Islam itu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Benar atau salah? Benar Ada benarnya, tapi itu gak sepenuhnya tepat Misalnya, saya dulu pernah berdebat dengan salah seorang profesor yang ngajar di Amerika Soal apakah Al-Quran itu kalam Allah atau kalam Nabi Muhammad Anda mau debat sama orang lain sampai hari kiamat sekalipun, gak bakal kelar-kelar ya kan? dan tiba saatnya di depan tenda kita bertanya-tanya Assalamualaikum Wr. Wb teman-teman tenda tanyaers apa ya sebutan kita ya para camping-camping mania kita berjumpa lagi di season kedua tenda tanya di depan tenda kita bertanya-tanya dan disini di season 2 ini kami memulai dengan konsep yang baru teman-teman jadi kalau teman-teman nonton di mulai dari season pertama ada mungkin kami mengundang narasumber-narasumber tapi di satu episode itu mungkin belum tuntas dan segala macam ngegantung dan segala macam nah kali ini kami mengundang narasumber yang insyaallah kalau penjelasannya panjang bisa berepisod-episod dengan narasumber yang sama biar tuntas nah biar kita belajarnya juga tidak sepotong-sepotong dan Yang pertama ini, ini sosok yang luar biasa. Beliau ini, saya pertama kali melihat beliau adalah di waktu debat dengan Guru Gembul.
Guru Gembul juga sempat kita undang di season pertama dulu, membicarakan tentang pendidikan, bukan tentang keimanan ya. Kalau tentang keimanan kayaknya memang perlu direbat emang. Tapi kali ini kami undang Ustadz Muhammad Nuruddin. Assalamualaikum Ustaz, terima kasih banyak sudah datang ke sini.
Dan teman-teman kalau saya pertama kali melihat debat itu, lalu kemudian saya penasaran. Akhirnya saya googling lah, Muhammad Nuruddin. Saya pengen cari tahu begitu, kemudian akhirnya saya ketemu lah bahwa Ustaz Nuruddin ini ternyata menulis buku sudah cukup banyak teman-teman. Ya mungkin ada 6, 7 Ustaz?
13. 13! 13 13 saya baca buku yang gemar menulis eh gemar menulis dan membaca agar kita gila membaca dan menulis betul disitu itu Ustadz masih bilang 6 buku waktu itu ya waktu itu berarti waktu saya baca itu sekarang up to date nya itu sudah 13 buku Alhamdulillah dan dari yang teman-teman bisa beli di Kera Publishing ya teman-teman ke IG nya Ustadz Nurudin disitu ada link Kera Publishing nya nah teman-teman langsung klik aja disitu ada lewat e-commerce e-commerce nya ada Kenapa saya bilang begitu? Karena kalau kita search langsung di e-commerce-nya, itu memang banyak yang menjual.
Cuma saya takut asli atau tidak. Iya, banyak yang menjual. Betul, betul. Karena saya takut itu palsu, akhirnya saya ke Instagram Yusuf Nurudin, kemudian saya klik link yang ada di situ. Itu lebih, insya Allah jauh lebih aman.
Nah, itu teman-teman bisa lihat di situ banyak sekali buku beliau. Dan... Pada waktu saya lihat buku-buku Ustadz Nuruddin, ada dua buku yang saya waktu lihat saya pengen banget beli dan pengen banget baca. Yang pertama itu adalah buku cover hitam berjudul Ilmu Mantik ini, dan yang kedua yang covernya Abu-Abu Monyet.
Logical Fallacy. Logical Fallacy. Iya, iya. Iya, itu.
Itu dua buku yang akhirnya kemudian ternyata waktu saya beli jadi tujuh buku. Saya beli, saya beli, saya beli, beli, beli, beli gitu. Nah, ah... Tapi saya belum sempat membaca full tentang buku ilmu mantik ini, cuma saya sudah baca full yang Ustadz bilang, agar kita gila membaca dan menulis. Di situ kata Ustadz Nuruddin, ada tips cara membaca cepat, yaitu membaca daftar isi dan kata pengantar.
Alhamdulillah, buku ilmu mantik saya sudah baca daftar isi dan kata pengantarnya. Bahkan sambutannya dari Ustadz Faudrin Faiz juga saya sudah baca. Jadi, menurut saya ada gambaran dikit.
Kita biar di season kedua ini lebih pembicaraannya lebih tematik, lebih terstruktur. Akhirnya kita memulai dengan buku apa yang enaknya yang kita bahas. Dan disinilah kita mengangkat tentang ilmu mantik.
Sebenarnya ilmu mantik ini, Ustadz, ini ilmu apa sebenarnya? Pertama... Orang-orang di luar sana ya, terutama yang bukan dari kalangan pesantren, mungkin sudah tahu ilmu logika. Istilah mantik itu emang dari bahasa Arab, jadi mungkin yang akrab dengan istilah itu orang-orang pesantren secara khusus, kalangan akademisi ya. Tapi saya kira orang-orang pada tahu kok ilmu logika.
Ilmu mantik itu ilmu logika. Ilmu yang mengatur tentang kaedah-kaedah berpikir. Jadi di dalamnya kita diajarkan bagaimana caranya merangkai. Konsepsi, konsepsi ini artinya istilah-istilah ya, gampangnya ya. Kita ini kan sekarang hidup di zaman keterbukaan informasi, dan kita berhadapan dengan banyak sekali istilah tuh.
Kalau debat kan udah pasti banyak istilah ya. Betul, betul, betul. Jadi di kampus, di luar kampus, di medsos, kita ini berhamburan tuh istilah-istilah itu. Nah seringkali kan orang berdebat tentang suatu tema tanpa memperjelas istilah itu sendiri gitu loh.
Betul. Jadi ngalor-ngalor ngidul kan? Nah dari sini kemudian ilmu ini mengajari kita bagaimana caranya merangkai kaedah yang logis untuk merangkai konsepsi atau istilah-istilah yang kita jumpai sekaligus argumentasi.
Jadi belum selesai ini, orang bisa memaknai istilah secara tepat tapi argumentasinya kalau cacat sama aja. Nah jadi ini ilmu yang mengatur bagaimana caranya kita bisa berpikir secara sistematis, secara logis. Secara mendalam Dan ini penting karena Kalau kita mendialogkan Kalau kita tarik dalam konteks keberagamaan Kalau kita mendialogkan agama kepada orang-orang Yang tidak percaya kepada teks suci Tidak percaya Quran, tidak percaya hadis Kan satu-satunya jalan untuk memuaskan Nalar yang bersangkutan itu dengan logika Betul, betul Orang atis, orang non-muslim, ingin tahu tentang Islam Perlu kan kita penjelasan-penjelasan Yang logis itu Betul Tanpa memahami kaedah-kaedahnya kita tidak akan bisa. Kita akan kesusahan.
Betul. Untuk merangkai kaedah-kaedah itu. Kalau nge-force orang untuk sudah percaya saja, sudah beriman saja. Tidak, tidak. Dalam Islam.
Itu agak sulit juga ya. Saya mondo bertahun-tahun belajar agama di luar negeri. Harus tegas saya katakan bahwa dalam agama saya yang saya pelajari tidak dikenal istilah dogma. Dalam arti sesuatu dicekokin begitu saja Tidak ada buktinya Yusuf kita itu Kalau di tahap pesantren mungkin iya Ada kita diajarkan oleh guru-guru kita Kita harus beriman begini Tapi ketika masuk ke dalam fase kuliah kan tidak begitu Kita masuk ke dalam pendalaman, argumentasi Kalau dulu kita percaya Tuhan itu ada Buktinya apa? Anda percaya kepada Nabi Muhammad sebagai Nabi Buktinya apa?
Dan bukti itu diuji mas Jadi bukti-bukti itu bukan hanya ditelan, tapi juga diketengahkan dalam perdebatan ilmiah. Nanti orang menyampaikan argumen ini, kritiknya apa atas argumen ini. Kemudian kritik atas kritik argumen. Itu kan orang nggak bisa berdebat secara sistematis kalau dia nggak bisa memahami kaedah-kaedah berpikir dengan tepat. Jadi ini ilmu sebetulnya kalau kita pelajari bisa menghidarkan kita dari debat kusir, dari debat-debat yang kontraproduktif.
Dan itu sering kita jumpai kan di televisi, di media sosial, orang memperdebatkan tema-tema tertentu, tapi dia nggak punya orientasi yang jelas gitu loh. Nggak jelas mana yang benar, mana yang salah gitu kan. Orang hanya adu mulut saja.
Nah sementara kalau kita itu belajar menata sejak awal cara berpikir kita, saya kira perdebatan-perdebatan yang tampil itu bisa lebih konstruktif, bisa lebih membangun ya kan. Medisos kita bisa lebih sehat. Betul.
tontonan kita bisa lebih bermartabat kalau orang menggunakan logikanya secara tepat artinya kita ketika menonton orang berdebat kita pun ikut mendapat pelajaran bagus, bagus jadi, kalaupun ada orang bilang tapi saya gak suka berdebat, tapi kan minimal Anda akan menyaksikan orang berdebat, di era sekarang ini kita menyaksikan entah itu debat tertulis kah, entah itu debat secara lisan kah, ketika Anda mengetahui dan memahami kaedah-kaedah semacam ini, Anda akan tahu gitu loh Ini pandangan tepat, ini pandangan cacat. Ini pandangan harus saya terima, ini harus saya singkirkan. Ini pandangan harus kita adopsi, ini pandangan harus kita ingkari. Nah untuk mengatakan ini pandangan benar salah itu, harus ada kaidahnya gitu loh.
Harus ada panduan dan payung bersama. Harus ada tenda bersama. Ini kita ini sebagai manusia yang berakal sehat.
Anggaplah sekarang Anda tidak percaya dengan apa yang saya iman di detek suci dalam agama saya. Tapi kan Anda percaya dengan akal sehat Anda, iya nggak? Iya, betul.
Jadi... Nggak ada orang yang mengaku diri sebagai manusia, berakal normal, kemudian dia mengingkari kaedah-kaedah logika. Dan kaedah-kaedah ini mas, yang dipelajari dalam ilmu itu kaedah-kaedah sepertinya universal.
Jadi kalau kita menampilkan kaedah-kaedah ini sebagaimana adanya, orang nggak mungkin mengingkari. Saya beri contoh ya, kalau sekarang misalnya ada kaedah logika yang menyebutkan, dua hal yang kontradiktif itu, gak mungkin saling membenarkan, gak mungkin saling menyalahkan. Gak ada pilihan ketiga gitu loh.
Mas Abdur hidup sekaligus tidak hidup. Bisa gak? Bisa gak saya membenarkan proposisi atau pernyataan, Abdur itu hidup sekaligus dia tidak hidup, di saat yang sama?
Tidak mungkin. Jadi orang ateis, orang beriman tuh, saya kira tuh gak mungkin bisa mengingkari itu. Nah itu dimaksud dengan hukum non-kontradiksi ya kan dalam logika kan. Kemudian contoh lain misalnya dalam logika itu kita mengenal prinsip identitas ya. Bahwa sesuatu itu adalah dirinya sendiri.
Ada ciri khas yang membedakan sesuatu itu dengan sesuatu yang lain gitu loh. Kalau ada mengatakan ini gelas, gak bisa dibilang handphone kan. Ya gelas itu gelas gitu loh. Handphone ya handphone. Nah itu hukum identitas.
Kan semua orang sepakat itu kan. Gak ada yang bisa mengingkari itu. Nanti ada tuh turunan-turunan kaidahnya. Ada kaidah-kaidah misalnya. Nanti mungkin kita akan diskusi lebih panjang terkait kaedah-kaedah ini ya.
Karena saya menjumpai banyak tuh orang-orang yang salah kaprah. Dalam berargumen, dia menyimpulkan apa, argumennya di mana gitu loh, nggak nyambung. Nah saya beri contoh ya misalnya. Sering mas, orang-orang yang berpandangan begini. Oh ini tidak ada dalilnya.
Ini tidak ada apa namanya, ini dalilnya lemah misalnya. Jadi orang menolak suatu kesimpulan. Gara-gara apa katanya? Dalilnya lemah Atau tidak ada dalilnya Atau tidak ada contohnya di zaman Nabi Ada kan mas? Kelompok-kelompok yang kalau misalnya ngeliat Ini gak ada contohnya di zaman Nabi Ini dalilnya do'if, do'if artinya lemah Hadisnya do'if, terus disimpulkan ini kesimpulannya cacat Ada kaedah logika Yang menyebutkan bahwa Adamud dalil Layastalzim adamal madlun Jadi tidak adanya dalil itu tidak berkonsekuensi pada ketiadaan sesuatu yang ditunjuknya.
Saya beli contoh gini yang logis. Coba Mas Abdul nanti mengiakan atau tidak. Sekarang kalau misalnya ini ruangan tertutup ya. Mas melihat asap dari ruangan ini.
Mas di sana ini ruangan tertutup. Melihat asap dari luar. Anda akan mengatakan apa?
Di dalam rumah itu ada apa? Asapnya di luar? Enggak, asapnya dari atap rumah. Oh, ada yang kebakaran nih.
Ada api kan, ya enggak? Jadi asap itu menjadi penunjuk atau dalil akan adanya api, ya enggak? Betul.
Tapi kalau misalnya asapnya kagak ada, apa Anda bisa memastikan kalau apinya juga enggak ada? Ya belum tentu kan, belum tentu kan, ya enggak? Bisa jadi apinya ada, cuma asapnya kita enggak lihat aja.
Bagus, bagus, bagus. Itu yang saya maksud bahwa, kalaupun dikatakan bahwa Kesimpulan ini dalilnya lemah, Anda nggak bisa tuh hanya dengan beralasan ini dalilnya lemah, kemudian menyimpulkan bahwa ini kesimpulannya cacat. Karena boleh jadi ada dalil lain yang Anda nggak tahu.
Itu dalilnya kokoh gitu loh, cuma Anda nggak tahu. Dan ketidaktauan kita tentang dalil tidak bisa dijaga alasan untuk menyatakan dalil itu nggak ada. Sering nggak sampean menyebut orang...
Ini gak ada dalilnya. Padahal bukan gak ada, tapi gak tahu. Betul, betul. Oh gak tahu disamakan dengan gak ada gitu loh, paham gak?
Betul, betul. Nah itu kan contoh-contoh reasoning yang gak masuk akal kan? Orang mengatakan tidak ada, padahal kenyataannya bukan tidak ada. Ada, cuma dia gak tahu gitu loh. Suka terjadi.
Lebih aman kalau kita bilang, ah saya tidak tahu dalilnya. Dan ketiadaan dalil itu tidak berarti menafikan sesuatu yang ditunjuknya gitu loh. Di rumah misalnya kita mendengar ada suara nih, kita dari luar rumah kemudian mendengar orang bercakap-cakap.
Karena otak kita langsung menyimpulkan, oh ini ada orang di dalam, ya nggak? Tapi kalau misalnya nggak ada suara, apa artinya nggak ada orang sama sekali di rumah? Kan belum tentu. Iya nggak? Jadi ketiadaan bukti, Mas, tidak serta-merta menafikan sesuatu yang ditunjuknya.
Bisa jadi dia itu ada, cuman buktinya nggak ada. Sekarang kita tadi dalam konteks ketuhanan nih. Kalau soalnya alam semesta ini nggak ada, apakah itu artinya Tuhan juga nggak ada? Belum tentu. Ada orang yang mengatakan, katanya kalau misalnya alam ini nggak ada, berarti Tuhan juga nggak ada dong.
Belum tentu. Berarti sampai nyambung nggak itu reasoning? Nggak nyambung. Bagus, nggak nyambung. Karena itu tadi yang saya bilang, itu kaedah tuh.
Itu kaedah rasional tuh. Bahwa ketiadaan bukti tidak serta-merta menafikan sesuatu yang ditunjuknya. Ini kan contoh-contoh kaedah-kaedah logika yang kalau saja orang paham gitu kan. Maka dia tidak akan sembrono dalam menarik kesimpulan. Orang juga sering di alam media sosial itu, sering menjatuhkan penghukuman kepada pihak lain.
Tanpa melihat argumentasinya dengan tepat. Hai umum saya misalnya berakangan ini banyak orang tuh mempengaruhi saya sebagai orang Syiah ya coba lihat-lihat potongan doang pakai logika sederhana aja gitu loh saya sempir sembilan tahun sekolah di kampus Ahlus Sunnah kemudian saya Mondo juga hampir tujuh tahun dipodok Ahlus Sunnah pondok NU tiba-tiba saya dituduh orang Syiah gimana gitu loh orang-orang yang duduk ini paham gak sih itu apa lihat definisi itu lihat kan Seringkali orang menjatuhkan penghukuman tanpa mendalami makna dari istilah yang dia sebutkan itu sendiri. Kemudian disimpulkan, syiah itu kafir.
Kafir itu artinya apa, Mas? Kapan seorang itu dikatakan kafir? Itu syiah sendiri apa? Penghukuman Anda bahwa syiah itu kafir, mengharuskan Anda paham syiah itu apa, ya kan?
Kadang-kadang nih orang yang tanya kayak ini, kadang nggak paham. Taunya syiah itu kelompok-kelompok ekstrim yang suka mencacimaki sahabat, memang ada. Kelompok ekstrim itu ada, gitu ya.
Kemudian syiah itu misalnya membolehkan nikah mutnah, ya memang ada. Tapi anda tahu nggak, doktrin yang paling inti dari syiah itu bukan itu loh. Yaitu meyakini imamah atau kepemimpinan yang hak setelah Rasulullah itu bagi orang syiah bukan Sinawubakar, tapi Ali bin Abi Tolib. Jadi bagi orang syiah nih, Ali bin Abi Tolib itu sudah diamanatkan oleh nabi. Secara nas, secara tertulis bahwa khalifah setelah itu adalah Ali bin Abi Tolib.
Ada yang mengatakan secara nas, ada yang mengatakan secara isyarat. Tapi yang jelas semuanya sepakat. Bahwa imamah itu yang berhak mendapatkan kepemimpinan setelah nabi itu bukan Abu Bakar tapi Ali bin Abi Talib. Kalau kemudian berturut-turut menjadi imam.
Saya nggak mengimani itu gitu loh. Saya nggak mengimani itu. Kok bisa nondresensi itu? Gimana ceritanya?
Saya nggak pernah mencintai sahabat. Hanya karena saya ngomong begini. Lihat nih, ini logika nih.
Hanya saya ngomong begini. Kata saya, kalau seandainya. Sampai yang tahu kan arti kalau. Dalam logika itu, ungkapan kalau. Upakan kalau, if bahasa Inggris saya, law, bahasa Arabnya law.
Kalau seandainya begini, maka begini. Kan kalau itu artinya pengandaian kan? Bukan berarti sampingan.
Kalau saya bilang, kalau seandainya saya menjadi anak jalanan, maka saya akan bersyukur. Apa itu artinya saya ingin jadi anak jalanan? Ya bukan kan?
Namanya juga berandai-andai. Kalau saya begini, saya bilang dalam satu tulisan saya, kata saya, kalau seandainya saya dipaksa untuk memilih, Mau milih aliran Wahabi atau aliran Syiah? Berdasarkan literatur intelektual yang saya pelajari, saya mendapatkan hal-hal positif dari sebagian intelektual-intelektual Syiah. Sebagian. Saya menolak doktrin ekstrim kaum Syiah.
Sebagai orang sunni sudah otomatis itu. Saya tidak setuju dengan akidah mereka. Tapi apakah ketidaksetujuan kita kepada suatu kelompok itu mengharuskan kita menghanguskan semua kebaikan dari kelompok itu. Enggak dong, iya enggak? Terus orang-orang menyebutkan, seolah-olah kalau kita ngabis si positif itu, Anda berarti menjadi bagian dari mazhab itu.
Masuk akal enggak itu? Enggak masuk akal. Karena Anda itu menjadi bagian dari sebuah mazhab, kalau Anda mengimani doktrin utamanya, mengimani penjelasan para ahlinya, sayang enggak mengimani semuanya itu.
Saya hanya mengatakan, dari sudut literatur intelektual, Syiah itu kaya filsafatnya, kaya ilmu-ilmu rasionalnya gitu kan. Kalau kita mengambil manfaat dari situ emang kenapa? Dibandingkan aliran yang suka mengkafir-kafirkan, membidah-bidahkan, dikit-dikit nyalahin orang, dikit-dikit merasa dirinya sebagai pengikut paling salaf begitu ya, paling soleh, yang lain itu tersesat.
Sebagai batuk kritik saya, kok bisa tuh saya disimpulkan ada itu orang syiah itu gimana gitu loh. Mungkin, mungkin Ustaz. Karena saya lihat juga.
Saya tidak nonton full ya Ustaz ya. Cuma saya lihat. Cuplikannya kemudian melihat orang-orang itu, komen-komenan orang. Mungkin Ustadz ini pandangan-pandangan saya melihat itu adalah mungkin orang itu khawatir ketika ada pernyataannya Ustadz yang walaupun itu dalam bentuk what if ya. Tapi mungkin orang jadi takut karena seolah-olah disitu ada adab.
pendapat yang kayak dari Ustadz Nuruddin nih siah itu ternyata ada baiknya gitu iya dan memang ada wahabi juga ada baiknya betul nah jadi takutnya kemudian orang bilang akhirnya muncul pemahaman di masyarakat mungkin ya akhirnya muncul pemahaman di masyarakat oh siah mah gak apa-apa kali ini poin saya gini gak proses reasoningnya itu yang kita sorot kok bisa ada menyimpulkan fulan adalah siah sementara yang anda jadikan dasar itu adalah potongan Potongan video yang konteksnya seperti apa, latar belakangnya seperti apa. Jadi saya ini kadang-kadang merasa prihatin dengan orang-orang yang gampang membenarkan mas. Seliwaran-seliwaran kabar itu. Kan sekarang kita di era medsos nih.
Jadi pagi-pagi itu kita udah bersinggungan dengan informasi yang berlimpah itu. Setiap hari bang. Ini ilmu begini, kalau orang paham ya, dia akan berpikir secara kritis.
Hai itu berita-berita mediaset bagian potongan-potongan ada sikap Anda sikap secara skeptis gitu loh jangan benarkan kecuali buktinya sudah valid ya orang akan terdidikkan dengan logika itu dengan imunologi itu orang akan terdidik untuk tidak membenarkan ataupun menyalahkan kecuali dengan landasan dan bukti yang valid nah penting gak sekarang coba sekarang berapa banyak kerisuhan di negeri kita yang disebabkan gara-gara berita bohong sebabnya adalah minimnya nalar kritis masyarakat kita gara-gara gampang terprovokasi, gampang membenarkan tanpa alasan, kadang alasan-alasan itu di-framing, kadang alasannya benar, datanya benar, tapi di-framing dengan cara tertentu. Poin kita itu, saya tidak ada masalah dengan tuduhan-tuduhan itu, tapi itu saya ingat sebagai sampel, bahwa banyak orang-orang di luar sana melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak masuk akal. Kesimpulan-kesimpulan yang dasarnya itu lemah, kemudian tidak nyambung pula dengan kesimpulannya.
Contoh lain ya, Itu di internal umat muslim Sekarang kalau misalnya kita bicara dengan Orang-orang ateis Lihat bagaimana logika itu berperan Dalam mengoreksi cara berpikir kita Dan menyisinkan kekeliruan-kekeliruan yang ada dalam kehidupan kita Banyak itu mas Orang-orang ateis itu sering bilang Tuhan itu ada banyak Yang asli yang mana gitu kan Tuhan yang orang Islam beda nih Yang orang Kristen Orang Islam beda dengan orang Hindu Kalau Buddha katanya digatakan konsep Tuhan-Nya juga nggak jelas, ya kan? Dengan konsep ketuhanan agama lain, Tuhan banyak yang asli yang mana? Disimpulkanlah bahwa, saya pernah membaca tulisannya Richard Dawkins itu, di Outgrowing God, itu dia bilang ada banyak Tuhan di dunia ini.
Nah, karena Tuhan ini ada banyak dan nggak bisa ditentukan mana yang asli, disimpulkanlah Tuhan nggak ada gitu loh. Jadi menyimpulkan Tuhan tidak ada, gara-gara Tuhan banyak katanya. Coba kita... Timbang secara logis itu ya, sebetulnya yang banyak itu wujud Tuhan atau penjelasan tentang Tuhan sih?
Gak bener sampean, wujud Tuhan ya atau penjelasan manusia tentang Tuhan yang banyak itu? Kalau saya, karena tidak ada orang yang pernah tahu wujud Tuhan seperti apa, kayaknya itu penjelasan. Iya kan? Penjelasan Tuhan yang banyak, penjelasan orang Islam, orang Kristen, beda-beda nih. Jadi penjelasan Tuhan itu yang banyak, bukan wujud Tuhan ya.
Sekarang saya mau nanya, Apakah penjelasan tentang sesuatu itu adalah sesuatu itu sendiri? Eh, saya beri contoh yang real. Belum tentu sih. Bagus, belum tentu.
Ada orang mendeskripsikan, saya belum kenal sama Sampian kan. Saya nanya sama Pak Arief, Pak Arief, Mas Abdur itu orangnya seperti apa? Dikasihlah penjelasan satu. Saya datang ke sini nanya lagi sama koleganya Mas Abdur. Mas Abdur itu seperti apa?
Kasih penjelasan dua. Datangnya penjelasan ketiga. Penjelasan tentang Abdur ini beda-beda nih. Terus Abdurnya satu atau banyak?
Satu. Bagus. Jadi poin saya, keragaman penjelasan tentang sesuatu bukan alasan untuk mengatakan bahwa sesuatu itu banyak. Gitu loh, paham nggak? Iya.
Anda menyaksikan dan saya mengakui bahwa penjelasan menurut saya tentang Tuhan itu banyak. Tapi apakah itu bisa menjadikan alasan bahwa Tuhan itu banyak, wujud Tuhan itu banyak? Kan nggak nyambung kan? Iya, iya.
Nggak nyambung. Wujud Tuhan itu sebagai eksistensi Tuhan sebagai pencipta itu esa. Hanya saja manusia dengan keterbatasan alarnya kadang berspekulasi macam-macam. Munculah keragaman penjelasan tentang Tuhan. Ya bukan uji Tuhan yang banyak, penggambaran tentang Tuhan yang banyak.
Tinggal Anda cari saja, mana penggambaran yang ori ini, penggambaran yang asli ini. Lagi-lagi kan kita bermain logika di sana. Untuk mengatakan ini gambaran atau penjelasan tentang Tuhan ini valid, Anda harus menggunakan rasio Anda. Apakah penjelasan ini sesuai dengan logika? Logika ini adalah satu alat kita untuk mengenal Tuhan.
Penjelasan Tuhan ini bertanggung jawab dengan hukum logika atau tidak? Anda bicara hukum logika, harus belajar logika dulu, ya kan? Kalau misalnya bertanggung hukum logika, obat ini layak disangsikan nih penjelasannya, ya kan? Kalau dari contohnya Ustadz Nuruddin tadi, artinya kalau Ustadz Nuruddin dapat penjelasan Abdur itu dari Ustadz Arbi, dari kolega-kolega saya, dan segala macam, maka sederhananya berpikir saya bahwa kalau Ustadz Nuruddin mau tahu saya, berarti Ustadz Nuruddin dengar aja penjelasan yang dari saya langsung.
Bagus! Bagus sekali! Oke, bagus!
Biar otentik. Iya, biar otentik. Bagus, bagus.
Sekarang, ya. Nah, kalau itu ke konsep untuk kita mengenal Tuhan, itu kayak apa jadinya? Bagus, bagus.
Bagus sekali. Itu poin bagus. Bagus sekali.
Poinnya adalah, bagus tadi yang saya sampaikan. Yang lebih tahu tentang satu sosok itu, sosok itu sendiri, ya kan? Iya. Nah, sekarang, kalau kita ingin tahu nih, apakah penjelasan tentang Tuhan ini valid atau tidak, pertama-tama diukur dengan kaedah-kaedah logika.
Apakah penjelasan ini rasional atau tidak? Dan saya sebagai muslim karena mempelajari hazana teologi Islam. Bisa menyimpulkan bahwa tidak ada penjelasan ketuhanan dalam akidah ketuhanan dalam Islam.
Yang bertentangan dengan hukum logika. Hukum logika yang bersifat pasti ya. Yang bersifat fundamental. Yang kedua, dilihat penjelasan tentang Tuhan ini dari Tuhan atau bukan.
Tapi kan Tuhan tidak bisa komunikasi dengan kita langsung. Melalui perantara seorang nabi. Dalam Islam kita meyakini Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan. Tapi dibuktikan dulu gitu, Nabi Muhammad ini benar-benar utusan Tuhan atau bukan? Tuh, ketika Anda ingin menanyakan, benar nggak Nabi Muhammad ini utusan Tuhan?
Harus ada argumen yang Anda sampaikan, ya nggak? Iya. Iya nggak?
Sampai kesimpulan, Muhammad adalah Nabi, harus ada argumennya kan? Iya nggak? Bukti-buktinya apa?
Dikaji sejarah kehidupannya. Didefinisikan dulu utusan Tuhan itu seperti apa. Bagus, Nabi itu apa? Nabi itu apa? Nah, itu definisi.
Logika, ya kan? Orang mau berdebat apapun, logika itu mau tidak mau itu. Itu kenisayaan yang gak bisa ditawar.
Anda mau berdebat agama, agama itu apa sih? Oke kita tutaskan yang tadi itu. Nabi Muhammad itu nabi atau bukan?
Sudah dikaji itu pasal para ulama muslim. Sejarah kehidupannya, riwayat-riwayat kehidupannya, mu'jizatnya. Sampai pada kata mu'jizat saja orang bisa nanya, mu'jizat itu apa? Definisinya apa?
Harus jelas kan? Dijelaskan, mu'jizat dijelaskan. Setelah dijelaskan terbukti, oh ini sesuatu keputusan Tuhan beneran. Jujur lagi orangnya, tidak pernah berbohong dan punya bukti kenabian.
Kalau itu diterima kesimpulan Nabi Muhammad adalah seorang nabi, berarti penjelasan yang tersampaikan melalui lisan beliau itu layak divalidasi. Kenapa? Karena itu balasan dari Tuhan kan?
Iya. Nah. Karena logika kita tidak menyalahkan itu. Iya.
Dengan segala definisi yang kita turunkan, segala macam. Jadi lihat bagaimana penjelasan-penjelasan logis itu berguna untuk memperkokoh keimanan pada akhirnya. Untuk berdialog dengan orang di luar sana.
Mengedepankan agama secara rasional gitu ya. Agama yang bisa diterima. Karena ada orang-orang mas ketika nanya itu dia pengen penjelasan yang masuk akal gitu.
Iya. Terlepas. Apa kata Quran, apa kata hadis Dan kita perlu kan Ya Nah kemudian Ustadz Saya tuh tadi menarik yang awal tadi Ustadz bilang Kita mungkin di pesantren sebagian di dogma Kita juga dari kecil Kan belum lahir-lahir gak punya lah logika Logika-logika yang kayak sedewasa ini gitu ya Waktu saya SD kan Pembelajaran agama Islam dalam keluarga saya Khususnya itu kan Ya di dogma, di dogma, di dogma Lalu kemudian ketika sudah dewasa Baru mulai berpikir Nah menurut Ustadz Nuruddin Memang idealnya begitu ya Maksudnya dari kecil ya kita belajar aja dulu Belajar sholat, belajar ini, belajar, belajar, belajar Ketika kita sudah dewasa baru kita uji Apa yang kita Kita belajar selama ini Saya termasuk orang begitu juga Sebenarnya waktu kecil artinya gini loh Uraian-uraian yang sifatnya akademis itu kan, itu hanya bisa dicerna oleh kalangan tertentu. Orang sudah akil balik lah minimal.
Betul. Anak SD kasih beginian, mana budeng mereka beginian. Ya, betul.
Yang ada mereka itu merasa pusing dengan agama. Betul. Ini memang ada tahapan-tahapannya. Saya juga termasuk orang seperti itu mas.
Tapi yang perlu kita catat begini. Oke, saya menjadi muslim dengan warisan. Tapi ketika saya masuk dewasa. Saya diberikan nalar, saya diberikan hati nurani, diberikan kemampuan.
Semua kita ini mas punya kewajiban dan punya tanggung jawab untuk belajar. Jadi anda mau terlahir sebagai muslim, sebagai non-muslim, selama anda diberikan akal sehat, diberikan pancah idrah, anda itu sama-sama punya kewajiban yang sama. Gak boleh beragama itu ikut-ikutan.
Beriman itu gak boleh ikut-ikutan. Ini yang saya pelajari. Anda sebagai muslim ataupun non-muslim, anda itu harus mencari itu loh.
Mana yang benar itu? Penjelasan Tuhan yang benar itu yang mana? Terus kalau benar Tuhan itu mengambil utusan-utusan, yang mana utusannya itu?
Buktinya apa? Harus dipelajari itu ketika kita sudah mencapai dewasa. Nah, pada akhirnya kan kita nggak akan mungkin pada kesimpulan-kesimpulan itu kalau misalnya kita nggak tahu bagaimana caranya.
Logika itu memberikan cara gitu loh. Cara memahami doktrin keagamaan secara rasional tadi. Dan ketika kita kecil kita kan gak tau dalil nih.
Sampe kan gak tau dalil kan. Nah tadi saya bilang makanya ketidaktahuan tentang dalil bukan alasan untuk menyatakan dalil itu gak ada. Betul gak?
Jadi ketidaktahuan itu satu hal mas. Ada atau tidak adanya dalil itu hal yang lain lagi gitu loh. Waktu kecil saya gak tau ditanya bukti kenapa itu apa gitu kan. Tapi ketidaksahuan saya tentang argumen. Tidak bisa juga alasan bahwa argumennya tidak ada.
Argumennya ada. Dari dulu sudah ada argumen itu. Cuma saya tidak tahu. Betul.
Itu dia bagaimana penjelasan-penjelasan semacam ini bisa mengoreksi pola-pola berpikir yang keliru yang kita jumpai. Contoh lain ya, dalam dunia keislaman. Sampai yang sebagai muslim sudah lama kan?
Saya mau nanya sekarang. Ini sebagai bukti bahwa logika itu jangan dianggap remeh. Penjelasan definisi, argumentasi itu adalah jantung dari perdebatan yang sehat.
Gak mungkin orang bisa melihat perdebatan yang sehat kalau dia gak bisa bagaimana caranya mengkonsepsi istilah, bagaimana caranya merangkai argumentasi supaya tidak terjatuh ke dalam pikiran yang antah-berantah. Gak mungkin. Makanya harus belajar ya, pelan-pelan.
Sampai kalau saya tanya, Islam itu apa? Ada Muslim dan agama ada Islam. Islam itu apa? Islam. Islam itu mengakui Allah itu satu dan Nabi Muhammad utusan Allah.
Oke, Islam sebagai sebuah agama. Islam sebagai sebuah agama. Iya. Agama apa itu? Bisa saya berikan contoh ya?
Agama berpasrah diri. Berpasrah diri. Tapi yang krisisnya juga berpasrah diri, Mas. Iya sih. Nah, apa ya?
Sebentar, sebentar. Saya cari dulu definisinya ya. Itu sebagai contoh bahwa seringkali kita ini menjumpai istilah-istilah yang sudah populer. Tapi kita nggak tahu bagaimana mengkonsepsinya secara logis gitu loh.
Dan ini sekarang ya, kalau kita tarik dalam perdebatan yang lebih luas, seringkali kan orang mengoreksi, mengkritik Islam, padahal nggak paham Islam sendiri apa gitu loh. Orientalis, atau para teroris, atau kelopok-kelopok ekstremis itu. Maaf, maksud saya orang-orang luar yang melihat perilaku kaum ekstremis, menyimpulkan ini Islam. Dia menolak Islam berdasarkan sudut pandangnya tentang para teroris ini Atau kom ekstrimis ini gitu Ya Lo, Anda Islam itu paham gak sih apa?
Iya. Lihat, orang sampai pada kesimpulan Islam agama yang salah, gara-gara punya konsepsi yang salah tentang Islam. Terjadi ya? Iya, tidak sesuai dengan definisi aslinya.
Iya, definisi aslinya seperti apa? Kayak ada orang bilang Islam itu agama yang toleran. Agama lain juga toleran kok. Itu contoh definisi yang cacat. Definisi itu kalau kita belajar logika, harus jami, harus mane.
Harus bisa menghimpun individunya, harus bisa mencegah. Yang lain masuk ke dalamnya. Identitas harus jelas.
Bagus, harus jelas. Jenusnya apa? Ada yang namanya jenus.
Jenisnya gitu loh. Islami jenisnya apa? Kemudian apa yang membedakan Islami dari agama lain? Itu dibahas ratusan lembar kalau kita mau teliti.
Dari mulai membahas tentang kuliah tul khoms, yang apa namanya, prinsip universal yang lima. Dari mulai jenus, diferensia, kemudian species, kemudian proper accident, common accident. Gitu kan? Ada penjelasan tentang signifikasi atau dalalah dalam bahasa Arab.
Signification, signification. Kemudian ada lagi bagian-bagiannya. Itu urayan lebar. Jadi orang pengen ngajarin kita bagaimana caranya merangkai definisi yang tepat. Itu sampai dibahas ratusan lembar.
Jadi kalau mau saya ringkas ini buku, 600 halaman ini, ide cuma dua. Bagaimana caranya supaya merangkai argumentasi dengan tepat. Dan bagaimana caranya supaya Anda... bisa mengkonsepsi istilah-istilah secara tepat.
Itu aja jantung logika itu, argumentasi dan konsepsi. Tapi kan sangat penting sekali di dalam kehidupan kita gitu. Orang nggak bisa berargumen kok ngomong seenaknya. Kadang-kadang comot sana, comot sini.
Yang dia ngomongin apa, data-datanya kemana gitu kan, nggak nyambung. Nah kita nyambung ke tadi itu ya. Islam itu kalau dikatakan agama yang toleran, agama yang juga toleran.
Contoh definisi yang salah. Islam itu agama tauhid. Agama lain juga ada yang mengklaim dirinya sebagai agama tauhim.
Harus dicari apa yang bedakan Islam dari agama lain itu. Nah definisi yang tepat. Lihat tuh.
Kita jadi muslim udah lama kan. Tapi kadang nggak tahu. Islam itu agama yang dibawa oleh Muhammad. Benar atau salah?
Benar. Ada benarnya. Tapi itu nggak sepenuhnya tepat.
Kenapa? Oh karena nabi-nabi sebelumnya juga. Bagus. Karena nabi Muhammad itu hanya salah satu. Sekaligus nabi yang terakhir yang bawa Islam.
Islam itu alhasil definisi yang tepatnya adalah agama yang dibawa oleh semua nabi. Jadi sejak nabi Adam, Idris, Nuhud, Soleh, Ibrahim, Ismail, sampai Musa, Isa, Muhammad itu semua nabi. Semuanya pada hakikatnya datang dengan satu agama namanya Islam. Mereka itu beda-beda syariatnya.
Tapi tawhidnya sama, akidahnya sama. Mereka itu mengajarkan tawhid kepada umatnya. La ilaha illallah.
Tidak ada Tuhan selain Allah. Dan mereka semua adalah utusan Allah. Itu inti agama Islam. Kita nggak bicara syariat karena syariat beda-beda.
Soal timur waktu dulu nggak ada, sekarang ada. Itu syariat. Makanya Nabi itu menggambarkan para Nabi itu seperti ikhwatun li'alat, seperti saudara tiri. Umatuhum syatta wadinuhum wahid. Ibu mereka banyak katanya, tapi agamanya satu.
Ibu itu maksudnya kiasan dari syariat. Syariatnya beda-beda, tapi agamanya satu, maksudnya akidahnya satu. Nah, dengan definisi semacam ini, maka, Ketika Allah mengatakan, إِنَّ الدِّينَ إِنَّ اللَّهِ الْإِسْلَامُ Sungguhnya agama yang diriduhi oleh Allah itu adalah agama Islam.
Itu sangat logis loh. Kenapa? Karena Tuhan kan hanya menurunkan satu agama doang.
Kalau Tuhan hanya meriduhi satu agama, ya wajar dong. Kan Tuhan hanya menurunkan agama ini gitu loh. Paham kan? Maksudnya.
Kemudian, ketika kita katakan bahwa agama yang benar itu adalah Islam, itu bukan sebuah klaim eksklusif, karena bagaimanapun itu ditegaskan oleh sosok yang menurunkan Islam itu sendiri gitu loh. Tuhan ini hanya menurutkan satu agama namanya Islam Terus dia menyatakan di kitab suci nya Sesungguhnya agama yang diridul di sya'a Allah itu hanyalah Islam Kan kita gak bisa bermain ego, bermain selera gitu kan Dan itu gak menafikan keharusan kita berhubungan secara harmonis Dengan umat agama lain ya Nah orang-orang yang mengkritik Islam itu kadang-kadang Kadang-kadang mereka itu menjadikan penafsiran sebagian kelompok Tentang ajaran para nabi ini sebagai Islam Padahal itu bukan Islam Ya kan sekarang kalau kita baca Quran nih, kita baca Quran. Yang gak ahli ini kadang ngomong tentang Al-Quran, ya kan?
Terus dia kemudian naik di atas mimbar. Dia mengkafirkan seorang Muslim. Ada orang dari luar melihat, itu loh Islam loh.
Suka dengan konflik antar sesama. Itu Islam. Islam itu haus darah. Islam itu begini-begini.
Mas, yang sampaikan nilai itu bukan Islam. Tapi orang yang sedang menyampaikan. Itu pemahaman kita yang keliru tentang Islam.
Pemahaman orang yang keliru tentang Islam. Kalau Anda ingin tahu Islam yang ori itu seperti apa, katanya definisinya apa? Islam itu agaknya dibuat oleh semua nabi, kan? Berarti Anda harus melihat ajaran nabinya sendiri, dong. Nabi Muhammad yang bawa Islam ini yang paling akhir, nih.
Ahlaknya seperti apa? Ajarannya seperti apa? Sabda-sabdanya apa saja? Tanya sama ahlinya, Anda nggak bisa bahasa Arab, Anda bisa bertanya kepada ahlinya. Jadi cara kaum muslim dalam mengamalkan Islam itu tidak bisa diidentikan dengan Islam itu sendiri.
Jadi kalau pengen menghukumi Islam, lihat tuh. Dari definisi yang salah tentang Islam, orang-orang salah kapal menghukumi Islam, iya kan? Iya. Kalau pengen tahu Islam itu yang seperti apa, Anda harus bisa memahami ajaran Nabi Islam itu sendiri. melalui penjelasan para ahlinya, dilihat biografi kehidupannya, benar.
Kalau dibilang Islam itu agama yang suka dengan konflik. Oke, Nabi Muhammad bagaimana sejarah kehidupannya? Ya banyak perang juga itu Nabi Muhammad.
Dilihat peperangan itu sebabnya masalah agama atau masalah-masalah yang lain. Atau faktor-faktor lain. Kan bisa jadi beliau dimusuhi, kemudian sebagai bentuk pembelaan diri, akhirnya beliau membela diri.
Iya kan? Jadi, Sampai pada kesimpulan Islam benar atau salah itu, kita harus mencari data-data yang valid. Jangan sampai, nah lagi-lagi itu contoh kekeluhan berpikir. Orang mencomot sebagian data yang sesuai dengan seleranya, lo mengabaikan data yang lain. Itu namanya confirmation bias.
Jadi orang mengkonfirmasi sesuai dengan bias, jadi melihat satu dicomot nih. Yang disuka aja yang dikumpulin. Yang disuka aja.
Ini orang teroris-teroris ini misalnya, suka mencomot ayat-ayat yang secara tekstualnya mendukung aktivitas mereka. Padahal maknanya nggak begitu. Itu contoh cek-cek-cek logika juga. Atau orientalis yang meragukan Islam itu sering dicomot peristiwa-peristiwa tadi dari sejarah episode Nabi Muhammad. Nabi Muhammad banyak istrinya, banyak nih.
Kemudian ada peperangan. Tapi melupakan episode-episode di mana beliau memberikan toleransi kepada orang Yahudi, kepada orang Nasrani. Yang ini dibuang, yang ini ditampilkan. Logis nggak itu? Nggak adil.
Lihat bagaimana saat ini, saya bisa panjang ngomong. Kalau misalnya contoh-contoh ini ya. Contoh-contoh kekeluhan berpikir yang kerap kita jumpai dan itu sebabnya adalah mungkin minimnya pengetahuan kita tentang kaedah-kaedah logika atau ilmu mantik.
Nah berarti begini, berarti untuk kita membicarakan sesuatu definisinya harus jelas dulu. Bagus. Kita harus paham dulu. Nah sekarang begini Ustadz, di dalam perdebatan-perdebatan yang kita lihat di masa sekarang ini, orang berdebat kemudian misalkan dia memunculkan istilah. Yang mana saya ini tidak tahu sebenarnya Nah saya mau tanya itu saya malu Ntar dibilang ah pengetahuan Anda cetek ini berarti Kan begitu ada berdebat Memang kadang sengaja yang debat itu mengeluarkan istilah yang sulit Yang mungkin definisinya juga kita gak tahu nih apa nih Tapi kalau kita mau tanya ntar nanti dibilang Ah ternyata cetek pengetahuannya Nah itu untuk mengatasi itu Gimana dong Ustaz?
Justru begini Mas Jadi sesering terjadi yang saya lihat itu Kadang-kadang perdebatan-perdebatan kusir yang gak nyambung itu Baik itu secara tertulis maupun secara alisan ya Baik itu di layar kaca Maupun di media sosial kita Di Facebook, di Instagram, dan lain-lain Memang kadang-kadang bermula dari situ tuh Ketidakjelasan dalam menentukan istilah Betul Jadi begini, kadang-kadang orang saya pada kesimpulan A Kadang-kadang kesimpulan sama-sama benar Tapi dengan definisinya masing-masing gitu loh Tanpa menguji terlebih dulu definisi ini benar atau salah sih sebetulnya Saya beri contoh ya, saya beri contoh yang sederhana Misalnya saya dulu pernah berdebat dengan salah seorang profesor yang ngajar di Amerika Soal apakah Al-Quran itu kalam Allah atau kalam Nabi Muhammad Semua orang percaya kan, Al-Quran itu kalam Allah kan Tapi Profesor ini punya pemanaan berbeda. Gini loh, kalau misalnya dalam teologi Islam, dalam akhidat Islam, yang dimaksud dengan kalam itu, inti dari sebuah kalam itu adalah ma'ana yang dikandungnya. Ini saya ngomong begini, kalau nggak ada ma'ananya kan meaningless kan? Iya. Jadi yang menjadi inti dari pembicaraan itu kan ma'ananya, ya nggak?
Betul, betul. Bukan susunan katanya gitu loh. Jadi susunan kata itu ibarat wadah, Mas. Ibarat wadah yang menampung ide atau ma'ana di baliknya.
Inti, kalau sekarang saya menisbatkan sebuah kalam ke seseorang, Itu harus disertai bukti bahwa makna dari ungkapan itu dari orang itu. Saya ingin mengutip, Abdur berkata. Abdur berkata ini harus dipastikan bahwa makna ungkapannya dari dia.
Iya nggak? Iya kan? Sehingga saya bilang ini kalamnya Mas Abdur.
Iya nggak? Nah, tapi profesor ini punya makna yang berbeda. Bagi dia, Nabi Muhammad itu kan melafalkan Al-Quran dengan lisannya. Dengan lisannya.
Itu dijadikan alasan bahwa itu adalah kalamnya. Oh. Paham nggak?
Sementara makna dari kalam yang dijelaskan oleh para teolog muslim itu adalah makna yang diekspresikan dengan lafad karena makna Alquran bukan dari Nabi Muhammad makna Quran dari Tuhan gitu loh dia sendiri bilang mana Tuhan itu dari Tuhan itu loh bisa berkesimpulan Quran kalau Nabi Muhammad gara-gara salah dalam memanai istilah kalam itu sendiri debat berjam-jam tapi pemaknaan kalam sendiri enggak dia jelaskan panggung saya paham paham Jadi kalau misalnya diartikan kalam itu ada sesuatu yang dilafalkan dengan mulut, ya kadang emang ada benarnya juga. Quran dikatakan kalam Nabi Muhammad itu kan dalam arti itu, tapi itu pemanaan salah gitu loh. Lihat, dari pemanaan istilah yang salah, Anda akan sampai pada kesimpulan yang salah. Gara-gara masalah istilah doang nih.
Betul, karena kalau kalam didefinisikan seperti itu, bisa juga Al-Quran jadi kalam Jibril. Iya, iya kan? Iya. Nah, jadi begitu, makanya kita harus pertegas dulu nih. Ini makna kalam yang kira-kira tepat ini berdasarkan penjelasan para teologi, para ahlinya, apa gitu loh.
Nah saya bilang nih, makna kalam itu, al-ma'na al-qa'im bin nafs al-wa'abar bil al-fad. Makna yang berada pada diri, pada satu sosok, saya misalnya, sebelum saya bicara itu kan ada makna mana dalam diri saya, diekspresikan dengan lafat. Jadi lafat itu hanya sebatas wadah mengekspresikan.
Bukan kalam itu sendiri, kalam itu maknanya gitu loh. Lihat tuh. Orang saya banyak kesimpulan, saya bilang Quran kalam Allah 100% Karena makna kalam yang benar tuh begini Nah yang satu lagi bilang, makna Quran kalam dari Muhammad Tapi maknanya beda gitu loh Iya, karena definisi kalamnya Bagus, bagus, banyak sekali Negara Indonesia, negara sekuler atau negara religius Anda definisikan dulu Sekuler itu maksudnya apa? Betul Religius itu maksudnya apa?
Iya kan? Oke, bunga bang itu halal atau haram? Perdebatan tuh, bunga bang Kita definisikan dulu, tuh isi bunga bank itu.
Lihat-lihat, ulama itu, sampai pada ada sebagian ulama di Mesir itu, berkesimpulan bunga bank itu tidak haram, karena mereka punya penggambaran yang berbeda dengan ulama-ulama yang mengharamkan. Jadi istilah bunga bank ini, deskripsinya gitu loh, seperti apa sih? Proses transaksi, lihat, orang mau menghukumi, menyampaikan hukum agama saja, harus belajar logika itu.
Karena ketika Anda mengatakan ini haram, ini tuh maksudnya apa? Penggambaran Anda itu harus tepat. Yang Anda bilang bunga bank haram itu, bunga bank itu maksudnya apa sih?
Ditelitilah sama ekonom, sama para pakar fikir, dialoglah mereka semuanya. Sebenarnya bagaimana sih proses transaksi di bank itu? Dijelaskan sama para ahlinya. Yang satu lah, saya pada kesimpulan, oh kalau begitu tidak haram.
Dan lebih lagi tidak haram kan? Karena deskripsinya tentang istilah ini begini. Sementara yang lain mengatakan, enggak bunga bank haram.
Karena deskripsinya beda. Lihat tuh. Kalau orang mau debat Bunga Banghala atau harap, dia dideskripsikan dulu.
Bunga Bang yang kita debatkan ini apa gitu loh. Karena ketika definisinya beda, ya hukum yang jatuh juga bisa beda. Kayak tadi orang ateis tadi bilang meragukan keberadaan Tuhan. Dengan alasan Tuhan itu ada banyak. Lo yang sampai bilang banyak itu bukan Tuhan.
Itu gambaran tentang Tuhan. Kita pengen debat wujud Tuhan. The existence of God gitu loh. Wujud Allah.
Itu banyak atau satu gitu loh. Kan dua hal yang berbeda tuh. Gambaran tentang Tuhan memang saya akui juga banyak kok. Ya, betul. Yang dibilang sama orang ateis ini kadang satu hal, yang kita bicarakan.
Hal yang lain lagi nggak nyambung kan. Anda mau debat sama orang ateis sampai hari kiamat sekalipun, nggak bakal kelar-kelar ya kan. Gara-gara tidak ada kesamaan dalam mengertikan definisi itu.
Ini Anda bicara Tuhan ada atau tidak. Tuhan ini yang kita maksud apa sih? The Creator. Pencipta. Ya sudah.
Jangan bicara Anda dengan gambaran-gambaran manusia tentang Tuhan itu. Kita batasi dulu masalahnya di situ. Baru setelah itu kalau sudah terbukti Tuhan ada nih.
Oke. Setelah itu baru kita debat nih. Dari gambaran-gambaran manusia yang beragam ini.
Mana yang kira-kira valid? Perdebatan lain tuh. Betul. Jadi logika ini mengajari kita berdebat, berdiskusi, berdialog secara sistematis.
Runut. Runut. Nggak ke sana, nggak kemari. Nggak ada ujungnya kan.
Nah menurut. Ustadz Nurul ini kira-kira untuk kami-kami lah, generasi-generasi sekarang, Gen Z lah, Gen Z. Gen Z apa sih dia disebutnya sekarang? Gen Z ini itu Ustadz...
Sulit gak sih kita belajar ilmu mantik ini? Enggak, enggak sulit sebetulnya. Saya berencana nanti kalau misalnya saya punya waktu luang, mungkin saya rekam nih dalam bentuk video-video singkat, 15 menit, 10 menit, YouTube saya mungkin nanti, tema-tema itu dia bisa sederhanakan. Dan saya berusaha untuk menyederhanakan.
Karena inti logika itu tadi yang saya bilang, Anda bisa membangun definisi dengan tepat, kemudian Anda juga bisa membangun argumentasi dengan benar. Betul. Memang kalau kita mau memerinci, untuk menjadi seorang ahli memang ada istilah-istilah yang kadang rumit ya.
Tapi yang kebutuhan orang beda-beda. Apa semua orang harus jadi spesialis? Enggak kan? Minimal bagi kita nih, bagi masyarakat awam, tahu kaedah-kaedah dasar saja.
Ya, biar tidak gampang terjerumus. Sama yang tadi Ustadz bilang, berita terlalu banyak setiap hari, sepotong-sepotong. Yang hoaks yang benar kita enggak tahu. Paling tidak kalau kita punya logika yang baik, kaedah-kaedah yang baik, kita jadi bisa memilah-memilih.
Saya terus-terusan agak miris juga dengan sebagian masyarakat kita itu. Yang gampang membenarkan gitu loh. Sepotong-potongan-potongan video, obrolan, berita atau apalah. Kalau saya masyarakat pribadi nih, saya udah sampai pada tahap kalau saya mengakses handphone, ada informasi yang beragam itu, awal mula saya menunjukkan sikap skeptis. Apapun beritanya.
Karena ini bukan Quran. Ini bukan wahyu gitu loh. layak untuk kita ragukan, apalagi zaman kebohongan kayak sekarang, ya kan, itu seharusnya kita itu, jangan anda benarkan kecuali, kalau saya kadang membenarkan setelah apa banyak sumber mengabarkan, itu pun gak saya benarkan 100%, nih contoh ya kalau misalnya ada gosip-gosip artis nih ya kan, pulang katanya bercerai begini, sebabnya begini, ya itu kan yang ditampilkan di berita fakta yang sesungguhnya kayak apa, kan kita gak tau, gitu loh, ya anda gak usah merecoki rumah tangga orang, gitu loh lihat Kalau kita berpikir dengan cara begitu, maka waktu kita itu akan lebih banyak dihabiskan untuk sesuatu yang produktif, yang bermanfaat.
Bukan menghabiskan di medsos, mengikuti perdebatan ini, perdebatan itu, tapi gak ada jelas, gak ada ujung, gak ada manfaatnya. Orang perdebatan tentang ini, perdebatan tentang itu, informasinya masih sipang siur, validitasnya masih bisa diragukan, sumbernya juga gak terpercaya. Loh kok bisa anda ikut-ikutan gitu ngapain?
Ya Belajar memungkinkan banyak hal ketika berhadapan dengan berita, kabar, atau apapun itu. Mungkin dia begini, mungkin maksudnya begini, mungkin begini. Dilihat ke informasi aslinya, benar apa enggak.
Kalau ada cuplikan ceramah orang dipotong, lihat versi fullnya. Sebelum Anda menghukumi, saya kira kehidupan kita akan lebih sehat ketimbang kita. Jadi logika ini mengajari kita untuk...
untuk berpikir sebelum berbicara untuk menalar sebelum menghukumi orang dengan berbagai macam stigma untuk berpikir menimbang secara logis sebelum kita mencacimaki dan menjatuhkan apa namanya penghukuman-penghukuman yang sepihak terhadap orang lain jadi ini ilmu untuk pribadi bermanfaat Untuk masyarakat sangat bermanfaat dan untuk kita sebagai bangsa itu niscaya kita butuhkan. Karena kita nggak bisa mas membangun kehidupan yang maju kalau cara berpikir kita masih kusut. Kita bicara kemajuan, bicara progresivitas, bicara pendidikan, masalah-masalah. Untuk menyampaikan solusi-solusi itu kan kita perlu pertimbangan kan. Kita perlu cara berpikir yang logis kan.
Kita perlu menata kemudian mencerna sejernih mungkin. Bener gak sih yang dikatakan orang itu? Alasannya apa ya?
Alasannya logis gak sih? Alasannya gak logis nih. Ya sudah ditunda dulu. Nah kemudian begini Ustaz.
Saya baca awal-awal tadi. Awal-awal tadi. Di situ Ustaz menuliskan bahwa.
Ilmu mantik ini. Ternyata bukan dari Islam. Dia ini dari Socrates ke Plato. Plato ke Aristoteles. Kemudian.
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab di entah dinasti Abasyah kah mungkin dimana, tadi Ustadz tuliskan disitu Nah kalau misalkan ini ternyata berdasarkan yang Ustadz tulis berarti dia ini dari Yunani ya ilmu logika ini Nah kedudukannya dia dalam Islam gimana dong jadinya? Bagus, pertanyaan bagus karena ada tuh orang-orang di luar sana lihat saya sudah menjelaskan betapa pentingnya ilmu ini sekarang akan ada muncul orang yang mengatakan ini bukan dari Quran Bukan dari hadis, ditolak aja begitu. Nabi Muhammad nggak pernah ngajarin ini.
Nabi Muhammad dan para sahabatnya itu belum berhadapan dengan kenyataan yang mengharuskan perdebatan-perdebatan intelektual. Mereka sibuk berdakwah. Ketika berdakwah saja, orang sudah langsung memusuhi.
Akhirnya terjadi peperangan, kan? Mana sempat. Ada yang langsung samina wa to'na atau ada yang langsung perang aja. Rata-rata sahabat itu begitu. Ketika mereka beriman, mereka itu langsung percaya.
Karena kedalaman imannya beda level iman dengan kita. Nih mas, sekarang kita zaman ini udah beda nih. Orang dikit-dikit bicara Tuhan, eh Tuhan itu apa?
Dimana dia kalau ada? Apa mukjizat keberadaannya? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini, yang pertanyaan yang berlimpah ini dari orang-orang yang kritis ini, kita jumpai sekarang di zaman Nabi belum muncul.
Karena orang sibuk dengan itu tadi. Jadi kenyataan hidupnya beda dengan kita. Anda jangan beralasan hanya karena tidak ada zaman Nabi kemudian disimpulkan bahwa ini ilmu yang terlarang.
Banyak ilmu-ilmu keislaman itu diproduksi belakangan. Kaedah-kaedah penafsiran, kaedah usul fikih, istinbat hukum, kaedah logika, ilmu balagoh, ilmu tajwid, mushaf Al-Qur'an. Di zaman Nabi itu tidak ada mushaf Al-Qur'an.
Orang menghafal Al-Qur'an. Mushaf itu datangnya belakangan. Apa itu artinya mushaf itu kemudian kita tinggalin saja. Dengan alasan ini tidak ada di zaman Nabi. Bahkan nahuga.
Apa ilmu Nahusyorof itu belakangan ya? Iya. Tanda baca juga belakangan ya? Bagus. Jadi nggak berarti kalau sesuatu tidak ada di zaman Nabi itu otomatis terlarang.
Dilihat substansinya gitu loh. Ilmu ini tuh apa intinya? Dilihat substansinya.
Kita kan menjumpai sekian banyak disiplin keilmuan Islam. Dilihat apakah ilmu ini bermanfaat atau tidak. Dilihat ternyata bermanfaat.
Kita mau debat masalah apapun, di ilmu apapun ada istilah-istilah kan? Harus kita rumuskan istilahnya secara logis nih. Ilmu ini membantu Anda mau debat, mau masuk ke jurusan apapun Makanya sebagai para ulama muslim itu bilang Logika itu Pengantar bagi semua ilmu Karena semua ilmu sudah pasti isinya itu Ima istilah-istilah atau argumentasi Dan pendapat-pendapat Harus diukur kan, pendapat ini tepat-tepat cacat Secara logis Ketika dilihat substansinya Tidak ada yang bertanggung dengan Al-Quran Ya sudah Terlepas apakah kaida ini dari Yunani Dari manakah gitu kan Itu bukan alasan untuk menafikan urhensitasnya gitu kan Ya sebagai orang terdidik kita harusnya berpikir begitu dong Dari manapun dia berasal Selama dia bermanfaat Justru dia bisa mengokohkan keimanan kita Harusnya kita ambil Ada gak landasnya dalam Al-Quran Ya Al-Quran juru kita mikir Perintah Al-Quran berpikir itu Al-Quran ini kan kitab yang memberikan panduan dasar Rincian-rinciannya dijelaskan sama ulama muslim gitu loh, paham nggak? Jadi Anda jangan berharap bahwa ini, kayak dalam ke premis minor, premis mayor, ada nggak di Al-Quran? Ya jangan sedangkan itulah.
Al-Quran nyuruh kita berpikir, kemudian merenungkan alam semesta ini. Merenungkan alam semesta supaya kita sampai pada kesimpulan bahwa pencipta itu ada. Nah merangkai argumentasi alam itu bisa dijadikan dalil untuk sampai pada kesimpulan Tuhan ada, harus menggunakan premis kan?
Menyusun premis dan seterusnya. Harus punya ilmu. Ilmu logika itu menjelaskan itu. Jadi terlepas dari manapun asalnya, yang kita lihat dan kita jadikan tolok ukur itu adalah substansinya, intinya apa. Karena faktanya kalau kita bicara ilmu-ilmu keislaman, justru sebagian besar ilmu keislaman itu datangnya belakangan.
Karena kebutuhan zaman yang berbeda, Mas. Saya baru sadar itu, Sustan. Saya juga baru sadar itu.
Saya di Al-Azhar belajar buku teologi 8 jilid. Namanya itu syarhul mawakif. 8 jilid segini. Kebayang kan? Itu orang belajar.
Berapa semester itu 8 jilid begitu? Gak semuanya, hanya beberapa chapter aja. Beberapa chapter aja.
Itu kan 8 jilid. Itu dari jilid pertama sampai jilid ke-6. Sehingga saya 6 atau 5. Itu penulisnya bicara tentang filsafat.
Bicara tentang akidahnya dan keyakinannya di jilid ke-7 dan ke-8. Kebayang gak? Wow.
Dahsyatnya itu kejeniusan para ulama kita itu. Kalau gitu anak pengen bilang, ini gak ada contohnya di zaman Nabi. Ngapain mempersulit? Mas itu bukan mempersulit, tantangan zamannya beda.
Di zaman beliau-beliau ini muncul para filosof-filosof intelektual-intelektual yang daya kritisnya gitu ya luar biasa. Ada orang-orang yang masuk Islam kemudian terkontaminasi itu kepalanya dengan doktrin-doktrin dari agama luar. Ada filsafat Yunani datang.
Para ulama muslim harus mengambil sikap ya kan, bagaimana caranya kita buang semuanya, apa kita ambil yang manfaat, yang sesat kita buang. Kan yang adil begitu dong, yang bermanfaat kita ambil sebagai senjata untuk membuktikan kebenaran agama kita dan menolak pemikiran yang menyimpang. Yang sesat kita buang aja gitu loh, kan begitu cara terdirinya kan. Nah itu yang dilakukan sama ulama muslim. Bukan mempersulit, kalau orang awam di masjid-masjid ada lagi bukunya beda lagi, bukan buku ini.
Ada buku-buku yang tipis buat pemula, ada lagi segmennya gitu loh. Habis ini buku-buku diproduksi karena tuntutan zaman. Di zaman Nabi belum ada tuntutan orang berdebat tentang substansi, aksiden, argumen kosmologis, argumen dari desain kecerdasan, argumen dari...
kontingensi dan lain-lain belum ada karena konteks kehidupannya beda Anda tuh memahami itu dong saya berpikir mungkin karena Ustadz bilang tadi jadi baru sadar juga bahwa di zaman sahabat itu kalau terima langsung samiawak kalau nolak itu langsung perang mungkin kalau di pikiran saya adalah karena para sahabat itu kan Sastranya tinggi-tinggi ya, mereka itu ya, pemahaman sastra tentang tatan bahasa Arab dan segala macam. Jadi ketika Al-Quran datang dan mereka tahu kualitas sastranya itu, itu ya langsung nggak sempat debat. Udah kayak, langsung merasa, feelnya dapet, feelnya dapet.
Terkesima langsung Samina Watona, yang menolak, ketutup, ya udah parang. Bener, itu bener. Ada sebuah riwayat, itu salah seorang sahabat ketika menyimak ayat.
Sekarang kalau saya bacakan ayat ini di hadapan orang-orang ini, saya yakin nggak akan ada yang ngerasain apa-apa. Betul, betul. Tapi ini ayat, kalau anda kaji, paham bahasa Arab, paham kaedah logika, paham ilmu akidah. Masya Allah ini ayat kalau mau disyarah bisa berlembar-lembar. Bunyinya ayatnya begini.
Ada seorang sahabat mendengar ayat ini. Sampai-sampai dia bilang. Jadi hatiku ini ketika mendengarkan ayat ini hampir terbang katanya. Saking terkesimanya gitu loh. Kemudian ada lagi sahabat lain ketika disebutkan ayat Al-Quran.
Dalam surat Yusuf. Itu engkau pendek sekali kan. Aku bersujud karena kefasehan ayat ini. Sampai jumpa. Sampai ngerasain sesuatu nggak ketika saya ngomong begini?
Tidak, tidak. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah. Tapi ada orang-orang yang rasa kebahasaannya itu mendalam. Karena Quran ini kan turun di tengah masyarakat Arab.
Iya. Ahli kefasehan gitu kan. Mereka itu ahli sastra.
Betul. Dan sekarang kalau misalnya Anda tidak ahli dengan bidang ini, Anda tidak akan merasakan apa-apa. Iya. Apalagi nggak bisa bahasa Arab. Tapi minimal kesaksian mereka bisa kita jelaskan bukti gitu loh.
Kesaksian para ahli ini. Bisa kita jadikan pegangan dan bukti bahwa Al-Quran itu betul berada pada ketinggian sastrawi yang tidak bisa tertandingi. Buktinya apa? Kita nggak bisa ngebuktiin sendiri, tapi kesaksian orang-orang ini nih, kesaksian para ahli ini, kesaksian orang-orang asli ini, orang-orang Arab asli ini, sampai sekarang nggak ada. Orang yang bisa datangkan kitab yang semisal kefasehannya, keindahannya, kedalamannya, seperti halnya Al-Quran itu, dan itu menjadi bukti ke Nabi Muhammad.
Kan beliau datang dengan sesuatu yang nggak bisa ditandingi sama manusia nih. Ya logis dong, kalau manusia nggak ada yang bisa, terus dari mana kalau bukan dari Tuhan Penciptaan Alam Semesta? Kan begitu logikanya.
Belum lagi beliau itu nabi yang ummi, yang tidak membaca dan menulis. Bagi kita kalau nggak bisa membaca, nggak bisa itu aib. Bagi Nabi Muhammad itu kesempurnaan.
Kenapa? Karena kalau seandainya Nabi Muhammad pernah membaca, pernah menulis, pernah belajar. Sama ayahnya misalnya.
Nanti orang akan mengatakan, ah Qurani buatan Muhammad. Qurani hasil belajarnya dia sama bapaknya. Iya kan?
Jadi asal meragukan kan? Allah tutup. bukti itu pintu keraguan dijadikan kekasihnya itu tidak membaca tidak menulis tidak sekolah bahkan orang tuanya itu wafat ketika belum masih dalam kandungan ayahnya ibunya pun diwafatkan oleh Allah ketika masih kecil seolah-olah Allah itu kemudian menyingsingkan semua sandaran-sandaran itu dan menjadikan kekasihnya itu hanya bersandar kepada dia saja dan menjadi bukti kenabian ya kan datang dengan kitab suci mengoreksi keyakinan umat agama lain di dalamnya itu ada kabar orang-orang terdahulu kabar tentang Nuh, tentang Adam, tentang Idris, tentang Ashabul Qabzul, Qurnain dan lain-lain dari mana itu?
betul dari mana kita nanya gitu loh lo lihat tuh reasoning-reasoning semacam ini akan menyimpulkan kita bahwa oh benar ini utusan Tuhan tidak diurangi kehidupannya orangnya jujur, berintegritas, tidak pernah berbohong tidak pernah melakukan keculasan dengan alasan apa kita meragukan? betul dan itu tadi maksudnya karena di zaman sekarang maksudnya ya Indonesia aja ya, saya dan teman-teman saya, kami bahkan tidak tahu bahasa Arab, itulah kemudian muncullah perdebatan-perdebatan karena sastranya Al-Quran itu tidak kena ke kami karena memang kami tidak paham, akhirnya muncullah perdebatan, dan itulah pentingnya ilmu mantik hadir untuk biar kita bisa melogikakan atau paling tidak paham, masuk akal gitu di kepala kita Jadi ayat-ayat Al-Qur'an itu bisa kita cernah dengan logika. Kalaulah kita tidak paham bahasa, kita bisa mencernah doktrin-doktrin keislam ini dengan logika. Itu poinnya.
Anda tidak bisa membaca Al-Qur'an, saya tidak ada waktu untuk membaca bahasa Arab. Bahasa Arab susah lagi katanya. Tapi ketika ajaran keislaman ini diterjemahkan kepada masyarakat umum, kita bisa menguji secara logis.
Doktrin ketuhanannya, kenabiannya, pesan-pesan Qur'annya. Kita bisa, karena logika itu semen perekat antara kita semua, kita bisa menimbang kebenaran Islam ini dengan kaidah-kaidah yang rasional. Makanya mas, ketentuannya itu begini, dalam Islam itu tidak ada akidah yang boleh bertentangan dengan hukum akal. Karena akal ini adalah salah satu alat semen perekat semua manusia ini untuk menyimpulkan ini agama benar atau salah.
Alat kita untuk memahami kebenaran sebuah agama ini kan akal kita. Alat untuk memahami Tuhan itu kan akal kita diantaranya. Kalau sejak awal akidahnya ini bertengah dengan hukum akal, ya udah pasti nggak benar itu akidahnya. Paham nggak? Nah, dalam Islam bisa di-challenge.
Satu persatu itu butir akidahnya. Itu yang bikin saya kagum. Saya belajar di sana, kita berjilid-jilid itu, itu isinya. Satu klaim.
Klaim itu artinya pengakuan. Allah ada. Muhammad adalah Nabi, aku adalah kalamnya.
Di bawahnya itu rincian dalil. Sepuluh, tiga puluh, beberapa lah gitu setelah itu. Bagaimana kalau saya orang memungkinkan bantahan atas dalil ini?
Dikasih tahu bantahannya begini. Bantahan atas bantahan, nanti dibantah lagi, bantahan atas bantahan, begitu aja. Sampailah kita pada akhirnya, oh ternyata ini agama, doktrin-doktrin. Pokoknya itu selamat dari kritik-kritik. Artinya kritik itu ada, tapi sudah ada bantahan-bantahan.
Udah kelar gitu loh. Tinggal tugas kita sekarang menjalani. Nah sekarang masalahnya, ada orang-orang yang belum masuk fase ini. Masih dalam fase mempertanyakan gitu loh. Betul.
Agama ini bener apa kagak gitu loh. Kalau orang-orang kayak kita kan tinggal ngamalin aja gitu loh. Betul. Kita kan di luar sana.
Ada orang yang gak sebat mondok, baru-baru bisa bahasa Arab. Taunya beragama itu gitu-gituan aja gitu loh. Nah bagaimanapun pada akhirnya kita dituntut nih. Menjelaskan agama secara rasional.
Akidah itu secara rasional. Kemudian pesan-pesan arpuran juga tersampaikan secara konteksual. Rasional, masuk akal. Bisa dicerna. Dengan cara begitulah maka agama bisa diterima oleh masyarakat luas saya kira.
melalui logika. Wah luar biasa. Ini teman-teman, kita baru, ini belum masuk kaedahnya.
Belum, ini belum. Ini baru pengantar doang. Kita udah sampai satu jam.
Dan kayaknya nanti kita lanjut di episode dua. Karena ini juga di waktu yang kami sedang syuting ini, sudah mulai terdengar tahrim-tahrim dari masjid seberang. Nanti kita beri kasar dulu nanti. Masih bisa ya, kita lanjut lagi ya. Insya Allah.
Insya Allah kita lanjut lagi. Masih kuat? Masih, masih kuat. Ini malah makin menarik nih.
Malah makin menarik, karena saya tuh sering termenung sendiri kayak misalkan Allah mengatakan bahwa diantara pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang berpikir. Saya tuh kadang-kadang kayak, ya Allah kasih dong pikiran itu apa ya, apa ya. Saya tuh kadang-kadang kayak, apa ya, tanda-tandanya apa emang ya. Kayak gitu-gitu, nanti kita bahas di episode berikutnya.
Teman-teman terima kasih banyak, kami pamit dan sampai berjumpa di Tenda Tanya-Tenda Tanya sebelumnya. Dan inilah. konten yang bermanfaat yang penuh dengan pahala tidak seperti Mari kemari yang dipimpin oleh dua orang penjahat itu ya teman-temannya dan tadi Ustadz Nurin bilang yang sepotong-sepotong itu kita harus skeptis dulu teman-teman harus percaya yang tidak boleh skeptis itu adalah mamat pemabuk itu terima aja itu teman-teman terima aja jangan skeptis kalau itu itu diterima aja tapi kalau terhadur ambil uang donasi ayo teman-teman harus skeptis karena itu tidak benar gitu ya teman-teman Nah begitu, terima kasih banyak. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.