Bangsa yang besar adalah bangsa yang istimewa. Mon peuple est très dynamique. Istimewa artinya terpilih. Mon peuple est uni.
Berbeda dengan yang lain. Uni. Terpilih untuk melakukan apa?
Une nation. Apakah kita mercusuar kebebasan berpendapat, demokrasi, layaknya retorika Amerika Serikat, atau pusat dunia, layaknya aspirasi Tiongkok yang membuatnya menyambung besi dari Kunming sampai ke Parahyangan. Dalam cerita tentang Indonesia, apa arketipal kita?
Cinderella, Icarus, atau Malin Kundang? Apa akhir yang dituju dan nilai yang dijunjung? Indonesia sedang kehilangan narasi tentang letaknya di dalam kosmos, tentang arti hadir dan identitasnya. Lantas kalau besok Indonesia berhenti berlaga, adakah dunia kehilangan?
Adakah kita hanya sebatas tanah di mana kita berpijak? Saya Bagus Mulyadi, peneliti dan pengajar di University of Nottingham di Inggris Raya. Bersama dengan tim, saya mencoba memahami proses-proses geologis yang mendasari fenomena seperti sekuestrasi karbon, panas bumi, lewat kacamata interdisipliner. Dalam karir akademik saya yang belum panjang, saya setidaknya sudah pernah mengecap dunia riset dan pendidikan di empat negara yang berbeda. Mulai dari matematik, ilmu bumi, biologi, dan kerekayasaan.
Saya dapati bahwa Indonesia adalah tempat di mana lebih dari 50% cadangan panas bumi dunia berada di dalam kaki kita. Indonesia adalah negara dengan hutan tropis, rumbu karang, dan lahan gambut terbesar di dunia. Ketika negara sedang mencari jawaban akan ketersediaan energi, tentang mitigasi masalah iklim, Indonesia punya sumber yang bisa dikultivasi. Taukah kita bahwa ilmu tentang bumi itu bermula di Tanah Jawa?
Taukah kita bahwa masyarakat Yogyakarta sudah bergelut dengan geologi sejak abad ke-16, tidaknya, dengan antroposen? Sudah tahu bagaimana caranya hidup berdampingan dengan gunung berapi, dengan entalpi tinggi, dengan suhu di atas 300 derajat. Taukah kita, obat-obatan masa depan bersembunyi di lepas pantai hal mahera?
Sudah saatnya kita berpikir bersama, melepaskan belenggu Indonesia dari negara penghasil bahan mentah, menjadi negara berbasiskan ilmu pengetahuan. Indonesia punya semuanya, semuanya, kecuali cerita, cerita tentang arti, nilai, dan tujuannya. Apa bedanya Mahabharata dan Sinetron Kejar Tayang? Yang pertama adalah cerita yang memiliki narasi kuat, alur yang konsisten, dan pesan moral yang abadi. Yang kedua miskin dalam narasi, inkonsisten dalam beralur, karena...
latah akan selera pasar dan akhirnya terlupakan. Demikian juga kebijakan publik yang latah dan reaktif adalah efek samping. Efek samping dari narasi yang miskin.
Narasi yang miskin lahir dari ketidakpahaman akan sejarah, akan identitas dan oleh karena itu akhir yang dituju dan nilai yang diampu. Kistimewaan tanpa maksud adalah cerita yang paling membosankan. Kalau misalnya kita tuh udah di level dimana udah singularitas, AI udah secanggih itu, genomik semua orang udah menyimpan datanya, maka kekuatan itu ada di negara yang berdiversitas yang paling banyak, dan itu yang mati-matian kita harus jaga.
Jadi untuk mati-matian kita harus jaga ya, apa aksi yang sepatutnya dari sekarang, kita harus memaping. Sayang kalau Indonesia udah berperan 75-70 ribu tahun yang lalu di dalam evolusi manusia, penyempurnaan, kita nggak bisa lagi berperan seperti dulu, sekarang. Keren kan? Keren banget.
Kita sebagai negara tuh emang narasinya tuh kece banget. Keren banget loh. Narasinya udah ada, talentnya udah ada, resourcenya udah ada.
Tapi kita benar-benar butuh penulis sains yang lembut, yang bisa memprovokasi. Mungkin saatnya kalau misalnya memang keberadaan Indonesia itu se-strategis, itu saatnya pemikiran dari dasarnya dilebarin lagi. Kita sudah tahu perihal keistimewaan Indonesia. Dari sejak kita duduk di bangku sekolah, kita diajarkan bahwa Indonesia memiliki letak geografis yang istimewa.
Kita hafal nama benua, nama samudera yang mengapit nusantara, bahkan derajat lintang dan bujurnya. Namun yang istimewa adalah yang dipilih. Dipilih artinya punya arti, tujuan, dan bahkan tanggung jawab. Makin istimewa sebuah bangsa, makin paripurna tanggung jawabnya. Kita kemudian patut bertanya, apakah kita sudah mengejawantahkan keistimewaan itu?
Bahkan menjelmakannya dalam bertindak? Atau kita hanya sekedar tahu? Indonesia adalah negara besar, so what?
Sejarah penuh dengan contoh bahwa dunia pernah menjadi laboratorium bahkan guru alam bagi pemikir-pemikir dunia. Indonesia pernah menjadi mekahnya para filsuf alam dan saintis-saintis ternama dunia. Selama lebih dari 150 tahun, dimulai sejak tahun 1800-an.
Bahkan, seorang pakar biologi asal Belanda memberikan tajuk dalam publikasi ilmiahnya tahun 1945. tahun kemerdekaan kita, bahwa pusat penelitian biologi dan konservasi hutan di Cibodas sebagai surganya arah naturalis. Sekitar tahun 1960-an, dua kapal ekspedisi sains, Lusiat dan Monsun, berlayar dari Amerika Serikat, membawa grafimeter, mengambil sampel, dan berlayar sampai ke Australia dan lepas pantai Laut Selatan. Dia mengambil sampel di sekitaran lempeng tektonik dan mencoba untuk mencari tahu dari mana gunung Merapi itu mendapatkan magma. Dan dia dapati di sampel-sampel tersebut sebuah fakta bahwa Laut Selatan itu seperti pipa yang menyalurkan magma sampai ke gunung Merapi. Asal-muasal teori tentang pergerakan lempeng tektonik itu memiliki akar yang sama dengan pandangan falsafrah masyarakat Jawa yang melihat gunung berapi dan lautan sebagai satu kesatuan, sebagai entitas hidup.
Tidak hanya sampai di situ, mungkin kita lebih akrab dengan teori evolusi Darwin. Ternyata teori tersebut tidak semerta-merta dikembangkan sendiri. Ada Alfred Russell Wallace yang dengan sangat signifikan ambil bagian dalam konsepsi teori evolusi.
Pada sekitaran pertengahan abad ke-19, Wallace berekspedisi ke Nusantara, di Indonesia bagian timur. Dari Sulawesi ke Papua dan ke selatan sampai ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dia kemudian dapati di situ biodiversitas yang sangat luar biasa, spesies-spesies hewani dan nabati yang baru. yang sangat dengan signifikan berkontribusi dalam riset yang dilakukan oleh Darwin. Bahkan Wallace juga menuliskan dalam kata-katanya sendiri, and I quote, Celebes, atau Sulawesi, in many respects, the most remarkable and interesting in the whole region, or perhaps on the whole globe, since no other island seems to present so many curious problems for solution.
Close quote. Wallace wrote this in 18... 76. Hari ini tidak ada satupun masalah yang terisolasi.
Masalah yang paling memiliki impak global saat ini adalah masalah perubahan iklim dan ketersediaan energi. Apapun yang dilakukan Indonesia akan sangat berpengaruh terhadap penyelesaian masalah iklim. Secara iklim.
Sebenarnya tumpang sari, yaitu cara bertanam nenek moyang kita ini, sekarang tuh digaung-gaungkan di luar negeri sebagai regenerative farming. Dan mereka menemukan ini sebagai salah satu nature-based. berbasis solution keklima atau solusi iklim berbasis alam yang paling baik. Jadi belajar dari hal-hal yang sifatnya balik ke akar masa lalu kita tapi ngelihat itu dari kacamata ini tuh filosofi yang kita bawa ke masa depan gitu sih Pak.
Kayaknya bakal menarik gitu karena bukan influence dari luar kan berarti kita justru nginget-nginget apa bahasa Sundanya pancak kaki kita gitu nginget-nginget dulu tuh kita apa dibesarkan dengan nilai yang seperti apa. perusahaan-perusahaan yang menjadi perusahaan global, itu selalu ada fondasi budayanya. Hollywood, Amerika, itu semua tentang menunjukkan, jadi Hollywood tentu saja akan berada di Amerika. Toyota, Jepang itu sangat efisien.
Makanya pembuatan-nya ya Toyota, Justin Timer, Kaizen, semuanya dari sana. Jerman, itu semua tentang keusahawanan. Makanya banyak perusahaan kayak Bosch yang sangat-sangat Wah kalau bisa, BMI itu sangat-sangat kerasmennya sangat tinggi dari Jerman.
Jadi kalau Indonesia mau punya perusahaan yang juara dunia, harus dimulai dari budaya kita, gak bisa meniru dari luar. Kita gak bisa terus-terusan jadi generalis, pengen semuanya bagus. Pada akhirnya gak fokus, Pak.
Akhirnya kita ingin baik di segala hal, tapi akhirnya kita tidak terbaik di segala hal. Kita harus terbaik di setidaknya satu atau dua hal. Kita memilih apa sih yang kita ingin lakukan, kita ingin jadi negara dengan...
industri maju, material maju, Itu kan selalu digaungkan. Kita pengen jadi negara yang misalnya bisa bikin pesawat terbang, atau kita balik lagi ke laut kita, ke darat kita, apa sih yang ada kekayaan alam kita yang luar biasa. Itu dimanfaatkan menurut saya. Tapi kan sekarang fokusnya terpecah-pecah ya. Kita pengen jadi ini, pengen jadi ini, pengen jadi ini, pengen ngejar ketinggalan di sini, balik lagi ke core-nya kita.
Apa kekuatan kita? Biodiversity kita. Balik ke situ.
Semangat untuk membangun budaya misalkan lebih mengglobal. Kita kan lebih ngerti dulu, kita harus yakin dulu, kita dulu itu seperti apa. Bukan kecil, kemudian digede-gedein, jadi lucu. Tetapi kita harus tahu bahwa kita gede banget. Dengan kita ingat masa lalu.
Sejak Austronesia, keberagaman dan toleransi itu yang kita miliki. Yang perlu kita pahami, yang penting juga bahwa sejarah itu bukan tentang masa lalu sebenarnya. Bukan tentang masa di mana data-data itu kita taruh di masa lalu, kemudian kita pelajari.
Yes, saya tahu dulu seperti itu. Tetapi sejarah itu tentang masa depan. Kalau kita bicara sejarah, kita bicara tentang Indonesia di masa depan, bukan Indonesia di masa lalu. Nah, kalau generasi muda mengerti kejayaan kita di masa lalu, cara dia bergerak di masa depan itu, itu yang terpenting sebenarnya. Dia nggak tercerabut, dari mana dia berasal dia tahu.
Dia mengerti jati dirinya. Inggris ketika berdialog dengan tetangganya, selalu memiliki nasihat dari chief scientific officers. Ketika mereka bicara tentang perubahan iklim, tentang epidemik, selalu ada otoritas saintifik yang mendasari pesan-pesan global negara-negara besar. Demikian juga ketika Cina menghadapi masalah polusi udara yang begitu dahsyatnya di satu dekade terakhir, dia mengambil kebijakan yang didasari oleh etos konfusianismenya, living in harmony. Demikian juga Amerika, semuanya berkaca kepada identitas mereka.
Indonesia pun dalam kebijakannya harus berbasiskan identitas, kebijakan luar negeri, dalam negeri, kehidupan sehari-hari. Harus dimasuki secara integral unsur-unsur saintifik. Sains adalah aparatus yang diciptakan manusia untuk memahami segala hal yang bisa diinderakan.
Namun untuknya bisa menjadi landasan kebijakan. Sains harus disokong oleh etika dan integritas yang kuat, bebas dari plagiarisme dan keberpihakan. Kalau kita mau dikenal oleh dunia sebagai laboratorium, maka kita harus mengintegrasikan expert dan expertise di dalam kepemerintahan, se-integral mungkin.
Para murid yang duduk di bangku sekolah harus tahu bahwa meritokrasi yang ditanamkan di sekolah dari SD sampai universitas akan terrefleksi di dalam hirarki kepemerintahan. Mereka harus mendapatkan tempat untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan. Sehingga yang terjadi adalah evidence-based policies yang bisa dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Ini adalah sebagian kecil dari perjalanan yang panjang.
Chronicles adalah sebuah perjalanan untuk mengejawantahkan arti, nilai, dan tujuan bangsa. Teman-teman dan saya ke depan akan mengartikulasikan arti hadir kita di dalam kosmos. Mungkin sebagai jururawat lingkungan hidup, sebagai laboratorium, guru bagi dunia, tempat orang mencari dan mendapatkan jawaban. Salam hangat, sampai jumpa.
Terima kasih.