, misalnya... Satu bank. Satu bank. Yang kedua, PT-PT. Sebagai corporate notary, atau notaris di OJK, misalnya gitu kan. Itu mereka itu, perusahaan-perusahaan itu, pasti akan melakukan pelaporan. Pelaporan, ya kan? Kenapa? Karena dia meluarkan biaya. Biaya milik kantor. Dia potong PPH, betul kan? Sama dia dilaporkan jadi biaya. Jadi biaya. Iya dong. Bayar misalnya notaris Rizna, nerima pembayaran 100 juta. Pastikan dia potong PPH-nya. Di dalam pembukuan dia, dia catat sebagai biaya. Bener nggak? Nah, yang kadang, yang kadang nih, notaris-notaris teman-teman ini, nggak peduli itu sama bukti potong. Laporkan jadi biaya. Yang penting duit udah masuk. Baru dapet transfer. Oh, tapi baru dapet transfer, istri di rumah udah nelpon, kulkasnya rusak, konslet. Belilah kulkas. AC-nya nggak dingin, beli AC. Artinya, tanpa sadar, kita tuh nggak mau peduli bahwa ini ada loh dokumen-dokumen yang harus kita apa namanya, harus kita isi, harus kita simpan untuk kebutuhan pelaporan kita. Iya kan? Jadi, kalau... Sebentar, saya tambahin. Artinya nanti pada saat pelaporan, Mereka melaporkan bukti potong itu sebagai bukti biaya si klien. Tetapi kita tidak melaporkannya itu sebagai penghasilan. Nah inilah resikonya. Itu tadi saya menambahkan dari Pak Dimas sampaikan. Saya pikir ini kan talk show ya, tapi nggak apa-apa ya. Kalau memang Pak Dimas merasa, ah Pak Albert salah tuh ngomongnya, nggak mungkin begitu. Silahkan, nggak apa-apa ya. Asal jangan kayak Sylvester aja lawan Rocky Gerung. Saya itu malah sepakat sekali Pak. Jadi kalau saya katakan setelah menyampaikan SPT itu tidak bisa tidur, justru kalau tidak menyampaikan SPT malah tidak bisa tidur sama sekali ya Pak ya. Saya sepakat sekali. Jadi memang apa yang tidak kita sampaikan. Dan itu semua nanti akan menjadi temuan Bapak-Ibu betul di era informasi ini di mana DJP itu sejak beberapa tahun terakhir mengagregasi data dari berbagai pihak. Dan ingat sudah ada Undang-Undang Nomor 9 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Itu juga sudah membuka peluang dia untuk mengakses rekening kita. Bank itu punya kewajiban untuk melapor ke DJP. Betul tadi kalau ada pembayaran, itu pun juga ada bukti potong. Dan... tanpa kita sadari walaupun kita bilang kita nggak terima uang, tapi karena yang membayar penghasilan kita ini lapor maka dia akan menciptakan triangulasi data nah ini nanti menjadi bagian dari pemeriksaan itu sendiri jadi memang betul saya sepakat bahwa dengan sistem self-assessment ini kita harus jujur satu, dua, kita harus mengetahui secara persis apakah penghasilan yang kita terima ini termasuk objek PPH atau non-objek PPH Dan tadi kata Pak Ara juga bilang kalau banyak penghasilan kita yang dipotong oleh klien dari badan, terutama perbankan, nanti akan dipotong apakah itu PPH 21 atau PPH 23, apapun yang dipotong itu memang wajib kita minta bukti potongnya karena itu akan menjadi sesuatu yang berharga di akhir tahun, itu menjadi kredit pajak Bapak-Ibu. Jadi ibaratnya Bapak-Ibu dipotong-potong itu semacam menabung gitu ya, Pak Ara menabung sehingga nanti di akhir tahun itu. kewajibannya ya tinggal sisanya aja, selisihnya aja. Karena sebagian besarnya sudah dipotong oleh pihak ketiga. Makanya bukti potong ini sangat penting Bapak Ibu Nuduki, sehingga nanti termasuk mengurangi resiko untuk kurang bayar di akhir tahun. Jangan sampai nanti ngitung akhir tahunnya besar, tapi kita lupa nih sepanjang tahun kemarin dipotong sama siapa aja. Buktinya lupa minta, akhirnya kita nggak bisa krediting itu. Nah ini nanti bisa merugikan kita ketika mengisi SPT. Betul. Apalagi Pak Dimas, mereka teman-teman ini Pak Dimas, yang nggak tahu nih, mudah-mudahan Mbak Fahria nggak. Apalagi kalau rekanannya banyak sama bank, sama itu. Mereka ketika mintanya di akhir tahun, udah nggak bakal mau diladenin. Kenapa coba? Mereka nggak mementingkan kita lagi. Kita bisa ngemis-kemis, minta bukti potong dikasihkan dong. Baru sadar nih mau masukin SPT. Terima penghasilannya bulan Juli, minta bukti potongnya Januari, Februari tahun depannya. Kan nggak mungkin dia malah pusing deh, malah ngapain ngurusin kayak gitu. Sementara dia mau nyiapin penutupan buku, segala macam. Makanya setiap kita mendapatkan penghasilan, kalau bisa dipaksakan, dipaksakan untuk menerima bukti potong. Itu kalau memang jasa-jasa yang kita berikan kepada badan. Kalau orang pribadi memang nggak ada masalah ya. Kalau orang pribadi, klien-klien perorangan kan, kalau datang kan... Dia bayar kita, nggak potong PPH, nggak apa-apa. Itu yang kita laporkan digabung sama penghasilan yang dipotong, laporkan, hitung ulang, jadilah kredit pajaknya dari bukti potong-bukti potong. Kita maunya semakin banyak bukti potong bisa kita kumpulin. Benar nggak Pak Dwi ya? Supaya apa? Bayar pajaknya makin kecil. Jadi artinya, kita sudah bayar pajak, tapi momentumnya aja yang pas kita lakukan di akhir tahun, nah itu karena kita tahu cara mengadministrasikan uang kita, penghasilan kita, maka kita bebas dari pemeriksaan, bebas dari kurang bayar yang besar. Itu. Silahkan, Mbak. Ada tanggapan, Pak Dimas. Tadi Pak Aras sudah sepakat semua. Yang mengenai laporan tidak perlu, tidak apa-apa, Pak. Tidak wajib dilaporkan. Laporan apa? Tadi sempat Pak Aras menyampaikan tidak apa-apa kalau tidak lapor pajak itu, Pak. Ya memang ini kita harus Tidak bayar bukan tidak lapor, tidak bayar pajak Tidak bayar Ya karena sebagian besar yang harus dibayar Sudah dipotong oleh pihak ketiga Conteksnya memang Self assessment system ini kan Semacam backbone system ya Sistem utamanya Sedangkan withholding system ini Atau sistem pemotongan ini 21, 23 Itu kan hanya Sistem komplementari Artinya jika memang Suatu saat nih ada transaksi dengan badan atau memberikan jasad pada badan dia lupa motong, itu sebetulnya bukan lalu kewajiban pajak yang hilang tetap tadi seperti Pak Ara bilang, treatmentnya adalah kita akui saja di akhir tahun walaupun itu kemungkinan besarnya tidak terjadi karena mungkin klien ini lebih ketat pembukuannya dan tadi ada kepentingan untuk klaim biaya, klaim biayanya dari pembayaran penghasilan pada orang yang tersebut jadi artinya semuanya akan kembali ke backbone sistemnya self-assessment. Jadi withholding ini tidak bisa berdiri sendiri, kecuali yang tadi Pak Ara sebutkan sebagai PPH final, kalau PPH final memang itu bisa berdiri sendiri. Jadi untuk PTH yang non-final itu sifatnya complementary atau melengkapi dari self-assessment system. Dan jika ada karena suatu keadaan tidak bisa diperhatikan, contohnya tadi karena transaksinya dengan orang pribadi, orang pribadi ini tidak punya kapasitas sebagai pemotong pajak. Memang dia nggak boleh memotong pajak karena dia nggak punya pembukuan. Sehingga dia tidak bisa menerbitkan dikipotong, tidak bisa memotong pajak, otomatis itu kembali ke self-assessment system dari si... notaris BKT ini sendiri. Kira-kira begitu. Begini nih Pak, menurut pandangan Bapak dari sudut pandang akademis nih Pak, bagaimana cara terbaik bagi notaris untuk mengelola pajak pribadi mereka sebagai profesi? Dan pajak apa saja yang harus diperhatikan di luar pajak terkait transaksi klien? Mungkin ada kasus atau kemulasinya Pak? Ya yang paling besar tentunya pajak penghasilan sih. Tapi makanya kalau terkait dengan profesi PPAT-nya misalkan ada urusan sehari-hari terkait BPATB, PPHATB, itu sebenarnya kalau kami mengajarkan di kelas ini teman-teman mahasiswa MKS, kami ajarin ya itu sebenarnya bukan kewajiban dari PPAT untuk membayarkan karena secara normatif jelas yang menjadi subjek dan wajib pajaknya adalah para pihak yang melakukan transaksi. Sehingga bisa juga tapi bisa juga itu untuk menurangi resiko kita terkena kewajiban karena nanti kalau misalkan di TTP ternyata lalu jumlahnya kurang ya berarti gimana nanti hubungannya dengan klien dua kalau misalkan lebih apakah kita mengembalikan ke klien atau tidak kan itu nanti juga juga menurunkan gitu ya walaupun kita tahu mungkin itu bagian dari dari layanan yang diberikan oleh PPHT. Tapi secara normatif sebetulnya tidak ada kewajiban itu. Artinya kalau kita bisa memberikan pemahaman kepada pelayan bahwa ini adalah kewajiban yang selama setiap pihak, tentu kita bisa melepas risiko itu dari kita. Yang penting dari PPHT adalah tidak boleh menanamkan ini sebelum ada validasi dari BKAD dan juga dari KPP. Itu satu. Dua, bisa jadi juga nanti suatu saat kalau memang apa namanya, omsetnya sudah lebih dari 4,8 miliar setahun ini bisa jadi nanti dianggap sebagai pengusaha kena pajak artinya jasa notaris yang sendiri nanti menjadi objek PPN yang ini tadi saya sedang coba baca-baca intinya kan kalau PPN itu dia menggunakan negatif list sepanjang jasanya tidak dikecualikan dalam mengundang PPN itu adalah jasa yang kena pajak artinya Kalau nanti omset dari Bapak Ibu sudah melewati 4,8 miliar dan tetap menyerahkan jasa yang diberikan oleh Bapak Ibu sekalian, bisa jadi nanti ada kewajiban untuk mengumpulkan sebagai penyusaha penata pajak. Dan ketika menerbitkan invoice kepada bank ataupun klien yang lain itu harus disertai dengan penghubungan PPN terutama. PPN-nya memang menjadi tanggungan dari si klien yang di situ. Bapak Ibu sebagai penelusuran yang terjatuh wajib dimotong dan mengembalikan PPN lagi. Itu setelah melewati omset 48 miliar. Itu sih buat sementara yang melihat ke... Sebelum... Ya Pak Dimas, sinyanya mungkin jelek ya Pak. Nanti saya akan mempersilahkan antara praksi dan akademisi nih. Bisa bertanya antara Pak Ara dan Pak Dimas. Tapi sebelumnya Pak Ara. Pertanyaan Pak Ara nih, apa saran Pak Ara bagi notaris untuk mengoptimalkan manajemen pajak mereka agar tetap saat pajak namun juga efisien dari sisi finansial Pak? Saya karena memang pernah ada di dalam lingkungan pajak sendiri dan dimana saat itu saya merasa bahwa orang pajak itu selalu benar. Kemudian sekarang saya jadi wajib pajak dan saya mengalami. apa yang dulu saya sangkakan itu mudah saja. Pajak ini sampai sekarang masih menyulitkan. Masih menyulitkan. Cuma karena kita mungkin tingkat kesadaran orang berbeda-beda itu wajar. Karena banyak juga disrupsi-disrupsinya dari perpajakan itu yang mungkin banyak cerita dulu bahwa pajak dibawa lari, ada korupsi, segala macam. Itu mungkin masa-masa zaman jahilihan kemarin itu. Sekarang sudah mulai baik. Cuma, mungkin tidak 100 persen ya, dimana-mana selalu ada oknum. Jadi, keengganan kita melapor pajak, ya itu mungkin karena hal itu juga ya, karena ada ketakutan-ketakutan seperti itu, ada tidak relanya, dan kemudian... Cara mengisinya yang masih termasuk sulit. Memang ini PR besar. Kita melihatkan sekarang ini kita masih menunggu perbaikan dari sistem. Nah kalau di kita, kita sebenarnya sudah memilih diri kita untuk harus patuh. Kalau nggak mau patuh jangan jadi notaris dan PPAT. Ketika kita bicaranya bahwa kita itu pejabat umum, pejabat umum berarti kan kita ada di ruang yang sama dengan pemerintah. Bahkan yang hebatnya nih, hebatnya notaris PPAT nih, Di buku saya pun kan saya selalu bilang, dari dulu atau dari pertama keseluruhan saya jadi narasim, saya akan bilang, notaris itu hebat karena kalau baca di undang-undang lambang negara, hanya satu profesi, hanya satu profesi, yaitu notaris dan PPAT, yang boleh menggunakan burung Garuda. Kan kita nggak sembarangan pilih burung ya. Kalau salah pilih burung juga kan bahaya ya. Bahaya itu Pak, bahaya, bahaya. Iya makanya bahaya. Jadi Ramci jangan sampai pakai yang lain burungnya. Nah ini burung karuda ini adalah nempel di kita. Artinya apa? Ya janganlah kita berusaha untuk membuat suatu laporan yang keliru atau tidak melapor segala macam. Tapi saya juga bilang bahwa Tidak ada laporan pajak yang sempurna. Mungkin RI1 pun tidak akan melaporkan pajak secara sempurna. Tapi kita bagaimana untuk kontribusi, makanya untuk mengoptimalkan di notaris, pertama sadari dulu siapa kita. Indonesia. Siapa kita ya? Artinya kita pejabat umum. Artinya kalau kita sudah nasionalismenya tinggi, ya sudah lah, jangan jadi pilihan pertama. Kalau bisa nggak usah bayar pajak gimana? Nelpon saya, bang, ini ada transaksi, bang. Harganya segini-segini. Bisa nggak dibantu, bang, biar pajaknya lebih kecil? Itu udah masa lalu, gitu loh ya. Kalau masa sekarang udah nggak mungkin lagi. Data itu udah makin, apalagi tadi saya bilang mau jadi kortek. Data itu udah semakin, apa namanya, konvergen ya. Kalau orang temannya Pak Dimas ini, sudah konvergensi, gitu ya. Dari segala macam udah menjadi satu, udah conversion. Itu akan sulit bagi kita. Tapi ngapain sih kita harus mencari cara untuk menghindari pajak? Makanya harus ada cara dengan tax planning. Tapi ingat, jangan bicara tax planning di depan orang pajak. Karena tax planning itu ada kesan seolah-olah mau menghindari pajak. Tetapi kalau di ruang kita, nggak apa-apa. Tax planning itu yang saya maksud adalah bagaimana mengoptimalkan pajak yang sudah kita bayar itu tanpa sadar atau tanpa sengaja. Sehingga kita bisa manfaatkan. Ya nggak? Memang ada berapa banyak yang pajak itu kita tidak sadar bayar pajak. Karena memang sudah bayar. Contoh, Bapak Ibu beli susu bayi, Bapak Ibu beli aqua, minuman, itu kan sudah bayar pajak. Tapi kan nggak bisa dihindari PPN itu. Ya bisa sih dihindari. Saya nggak mau bayar pajak kalau minum susu. Ya nggak apa-apa. Langsung silakan dari sapinya. Kalau bayar dan minum dari sumbernya kan nggak bayar pajak. Kalau mau minum, akuah, silahkan ke gunung di Bogor sana. Langsung minum dari air terjun atau nggak bayar pacat itu. Betul ya. Tapi kalau sudah kita bicaranya sekarang, mau mengoptimalkan hanya satu. Mengadministrasikan dengan benar, yaitu dengan pembukuan. Kalau saya bilang dengan pembukuan, ada persoalan lagi. Kita nggak paham, Pak, pembukuan. Nggak diajarin pembukuan. Makanya karena tahu seperti itu, pemerintah kasih pencatatan. Resikonya apa? Kalau kita dengan pencatatan, itu maka biaya yang kita keluarkan itu sudah di-given, sudah ditentukan oleh negara. Kamu biaya operasional cuma segini loh. Misalnya gini, contoh. Kita bisa baca di Perdirian Panjang nomor 17 2015. Kalau notaris, misalnya notaris di Riau, nama langgeng gitu ya, maka dia kenanya 50%. Artinya penghasilannya dapat 100 juta, yang dipajakin nggak 100 juta. Mungkin langsung nggak 100 juta, dia 1 miliar kalau langsung gitu. 1 miliar, dia maka 500 juta yang dipajakin. Karena di tempat dia, di sana, di tempat dia domisi kerjaan dia adalah sesuai pemerintah, namanya normanya, norma penghitungan penghasilan intonya, yang normal kita bilang ya, itu 50 persen. Artinya DPP dia 50 persen. Karena saya pakai pencatatan, tidak pakai pembukuan, saya dianggap biayanya 50% dari satu tahun pekerjaan saya. Jadi kalau biayanya ternyata seorang langgeng itu biayanya sampai 70%, 20%-nya nggak bisa diakui. Ini terjadi ketika pertama kali notaris buka kantor. Bayangkan, waktu buka kantor itu biayanya jauh lebih banyak. Penghasilan baru ada di tahun keberapa. Kecuali bapak ibu orang bank, kecuali dari mungkin lulusan atau notaris jebolan dari BPN, nggak mau jadi BPN, mau jadi notaris atau Kemkumham, ya bisa saja langsung di tahun pertama dapat klien banyak. Apalagi notaris-notaris yang 15 tahun ikut notaris gede gitu ya, keluar langsung bikin notaris, ngambilin klien-klien bosnya dulu gitu ya, misalnya. Misalnya gitu ya. Ya kan, zaman sekarang kan enak, paling enak kan notaris tempat dia magang diambilin ke kliennya gitu ya, misalnya. Nah, itu langsung gak apa-apa. Tapi kalau yang tidak seperti itu, bisa-bisa sewa tempat berapa. Ya kan, bayangin. Sewa ruko. Rukonya mau yang seperti apa sih? Pastinya ruko yang di pinggir jalan, ya kan. Yang kelihatan, masa ruko di balik sawah kan gak mungkin kan. Ya gak, tempatnya udah berapa. Ya gak, karyawan minimal dua. Ya kan. Terus kalau daerahnya naik turun-naik turun di Semarang. masa iya dikasih sepeda, beliin motor, mau ke BPN-nya nanti gimana? Gitu kan? Sebentar notarisnya juga kan senang yang paduan warna ini kan, biru tua kayak Mbak Risna misalnya, tasnya juga biru, sepatu juga biru, sofa juga harus biru, gitu kan? Jadi dinding kamar ke ruangnya semua harus biru. Berapa biaya yang harus dikeluarkan? Di tahun pertama nggak bakal break even. Nggak bakal break even. Bener nggak? Isinya lebih besar semua. Jadi gimana supaya agak sedikit enteng? ya pakailah pembukuan itu salah satu cara mungkin orang berpikir, berarti saya harus belajar dong apa namanya, pembukuan oke catat dulu, perlu belajar atau sewa orang, kalau sewa karyawan kebanyakan pak, gitu kan ya bisa saja sih, cari aja karyawan kita gaji, tapi dia kerjanya nggak hanya pembukuan, tapi juga dia ngerti lah apa susahnya sih, bikin ketikan-ketikan gitu tinggal copy paste, ganti-ganti misalnya begitu kan, jadi dia lulusannya bukan sarjana hukum, tapi lulusan dari SMK misalnya nah Atau mau belajar sendiri? Dari mana sih mau belajar ngisi pajak? Oh bisa, dari bukunya Pak Ara misalnya ya, iklan sekalian ya. Oke, disitu ada pajak. Saya pesen Pak Ara, saya pesen satu. Jadi hal-hal seperti itu tetap ada jalan keluar. Tapi kembali lagi, sepanjang-panjang saya cerita ini, satu yang saya minta teman-teman rekan-rekan sadari dulu. Kita itu notaris, pejabat umum. Upayakan yang pertama adalah patuh dulu. Itu kalau mau meningkat pembayaran pajak. Gitu ya. Terima kasih. Pak Dimas, kepanjangan. Iya, nggak apa-apa. Ini pertanyaan di room chat sudah ada nih, Pak. Tapi sebelumnya mungkin ada, biar diskusi lebih berkembang lagi, mungkin dari Pak Dimas ada yang mau bertanyakan ke Pak Ara atau Pak Ara sebaliknya. Artinya dua, ini ya, Mbak Fahria ya. Pak Ara mau tanya ke Mas Dimas atau Mas Dimas ada tanya ke Pak Ara untuk mengetahui. Kembangkan tema gitu ya. Mumpung ada Pak Dimas laku akademisi. Dan silahkan Pak Dimas. Siapa tahu ingin lebih mendalami praktek-praktek notaris yang bisa dikembangkan dalam teori-teori di materi-materi di kampus nanti. Monggo, silahkan. Ya, Pak Ara. Ini kan beberapa tesis terakhir bimbingan saya itu menyangkut tentang IPHTB gitu ya Pak. Nah ini gimana nih? Bapak Ibu, Menteri Superiati mencapai sistem IPHTB ini apakah menanggut baik atau seperti apa? Mas Hidup. Halo, ya. Kalau saya menanggapinya gini, Pak Dimas. Semua yang sifatnya saat ini dengan online tentu bagus. Saya mengalami juga situasi-situasi Dimana pajak itu masih sangat berantakan, Pak. Sekarang sudah bagus. Dan kebetulan di IPHTB ini, saya ikut untuk nyusun konsepnya waktu itu. Tapi nggak langsung ya, karena nggak lanjut ya, gara-gara waktu itu dari dirijennya ganti. Dirijen yang baru kok nggak terlalu concern waktu itu ya. Jadi kita tinggalkan saja, biarkanlah mereka bikin. Misalnya mengisi isian-isiannya seperti apa. Karena kan kadang-kadang kan mereka nggak tahu. Dia hanya berpatokan pada misalnya harga transaksi atau harga NGOP. Ya kan? Seperti itu kan. Ada juga kan nggak selalu pakai harga NGOP. Bahkan ada yang dibawah NGOP. Gitu kan? Bisa saja. Mereka harus punya, sorry, mereka tidak punya pengetahuan bahwa di notaris itu standar harga itu bisa ada lima. Kita juga nggak sadar kadang-kadang. Yang pertama jelas NGOP, bener nggak? Kemudian harga market, harga pasar. Ya kan? Terus harga kesepakatan. Harga kesepakatannya si wajib, apa, si para klien. Ya kan? Nah, orang pajak bilangnya ada. Harga yang sebenarnya. Jadi dia nggak percaya semua itu. Orang pajak kan didesain gak percaya. Kadang dia berkaca, bercermin, mau berangkat kerja aja dia gak percaya itu muka dia sendiri. Artinya seperti itu. Ada harga lagi kan. Harga yang ditetapkan dulu sama siapa Pak? Dinas, Pemda. Bapak mau masukin BPHTB di validasi ke dinas. Banyak sekali Jabodetabek dulu begitu Pak Dimas. Dia minta oh saya gak setuju ini harganya. Iya kan? Ingat nggak Bapak-Bapak Ibu yang Ramsi belum lahir kayaknya? Nah itu, dia belum masih SMA kali. Nah jadi, itu dia bilang diganti aktenya. Oh iya, Bu Risna dulu sering banget komplain. Karena sering di Kota Bekasi dulu waktu saya sama Bu Risna, ininya galak-galak begitu. Dia nggak mau. Maunya harga yang ditetapkan oleh petugas Pemda. Ada lima itu Bapak Ibu. Iya kan? Jadi, sorry-sorry. Jadi hal-hal yang seperti itu terjadi di Indonesia ini. Kalau ditanya PPHTB bagaimana, yang pertama saya bilang itu bagus. Yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya aturan baru di PP55-2022, itu PPJB sudah harus bayar pajak dulu. Jadi bicaranya kita masalahin bukan cara memvalidasi. Memvalidasi kalau memang sudah harus dilakukan bayar pajaknya, ya nggak apa-apa, kita beruntung. Tapi bagaimana menjelaskan secara konteks hukum? Nah ini yang harus bisa menjawab itu justru teman-teman dari dosen ini benar nggak protesnya notaris? Kami nggak mau bayar pajak. Orang itu PPJB kok disuruh bayar PPH dulu? Nah ini saya balikin kepada Pak Dimas untuk menjelaskan kepada kita. Kalau kita tidak mau bayar, tapi secara dari kerangka hukum kita gimana itu Pak? Wah jadi tanya balik. Ya, anu sih Pak. Sebetulnya dari peristiwa utang pajaknya memang kalau masih PPJB belum terjadi peralihan yang menurut normanya. Cuma kan tentu di sini memang karena sifatnya B yaitu dan juga PPH final ini adalah transaksi yang sekali selesai, maka momentum pengenaan ini juga jangan sampai lewat, karena kalau nanti sudah lewat maka itu tidak bisa lagi. dikumudkan, fantastiknya sudah selesai seperti itu, jadi memang ada balancing antara secara substansi memang belum ada peralihan, sedangkan namanya objek di KTB adalah perolehan gitu ya, kalau masih dalam proses ya belum memperolehkan gitu, tapi karena ini sifatnya sekali selesai jadi hanya satu gerbang itu saja yang harus dilewati sehingga... momen-momen ini akhirnya ditarik mundur sehingga nanti ketika proses peralihannya selesai, ya utangannya sudah lunas kira-kira gitu. Saya sendiri kurang sepakat dengan sistem validasi tadi, kata Pak Ara bilang lah mana terus yang dipegang yang mana gitu ya, nilai yang sebenarnya ini adalah, jadi saya selalu bilang sama teman-teman mahasiswa itu ya, sebetulnya harga yang dipakai itu harga yang memuaskan si validator hari itu, saya bilang gitu. validator yang masuk hari itu siapa kalau dia sudah terpuaskan ya sudah berarti lolos. Jadi tidak ada yang bisa dipegang oleh para pihak juga ketika mau melunasi. Nah ini kan sebuah ironi ketika wajib pajak sendiri punya etikat baik untuk melunasi pajak tapi lalu validasinya mungkin bisa 3 kali, 4 kali. Hanya karena si validatornya tidak terpuaskan dengan harga yang diajukan itu. Itu sih Pak, memang dari sistemnya saya sendiri juga kurang sepakat. Harusnya dalam prosedur pengutahan pajak, apalagi dengan self-assessment, satu-satunya cara menguji harusnya dengan pemeriksaan. Sedangkan dalam konteks ini kan sistem validasi, ini sistem yang hanya muncul, saya pikir pengaturannya itu hanya ada di permenkeu. Tidak ada peraturan yang lebih tinggi dari permenkeu yang mengatur validasi. Tapi ini juga bisa di-challenge secara normatif, apakah dia punya kekuatan hukum untuk diterapkan sebagai suatu prosedur yang imperatif bagi wajib pajak. Kalau pemeriksaan pajak jelas dari sejak undang-undangnya ada pasal 29 undang-undang KUP. Tapi kalau validasi itu saya nggak temukan di undang-undang KUP. Ini kan saya pikir merugikan dan bisa menunjukkan abuse of power juga. Saya nanggepin dikit ya, Mbak Fahria. Waktu 2006-2007, jawaban saya sama kayak Pak ini, Pak Dimas. Jadi harusnya kita tukar posisi, Bapak jadi orang panjang dulu. Nah saya begini, saya memang benar, saya dulu terima Pak. Ini mengenai momentum. Ya memang saya alarinya kepada mungkin azas hukum tata negara ya, bahwa negara itu punya pemaksaan, punya kewenangan lebih, sehingga dia melakukan hal tersebut ya sah-sah saja. Tapi setelah saya berada di luar sini, saya mempelajari hukum lebih lagi, saya sekolah notaris, saya sekolah S3, saya menemukan bahwa Banyak sekali yang harus dibenerin, termasuk terhadap perpajakan. Nah kalau dulu saya nggak ada pertentangan pergumulannya, Pak. Bahwa, ya boleh dong saya narik duluan. Itu kan saya nggak ngerti mengenai sudah pengalihan hak atau belum. Pokoknya ada PPJB saya ambil. Karena apa? Momentumnya. Itu kan kesannya ada egonya gitu loh. Tapi kalau sekarang saya bilang, harusnya negara itu ada relanya juga. Negara harusnya tetap melakukan sesuai dengan hukum. ya, selain dengan asas-asas hukum yang berlaku kalau memang belum terjadi ya, jangan, jangan di normanya undang-undang bilang kan terjadi pengalian hak atas tanah dan bangunan, pasal 4 undang-undang PPH, pengalian hak atas tanah dan bangunan, ya kan bukan penandatangan perjanjian PPJP dan AJB atau pengalian hak bukan seperti itu, artinya itu salah satunya itu silahkan dirubah dulu yang kedua, ya kalau memang eee Gini, analoginya sama dengan seperti gini loh Pak. Kalau kita tidak bayar pasal 25, nah ini Bapak paham pasti, tidak bayar pasal 25 tidak setor, maka kita mau setor aja di akhir tahun. Kan sama aja, pengertian kita gitu kan. Kan sama aja ya. Kita belajar, akhirnya kan nanti saya bayar juga kurang bayarnya. Iya kan? Ternyata tidak. Ternyata tidak. Bahwa pasal 25 harus dibayar. Harus dibayar tiap bulan. Kalau enggak... Maka kamu kena penalti. Persoalannya kan begini, saya tidak bayar bulan 5. Harusnya, kan mulai terhutang bulan 6. Kenapa kok kamu terbitin tagihannya di bulan 12? Sehingga saya makin panjang nih penalti saya. Harusnya saya kena penalti 1 tahun, maka saya jadi kena penalti 1 bulan, Juni jadi berbulan-bulan. Untungnya terhadap hal ini ada jawaban. Negara bilang, kita kan negara butuh... belanja tiap bulan, kamu tolonglah jangan membayar kurang bayar itu dalam satu tahun saja tiap bulan lah tolong notaris setorlah pajak kamu tiap bulan karena setoran itu adalah berkontribusi terhadap belanja negara, nah itu masyarakat saya terima, tapi kalau ini pak haknya belum ada berubah tetapi ditancam 10 juta gitu loh pak, ya kan ini gak masuk akal, itu PP55 2022 22 harusnya di GR. Dan per PP nomor 34 tahun 2016 juga harusnya di GR gitu loh Pak. Menurut saya ya Pak ya. Itu saja sih. Pak Arah, Pak Arah. Ini Pak Dimas udah keburu pengen jawab karena abis ini mau ngajar katanya Pak Arah. Tadi GR itu maksudnya judicial review ya Bapak Ibu ya. GR itu maksudnya uji material. Silahkan Pak, silahkan. Iya, sepakat Pak. Jadi memang harus di... harus di-divisarisi, ya bayangkan memang tidak sesuai dengan pasal 4 ayat 2-nya sendiri tentang pengalian atas tanah dan laut. Oke, makasih Pak. Ya, kalau saya memang enggak ada ngejar waktu, karena klien juga sedikit sekarang, jadi silahkan kalau mau diskusi. Sebelumnya Pak Arya Mohon izin Terima kasih Pak Dimas atas waktu yang diberikan Kemarin sudah sampaikan ke saya Memang mentok sampai di 15.50 katanya Mungkin ada closing statement dulu Pak Dimas Sebelum meninggalkan mengajar Terima kasih Bapak Ibu Apa yang disampaikan tadi oleh Pak Ara Saya amini semua Dan memang Saya belajar dari Pak Ara ini, nanti Bapak-Ibu bisa diberikan pencerahan. Memang pajak ini adalah suatu kewajiban yang tidak bisa ditolak. Dan artinya jika kita sudah memenuhi syarat-syarat, kita harus melaksanakan kewajiban itu. Tapi tentu ada cara-cara bagaimana kita bisa lebih efisien dan meminimalisir resiko di audit dan juga dikenakan kewajiban tambahan tadi. Bisa dikatakan. Sepanjang kita menguasai aturannya dan juga kita berkonsultasi juga. Jangan lupa Bapak-Ibu di DJP itu kan ada... akun representatif ya, untuk diskusi. Tapi juga AR ini yang saya baca aturannya juga nggak terlalu mengikat nih advice-nya. Jadi, ya itu tadi sebagai pedoman gitu. Karena kalau dipercaya juga jangan-jangan nanti belakangnya sesat. Iya, dijebak. Iya, betul. Ya, jadi intinya lebih banyak konsultasi dan diskusi seperti ini saya pikir nanti semuanya bisa amat. Sekali lagi saya terima kasih. dan sekaligus saya mohon pamit ya Bapak Ibu selamat sore selamat sore, terima kasih Pak terima kasih, sampai jumpa Mbak Farya, mohon izin dari tadi memang saya gak nanya Mbak Farya karena Mas Dimas dosen saya dulu dosen umum istri saya jadi saya kalau tanya takut ditegur nanti parah, dikira gak paham padahal emang gak paham sih Cuma dari tadi saya nyimak pak Ilmunya luar biasa sampai saya sangat tertarik Nanti saya mohon izin pak Saya pesen bukunya mungkin 5 Atau 10 mungkin pak Mungkin mbak Fahria Kita langsung tanya jawab Tadi ada yang sudah booking untuk pertanyaan Dari kemarin, kemarin udah telpon saya Mbak Risna nih, mbak Risna pengen tanya Dari kemarin udah telpon saya Ini Risna yang mana ya Ada banyak kan Risna Risna yang udah standby nih pak, mungkin langsung open mic aja Oh iya Mau gue langsung aja mungkin Yang akan on kamera yang bertanya Kalau di room chat ada 4 pertanyaan sebenarnya Eh ada 7 ya Tapi saya persilakan dulu Pada siapa tadi Mas Ramzi maaf Mbak Rizna ini MC tercantik kita Siap Mbak Rizna silakan Ya Karena ditodong untuk bertanya Jadi memang harus bertanya. Abang, maaf, pertanyaan klasik. Jadi, menurut Abang, idealnya bagaimana? NPWP suami istri itu digabung atau tidak digabung? Ya, ini satu aja ya, tapi penting banget pertanyaannya. Jadi gini, di dunia notaris ini, kita tahu ya, mungkin di dunia profesi lainnya juga serupa lah ya. Atau di Indonesia ini ya, biasanya kan kita kan pakai mashabnya itu kepala keluarga adalah suami, bener ya? Adalah suami. Biasanya kan suaminya bekerja. Tapi ada juga yang mashabnya, sorry, kondisinya adalah istrinya yang bekerja. Ya kan begitu ya? Bisa juga ya. Atau dua-duanya bekerja. Suami bekerja, istri bekerja. Atau suami bekerja, istri... Tidak bekerja. Atau kebalikan. Istri bekerja, suami tidak bekerja. Tetapi suami mengerjai. Enggak. Artinya itu ya bekerja dan tidak bekerja ya gitu ya Ramzi ya. Jangan sampai salah. Oke. Nah undang-undang kita itu bilang bahwa kita itu pasangan suami istri itu boleh memilih atau memilih kewajiban pajaknya sendiri. Memenuhi kewajiban pajaknya sendiri. Itu pertama pegangannya. Boleh memilih pemenuhan kewajiban pajaknya sendiri. Artinya dia akan mempunyai NPWP yang terpisah dari suaminya. Tapi pertanyaan lainnya, kalau saya tidak punya pre-nup seal agreement, apakah boleh atau enggak? Ternyata undang-undang kita itu sampai saat ini menganut punya nggak punya pre-nup seal agreement. Punya nggak punya. Anda itu yang harus dipegang itu adalah penghasilan andanya yang dicampur. Kalau Anda punya prenuptial agreement, maka sudah pasti dua-duanya harus punya NPWP yang berbeda. Nomornya berbeda di belakangnya itu. Itu kalau yang punya prenuptial agreement. Atau perjanjian kawin. Tapi kalau nggak punya perjanjian kawin, ada dua pilihan. Digabung atau dipisah. Dulu orang berpikir begini, karena yang salah juga orang pajak loh. Orang pajak itu mulai menyadari bahwa harusnya kita memberikan pengetahuan tentang NPWP suami istri itu, itu baru sadar mereka 2015 Bapak Ibu, baru sadar 2015. Sebelumnya itu tidak. Jadi orang berpikir begini, kalau dipisah maka bayarnya lebih kecil. Kalau kita pisah maka bayar pajaknya suami istri lebih kecil. Ternyata undang-undang itu dilanggar itu, padahal undang-undang itu aturan berbunyi dari tahun 83-84 berlaku. Bahwa kalau suami istri digabung, sorry, baik dia memilih untuk pisah NPWP atau digabung NPWP. Pajak netonya sebelum menghitung pajak akhir, berapa yang kurang dibayar, netonya suami istri harus digabung. Nah itu perintah undang-undang. Jadi kita punya keputusan apa nih? Kalau kita merasa saya pengen punya sendiri, saya mau melaporkan pajak sendiri, bukan berarti bahwa kita akan mendapatkan keuntungan dengan uang pajak yang lebih kecil, dengan bayar pajak lebih kecil. Tidak. Karena nanti begini. Suami berapa netonya? Dari kantor. Suaminya misalnya pejabat di kementerian. Dapat. Kembalikan. Akhir tahun mau lapor pajak. Kalau pegawai kan, baik itu di perusahaan atau di pegawai negeri, sudah dilaporkan sama pendaharannya. Nah, dia nanti akan dapat tuh lembar 1721 A1 namanya. A1 itu kalau pegawai negeri. Kalau A2, 1721 A2 itu dari swasta. Dikasihkan ke pasangan, ke istri. Nanti kita atau mencatunkan. berapa yang dia sudah bayar. Nah, ketemulah netonya, baru kita gabungkan neto kita, ya neto Ibu, Ibu Risna, dengan netonya suami, digabung, baru dihitung pajaknya. Jadi nggak bisa kalau udah suami istri, ngitung aja sendiri, dari atas sampai bawah, itu musti, nggak. Harus. Jadi kalau sudah seperti itu, keputusan ada di tangan Bapak Ibu. Kalau udah tahu begini ya, jadi jangan sampai dapat informasi yang salah. Jadi kalau... Apa untungnya kalau digabung? Ya, yang isi suami aja, suruh dia aja sendiri, gitu. Kalau memang dia mau. Tapi kadang-kadang ada juga yang suaminya nyuruh istrinya karena merasa istrinya pinter, pajak, jadi notaris. Ya, seperti itu ya. Jadi, yang membedakan adalah yang kalau dipisah, ada dua laporan. Kalau digabung, ada satu laporan. Itu saja, Mbak Rizna. Gimana? Jelas, Mbak Rizna? Jelas, Mbak Tarian. Ijin, satu pertanyaan yang pertanyaan awam sekali memang Bang ya. Berkait dengan apa? Sudah ada pemberitahuan dari pemerintah ya, bahwa ada pemadanan antara AKP dan KTP. Nah itu Bang, apa yang mesti kita lakukan sebagai notaris? Baik di perjadikan, maupun dalam jabatan. Ya itu pertanyaan bagus juga Mbak. Jadi gini, ini sedikit berbeda dengan pertanyaan yang tadi. Artinya gini, ada hubungan. Tapi jawabannya ya memang berbeda. Karena gini, yang pertama kita itu jadi terlacak ya. Jadi terlacak bahwa kita itu punya NPWP yang digabung atau dipisah dengan suami, dengan Pak Sutri. Ya kan gitu ya pastinya. Sehingga dia akan tahu bahwa ini pelaporan pajaknya sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Nah yang kedua, dengan pemadanan ini, Ini kan udah gak bisa dihindarin ya. Kalau di luar negeri, mungkin kalau kita dengar baca berita atau yang pernah tinggal di luar negeri, jangankan NPWP, Mbak Risna. Bahkan akun listrik, akun telepon, dan akun mobil atau pajak mobil, pajak kendaraan, itu udah bergabung. Di kita udah ada penggabungan itu. Justru pajak daerah di Jakarta lebih maju. Contoh, saya mau... bayar pajak mobil kendaraan saya. Ternyata ada pajak motor saya yang lain belum dibayar. Kebetulan dulu kejadian saya gini, motor karyawan saya keluar dari kantor saya kasih hadiah motornya. Bahwa ternyata dia sama dia tidak dibayar pajak, tidak diganti akhirnya motor jadi motor bodong, saya lah terpaksa mobil saya ketahuan tidak bayar pajak untuk motor. Gitu kan, misalnya gitu kan. Nah, lama-lama, lama-lama nih saat ini kan belum karena saya ruang penyimpanan pajak kan berbeda. Otonomi daerah nggak mau dong digabung sama pusat. Makanya pajak PPH, PPN tidak dapat digabung dengan pajak BBB atau BPHTB. Ya, sampai sekarang belum. Nah, mungkin suatu saat nanti ada begitu. Nah, kalau sekarang artinya, apa yang terbaik yang harus kita lakukan? Ya, kalau menurut saya, yang pertama, cek dulu nih, laporan pajak kita 5 tahun terakhir udah bagus atau belum? Sebenarnya melapor pajak itu, kan tadi saya bilang, Kalau memang kondisinya kita nggak punya penghasilan yang harus dilapor, ya bisa lapor nihil. Biaya lebih besar, ya gunakan pembukuan. Pembukuan sederhana saja. Atau kalau memang nggak mampu dengan pembukuan, ada pencatatan, ya mana? mulailah dari sekarang rajin untuk meminta bukti potong-bukti potong dari pihak lain ya itu yang pertama cek dulu tuh lakukan pembetulan sebelum pajak yang bertindak walaupun sebenarnya saat ini Bapak Ibu ya sejak 23 tahun terakhir ini tidak bisa tidak dibuat dalam suatu ketentuan tapi ruang apa namanya pemikirannya di pajak itu begini sekarang dia tidak mau buru-buru meriksa dia tidak mau buru-buru meriksa dia Kirim dulu namanya SP2DK. Surat Permintaan Pemberitahuan Data dan Keterangan. Nah ini nanti akan banyak nih. Mungkin di sini ada yang udah ngalamin. Mungkin nanti tolong tunjuk tangan yang hadir di sini. Pernah nggak namanya kena SP2DK? Nanti saya akan jelaskan bagaimana cara mengatasinya. Apa yang terjadi kalau kita dapet SP2DK? Yang pertama, setiap perhubungan sama orang pajak ataupun sama seperti dengan polisi, kita harus respon, memanusiakan, kooperatif. Kemudian mulailah mencari Apa pertanyaan dari SP2DK surat itu? Anda telah, misalnya gini, Ibu Risna pada tahun 2024 mendapatkan penghasilan dari bank, misalnya bank Jawa Barat sebanyak 100 juta. Tetapi di laporan Ibu Risna, laporan pajaknya cuma 90 juta. Itu pasti kan masalah. Pasti masalah kan? Artinya ada yang tidak dilaporkan. Nah, lakukan kebetulan. Cek lagi. Seperti itu ya. Itu yang maksud saya. Jadi dalam lama tahun terakhir cek. Kalau makanya setiap dokumen pajak harus disimpan selama 5 tahun. Itu Ibu Risna. Jadi saya gak bisa bilang bahwa harus ngapain-ngapain lain. Karena gak bisa dihindari sistem. Sudah ya. Syukur-syukur nanti. Maksud saya gini. Contoh ya kayak kita kan banyak ini kan lama sekali pemadanan ini. Padahal isu pemadanan ini sudah lama dari tahun 2000. tahun 2003, isu pemadanan ini baru muncul sekarang. Gitu, Bu Rizna. Ya, baik. Ini ada yang raise hand, Pak. Silakan. Dari Pak Muhammad Maftudin. Silakan, Pak Maftudin, kalau mau bertanya. Bagi karyak-karyak yang lain yang sudah menulis di kolom chat, supaya bisa mungkin langsung bertanya on air dan on camera. Silakan, Pak Muhammad. Assalamualaikum, Pak Farah. Assalamualaikum, salam, salam kenal. Salam kenal, saya PPAT dari Kalimantan Barat. Kalimantan Barat? Benar, Pak. Ya, masih baru, masih baru buka kantor. Oke. Jadi perlu arah. Yes. Jadi terkait tadi yang sangat menarik, bagi saya yang terkait ini, PPH final, perolehan... Banyak kelayan ini sebenarnya secara teori yang saya paham, kalau misalnya salah, BPH final itu dasar penghitungannya adalah transaksi, nilai proteksi, bukan nilai BPHTB yang ditetapkan oleh defenda. Akan tetapi pada kebiasaan suma notaris, Setelah saya minta pendapatnya, mereka itu semua memakai nilai DPHTB yang ditetapkan oleh dipenda untuk membayar kesehatan. Tetapi yang saya pahami bukan seperti itu aturannya. Dan saya pernah membayar DPHTB itu tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh dipenda. Tetapi harga yang memang ada di akta. Karena akta saya, Pak, jujur. memang tidak mengikuti harga difenda. Apa yang diterangkan oleh klien, saya tuangkan dalam akta. Kan seperti itu memang tekniknya. Dalam lapangan kan seperti itu. Ketika kita membuat akta, apa yang diterangkan, dituangkan dalam akta. Terus, yang saya khawatirkan, apakah saya salah? Takutnya ada pemeriksaan nanti kan. Oh ini kebihannya kurang bayar misalnya. Dengan tindakan saya seperti ini. Mohon arahannya, Pak. Langsung dijawab ya, Mbak Fahar Ria. Ya, langsung aja, Pak. Jadi, kalau tadi ikut ya, Pak Maftuhin, tadi sempat ikut ya, sempat saya pernah, ada satu momen saya bilang mengenai ada lima dasar harga di Indonesia ini ya. Betul ya? Dari keterangan Pak Maftuhin, saya respect. Saya hargai bahwa Pak Maftuhin percaya bahwa akta kita adalah akta yang benar. Dan saya pikir itu yang harus kita semua rekan-rekan ini pegang Kecuali memang kita ada kekeliruan Yaitu ikut terlibat dalam penetapan harga Itu keliru Tapi kalau kita memang tidak tahu harganya Dan Bapak datang melihat kedatangan mereka Menyampaikan kepada kita harganya itu sesuai Dan kita mungkin kita hanya selalu menyampaikannya begini Kita akan mengecek di BPHTB Bener kan? Eh sorry, di BPTV, di SPPT PBB. SPPT PBB kita lihat. Ketika kita lihat ini lebih tinggi daripada, lebih rendah harganya daripada harga transaksi, artinya harga transaksi lebih tinggi dari PBB, maka kita berasumsi ini transaksi yang sebenarnya. Betul ya? Persoalan bahwa nantinya dispenda menemukan ini berbeda, atau DJP, pajak, KPP menemukan itu juga berbeda, itu seharusnya yang harus ditekankan sama pemerintah. Pembelaan terhadap notaris dan PPT itu ada di situ. Bahwa kita itu sudah melakukan pekerjaan kita. Jangan kita dilibatkan dengan permintaan dari Penda yang notabene mungkin dia petugas itu lulusannya aja bukan lulusan S2, MKM. Tapi dia mampu mengubah akta kita. Benar nggak? Kadang ada rekan-rekan itu cari... Biar cepet aja lah, udah lah, nggak apa-apa. Nggak apa-apa, biar cepet aja udah ikutin. Maunya berapa? Oh, oke lah, naikin 30%. Akte kita rubah. Yang ini yang saya dari dulu juga nggak pernah setuju. Cuma persoalannya kadang-kadang notarisnya solo. Solo itu dalam pengertian jalan sendiri. Nggak ada yang belain, mau lawan ya. Itu kan semua terjadi karena memang... Dari pengurusnya juga dipenda, tidak ada pembahasan seperti ini, tidak ada pendekatan ketua pendanya atau pengwilnya tidak pendekatan dengan instansi pemerintah. Makanya terjadi seperti itu. Jadi kalau Pak Maftuhin tanya harus gimana, ya kita nggak bisa jawab. Saya nggak bisa jawab pemberikan mananya terbaik. Tapi saya menyetujui pendapat Pak Maftuhin bahwa saya selalu melakukan sesuai akta saya. Ya itu udah benar. Nah caranya paling, paling caranya, Bapak satu. Kan memang kita tidak mau mengubah akta kita. Apalagi kalau sudah ditanda tangan ya. Kalau saya ya, tidak mau. Tapi kalau Anda mau bayar pajak, silakan. Pajaknya disuruh tambahin karena menurut orang Pemda, transaksi harusnya tidak segitu. Iya kan? Silakan dia bikin pernyataan sendiri. Itu loh yang saya maksud. Jalan tengahnya paling seperti itu. Jelas ya Pak Muftin? Pak Muhammad, bagaimana? Terima aja lah Kita kerjanya harus ada pride-nya. Kita harus ada kewenangan mutlak di notaris bahwa akte kita itu adalah sesuatu yang harus dipercaya. Gitu sih. Itu ya Pak Maftuhin ya. Oke lanjut. Baik. Terima kasih Pak Maftuhin. Saya akan nanti minta waktu sampai jam 4.20 ya. Masih ada waktu kok. Tapi 4.20. Ada meeting lagi 4.30. 20 menit lagi Pak Araberti ya gak apa-apa silahkan lanjut itu adalah permainannya yang sudah bertanya ini ada Bianza ya Bianza silahkan yang raise hand on camera ya Mas sore para halo sore Mas Bianza Semoga masih ingat ya Pak. Oh iya, kita pernah ketemu ya? Kemudian ke kantor Bapak sama rumah Bapak di Bindak Kedung Kuluh Pak. Minum durian nggak? Kopi durian nggak ya? Pak izin nanya Pak. Gimana tanggapan Bapak terhadap pembayaran pajak PBB yang dilakukan di awal? Dan apa konsekuensinya tidak dilakukan oleh notaris PPAT? PBB atau BPATB? PPJB, Pak. PPJB-nya. Oke. Ya, gitu. Ini gini. Tadi kita udah bahas juga ya. Ini ada PP 55-2022. Itu menurut saya harus di judicial review. Termasuk di uji material. Termasuk PP nomor 34 tahun 2016. Ya. Itu sesuatu yang menurut saya tidak pas. Ada lagi itu yang di PPAT, waktu itu kan ada yang dikeluarin PPAT berapa ya? 35 kalau nggak salah ya, 2002 juga ya. 23? Iya, PPATB. Nah saya cuman kan gini, tadi kan kalau lihat dari AKBD Misi, tadi bilangnya kan mereka sih saya pikir mencoba memahami saja. Pak Dimas tadi mencoba memahami bahwa pemerintah itu melakukan itu karena ada momentum. Nah kalau dengan Pak Maftuhin tadi pertanyaannya saya gabung, jawabannya begini. Kalau ditemukan... Yang pertama, membayar itu harusnya sesuai undang-undang dilakukan setelah norma-norma hukumnya terpenuhi. Contoh, memang benar ada peralihan hak baru dibayar. Itu yang pertama ya. Yang kedua, pembayarannya itu tidak sesuai katanya. Seperti Pak Maftuhin tadi kan bilang, dia dimintalah disuruh bayar lagi. Sama seperti teman-teman banyak di tempat lain juga begitu. Nah harusnya, mereka itu kan punya organ, organ pemeriksaan. Ya silahkan aja diperiksa. Silahkan aja diperiksa kliennya. Nah kalau persoalannya pajak baik Pemda maupun KPP itu bilang, nanti kalau sudah terjadi pembayaran, mereka susah ditemui, mereka susah dicari. Itu kan persoalannya bukan di notarisnya, persoalannya di sistem administrasi negaranya. Mungkin data kependudukannya yang tidak benar. Jadi ini masih jalan panjang menuju hal yang seperti itu. Nah, jadi saya pikir, jawaban untuk Mas Biansa, kalau saya tidak setuju, karena saya memang orang hukum. Kalau mau tidak dilakukan, apalagi ada ancaman terhadap hal itu. Masa sudah melanggar norma hukum, kita diancam lagi. Nah, ini kan sudah nggak benar. Jadi satu-satunya jalan, kalau saya sih di-GR saja, di judicial review, lakukan itu. Kalau kita lakukan PPJB gitu, Pak, gimana, Pak? Terhadap PPH-nya, apakah harus dibayar dulu atau gimana, Pak? PPH itu norma hukum, nah undang-undang itu kan dibuat di PP, undang-undangnya bilang, penghasilan itu dikenakan setelah diterima, pada saat wajib pajak menerima. Kalau PPJP dia waktu dibuat, memang dia akan menerima penghasilan setelah tanda tangan, betul nggak? Persoalannya kan begini. Jangan bayar pajak sebelum tanda tangan PPJB. Itu persoalan. Tapi kalau setelah tanda tangan PPJB dapat duit, ya memang Anda kena bayar pajak harus. Bukan dari AJB kalau PPH. Dari setiap menerima uang. Jadi jangan bilang PPH terhutang nanti kalau udah AJB. Sekarang kan masih PPJB. Bukan itu. Tapi PPJB tetap bayar. Karena kan PPJB juga ada terima uang. Besarnya berapa? Ya sesuai terminnya. Kalau langsung dibayar sekali, lunas ya bayarlah. Berapa banyak yang kita terima? Misalnya contoh, dibayar 3 kali Pak. Jual belinya 120 juta. Dibayar 40, 40, 40. Tiap terima duit 40, bayarlah 2,5%-nya. Itu maksud saya. Jadi persoalan kita yang ini adalah yang saya tegaskan, jangan dituntut klien membayar PPH sebelum tanda tangan apa. Itu bisa dibuktikan. Kenapa kok? Sekarang tanggal 6, tanda tangan akta BPJB. Tapi bayar pajaknya tanggal 10. Ini kena nih 10 juta nih, sanksi. Ya itu kan nggak bener gitu maksud saya. Iya nggak? Padahal norma undang-undang bilang, kalau Mas Bianza menjual ya, menjual terima tanggal 6 ini, maka Mas Bianza itu terutamanya nanti. Bulan depan, bulan Oktober, bukan sekarang. Itu norma undang-undang. Gitu ya mas ya? Oke. Terima kasih. Jangan lupa ada pertanyaan kedua, Pak. Ini boleh satu lagi, Bu. Lanjut yang lain, Mas Bianza. Lanjut yang lain karena 10 menit lagi, Pak Ara harus pamit. Iya. Agak, agak. Pak Ramzi, nggak apa-apa, Ramzi. Dia kemarin jadi... Pak Ramzi, nggak apa-apa. Dia kemarin udah beli kopi durian, nggak apa-apa. Nggak tahu. Oh gitu, Pak. Oke. Atas izin Pak Ara. Nggak kaki selewat. Kalau langsung sama Ranji belum beli, jadi nggak apa-apa. Biarin aja mereka. Ijin-ijin, Pak. Mau nanya tadi terkait pelaporan pajak, Pak. Kapan waktu saat kita melaporkan pajak? Apakah setiap ada transaksi? Atau bisa digamungkan pada akhir tahun untuk melaporkan? Dan langkah-langkah apa aja jika kita dihadapkan terhadap pemeriksaan dari kantor pajak, Pak? Ini panjang ya, kedua. Yang pertama dulu. Bayar pajak itu sesuai tadi saya bilang norma undang-undang. Kalau nerima duit baru membayar. Nah jadi ada namanya dua kegiatan kan. Sebenarnya bukan dua, tiga. Selalu tiga kegiatan yaitu menghitung, menyetor, melapor. Nah menghitungnya udah jelas pada saat kita transaksi kita udah tahu nih. Kalau aku terima duit, misalnya dari nyewa rumah, aku kena PPH pasal 4 ayat 2 10%. Sewa rumahnya 10 juta, maka aku bayar 1 juta. Itu udah menghitung sendiri. Nah sekarang, menyetornya kapan? Terima penghasilnya tanggal 6 ini. Ya aku langsung setorin deh besok. Boleh. Karena paling lambat sampai dengan tanggal 10 bulan berikutnya. Melaporkannya kapan? Paling lambat tanggal 30, bukan bulan berikutnya untuk PPN, tanggal 20 untuk PPH. Nah jadi... Saya nggak mau bayar dulu nih, ya, 1 jutanya. Ya kan? Misalnya begitu kan. Kan kita nerima duit, misalnya gitu. Nah, nanti baru saya laporin nanti tanggal bulan berikutnya, saya store tanggal 10, sebelum tanggal 10, saya lapornya sebelum tanggal 20. Nah, itulah untuk ini, untuk PPH. Kalau PPN paling lambat tanggal 30 bulan berikutnya. Nah, sekarang kalau ditanya soal pemeriksaan. Tadi Mas Dimas, tadi Pak Dimas sempat juga kan menjelaskan tentang pemeriksaan. Tapi ada satu yang saya agak kurang setuju. Mudah-mudahan juga gak dilaporin sama Ramzi ke dosennya. Saya kurang setuju kalau dibilang aman-aman saja diperiksa pajak. Tidak Bapak Ibu. Tidak akan pernah aman sampai sekarang ini pemeriksaan apabila masih dalam situasi pemeriksaan yang terhadap kita yang belum rapi. Dan kemudian terhadap pemeriksa pajak yang belum juga seluruhnya punya konsep yang sama. Memeriksa itu kadang-kadang membuat orang jadi punya power. Sehingga dia mencari kesalahan kita. Nah kita, karena tahu nggak benar, maka kadang-kadang kita takut diperiksa. Akhirnya ketemu nih. Ya kan, ketemulah di tengah, akhirnya beneran. Ketemuan beneran. Terbitlah suatu temuan, contoh. Ini dia ada temuan. Oh Bapak, Pak Biansa ini ada duit 100 juta loh. Ini nggak dilaporin. Pak Biansa jawab. Itu Pak Titipan, Pak. Ya kan, gitu kan. Artinya Biansa harus membuktikan Ini titipan apa? Betul nggak? Sementara biasa nggak ngasih transfer uangnya tidak pakai bisnis to bisnis sehingga tidak ada keterangan dari sini. Nah, yang kayak gitu-gitu kan? Ini yang saya maksud. Kenapa kita harus punya pengetahuan mengadministrasikan uangan kita? Entah itu pakai suatu dokumen menjelaskan di titip. Misalnya kalau 100 juta titipan. Pajak BPHTB 60 juta apa? Pajak BPH 40 juta. Iya kan? Berarti kita harus bisa buktikan kan? Oke. 40 juta ada SSP-nya. 60 juta ada BPHTB, SSP, BATB. Selesai dong. Walaupun kita tidak ada perjanjian segala macam. Yang jadi persoalan seperti Pak Dimas tadi bilang. Kalau ternyata bayar pajaknya cuma 70 juta lah. 30 juta untuk BPH, 40 juta untuk BPHTB. Masih ada sisa 30 juta. Iya kan? Sebenarnya ini kan uang kita misalnya gitu kan. Misalnya uang kita. Kalau tadi masalah yang ditampilkan Pak Dimas bilang, ini membingungkan. Membingungkan. Apakah harus dipulangin atau seperti apa. Kalau nanyanya ke saya beda. Ini adalah syukur. Kita syukuri karena ada sisa duit yang bisa kita pakai. Tinggal bagaimana caranya supaya uang ini bisa kita telisuri. Apakah ini ada uang orang lain yang... jasa orang lain yang ngasih kerjaan, misalnya gitu kan. Iya nggak? Atau ini bisa kita pakai semua. Caranya itu tax planning. Nah, dan kalau mau nanya bagaimana caranya, nanti kita adakan lagi mengenai pemeriksaan dan tax planning. Ya gitu ya. Kalau dijelasin sekarang nggak dapet. Bagaimana caranya mengelola keuangan yang paling maksimal, sehingga affordable untuk pajak. Gitu, ya. Baik. Ya, terima kasih Mas Biansa. Terima kasih Pak Ara. Detik-detik sudah habis waktu nih. Mohon yang bertanya di chatroom bisa on kamera, langsung bertanya saja para. Ini ada Mbak Amelia Trisantri, Mbak Juliana, Pak Sugianto. Pak Sugianto mungkin bisa langsung bertanya ya, di kamera. Ini rata-rata mengenai titipan pajak nih Pak. Ya, ini kalau ada pertanyaan kayak yang bagaimana cara menghitung pajak, ada dua usaha itu bagus juga. Kalau ngajarin panjang, bisa sebentar ya. Itu materi bagus ya, tapi di buku saya sudah ada. Terus kemudian, apakah ada efeknya jika validasi PPP final diproseskan di akun DGP Notaris? Menurut saya tidak masalah. Menurut saya tidak masalah. Karena apa? Nyatanya kita fakta ya. Bicaranya kan, kadang-kadang kita butuh kemudahan. Betul nggak Bapak Ibu? Dan nggak mungkin memaksakan dia bikin akun NPWP, bikin dulu ini, bikin itu panjang. Bener nggak? Yang penting, bikin saja pakai akun yang ada, nggak apa-apa. Karena nanti... Mereka suruh bikin pernyataan. Sehingga kalau ada konfirmasi dari DJP, dari KPP namanya SP2DK tadi, kita bisa jawab bahwa ini untuk kebutuhan. sistem belum sistemnya belum tidak menyediakan solusi buat kita, maka solusinya dan ini tidak masalah Bapak Ibu ya, kalau memang mau jadi menggunakan akun Bapak Ibu gak apa-apa kok, Bapak Ibu semua untuk oke ya, kemudian ingin bertanya terus, tadi Pak Aram menyebut Cortex nah ini ya, Cortex itu adalah sistem, yang pertama, tadi yang ditanya Mbak Risna tadi, dengan Cortex itu diawali dengan pemadanan tadi dulu setelah dipadankan maka akan nampenin... Ketahuan nih, KTP ini suaminya kerja di mana, istrinya kerja di mana. Yang suaminya kerja jadi karyawan langsung tertarik tuh laporan datanya. Gajinya berapa, segala macam. Kalau dia pejabat tinggi, PEP namanya, orang-orang yang terkenal PEP itu, prominent people itu ya, itu maka dia akan ada namanya LHKPN, pernah dengar ya? Jadi laporan harta kekayaan pejabat negara masuk ke situ semua. Iya nggak? Nah dari istrinya juga, misalnya kalau punya usaha, kalau notaris, ya bisa ketahuan dari bukti potong-bukti potong. Atau punya usaha lain gitu kan. Jadi hanya satu yang tidak bisa ketahuan ketika kita semua usaha dibayar oleh cash. Kalau semuanya menggunakan transaksi, udah pasti Cortex bisa menjawab. Jadi kemudian dapet harta dari luar negeri. Tadi juga Mas Limas sudah bilang, kita itu worldwide. penghasilan kita. Dari luar negeri pun kalau kita selama masih menjadi orang WNI, maka kita harus membayar pajak dari penghasilan yang didapat di luar negeri. Berbeda kalau kita itu di luar negeri, lebih dari 183 hari tinggal di luar negeri, maka kita lepas. Kita tidak ada kewajiban pajak di Indonesia. Kewajiban pajak kita di luar negeri. Itu kalau dari konteks subjek pajaknya. Kemudian, Kalau menerima uang titipan, nah ini gini, uang titipan ini makin kesini itu sebenarnya bisa dibilang pemerintah itu nggak peduli ya. Nggak peduli. Dulu sebenarnya uang titipan ini kalau di niatnya itu baik. Bayangkan Bapak Ibu zaman yang notaris sudah dari 2000 sebelum 2010 ya. Yang sudah notaris sebelum 2010 tuh. klien itu lama sekali kalau disuruh ya bayar pajaknya Bapak ya, jual bayar pajak pembeli bayar pajak sendiri nanti kalau sudah sudah apa namanya sudah tandangan segala macam biar mau divalidasi, saya waktu jadi kasih itu, saya tahu sendiri bagaimana notaris itu datang dengan banyak keluhan Akhirnya mengambil keputusan kita notaris aja dititipin, notaris yang bayarin. Nah sebenarnya kan tujuannya mulia, tapi ternyata banyak kejadian ketika orang KPP melihat, wah ini diperiksa rekeningnya gendut, padahal rekeningnya itu ternyata bayar pajak, gitu ya, uang titipan. Padahal kalau kita lihat bahwa ini adalah... membantu transaksi, mempercepat. Jadi lebih cepat transaksi, karena notaris yang bayarin. Ya kan? Tapi negara ternyata undang-undang tidak mau melihat itu. Dia hanya melihat, ya itu tadi, Anda dititipin. Oh itu jadi uangnya ini uang siapa dong? Kita membuktikan terbalik. Nah makanya tadi saya bilang yang tadi pertanyaannya Bianza tadi. Harus bisa kita membuktikan uang titipannya seperti apa. Kalau nggak bisa dititipkan, minimal ada dokumen menyatakan uang ini bukan uang saya. Nah persoalannya itu tadi, yang tadi juga saya bilang. Kalau ada sisa digantung Tunggu di rekening, diapain caranya? Gitu kan? Diapain caranya? Nah ini yang dijawabnya nanti di sesi yang berikutnya. Kemudian selanjutnya ya ini titipan tadi dari klien sudah. Sekarang rasa saya sudah. Kecuali ini tadi pengurusan izin. Uang titipan pengurusan izin juga sama. Tapi kuncinya satu. Kalau Anda dititipan sesuatu, Anda dititipin 100, Rekening Anda menyatakan masih ada 20, maka 20 itu dianggap penghasilan. Jadi pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana supaya tidak dijadikan penghasilan? Seperti apa? Gitu kan? Bocoran aja lah. Ya kalau dititipin 100, sebaiknya keluar dari rekening yang 100 juga. Dah, cernalah sendiri ya. Bagaimana caranya ya. Gitu. Iya, Pak Arak. Mungkin sudah bisa closing statement. Belum berakhir ya. Oke, makasih. Saya yang pertama, saya makasih ya sama Ramzi, Mbak Fahria, dan Mbak Risna setahu saya juga yang terlibat, dan Lange yang terutama ya, walaupun gelap dari dalam TV sini, memang dia senang hidup dalam kegelapan kayaknya. Nah itu, dan teman-teman semua, Mbak Linda juga, ini orang PPPINI, pesan saya, Pahamilah sedikit minimal tentang perpajakan karena menyangkut mengenai keuangan. Udah bicara uang itu sedih. Saya jujur Bapak Ibu, saya mau ngaku. Saya barusan saja, ini pengalaman saya ya. Saya barusan saja sebelum ini. Saya itu harus mau mulangin klien uang 87 juta. Karena ternyata ada pekerjaan yang tidak saya selesaikan. Tidak saya selesaikan. Saya baru tahu, ternyata bukan karena salah saya, tapi karena lawyer yang datang, dengan gaya yang biasa lah ya, gaya lawyer. Jadi settlement dari saya cuma saya bayar setengah, dan dia akhirnya mau lapor lagi pulang tanpa ada keributan. Udah saya laporin. sebagai penghasilan. Saya kan diperiksa kemarin. Nah ini jadi maksud saya, pesan dari pengalaman pribadi saya, saya membayarkan pajak buat titipan. Saya sendiri kena. Bukan karena saya tidak tahu, tapi karena kerjaan itu saya pikir sudah dijalankan sama klien, ternyata sama anak buah. Anak buah saya bilang, Pak yang ini lurahnya tidak mau. Kenapa? Karena ini kan ternyata hasil putusan dari MA, pengadilan. Mereka takut bikinnya lurahnya nggak mau. dari BPN bilang kalau mau balik nama atas keputusan ini harus minta lurah-lurah, dia nggak mau jadi saya baru sadar, jadi ini sesuatu yang nggak bisa dihindari Bapak Ibu ya sesuatu yang nggak bisa dihindari saya hanya pesan setiap hal-hal yang menyangkut keuangan tolong lebih cermat, jangan jangan tidak ikut terlibat kita sebagai notaris, kitalah lidernya perhatikan selalu ya, kalau tidak tahu tentang keuangan, saya terbuka untuk komunikasi Bapak Ibu bisa kapan aja ya PPNI memberikan orang-orang yang terbaik juga sekarang ini dengan kepemimpinannya Pak Trivir Daus ya saya pikir banyak orang-orang yang mulai dikenal mungkin disini sudah saya sebutkan nama-nama tadi teman-teman yang gak kenal bisa dengan Ramzi dengan Pak Faria, dengan Pak Aris Namufida dengan Pak Linda Lamora, dengan Langeng saya pikir kita bisa komunikasi terus saling membantu. Jangan khawatir tidak dicas ya kalau konsultasi sama saya. Asal beli buku? Oh enggak, enggak, enggak. Pak Ardanto ketawa. Oke. Itu saja dari saya. Terima kasih banyak ya. Baik. Terima kasih banyak Pak Ara. Ilmunya sangat bermanfaat bagi kita semua. Jadi rekan-rekan, memang kita jarang sekali mendapat ilmu langsung dari beliau. Boleh dibeli buku-bukunya Pak Ara ya. Oh saya mau ngasih usul nih sama Ramji dan kawan-kawan. Saya tertarik bicara tentang industri... apa? perusahaan-perusahaan yang di PMA yang pionir bagaimana memahami kalau ketemu dapet perusahaan PMA dapet apa namanya? dapet kelain PMA bagaimana skemanya ada namanya joint venture apakah PMA itu semuanya bisa perusahaan asing bisa langsung investasi di Indonesia apa boleh 100% itu penting-penting juga buat di orang Kalimantan nih orang Kalimantan nih 10 para dia 10 para Ini yang ngomong barusan belum pernah beli ini, dia minta terus. Oke, saya ngasih, kemudian nih dengan IKN ini, ini kan sesuatu yang tidak terbendung Bapak Ibu. Investasi banyak. Saya punya perusahaan lain yang, saya punya perusahaan dengan temen, dan itu dia memang bisnisnya kita itu... konsultasi bisnis. Dan itu klien dari China. Banyak. Saya pikir Bapak Ibu, ini penting ya. Orang di daerah Banten juga ya, terutama ya dengan pengembangannya PIK, ASG mengembangkan ke sana, besar sekali nanti sampai ke Ronjo sana, saya yakin itu berkembang besar di Kabupaten Tangerang. Itu Mbak Linda itu harus jeli-jeli melihat potensi Mbak Linda ya. Kalau yang daerah lain saya kurang paham ya. Tapi yang saya lihat perhatiin sekarang Banten sama Kalimantan, terutama Kalimantan Timur. Ya parah. baik, terima kasih terima kasih banyak Pak Aras, semoga berkah ilmunya untuk kita semua demikian talk show kita pada sore ini saya Pak Ria selepuh host pemandu diskusi, mohon maaf bila ada hal yang kurang berkenan, baik saya kembalikan kepada Mas Ramzi Baraba, silahkan Mas Ramzi, baik terima kasih Mbak Faria, host yang luar biasa sudah memandu talk show hari ini Pak Aras sebelum saya close, izin Pak Aras buku judulnya apa gimana cara beli dan pesannya ayo Buku saya itu namanya Panduan Perpajakan Notaris dan PPAT. Aduh, ini nggak kelihatan ya. Efeknya Pak, efek kamera blur. Efek kamera blur ya. Oke, oke. Oke, tapi gini aja. Nah, ini ya. Panduan Perpajakan Notaris dan PPAT. Nah, ini isinya semua yang terbaru ya. Sampai OSS, segala macam ya, Cipta Kerja. Dan saya sudah sampaikan yang baru yang TER. Bagaimana cara menghitung pajak karyawan. Tapi dengan gaya baru. Itu bisa dipakai juga untuk usaha lain. Misalnya contoh Anda Bapak Ibu punya usaha lain. Bisa menggunakan itu. Nanti saya hubungin aja Ramzi dari Pak Patung Instalasi Buku. Mungkin boleh di-share nanti kepada Panitia kalau ada grupnya. Dikasih aja nomer telepon atau WA saya. Oke? Terima kasih Pak Ara. Terima kasih banyak ya. Saya harus pindah zoom ya. Terima kasih Pak Ara sekali lagi. Terima kasih Pak Ara. Terima kasih peserta. Gimana Bu Linda? Terima kasih sama Pak Ara aja Pak Ramji. Oh iya siap Bu Linda. Terima kasih Bu Linda dan para peserta Tlokso sore hari ini. Ijin Pak Ara bisa minta nomor teleponnya. Nanti kami share. Saya terlambat soalnya ini Baik, terima kasih Ibu Nanti kami share Baik, terima kasih sekali lagi saya ucapkan kepada PPINI Terutama kepada Pak Ketum Pak Trividosak Barsyah Kemudian Pak Sekum, Pak Dunger Yantoro Yang selalu memfasilitasi segala keilmuan Untuk anggotanya Agar selalu up to date Sekali lagi saya banyak-banyak ucapkan Terima kasih pada pelajaran PPINI Dan seluruh teman-teman humas yang membantu melancarkan jalanan talkshow sore hari ini, sampai ketemu lagi di talkshow berikutnya tentunya dengan tema usulan dari Pak Aran nanti cukup menarik, kita akan angkat berkaitan dengan PMA dan segala jenis persoalannya jangan lupa tunggu broadcast-broadcastnya join dan dapatkan keilmuannya saya Ramji Baraba, mohon izin pamit untuk nomor nanti akan kami share, terima kasih selamat sore semuanya sore terima kasih