Ketika orang diberikan ujian oleh Allah SWT itu Maka manusia itu ada dua tipe Ada manusia yang berkeluh kesah dengan ujian Ada manusia yang bersabar atas ujian Dan orang yang bersabar ini juga bermacam-macam bentuknya Ada yang sabar dengan pasrah Ada yang sabar justru dengan memperbaiki diri. Dia bersabar sambil memperbaiki dirinya. Karena dia sadar tidak ada masalah yang menimpanya, kecuali ada yang salah dalam dirinya. Tidak ada musibah yang menimpa dia, kecuali ada sesuatu yang dia lakukan, yang mungkin bukan kebaikan, yang mungkin dosa.
Sehingga selain bersabar, sembari bersabar dia mencoba untuk mengevaluasi, memperbaiki diri Dan ini adalah model orang yang sabar yang paling baik Sedangkan yang mengeluh juga macam-macam Ada yang mengeluhkan masalah, ada yang mencari kambing hitam Menyalahkan temennya, kayak misalnya dia gak lulus satu mata kuliah atau nilainya jelek. Dia nyalahin temen kos-kosannya gara-gara temen kos-kosannya ngajak dia main terus misalnya. Padahal itu kan pilihan ya, dia bisa menerima, bisa menolak. Bisa nyalahin mantannya, ini gara-gara saya diputusin, saya nilainya jadi jelek. Ya, salah juga sih Nah, ini kan bentuk-bentuk keluhan nih Ada yang menyalahkan sampai tingkat keluhan yang paling parah itu menyalahkan takdir Menyalahkan Allah Ya Allah, kenapa saya?
Apa maunya engkau? Dan seterusnya dan seterusnya Nah malam ini kita akan bahas angle orang yang ketika diuji oleh Allah bersabar dan juga sambil bersabar dia mencoba untuk memperbaiki diri. Dan ini adalah cara yang paling baik dalam menyikapi suatu musibah atau masalah.
Cara yang paling elegan dan cara yang paling bijak, cara yang paling disukai Allah, ketika kita mendapatkan masalah itu justru kita mencari tahu apa salah kita. Walaupun masalahnya bukan dengan keadaan, kalau menyalahkan kadang kan susah. Masalahnya kadang dengan orang lain. Orang mencelah kita, orang berkata-kata tidak baik kepada kita.
Ya memang salah dia, tapi tidak akan menimpa ucapan itu kepada kita. Kecuali memang ada sesuatu yang terjadi dalam diri kita. Ada sesuatu dosa yang pernah kita lakukan. Nah ini namanya belajar bersabar sambil mengevaluasi diri.
Bahasa fikirnya waha sabah diri. Menghitung-hitung. Apa kesalahan dalam diri kita?
Kita akan bahas tentang ini Gimana caranya kita menghadapi masalah Menghadapi satu musibah Menghadapi satu kejadian yang tidak enak Dengan sabar, tapi gak sekedar pasif Gak sekedar mengatakan Innalillah wa inna ilahi roj'on Gak hanya sekedar mengatakan Hasbiallah wa ni'mal wakil Gak hanya sekedar merasa ini adalah cara Allah untuk menaikkan derajat saya. Kadang kalau hanya kegeeran kayak gini nih, kita jadi gak pernah menjadi lebih baik. Kan ada orang ketika diuji oleh Allah, boleh sih merasa bahwa ini cara Allah menaikkan derajat saya.
Tapi kalau hanya kayak gini doang, rasa-rasanya kita terlalu kegeeran. Dan kalau terlalu kegeeran, kita nggak punya dorongan untuk memperbaiki diri. Kalau saya lebih suka angle-nya, kalau orang lain yang kena musibah, kita bilang itu untuk mengangkat derajat dia. Kalau kita yang kena musibah, kita bilang ini karena dosa-dosa saya. Angle kayak gitu tuh lebih enak, lebih produktif.
Daripada dibalik, giliran kita yang kena musibah, kita bilang, emang Allah tuh yang pengen mengangkat derajat saya, makanya dikasih musibah. Agak geer ya. Giliran orang lain kena musibah, lo sih banyak dosa Nah ini nih, sering ada judgement kalau orang lain Coba dibalik, judgement-nya ke diri sendiri, ke orang lain tuh husnuzon Ini lebih enak nih, makanya hadis-hadis penyebab terjadinya musibah itu kan banyak Coba kita pilih beberapa hadis Satu kita berikan untuk menilai orang lain Yang lain kita ambil untuk menilai diri kita Nah ini beda nih standarnya Kayak tadi, kalau orang lain yang kena musibah, kita husnuzan, Allah lagi pengen Dekat sama dia Kita husnuzan, Allah pengen Menggugurkan dosa-dosa dia Kita husnuzan, Allah pengen Mengangkat deraja dia Kita husnuzan, emang orang yang paling dicintai Allah Biasanya dikasih banyak ujian, gitu husnuzannya Kalau orang lain yang kena Masalah atau musibah Jangan, tuh kan Saya bilang juga apa, tuh gara-gara dia dulu Zalim, mama saya sekarang dibalas sama Allah Jangan gitu, jangan kegeeran bahwa Itu kayak Karma ya Gara-gara dia pernah nyakitin kita Sekarang dibalas sama Allah Belum tentu juga kayak gitu Kegeeran-kegeeran kita tuh kadang-kadang bikin kita jadi gak pernah belajar Merasa udah baik Walaupun dalam kondisi yang paling sulit juga Merasa udah baik Begitu dikasih musibah Wah Allah kangen sama saya nih Harusnya ke orang lain kayak gitu Begitu dikasih musibah Wah Allah pengen menghapus dosa-dosa saya Bagus gak salah Cuman kalau keseringan ini namanya geer Gak tau, proporsional gak kalau kayak gini terus? Harusnya jangan hanya ini, diutuhkan juga dengan satu angle lain, yaitu angle, oh saya ada salah, oh saya ada dosa, oh saya ada yang keliru. Makanya datang musibah itu tidak akan terjadi musibah kepada saya kecuali karena kesalahan saya sendiri.
Kan hadis kursinya kayak gitu. Hadis kursi, kalimat, salah satu dari kalimat hadis kursi yang panjang Hadisnya itu panjang banget, satu halaman Salah satu kalimatnya itu Allah bilang, hadis kursi itu kan Allah yang ngomong ya Cuman captionnya dari Nabi Gagasannya dari Allah, captionnya dari Nabi Kalau Quran, gagasan dan captionnya dari Allah Kalau hadis, gagasan dan captionnya itu dari Nabi Allah bilang Kalau kalian dapat masalah, kalau kalian dapat nikmat, janganlah kalian memuji kecuali aku. Kalau kalian mendapatkan musibah, janganlah kalian menyalahkan kecuali diri kalian sendiri. Jadi kalau kita dapat nikmat, jangan muji diri.
Wah emang, ya ginilah. Kita sering kalau ke diri itu yang enak-enak aja diambil. Kalau misalnya orang lain, ah itu mah kebetulan doang.
Kalau di dalam kita, ya ini memang saya kayak gini orangnya. Bukan sombong ya. Ini artinya kita terlalu sering kegeeran.
Kalau kita dapat nikmat, yang dipuji adalah Allah. Makanya kalimat yang paling Allah suka itu, Alhamdulillah. Itu kalimat yang paling Allah suka. Kita memuji Allah kalau kita dapat nikmat Kita bilang Ini anugerah dari Allah Ini hadiah dari Allah Ini kebaikan dari Allah Ini karena Allah Jadi yang dipuji itu Allah Membicarakan nikmat Allah Bukan membicarakan Kehebatan diri kita Tapi kalau diberikan musibah Jangan kita menyalahkan siapapun kecuali diri kita sendiri. Nah ini salah satu angle yang dibangun lewat hadis kutsi.
Walaupun kadang bisa kita secara realistis melihat kesalahan orang lain, untuk apa? Bukan untuk mengkambing hitamkan dia. Kalau emang dia salah, bukan untuk mengkambing hitamkan. Untuk apa? Untuk menghindar, untuk waspada, jangan sampai kita jadi korban dia lagi untuk kesekian kalinya.
Kayak ada orang yang zolim. Gara-gara kezaliman dia, akhirnya kita kena batunya nih. Ada orang yang dalam satu tim, misalnya gak jujur. Akhirnya kita kehilangan satu proyek, satu usaha kita tuh bangkrut gara-gara dia gak jujur. Memang dia yang salah.
Salah satu yang salah itu adalah dia. Dan kita akui bahwa itu kesalahan dia, tapi bukan untuk mengkamping hitamkan dia. Kalau nggak karena kamu tuh nggak ada masalah ini, nggak.
Dia bukan satu-satunya, salah satunya. Karena kalau kita nggak punya dosa, mungkin kesalahan dia hanya akan menimpa dia saja. Tapi karena kita juga punya dosa, akhirnya kesalahan dia juga menimpa kita.
Tapi Ustadz ada yang hadis mengatakan, kalau di dalam satu masyarakat ada orang yang berbuat dosa, nanti Allah akan timbakan musibah yang kena bukan cuma dia, sampai tetangganya juga kena. Itu kenapa bisa gitu? Dosa tetangganya apa? Dosa tetangganya membiarkan kemungkaran terjadi. Kesalahan masyarakatnya adalah membiarkan dosa itu tanpa ada orang yang mau memperbaikinya.
Itu kesalahan masyarakat. Jadi pesan moral dalam hadis itu bukan orang yang gak salah terus kena juga. Bukan.
Orang yang gak salah itu kena gara-gara mereka membiarkan kemungkaran itu terjadi. Kalau ada usaha ada, Allah gak akan menimpakan. Kalau ada nabi, kalau ada da'i, kalau ada ulama yang berda'wah untuk mencigah kemukaran di situ, maka Allah tidak akan menimpakan musibah itu. pada mereka.
Kenapa? Masih ada da'i. Sebagaimana Nabi Lut?
Ketika Nabi Lut masih berdakwah, Allah gak akan hancurkan gunung di Sodom. Allah suruh dulu Lut keluar, baru dihancurkan. Kenapa?
Karena masih ada yang berdakwah. Kalau Nabi Lut tidak berdakwah, walaupun di dalam negeri itu ada orang soleh hidup sendiri dan tidak mau berdakwah, maka Allah akan menimpakan musibah dan mengenai orang soleh. Kenapa orang soleh kok kena padahal dia gak berdosa? Dosa dia adalah membiarkan kebungkaran. Dosa dia adalah membiarkan kebatilan, tidak berbuat apa-apa.
Kita bersyukur juga ada ulama-ulama yang bersuara untuk kemungkaran. Itu salah satu alasan mungkin Allah masih menahan musibah atas negeri kita. Kalau mereka tidak menyuarakan kebenaran dan mencegah kemungkaran, mungkin dari dulu kita sudah kena musibah-musibah yang besar. Kalaupun ada musibah-musibah kecil, ini mungkin lebih kepada hikmah yang lain, bukan hikmah karena Allah ingin mengajak bangsa Indonesia. Jadi teman-teman, coba kita perbaiki angle berpikir Apa yang harus kita persangkakan ketika orang lain kena musibah Dan apa yang harus kita persangkakan ketika kita yang kena musibah Kalau kita yang kena musibah, salah satunya adalah cari Salahnya dimana nih, dalam diri kita Kalau orang lain yang kena musibah Maka berbaik sangka dengan mengatakan Allah ingin mengangkat derajat dia Berbaik sangka dengan mengatakan Allah pengen dekat dengan dia Berbaik sangka dengan mengatakan orang yang paling banyak diuji adalah para nabi, kemudian orang soleh, kemudian yang semisalnya, kemudian yang semisalnya Berbaik sangka dengan mengatakan Allah pengen menggugurkan dosa-dosa dia Sehingga kita gak pernah menjajah orang lain Dan tidak sibuk dengan kesalahan-kesalahan orang lain Karena pernah saya kena musibah, misalnya motor saya hilang Dulu banget Saya baru beli motor baru dua bulan terus hilang.
Teman saya bilang gini, Ustadz kurang sedekah nih. Digituin. Ya sih saya akan gak mungkin dong saya ngebantah kan ya.
Iya ya mungkin. Cuman kan gak enak ya. Orang lagi kena musibah bukannya dia empati atau apa gitu.
Malah Ustadz kurang sedekah nih. Dia menjudge. Dan...
Kalau saya kepancing, ah nggak tahu sedekah saya kayak gimana. Kan habis pahala sedekah saya, udah pahala sedekahnya cuma sedikit. Ria pula gara-gara kepancing sama dia, hilang kan, nggak ada manfaatnya kan ya.
Dan itu sering loh mancing-mancing kita jadi ria. Kadang-kadang ria kita itu bukan direncanain, bukan, nggak pengen ria nih, nggak. Kalau kelas kita insya Allah nggak gitu-gitu amat lah, nggak mungkin kita sedekah pengen pamer, kita beribadah pengen pamer, kita tilawah pengen pamer, kita tahulah itu mah sia-sia.
Tapi kadang rianya tuh muncul gara-gara kepancing sama orang lain. Lo gak pernah gue ngeliat baca Quran? Wah lo gak tau gue di hp ini ada Quran sampai 5 aplikasi loh Quran apa juga banyak-banyak sama aja isinya Aplikasi apaan tuh ada 5 disini dan sehari tuh coba lo liat dan terakhir udah baca sampai surat berapa Kan kepancing tuh, rialah kita gara-gara orang lain Atau misalnya, eee, apa, talim atau apalah Atau...
Roh haji, sedekah, kayak gitu-gitu, ada yang mancing. Lo gak peduli banget dengan saudara-saudara kita yang di Palestina? Itu disana tuh ngeri banget loh keadaannya.
Lo kayaknya biasa-biasa aja. Lo ngeliat gue main, tapi gue tuh sedekah. Gue tuh donasi terus setiap minggu tuh ngirim sejuta.
Habis kan? Ini Ria yang kepancing namanya Dan sama statusnya dengan Ria yang direncana Direncanain Makanya jangan gampang kepancing Dia ngomong gitu ke saya, saya lagi ilang motor Dia bilang, Ustadz kurang sedekah Kemarin ketinggalan dompet Ketinggalannya di rumah ternyata Gak tau kemana dompet Panik gitu kan, soalnya SIM 2 disitu Baru dibikin Udah gitu kartu ATM gitu Terus ada foto anak Alhamdulillahnya gak ada duit Tapi kan kartu lumayan tuh Blokir ATM dulu Terus mau ngurus SIM juga Ngurus KTP Apalagi sekarang lama ngurus KTPnya Masa kemana-mana saya mau bawa surat gitu Tunjukin kan naik pesawat Males banget kan ya Gak keren kalo gak ada kartu Mana-mana mau check-in pesawat Tunjukin kertas Aduh gimana rasanya nih Berat tiba-tiba ada yang iseng lah gitu, gak tau orang kena musibah, dih, ah Ustadz banyak dosa, Ustadz ini, gak macam, iya sih emang banyak dosa, tapi gak usah diomong-omongin kan gitu ya, jadi malah, karena kita juga udah sabar diri lah, ketika kita dapat musibah, kita langsung introspeksi diri, gak perlu digitu-gituin, kadang kita ke orang lain tuh gitu teman-teman, dia mungkin udah sadar, atau gak usah orang lain, keluarga sendiri, pasangan, kayak gitu juga, oh kayaknya kamu tadi Eee... Gara-gara kamu tadi ngomongin dia, makanya jangan digituin. Udah aja bab ngomongin orang lain, itu bab yang berbeda.
Jangan dikait-kaitkan sehingga kita menjudge orang lain kena musibah gara-gara dosa yang baru saja dia lakukan. Ini kurang bijak. Yang bisa mengatakan ini hanya orang-orang tertentu seperti para nabi, terus ulama-ulama dengan level tertentu.
Kalau kita dengan teman, jangan ngambil peran sebagai ulama. Beda. Kalau kita sebagai teman, ngambil perannya cuma teman doang.
Empati, peduli, bantuin. Kalau ulama, kapasitasnya emang menasehati. Ulama itu kapasitasnya emang mengeluarkan fatwa, bahkan menjudge.
Itu hak ulama, menjudge. Karena ulama itu sama kayak hakim. Tugas hakim itu adalah menghakim. Menyampaikan hukum hal-halam, hak batil, dan seterusnya.
Tapi kita kalau ketemen, beda sama ulama. Kalau ulama kayak gitu, maklumi. Emang tugas ulama kayak gitu. Kalau kita mengambil peran ulama, ini nggak bisa dimaklumi.
Ini agak blunder. Agak upset nih, kalau menurut saya. Jadi kalau teman-teman mendengar ada ustad-ustad yang di sosial media berfatwa, itu memang tugas mereka. Jangan dijat juga, ini ustad ini kurang bijak.
Emang gitu, kalau kita yang kayak gitu, namanya kurang bijak. Kalau ulama kayak gitu, bijak itu. Karena kalau ulama diam, lalu di mana amar ma'ruf na'im munkar?
Kalau ulama diam, lalu di mana dakwah? Kalau gitu saya juga harus, enggak, kalau kita enggak boleh ngomong, mending diam. Karena ketika kita ngomong, kemungkinan salahnya lebih besar daripada benar.
Terus gimana? Yaudah, bantuin orang yang kena musibah. Jangan dijaz, jangan dihakimin, jangan difatwain. Kita bukan ahlul fatwa.
Kita bukan mufti. Kita hanya orang biasa, kalau mau sekedar Wata wasawabil haq, ustad Ya, wata wasawabil sob juga kan Kita, nasihatnya itu menguatkan kesabaran dia Bukan nasihatnya membuat dia makin jatuh Rusih, nah ini bikin jatuh nih Sabar ya, mudah-mudahan Allah Dengan Dengan modal husnuzan tadi Mudah-mudahan Allah angkat derajat kamu Mudah-mudahan Allah ngampuni dosa-dosa kamu Mudah-mudahan Allah Kamu jadi lebih dekat kepada Allah Ini Tapi kalau kita bilang Kamu kurang ini, kamu kurang itu Ini berarti kita Menjudge, menghakimi orang yang sedang Kena musibah, harusnya itu kita lakukan Untuk diri kita, bukan untuk orang lain Beda banget teman-teman Angle Intro Dalam menilai orang lain dan menilai diri kita sendiri itu beda. Jangan disamai.
Yang banyak terjadi terutama di sosmed itu kita memperlakukan yang untuk diri kita kita berikan ke orang lain. Yang untuk orang lain kita ambil untuk diri kita. Itu yang terjadi. Di balik tadi itu banyak banget di masyarakat kita.
Yang kayak kasus orang lain kena musibah kita bilang banyak dosa. Kita kena musibah kita bilang Allah pengen ngangkat derajat saya. Harusnya di balik. Kalau dibalik, insya Allah kan nggak ada perdebatan ya.
Nggak ada haters, nggak ada keributan, nggak ada keramaian, nggak ada unfollow, nggak ada left group, nggak ada yang kayak gitu-gitu. Kenapa? Karena semuanya melihat ke orang lain dengan husnuzan, melihat ke diri sendiri dengan muha sabah, dengan mengevaluasi kesalahan sendiri.
Ini poin pertama, mudah-mudahan jadi pola fikir dalam kita berteman, pola fikir dalam kita bersosmed termasuk Karena kalau pola fikir ini dibalik tadi, bahaya Kita nggak akan pernah punya teman yang nyaman berada di sisi kita Terus disalah-salahin Apalagi nanti kalau udah punya pasangan, nggak akan betah dia kalau terus-terusan disalah-salahin Walaupun salah Kadang dia salah, tapi gak usah disalah-salahin, cukup dibantu, nanti dalam momen-momen yang lebih normal, lebih enak, baru dikasih tau. Tapi kalau misalnya dia lagi ada masalah, disebutin lagi kesalahannya, secara manusiawi dia pasti akan ill-feel. Alih-alih dia nerima, nah saat kita malah menjauh, malah jadi masalah baru.
Ini angle berpikir. Terus yang kedua, kita coba... lihat bagaimana cara para ulama menyikapi atau merespon masalah. Gimana orang soleh dulu merespon satu musibah.
Orang soleh dulu, kalau mereka dapat musibah, mereka selalu memeriksa pertama hubungan mereka dengan Allah. Itu yang pertama diperiksa. Karena gak mungkin ada musibah kecuali karena ada masalah antara kita dengan Allah.
Kalau hubungan kita dengan Allah itu hidup kita itu bakalan mudah banget teman-teman. Tapi begitu ada kerenggangan antara kita dengan Allah, ada gap antara kita dengan Allah, ada kerusakan hubungan kita dengan Allah. Pasti jadinya itu musibah, pasti jadinya itu masalah.