Transcript for:
Dampak Kesejahteraan Buruh terhadap Bisnis

Halo warga TEL sekalian. Video ini dibuat tanggal 1 Mei 2025 bertepatan dengan Hari Buruh. Dan kali ini gua akan membicarakan isu kesejahteraan buruh dan kenapa ini penting banget dari sudut pandang pengusaha, pemegang modal, pemegang alat produksi, dan pemberi kerja. Jadi selamat menyaksikan. Hari ini ratusan ribu buruh dan pekerja akan memperingati hari buruh internasional. Presiden Prab Subianto menghadiri langsung peringatan Hari Buruh Internasional di Silang Bonas Jakarta. Saya ingin menyampaikan bahwa pemerintah yang saya pimpin akan bekerja sekeras-kerasnya untuk menghilangkan kemiskinan dari bumi Indonesia. All I ever ask was attention, but you turn your left me Oke, Teman-teman. Gua jadi buruh itu kurang lebih 10 tahun ya. 10 tahun ya, Guys ya. Tapi kan bukannya lu PNS, Bang. 10 tahun kok ngaku buruh. Nah, menarik nih, Teman-teman. Karena mengacu pada aturan hukum di Indonesia. Ya, mungkin definisinya berbeda ya. Karena PNS kan diatur sama UASN, sedangkan buruh kan diatur sama UU ketenagakerjaan gitu. Yang namanya PNS tetap pekerja yang dibayar dan enggak punya kepemilikan pada institusi ataupun organisasi. Dengan kata lain ya menurut apa yang sudah ditulis dan dirumuskan oleh Carl Marx ya PNS masuk ke kelas pekerja atau bisa dibilang ya buruh plat merah gitu. Nah, bukannya buru itu cuman untuk pekerja kasar, pekerja pabrik. Kok lu bisa nyebut diri lu buru kalau lu jadi PNS? Nah, ini menarik juga dan salah sebenarnya, Teman-teman. Kenapa demikian? Karena mau ke Rahlu biru, mau ke Rahlu putih, selama kita dapat upah kerja, enggak punya faktor produksi dan kepemilikan, maka ya itu buruh. Mau yang kerja di gedung paling nyaman di SCBD atau yang ngarit sawah di panasnya matahari, statusnya tetap sama. Selama tempat dia kerja bukan punya dia ya dan dia diupah atas itu ya dia buruh gitu. Kalau lu ngerjain sawah orang lain ya lu berhutani ya. Kalau lu kerja di kantor gedongan ya lu white color. That's it. Ya itulah Indonesia ya. Banyak buruh yang ngatain buruh yang lain karena enggak sadar dirinya buruh. Ya, balik lagi sekarang gua full pengusaha atau pedagang gitu ya. Jadi enggak lagi nerima gaji dan upah tapi memberikan gaji dan upah. Jadi mungkin bisa ngasih sedikit perspektif yang berbeda tentang kesejahteraan pekerja ini. Nah, menariknya ketika gua masih jadi pekerja, gua jelas tahu kalau isu kesejahteraan buru itu adalah hal yang penting. Tapi ketika gue jadi pengusaha, pikiran gua mulai berubah nih. Yang dari awalnya penting, jadinya penting banget gitu. Dan yang bakal gua bahas itu bukan dari perspektif moral atau etika, tapi keputusan bisnis dan finansial. seingga kata gua bisa bilang ke teman-teman semua, memberikan kesejahteraan yang layak untuk pekerja akan menghasilkan benefit yang besar dan positif untuk usaha. Oke, kita adalah keluarga, kerja dengan hati. Kita berbuat yang terbaik untuk masyarakat demi menjaga idealisme dan independensi. Kantor ini kantor termantap sepanjang masa dan selalu ujungnya kata-kata tersebut pasti ditambahin. Jadi, jangan mikirin duit doang ya kan? Kalian sering nemu kantor kayak gini, kalian sering dibayar sama motivasi gitu, kalian sering dijanjiin ilmu tapi enggak dikasih duit yang layak. Tenang, kalian enggak sendiri. Jutaan orang di Indonesia merasakan hal yang sama. Ya, praktek kayak gini banyak sekali ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia, khususnya startup, agency, kantor digital kreatif, media, bahkan di NGO sekalipun ya. Ya, itulah satu lagi masalah di Indonesia. Kelas pekerjaanya diperlakukan dengan sangat buruk bahkan oleh mereka yang mengaku sangat baik. Alasan utamanya apalagi kalau bukan margin keuntungan teman-teman yang dihasilkan dari beban yang dikurangi. Makanya enggak heran di Indonesia banyak banget perusahaan yang buka magang besar-besaran. Bahkan anak magangnya itu bisa lebih banyak daripada pegawai tetapnya. Gila enggak? Ditambah lagi mereka nih ngakal-ngakalin masa probation nih. Jadi tiap satu ada terus masa probation selesainya turnover lagi alias enggak diperpanjang begitu seterusnya. Gua enggak bilang ini bermoral atau tidak bermoral, kita gak perlu ke situ. Tapi kalau kalimat motivasi buka magangan besar-besaran sampai ngakalin provation untuk dapat cuan, apalagi lu perusahaan yang menawarkan jasa, ya. Gua bisa dengan sangat tegas bilang, "Sungguh sebuah strategi yang bodoh dan tolol sekali." Makanya enggak heran perusahaan kayak gini umurnya biasanya enggak lama. Karena apa? Ya, karena dangkal. Jadi bisnis proses enggak dipikirin, fundamental usaha enggak dipikirin, transaksinya enggak dipikirin. Kalau disuruh mikir cari duit, ya mereka langsung kepikiran investor. Kalau disuruh dapatin cuan, mereka langsung kepikiran ngurangin belanja pegawai. Ya wajar karam semua kayak sekarang gitu. Nah, strategi ini kenapa merugikan? Ya, karena kita enggak akan pernah dapat pekerja yang kompeten dan produktivitasnya jadi sangat rendah ya. Karena setiap turnover pegawai, pegawai yang masuk itu kan harus pembekalan lagi dan biaya turnover itu kan enggak murah, Pak. Jadi kapasitas yang lu dapat bakal segitu-segitu aja. Gimana usaha lu bisa grop? Jadi di sini berlaku yang namanya love of diminishing return. Artinya ketika lu nambah tenaga kerja murahan itu enggak sebanding atau enggak sejalan atau enggak seluruh sama output yang dihasilkan. Ya, itulah kalau perusahaan cuman fokus ke pengurangan cost, bukan skill and value. Makanya kalau lu nemu owner company yang masih buka magangan gede-gedean dan jualan kecap ya, Teman-teman. Hal terbaik yang bisa lu lakukan adalah lari. Ah, teori doang, Bang. Mudah aja teori. Praktiknya gimana? Wah. Nah, ini gua jelasin. Gua punya beberapa unit usaha kecil-kecilan ya. Salah satunya ya seperti kalian tahu Malaka gitu ya. Kalau kalian punya teman valuator gitu, coba minta tolong dia buat ngitung kasar aja berapa kira-kira valuasi Malaka sekarang. Medianya aja dulu gitu. Sebagai informasi dalam 1 tahun total follower dan subscriber yang dimiliki Malaka itu udah menembus jutaan. YouTube sendiri aja itu udah R00.000 gitu loh. Terus masalah endorse, deal brand kita jalan terus. Bahkan di kondisi paceklik macam ini, terus acara offline kita juga dihadirin belasan ribu orang walaupun itu berbayar. Jadi mereka belasan ribu orang. Belum lagi kita ngitup pendapatan lain kayak AdSense dan lain sebagainya. Dan malaka itu enggak pernah pingvestor, Pak. Investor justru yang sili berganti datang nawarin kerja sama dengan kita dan sampai detetik ini belum ada yang kita terima. Jadi bisnis jalan loyalitas konsumennya bertambah. Tahun ini pun kita bakal rilis beberapa lini bisnis yang lain dan ya scale up gitu loh tanpa pakai konsep startup kebanyakan tanpa bakar duit dan stay sama bisnis model yang ada dan sudah kita planning. Nah, kunci capaian ini ada dua. Pertama tujuan malakah itu badan usaha dan badan usaha yang sehat adalah badan usaha yang berorientasi pada keuntungan Pak ya. Pada keuntungan usaha jadi semua strategi bisnis pengembangan eksternal internal tujuannya tuh ke situ tuh. Loh, bukannya ini media kritis Bang? media oposisi, media idealis yang bekerja dengan hati dan bakti gitu ya. Kalau itu tujuannya gua enggak bikin badan usaha dong. Okelah teman-teman kita praktikal aja lah. Banyak banget kasus nyata yang bisa lu jadiin pelajaran gitu. Sebab banyak orangnya jualan kata-kata gombal kayak idealisme, kepedulian bla bla bla dan lihat apa yang mereka lakukan. Contohnya perusahaan A ya. Balik lagi awal selalu jual idealis-idealisan nih. Tahunya melakukan penggelapan, upah pekerjanya dirampas, pegawainya dibayar rendah, bikin crowdfunding padahal badan usaha. Alasannya, "Ah, karena kami pengin tetap idealis, karena kami pengin tetap independen." Ini kan gila. Cuma karena pengin dilihat idealis, lu melakukan tindakan kriminal, Bos. Dan merampas hak orang gitu loh. Terus ada lagi kasus NGO tuh, NGO B lah katakan. Enggak kurang keras mereka ke otoritas itu. Enggak kurang. Tiap kontennya ngomong soal keadilan sosial dan kepedulian pada masyarakat. Ujungnya ya ternyata berbulan-bulan pegawainya enggak dibayar, pegawainya mati kelaparan gitu. Yang turun ke lapangan hidupnya tersiksa. Duit-duit dari donatur disikat sama petingginya. Dan selalu selalu selalu kita menemukan cerita-cerita seperti ini. Dan biasanya yang kayak gini kan menyihir kawan-kawan mahasiswa yang belum masuk ke dunia kerja ya. Pas mereka masuk akhirnya jadi kecewa gitu. Nah, gua enggak mau kayak gitu. Makanya enggak pernah sekalipun gue jualan kalimat-kalimat gombal macam ini, Teman-teman. Selama enggak ngambil hak orang lain dan merugikan masyarakat, syukur-syukur bisa ngasih manfaat buat orang lain, ya kita lakuin. Dan itu cukup menurut gua karena kita paham kritis dan keras ke otoritas saja enggak cukup untuk membuat kita jadi benar apalagi membicarakan kebenaran. W itu kata dia anugah buat gua itu pekerja atau orang yang kerja sama gua itu bukan keluarga. Mereka itu rekan mitra, komret, kamerat, Nakama, apapun sebutannya. Gua butuh mereka kayak mereka butuh gua. Kita di sini keluarga, kalian di sini belajar. Jangan mikirin duit, pikirin impact. Eh, enggak akan kalimat seperti itu keluar di Malaka itu enggak akan. Pernah enggak gua ngomong kayak gitu? Pernah enggak, K? Enggak. Enggak. Gak gak pernah. Enggak kan? Karena ya menurut gua teman-teman di sini semua kerja untuk kecukupan dan kewajiban gua untuk memenuhi kecukupan itu. Jika yang gua kasih enggak bisa cukup, kalian punya fleksibilitas untuk mencari kecukupan yang lain. Dan kewajiban kalian, teman-teman di sini ada deliver kejayaan yang menurut gua udah sesuai standar. That's it. Sesimpel itu, gitu loh. Lah bukannya itu akan membebani operasional dan biaya perusahaan bank. Ya, itu bisa jadi beban kalau enggak ada peningkatan skill dan kapasitas, Teman-teman. Tapi kalau ada justru ini bisa jadi benefit yang lebih besar. Kalau lu perlakukan pekerja dengan baik, lu kasih pelatihan, lu kasih upah yang layak, lu kasih lingkungan kerja yang aman, otak mereka itu enggak akan kedistrak tuh sama urusan pertahan hidup, Teman-teman. Ini yang bikin mereka fokus, kreatif, dan efisien. Nah, dalam ilmu ekonomi ini bagian dari human capital investment. Orang yang dikasih nutrisi, rasa aman, dan edukasi akan menghasilkan output lebih besar per jam kerja. Kedua, kalau pekerja lu sejahtera dan berkembang, mereka enggak akan cabut tiap 6 bulan. Nah, di Malaka ini 2 tahun berdiri pegawai yang keluar itu yang resign itu dua orang ya itu pun resain dengan alasan yang jelas banget dan semakin ke sini kita semakin lean gitu ya. Artinya mereka tetap turnovernya sangat-sangat rendah dan itu sangat-sangat menguntungkan gua sebagai seorang pengusaha karena biaya rekrutmen dan training pekerja itu mahal banget gitu. Studi Harvard bilang biaya turnover itu bisa hingga dua kali gaji tahunan pekerja yang keluar. Dan ini juga meningkatkan reputasi dari bisnis kita sendiri. Karena perusahaan yang punya reputasi peduli pekerja bakal lebih gampang dapat talent yang bagus dihargain investor dan dianggap sustainable. Nah, dalam ekonomi yang volatile teman-teman punya tim pekerja yang sejahtera dan terampil itu kayak punya buffer alami lu bisa pivot lebih cepat dan adaptasi lebih gesit. Itu yang gua lakukan di Malaka dan itu jadi salah satu kunci paling penting keberhasilan Malaka dalam 2 tahun terakhir. Sebagai perusahaan yang baru berdiri, gua selalu bilang akan banyak sekali kekurangan, tapi setidaknya yang bisa gua jamin kalian akan dibayar layak di sini atau bahkan sangat layak. Dan itu yang tetap kita pegang sampai sekarang. Nah, kenapa ini masuk akal secara ekonomi? Karena pertama tadi yang sempat gua singgung yaitu law of diminishing return. Karena nambah tenaga kerja murahan enggak bikin output lu naik sebanding. Kedua, knowledge worker lebih dari manual labor karena skillful staff punya leverage yang lebih gede gitu. Ketiga, economy of scale in capability. Karena skill rendah, produktivitas rendah itu menghasilkan biasanya tersembunyi yang lebih tinggi. Ini bikin reputasi brand lu turun, revenue menurun, revenue menurun, lu balik lagi ngirim biaya, terus balik lagi ke lingkaran setan pertama. Bisnis lu stuck di low end. Lu enggak bisa naik kelas, lu enggak bisa inovasi, lu ketinggalan sama investor lalu mati, Teman-teman. Dan ketika lu punya skillful pekerja yang bisa ngerjain kerjaan tiga orang biasa bahkan lebih, ya lu bakal dapat untung yang lebih besar. Makanya salah satu hal yang paling penting dan fundamental lu harus lakukan ketika lu menaikin itu harus dibarengi dengan naiknya kompetensi dan kapasitasnya mereka sehingga itu menguntukkan lu ataupun mereka gitu. Sampai sini mengerti? Kalau belum mengerti, gua kasih ee penjelasan yang lebih sederhana lagi. Dan udah gua terapin. Gua punya anak, gua punya kameran namanya A ya. Ini anak grow terus nih ya. Gua bilang ke dia, "Lu mau gua rekrut orang baru buat bantu lu atau gua naikin gaji lu?" Karena kapasitas aib sudah bertambah dan dia semakin pintar. Dia tentu memilih yang kedua. Daripada gua nambah teman, mending gua nambah gaji. Memang luar biasa sekali Aib. Tapi gua bilang konsekuensinya kerjaan lu nambah. Lu siap atau enggak? Lu siap naikin kapasitas lu atau enggak? Dan dia pun komitmen, "Siap, Bang." Kata dia, "Selama gajinya gede, gua sih enggak masalah." Kata Aib. Dia memilih kedua karena dia pikir itu menguntungkan buat dia dan buat gue juga itu menguntungkan. Karena buat A gajinya naik, buat gua biaya yang gua keluarkan itu enggak sebesar kalau gua rekrut pegawai yang baru. Iya. Paham enggak? Sampai sini naikin gaji AF, cost yang keluar itu enggak sebesar atau bahkan mungkin cuma setengah kalau gua ngerekruh pegawai baru. Dan dia tidak harus merasakan tekanan yang besar karena ya menurut dia apa yang dibayarkan ke dia sepadan. gitu lah. Bukannya itu akan menciptakan overload capacity, Bang? Ya, overload capacity kalau upahnya enggak nambah dan kapasitasnya si A kecil, tapi kalau bayarannya layak dan kapasitasnya bertambah, ya enggak over capacity dong. Nuangin air 1 liter di gelas kecil itu over capacity. Tapi kalau di gelasnya besar ya kan enggak gitu, Teman-teman. Nah, itulah kenapa kesejahteraan pekerja itu sangat-sangat penting, tapi harus diiringi produktivitas, peningkatan skill set, peningkatan kapasitas, dan efektivitas. Nah, dari penjelasan ini gua berharap teman-teman bisa paham. Kalau bikin pekerja lu sejahtera enggak berarti bikin lu miskin. Dan sekali lagi ini bukan matematika langit, ada rasionalitasnya dan penjelasannya. Oke, itu aja dari gua. Semoga konten ini bermanfaat. Sampai jumpa di konten selanjutnya. Siap. Selamat hari buruh.