Transcript for:
Ujian Terbuka Promovenda tentang Perempuan dalam Politik

Sekarang para penguji secara bergantian akan mengajukan pertanyaan. Saya mengundang penguji eksternal Prof. Dr. R. Siti Zuhro MA untuk mengajukan pertanyaan. Terima kasih. Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Pertama, saya ingin mengucapkan tentunya...

Ikut bahagia atas kerja keras promo Venda sampai juga akhirnya pada ujian terbuka sesudah melewati tentunya banyak tantangan rintangan yang luar biasa sebagai perempuan saya bangga melihat politisi, artis yang peduli dengan pentingnya peninggalan peningkatan kualitas intelektualitas melalui pendidikan hingga jenjang tertinggi dan memilih atmajaya sebagai S1 S2 dan S3 nya ini luar biasa sangat konsisten Dan Fakultas Psikologi lagi ya, luar biasa ini. Pada kesempatan ini saya ingin menanyakan bareng dua pertanyaan ya kepada Promovenda, ringan-ringan saja. Pertama adalah, apa harapan Promovenda terhadap para perempuan, ini banyak perempuan yang hadir, dengan disertasi ini?

Lalu langkah strategi apa yang akan Anda lakukan untuk memperbaiki posisi perempuan dalam politik? Seperti tadi dijelaskan gitu ya, bahwa kok susah banget mencapai 30 persen, kuota. yang sudah disediakan saja tidak terpenuhi. Dan selanjutnya, disertasi ini ya, menurut saya, Promo Venda perlu menjelaskan konsep psikologi.

perempuan sebagai ranah studi dalam kaitannya dengan perempuan dan politik ya Bagaimana promovenda menjelaskan kepada pembaca ya kepada kita yang hadir saat ini khususnya gitu Bahwa disertasi ini adalah disertasi psikologi politik, bukan disertasi sosiologi politik dan juga bukan disertasi politik. Ini yang perlu dijelaskan. Sehingga menarik ini, apa menariknya dari disertasi ini sebagai seorang yang kuliah di fakultas psikologi yang dari perspektif psikologi politik mungkin bisa dijelaskan itu. Akhir adalah saya ingin penegasan saja dari Promovenda karena belum terlihat ya bahwa Promovenda ini mampu memberikan penjelasan yang memadai. Bagaimana persoalan kekuasaan dan relasinya dengan perempuan dilihat dari perspektif psikologi, bukan perspektif politik.

Dalam referensi atau daftar pustaka, Kalau kita lihat lagi di halaman 201 itu, Promovenda mengatakan mencantumkan buku Montero tentang political psychology critical approach to power. Di pertanyaan saya adalah, bisakah diberikan ulasan singkat dari buku ini dalam kaitannya dengan disertasi Promovenda? Terima kasih.

Yang terhormat Prof. Siti Juhro, terima kasih atas pertanyaannya dan izin untuk menjawab. Bahwa harapan saya terhadap perempuan tentunya dengan hasil kajian ini bisa memberikan, menambah informasi yang meningkatkan kesadaran perempuan bahwa keberadaan kita ini penting di dalam konteks politik untuk menyuarakan aspirasi perempuan yang dituangkan di dalam legislatif, produk-produk legislasi dan juga produk-produk kebijakan eksekutif. Sehingga masyarakat terpapar, tersosialisasi. oleh konteks kesetaraan di semua bidang. Namun tentu yang harus dilakukan oleh perempuan, strateginya adalah strategi kolaborasi.

Karena masyarakat Indonesia yang cenderung berbudaya dan bernilai budaya patriarki, jika kita sebagai perempuan memiliki strategi konfrontatif, Biasanya cenderung ada penolakan atau cenderung muncul Ketegangan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian akan menyampaikan atau menilai perempuan itu tidak sesuai dengan norma masyarakat. Oleh karena itu saya mengajak perempuan untuk berkolaborasi dengan laki-laki politisi, guna menempatkan persepsi kesejahteraan gender dalam konteks sosial, bukan dalam konteks subjektif saja dalam implementasinya. Nah, strategi untuk memperbaiki keadaan tentu harus dilakukan secara sistematis berkembang. kelanjutan dan dimasukkan di dalam program-program pemerintah didukung dengan anggaran politik, politik anggaran yang dihadirkan di dalam program-program yang langsung menembus sampai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat merubah sebuah konstruksi sosial adalah PR besar perempuan sendiri tidak bisa melakukannya sendiri oleh karena itu kita sebagai perempuan yang sendiri-sendiri ini harus terus berhasil berusaha untuk menunjukkan kesetaraan dalam kerangka kolaboratif tadi, sehingga itu menjadi sebuah habituasi atau kebiasaan, dan menjadi sebuah hal yang biasa diterima oleh masyarakat secara umum.

Lalu psikologi perempuan sebagai ranah studi, di mana keunikan perempuan ini saya tampilkan di dalam hasil penelitian. Hasil penelitian yang saya... Tunjukkan kepada saudara-saudara menyangkut terkait dengan persepsi kesaraan gender, motivasi sosial, self-efficacy, dan intensi itu adalah merupakan aspek-aspek psikologis yang ditampilkan kepada masyarakat.

Selama ini hasil-hasil penelitian cenderung menggambarkan kajian yang bersifat eksternal diri perempuan terkait aspek eksternal diri perempuan seperti kebijakan, seperti kebijakan affirmative action. seperti kemudian kebijakan-kebijakan yang prok terhadap perempuan, revisi undang-undang partai, kemudian revisi undang-undang pemilu, yang tentu saja ini semua belum merupakan sebuah keterangan yang bersifat subjektif dan berdasarkan suara perempuan dalam aspek psikologis. Oleh karena itu, menurut saya sebagai peneliti, Alhamdulillah dan...

Dan insya Allah bahwa yang ditampilkan ini adalah kecenderungan aspek psikologis yang juga mengedepankan keunikan perempuan dalam memposisikan diri dan mempersepsikan realitas sosialnya di dalam konteks sosial. Yang mana perempuan cenderung memperhatikan pendapat dari orang-orang penting atau signifikan orang lain di dalam kehidupannya, seperti ayahnya, ibunya, neneknya. anaknya, suaminya, sehingga hal ini mempengaruhi keputusan perempuan di dalam mengambil langkah-langkah politiknya. Sehingga perempuan bereng... Sehingga perempuan cenderung tidak ingin mengakses kekuasaan, sehingga perempuan cenderung tidak ingin bersaing ataupun secara konfrontatif bersaing dengan laki-laki dalam merebut kekuasaan, tapi perempuan cenderung peduli terhadap perasaan laki-laki yang cenderung senior, perempuan cenderung memberikan keleluasaan kepada orang lain untuk bisa mengakses kekuasaan dibanding dirinya.

Oleh karena itu saya yakin penjelasan-penjelasan saya ini dalam rangka psikologi politik dan keundangan. keunikan perempuan dalam perspektif psikologi perempuan terakhir mampu untuk menjelaskan kekuasaan dan relasi terkait dengan Hai sejen bak Montero Montero berbicara tentang kekuasaan yang asimetris Oleh karena itu distribusi kekuasaan yang saat ini terjadi di dalam lingkungan DPR maupun di dalam lingkungan internal partai politik bersifat cenderung Asimetris karena karena perempuan menjadi subordinat laki-laki laki-laki menjadi pemangku kebijakan pengambil keputusan dan dominan di dalam pengambilan. keputusan.

Karena faktanya di internal partai pimpinan-pimpinan partai itu mayoritas adalah laki-laki. Di internal fraksi di DPR RI kecenderungannya mayoritas pengambil keputusan pimpinan-pimpinan fraksi adalah laki-laki. Oleh karena itu laki-laki cenderung akan mengedepankan dan memilih laki-laki untuk berada dalam posisi pengambil keputusan.

Waktunya memang pimpinan di komisi, pimpinan di alat kelengkapan dewan lebih berpengaruh. banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Oleh karena itu distribusi kekuasaan yang asimetris ini cenderung membuat perempuan berada dalam posisi yang tidak berdaya atau menjadi subordinat sehingga perempuan tidak punya suara untuk mengambil dan mengambil keputusan yang berbasis memperjuangkan atau mengadvokasi kepentingan perempuan dan kepentingan anak dan kepentingan-kepentingan laki-laki di dalam perspektif perempuan. Terima kasih.

Dari Profesor Dr. RCT Zuro MA, apakah sudah memuaskan untuk dilanjutkan pertanyaan atau sudah cukup dulu? Waktunya kalau ada, saya jelaskan dikit boleh ya. Oke, karena yang menulis di...

Ini adalah sekaligus politisi, saya ingin menantang Promo Venda untuk memberikan kontribusi kiprahnya di partai itu seperti apa contoh konkret. Anda bisa membucuk kaum perempuan bersama bersinergi, kolaborasi dan sebagainya tadi itu dengan karakteristik bahwa di Indonesia ini patriarki dan komunal. Masyarakat kita secara sosiologis komunal, permisif.

Itu seperti apa nantinya bisa mencari formulanya, formatnya untuk mengajak bareng-bareng maju perempuan. Makasih. Yang terhormat Prof. Siti, terima kasih atas pertanyaannya dan izin menjawab.

Tentu yang paling utama perempuan harus melihat, menganalisa, mengidentifikasi perempuan yang satu visi misi dan satu paradigma berpikir dengan dirinya. Menjadi sebuah kelompok yang melakukan gerakan untuk kemudian memberdayakan dirinya dalam konteks lepas dari subordinasi. Itu akan cenderung lebih mudah, karena jika perempuan berkumpul dan berkumpul dengan perempuan yang lain, dengan yang tidak satu visi misi insya Allah akan ada konfrontasi dan kita yang berbeda ini cenderung dinilai sebagai orang yang feminist liberal nah oleh karena itu hal inilah juga yang harus disadari oleh perempuan jika mereka ingin berada di dalam pergerakan untuk memberdayakan perempuan dan mengakses kesetaraan di dalam semua bidang kehidupan di samping itu tentu hal yang terpenting sekali ketika perempuan saat ini ini perempuan memang masih menunggu peluang untuk diberikan sebagai pimpinan atau memiliki kekuasaan.

Tidak perlu kecil hati, yang terpenting perempuan mampu untuk memanfaatkan peluang mengakses kekuasaan itu untuk menunjukkan self-efficacy dan intensinya dan kinerjanya sebagai pimpinan, mampu untuk bisa menyelesaikan tugas sehingga hal itu bisa dijadikan sebagai motivasi perempuan untuk suatu saat tanpa ada kesempatan pun perempuan mampu untuk memilih untuk menjadi pimpinan di area kerja yang mana di dalam dunia politik Terima kasih Terima kasih saya akan melanjutkan saya mempersilahkan penguji berikutnya yakni Profesor Dr Phil Hana R Panggabean psikolog untuk mengajukan pertanyaan hai hai Terima kasih Ibu Dekan. Selamat pagi, saya ucapkan kepada semua hadirin. Kepada Promo Venda, saya ucapkan selamat pada hari ini bisa berdiri di tempat ini. Dan sampai pada tahap ini dengan topik disertasi yang menurut saya sangat penting dan sangat relevan untuk bangsa dan negara kita ya. Dan menurut saya Promo Venda adalah orang yang paling tepat.

untuk melakukan studi seperti ini. Semoga lebih banyak lagi yang melakukan studi mengenai politisi perempuan dari kalangan politisi sendiri. Pertanyaan saya ada dua.

Yang pertama, Menarik ya, kalau sampai detik ini ya, penekanan yang diberikan itu adalah mengenai betapa jomplangnya kesetaraan gender sebagai iklim yang terjadi di parlemen. Karena sebetulnya temuan studinya Promo Venda ini, terutama yang kuantitatif, itu mengatakan hal yang sebaliknya. Jadi kalau kita mengacap pada kuantitatifnya, itu kan...

politisi perempuan partisipan itu menganggap tidak ada kesetaraan gender. Dalam artian mereka menganggap tidak ada kesenjangan justru, karena persepsinya kan tinggi. Jadi dia percaya bahwa ada kesetaraan gender yang tinggi. Ya, kan itu hasil kuantitatifnya. Begitu pula self-efficacy, kemudian semua variable tuh kalau kita lihat gambarnya kan juling kanan tuh ya, artinya kan skornya tinggi.

Jadi self-efficacy-nya tinggi, intensi tinggi, motivasi sosial tinggi, dan kesetaraan gender tinggi. Itu hasil kuantitatifnya yang sebetulnya lebih menggambarkan kelompok. Kualitatifnya betul seperti yang tadi digambarkan. Jadi kualitatifnya itu mengatakan hal yang sebaliknya. Justru mereka bicara tentang yang tadi dikatakan semua itu.

Bagaimana tidak bisa ada inisiatif ya. Lalu selalu harus diajak. Lalu tidak berani berkompetisi dengan senior. Terutama kalau yang senior itu laki-laki. Bahkan ada yang mengatakan eksplisit bahwa masih ada ketidakadilan di parlemen.

Nah ini kan yang dikatakan cuma tiga partisipan. kasuistik nih saya mau tanya bagaimana promo vendor menjelaskan gap antara temuan kuantitatif dan kualitatif itu di disertasinya saya baca masing-masing dijelaskan dan itu penjelasannya bagus tetapi bagaimana kedua hasil yang tidak sejalan ini bisa disinkronkan itu yang belum terbaca itu yang pertama saya minta dijelaskan yang kedua Yang kedua, seandainya ini berandai-andai ya, partai politik Anda ya meminta kepada Promovenda untuk merekrut kader-kader perempuan bernas. Nah ini katanya bernas. untuk menjadi politisi. Untuk menjadi kader yang nantinya akan jadi politisi.

Begitu ya. Itu berdasarkan temuan ini. Berdasarkan temuan Anda.

Apa yang Anda katakan? dan sampaikan kepada para calon kader ini, ini belum jadi kader ya, kalau tadi kan Prof. Siti sudah di dalam. Kalau saya tanya yang dari luar, yang bernas, apa yang akan Anda sampaikan sebagai kempen Anda tentang politisi perempuan di parlemen di DPR?

Demikian pertanyaan saya. Terima kasih. Yang terhormat Prof. Hana, terima kasih atas pertanyaannya.

Ijin untuk menjawab pertanyaan yang pertama, bahwa ada gap antara... antara hasil kuantitatif dan juga kualitatif. Secara umum persepsi kesetaraan gender dalam hasil kuantitatif memang menunjukkan sisi yang positif.

Namun kepositifan itu sesungguhnya adalah menggambarkan tentang pemaknaan dan penafsiran perempuan di dalam konteks kesetaraan gender. Sehingga hal itu terjadi di dalam kepalanya perempuan, di dalam pikirannya, di dalam wacana kalau kata bahasa politik. Oh iya sudah setara, oh iya saya sudah punya akun.

akademik, oh iya saya sudah punya wawasan politik dari keluarga saya yang politisi namun ternyata perempuan di dalam hasil kuantitatif juga menunjukkan di dimensi implementasinya belum optimal dan juga perempuan menyampaikan bahwa dalam dimensi untuk mempertahankan dan memperjuangkannya juga perempuan dalam level sedang artinya perempuan melihat dan menilai bahwa kalau saya mau memperjuangkan kesetaraan kecenderungan untuk berhasilnya sedang. Oleh karena itu aspek memperjuangkannya tidak terlalu optimal. Nah oleh karena itu dijelaskan oleh hasil kualitatif yang menyampaikan tiga orang perempuan ini melengkapi penilaian implementasi yang tidak optimal tadi bahwa kenapa hal itu tidak optimal karena ada relasi kuasa yang timpang di dalam internal politik yang mana itu terbawa ke dalam lingkungan DPR RI. Dan kemudian perempuan juga tetap menjadi subordinasi dari mulai di lingkungan internal partai dan terbawa di dalam internal fraksi di lingkungan DPR RI.

Dan tentunya kedua hasil ini dalam pandangan saya saling melengkapi kenapa implementasi masih tidak optimal yang dinyatakan oleh ketiga orang perempuan itu masih tidak fair, perempuan masih belum memiliki akses dan kecederungan perempuan adalah menerima situasi dan beradaptasi. dengan keputusan partai yang didominasi oleh politisi laki-laki, baik di internal partai maupun di dalam internal DPR. Ijin menjawab pertanyaan yang kedua.

Partai politik dalam merekrut atau menyeleksi kader-kader perempuan. Alhamdulillah saat ini Allah mudahkan saya untuk mendapatkan peluang dipilih oleh ketua umum saya untuk bisa hadir sebagai pimpinan di tingkat Jawa Barat. di partai saya. Tentu kemarin pada saat saya menghadapi kampanye, kami harus melengkapi list perempuan memenuhi kuota 30% di list calegnya. Sangat-sangat-sangat sulit untuk bisa menemukan perempuan yang mau hadir berpartisipasi di dalam dunia politik.

Perempuan yang bernas, kriteria yang disampaikan oleh Prof. Hana. Nah tentu saja, kenapa ini menjadi sebuah hal yang sulit? Jangankan yang bernas, yang tidak bernas saja belum tentu mau. Harus banyak iming-iming yang kita sampaikan. Entah iming-iming itu bersifat finansial, support untuk kos politik.

Entah itu iming-iming kemudahan akses bagi perempuan yang merasa belum nyaman karena bukan menjadi kader partai. Oh nyaman. kok keadaan di dalam dunia politik ataupun kita iming-iming bahwa dunia politik bukan dunia yang keras, bukan dunia yang jahat bagi perempuan bagaimana dengan yang bernas saya yakin yang bernas cenderung memiliki pemikiran analisa yang lebih rapat Di dalam implementasi pengambilan keputusan, analisa bagaimana dia mampu melihat aspek visibility, persip visibility-nya untuk mencapai dan berperan sebagai perempuan politisi. Hal ini dalam... konteks intensi perempuan.

Mungkin perempuan-perempuan yang bernas mau jadi politisi karena dia yakin akan self-efficacy-nya dia ingin mengimplementasikan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya tersebut di dalam konteks pembuatan kebijakan dan juga pengawasan. kawasan kebijakan pemerintah. Namun, dalam intensi tersebut, perempuan melihat visibility untuk mencapainya. Perempuan cenderung mempertimbangkan mampukah dia untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai perempuan politisi atau sebagai anggota DPR.

Mampukah dirinya menyeimbangkan peran domestik dan peran publiknya? Sudahkah ada dukungan dari keluarganya untuk maju jadi perempuan politisi, bahkan mencatatkan dirinya, mendapatkan anggota, kartu anggota sebagai kader politik. Nah, hal ini tentunya akan mempengaruhi motivasi perempuan-perempuan yang bernas tadi untuk mau berpartisipasi di dalam dunia politik.

Demikian jawaban saya. Terima kasih. Baik Profesor Hana, apakah ada tanggapan? Saya sedikit ya.

Nah, kalau dalam satu tagline, ini masih pertanyaan yang kedua. Dengan mempertimbangkan perempuan yang bernas seperti tadi, kalau taglinenya, misalnya disuruh bikin tagline promo Venda, akan bilang apa mengenai nasib perempuan politisi itu? Supaya tertarik. Perempuan nomor jadi Baik terima kasih Sekarang Sekarang saya mempersilahkan penguji berikutnya, Dr. Randa Yunike Sri Tiasuji, PhD, psikolog, untuk mengajukan pertanyaan. Terima kasih Ibu Dekan.

Menjelang siang, ibu bapak sekalian, pertama-tama tentu saya ingin mengucapkan terlebih dahulu kepada promo Fenda yang telah berproses secara akademik, khususnya di Atma Jaya 1S1, S2, S3, dan sampai pada hari ini pada sidang terbuka disertasi ini. Nah, saya ingin melanjutkan apa yang telah ditanyakan oleh penguji pertama dan penguji kedua. penguji kedua.

Sebetulnya dari apa yang dipaparkan oleh Promo Venda, itu kan awalnya berkait dengan masalah affirmative action 30 persen perempuan politisi di parlemen. Nah dari data yang sudah disampaikan itu secara periodik tampak sekali peningkatan meskipun sampai sekarang belum ada eee Pencapaian 30% itu dari periode yang sebelumnya kan 20%. Nah, kemudian setelah itu Promo Vendam menunjukkan tentang pentingnya self-efficacy, intensi, persepsi, kesetaraan gender, dan motivasi perempuan politisi ini dengan harapan untuk bisa memenuhi kepentingan. menemui kuota 30 persen itu.

Pertanyaan saya adalah apakah promovenda memang harapannya lebih kepada memenuhi kuota 30% itu atau sebetulnya ingin memberikan penguatan kepada perempuan yang sudah ada di sana meskipun belum 30% terkait dengan kesetaraan gender dan peran perempuan itu di dalam dalam perpolitika nasional. Nah, ini terkait dengan masalah kualitas dan kuantitas. Disertasi ini arahnya kemana? Jadi apakah endingnya nanti, karena berangkat berawal dari affirmative action 30% itu, apakah ending dari disertasi ini yang diharapkan oleh promo Venda itu adalah nantinya harusnya jumlah perempuan itu memenuhi kuota 30%? sesuai dengan afirmatif atau lebih mengarah pada kualitas psikologi study yang sudah disebutkan self-efficacy-nya.

Tinggi, cenderung tinggi, intensi cenderung tinggi dan beberapa masih perlu ditingkatkan. Di mana tentu ada perbedaannya. Jadi misalnya tidak harus 30% tetapi kalau yang ada itu mempunyai suara yang kuat, mereka mempunyai posisi. posisi yang kuat dan mempunyai kesetaraan di dalam perannya di parlemen kebetulan kita saat ini kan ketua DPR nya juga perempuan nih gitu Nah apakah sudah cukup itu atau memang harus affirmative action dicapai nah sebetulnya saya tanya lagi dibalik affirmative action itu sebetulnya masalahnya apa ya Mengapa harus ada action ini itu pertanyaan yang ingin saya sampai Sampaikan barangkali yang pertama kemudian nanti akan saya lanjutkan.

Terima kasih. Yang terhormat Dr. Tias, terima kasih atas pertanyaannya. Ijin untuk menjawab.

Pertanyaan pertama, sesungguhnya apa yang menjadi harapan saya? Tentu dengan ditampilkannya hasil penelitian berupa gambaran self-efficacy, intensi, persepsi, stand in gender, dan motivasi sosial perempuan ini diketahui oleh perempuan sendiri dan bahkan diketahui insya Allah tersosialisasikan kepada masyarakat sehingga perempuan yakin bahwa dirinya sudah memiliki self-efficacy dan intensi untuk berperan dan meningkatkan perannya. Dan ini meningkatkan kesadaran mereka untuk tidak takut, untuk tidak...

Bukan untuk tidak takut, saya tidak takut soalnya. Untuk tidak saya ingin meng-encourage teman-teman perempuan. Jadi untuk memberdayakan dirinya saat aplikasi intensi ini dimanfaatkan untuk menunjukkan kinerjanya, untuk mengakses kekuasaan, untuk menyampaikan bahwa ini juga peluang untuk hadir setara bersama laki-laki politisi.

Tentu konteksnya adalah konteks kualitas. Kalau kuantitas jumlahnya bisa mencapai 30 persen itu kecenderungannya adalah bonus. daripada kesadaran perempuan dalam aspek psikologisnya dalam konteks kualitas tadi. Dan tentu harapannya juga tidak hanya kesadaran dimiliki oleh perempuan, diharapkan kesadaran ini juga terbawa di dalam konteks masyarakat tadi. Perempuan bawa ke rumahnya, dia berbicara dengan suaminya, dia bicara dengan anaknya, dia bicara dengan tetangganya sehingga tersosialisasikan persepsi kestaraan gender dan tersosialisasikan yang lebih penting masyarakat yang akan memilih perempuan, yakin bahwa perempuan ini adalah perempuan yang terbaik.

itu memiliki self-efficacy, memiliki intensi, dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memberdayakan orang lain dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Itu aspek penting yang harus diketahui masyarakat sehingga woman vote woman bisa tercapai. Lalu kemudian yang berikutnya, izin menjawab untuk pertanyaan nomor dua, dibalik affirmative action ini sesungguhnya apa?

Affirmative action adalah merupakan kebijakan sementara untuk terjadinya akselerasi pembukaan peluang kepada perempuan untuk bisa berpartisipasi di dalam dunia politik. Dan affirmative action ini tentunya merupakan cerminan daripada secara kebijakan, merupakan cerminan daripada hasil ratifikasi. sedau yang dilakukan oleh pemerintah dimana memberikan keleluasaan ataupun memberikan hak-hak perempuan untuk terlibat di dalam pembangunan dan memberikan manfaat juga dari pembangunan tersebut untuk dirasakan oleh perempuan dan tentunya kebijakan-kebijakan yang dalam konteks hak asasi manusia ini melahirkan kebijakan-kebijakan lain yang mana membuat partai politik ter, bukan terpaksa, memaksa partai politik untuk kemudian menghadirkan perempuan di dalam dunia politik. Kenapa sih sampai Harus dipakai afirmatif action, ya karena perempuan tadi keunikannya, perempuan cenderung berpikir tentang kepentingan orang lain terlebih dahulu, bukan untuk kepentingan dirinya.

Perempuan mau terlibat di dalam dunia politik kalau tidak terdibuat. dipaksa saat ini ya dipaksa suatu saat mungkin bisa tidak menjadi dipaksa saat ini harus dipaksa Kenapa karena perempuan yang bernas saja yang mau berpartisipasi saja dia masih akan berpikir tentang saya punya modal sosial ya saya bisa berhasil kayak di sana Nanti saya dianggap nggak ya oleh laki-laki yang lain di sana yang lebih dominan. Saya akan gimana ya nanti. Nah itu saja perempuan yang sudah mau terlibat saja seperti itu. Apalagi bagi perempuan yang tidak dikondisikan di dalam kebijakan affirmative action.

Oleh karena itu affirmative action ini mari kita lihat sebagai sebuah kebijakan yang bukan merendahkan perempuan. Tapi membuka pintu gerbang peluang bagi perempuan untuk terlibat secara aktif di dalam dunia politik. Karena kenyataannya perempuan adalah... jumlah pemilih terbesar dibandingkan laki-laki.

Oleh karena itu merupakan sebuah keniscayaan perempuan harus berada di ruang publik yang mengambil keputusan-keputusan penting yang memberikan dampak kepada kehidupan masyarakat. Terima kasih. Baik, apakah ada tanggapan? Ada satu tambahan lagi. Dengan apa yang dibaparkan oleh Promo Venda ini, kalau melihat perempuan di parlemen dengan kualitas seperti itu, kan mereka tidak tiba-tiba nyampe di sana.

Jadi berangkatnya tentu mungkin dari wilayah ya, jadi seperti tadi Promovenda mempunyai peluang untuk berkarya di Jawa Barat misalnya. Nah, kalau yang saya pikirkan adalah tidak selalu harus di parlemen pusat untuk bagi... Bagaimana juga tentang upaya untuk meningkatkan affirmative action atau peluang perempuan berada di legislatif di daerah. Jadi artinya karena kebetulan penelitian ini di DPR RI karena Promo Venda memang orang yang sangat tepat ya. Kalau kita semua melakukan penelitian mungkin nggak akan sebagus beliau ini karena tentu saja nembus ke parlemen itu bukan hal yang mudah.

Dan Promo Venda sudah berdarah-darah. mengontak setiap individu di sana, mendapatkan 60-an orang dari 130-an, 126 ya, itu sesuatu yang luar biasa. Nah kalau kita sendiri mungkin 5 aja udah lebih dari cukup gitu ya, jadi saya sangat-sangat mengapresiasi itu.

Tetapi kemudian ketika kita melihat bahwa partisipasi perempuan di bidang legislasi itu kan tidak harus ada di pusat, tetapi di daerah itu masih banyak sekali PR-nya. Nah dengan promovenda pekerja atau berkarya, karya di Jawa Barat ini contohnya, bagaimana pula yang ada di daerah-daerah lain, upaya apa yang dari hasil disertasi ini bisa dikaryakan untuk mengupayakan kualitas psikologis apa yang harus kita tanamkan di daerah-daerah dalam mengupayakan atau mengatasi. tracknya perempuan untuk mau terlibat menjadi politisi dari level daerah terlebih dahulu.

Silahkan. Terima kasih Dr. Tias. Ijin untuk menjawab.

Tentu dalam posisi saya sebagai ketua DPW atau tingkat di Provinsi Jawa Barat berkolaborasi dengan KPPI, berkolaborasi dengan KPI, berkolaborasi dengan organisasi-organisasi perempuan untuk terus mensosialisasikan hasil penelitian penelitian ini agar diketahui oleh perempuan-perempuan politisi hingga tingkat daerah yang mana sesungguhnya dalam proses penelitian saya bertemu dengan 11 prop dengan perempuan-perempuan politisi yang berasal dari 11 provinsi di tingkat DPRD Provinsi yang mana mereka terlibat untuk melakukan atau menjadi partisipan uji coba alat ukur yang saya buat dan yang saya sebarkan berupa kusyoner kepada perempuan politisi di DPRD RI. Tentu kontribusi inilah akan saya kembalikan kepada diri mereka walaupun ini belum menggambarkan secara langsung tentang diri mereka, tapi tentu ini juga bisa menjadi inspirasi bagaimana kualitas internal diri perempuan di dalam aspek psikologisnya bisa diketahui oleh mereka. Kecenderungan saya sih, saya ingin mengaplikasikan dan mengetahui juga Bagaimana gambaran perempuan politisi di tingkat provinsi?

Salah satu partisipan saya Alhamdulillah hadir di sini, Saudaraku Desi Susilawati, beliau adalah anggota DPRD Provinsi yang juga ikut serta di dalam uji coba kuesioner dan hadir juga rekan saya, sohib saya di Komisi 10, ada Ibu Lydia Hanifa. Beliau adalah salah satu partisipan yang juga membantu saya untuk mempermudah merekrut internal perempuan dari internal fraksi. untuk terlibat menjadi partisipan di dalam penelitian. Jadi saya ucapkan terima kasih kepada perempuan-perempuan politisi yang sudah terlibat di dalam penelitian ini.

Jadi insya Allah itu menjadi tugas penting menurut saya yang kalau Prof. Irwanto sampaikan, izin Prof. yang terhormat, beliau sampaikan, Desi, hari ini adalah awal pintu gerbang kamu untuk terus memberikan manfaat melalui ilmumu kepada masyarakat. Semoga hal itu bisa saya wujudkan. Terima kasih. Baik, saya lanjutkan.

Sekarang saya mempersilahkan promotor Prof. Irwanto, PhD, psikolog untuk mengajukan pertanyaan. Terima kasih Ibu Dekan, Bapak-Ibu sekalian selamat siang. Senang rasanya saya melihat anak pembimbingan saya sudah maju ke sidang terbuka. Masih banyak yang ingin saya jelaskan.

yang menanyakan topiknya tentang perempuan, psikologi perempuan kok bapak yang mimpin yang supervisi gitu ya saya tidak akan memperdebatkan itu, semoga saya menjadi supervisor yang sesuai diharapan, secara akademik maupun ya terutama secara akademik tentunya saya ingin mempersoalkan hasil dari saudara desi terutama secara secara teoretik dan terutama kemanfaatannya di dalam dunia ilmu pengetahuan tentu Bapak Ibu sekalian tahu pertanyaan yang sifatnya epistemologi bagaimana pengetahuan itu diperoleh Keterlibatan saya dengan DPR bukan hanya satu dua kali. Undang-undang yang pernah saya pengaruhi dari sisi akademi mungkin lima lebih. Pornografi, perlindungan anak, kekerasan terhadap keluarga, dan banyak sekali. Setiap kali saya berwacana, di DPR, kekecewaan saya adalah satu, undang-undangnya hanya setengah mateng akhirnya, karena apa?

karena yang seharusnya stakeholder terbesar itu perempuan kurang konservatif saya mengatakan kepada Suradesi pada waktu awal konsultasi dengan saya bahwa konsultasinya ini saya berpesan kalau mau seperti itu, pakailah perspektif perempuan. Ternyata diam ini karena di S2-nya juga sudah dengan punari. Jadi saya seperti apa namanya, tutup gelas menemukan gelasnya.

Mengapa ini penting? Bapak-Ibu sekalian, dalam sehari-hari kita banyak menemukan banyak sekali masalah secara nasional apalagi, stunting, kemiskinan kebodohan, segala macam tetapi solusinya selalu bersifat elitis saya pernah merapat di Bapak Nas yang hadir itu sebagian besar itu PhD, lulusan Harvard Oxford dan sebagainya yang dibahas masalah kemiskinan ekstrim dan stunting lalu saya bertanya di dalam forum ini adakah orang yang mewakili orang yang bermasalah tadi suara mereka Anda ambil dari mana Tidak ada. Artinya apa?

Artinya mereka meniru orang survei, pendapatnya dikoding, dan diinterpretasi oleh orang-orang elit ini, lalu dikonstruksikan kembali ke dalam suatu formula solusi, dan itulah yang diberikan kepada masyarakat. Tidak heran kalau masalah-masalah itu sampai hari ini tidak pernah selesai. Karena pendapat orang yang mempunyai masalah, dan yang merasakan masalah tidak pernah selesai.

diperhitungkan. Partisipasi mereka bahkan tidak diperhitungkan. Di dalam berbagai muslim bank, mereka kadang-kadang terlibat, tetapi tokenism. Seolah-olah mereka hadir karena tanda tangan, tetapi pendapatnya dipakai siapa yang peduli. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia.

Kita tahu bahwa seseorang itu berarti ketika saya tahu partisipasi saya diperhitungkan dalam relasi saya dengan orang lain. Dalam hal apapun, dalam keluarga, dalam berpasangan. Kalau partisipasi saya tidak diperhitungkan, saya tidak akan mungkin berada dalam relasi itu secara bermakna.

Inilah yang dicapai oleh Saudara Desi sebagai politisi perempuan, mencari pendapat bukan dari survei-survei yang dikonstruksi oleh para ahli syar elitis dan akademik. tetapi hanya menemukan hanya menginterpretasikan dan merekonstruksi data tetapi langsung dari perempuan diinterpretasi oleh perempuan dan direkonstruksi oleh perempuan Saya terima kasih untuk perspektif seperti ini. Ini bukan pekerjaan mudah karena harus membongkar vulnerability-nya sendiri sebagai perempuan. Gak enak bila perempuan itu gampang dipengaruhi, perempuan itu lulus suami. Gak enak sebagai perempuan politis harusnya dia tegar sekali kan.

Tetapi peneliti harus mampu mencerminkan dalam kenyataannya perempuan seperti aku adalah seperti itu. Saya harap ini nanti di desertasi selanjutnya menjadi sesuatu yang menjadi penting karena lagi-lagi sifat-sifat partisipatori seperti ini harus menjadi bagian dari... ilmu pengaturan terutama psikologi di dalam mencari solusi ketika yang bermasalah itu berlaku manusia terima kasih gak perlu dijawab tapi ini komentar ya, thank you baik, terima kasih Profesor Irwanto PhD Psikolog Selanjutnya saya mempersilahkan kopromotor pertama, Dr. Nani Nurahman Sutoyopsikuloh untuk mengajukan pertanyaan.

Saudara promovenda, the personal is political, non-feminisme. adalah dua faktor yang sejak dekade perserikatan bangsa-bangsa untuk perempuan dicanangkan pada tahun 1975 menjadi pandangan bahkan sikap politik perempuan di dalam memperjuangkan kepentingannya. Bukan saja dalam hal ini, pandangan tentang Kedua hal tersebut juga bisa dijumpai dalam pengembangan dan perkembangan studi-studi kajian perempuan di latar akademik.

Sementara the personal is political sekarang ini memudan, tetapi feminisme tetap menjadi paradigma yang dipakai dalam membahas persoalan-persoalan perempuan. Apakah itu feminisme liberal? feminisme radikal, feminisme sosialis, feminisme psikoanalis gender, dan feminisme postmodern. Pertanyaan saya adalah, Bagaimana pandangan Promo Venda tentang arti feminisme dari perspektif psikologi perempuan dalam konteks budaya Indonesia? Relevankah untuk diterapkan oleh perempuan politisi di DPR ketika memperjuangkan kepentingan perempuan?

Terima kasih. Doktor Nani, terima kasih atas pertanyaannya yang terhormat. Doktor Nani, izin untuk menjawab pertanyaannya.

Ini pertanyaannya super sulit menurut saya. Saya menjawabnya harus hati-hati tampaknya. Hati-hati dalam arti agar bisa difahami kita bersama dan tentu hati-hati juga supaya saya konsisten dalam menerapkannya di dalam langkah saya setelah hari ini berjalan. Feminisme adalah merupakan sebuah pemikiran ataupun gerakan terkait tentang... advokasi kesetaraan perempuan dalam seluruh bidang kehidupan.

Dan tentu feminisme ini juga termasuk dalam mengadvokasi pemberdayaan perempuan. Bagaimanakah konteks pemberdayaan perempuan dan advokasi kesetaraan ini ditempatkan di dalam konteks nilai budaya patriarki yang hadir di lingkungan DPR RI dan juga hadir di dalam masyarakat Indonesia yang cenderung memang berbasis nilai budaya patriarki. Saya ingin menyampaikan bahwa perempuan yang sudah diberi peluang oleh keluarganya, yang terpapar oleh nilai-nilai patriarki tadi, tentu kita sudah hadir dalam dunia politik didukung oleh keluarga.

Oleh karena itu, berdayakanlah diri kita tanpa konfrontatif tapi cenderung kolaboratif. Karena persepsi kestaraan gender laki-laki memang sudah hadir, namun dalam impuls kita, kita harus berpikir dengan berpikir. implementasinya dan bersifat sosialnya belum optimal.

Sehingga ketika kita perempuan hadir mengedepankan kesetaraan, mengadvokasi pemberdayaan diri kita, terlalu konfrontatif mereka akan menilai kita di luar norma masyarakat yang cenderung patriarki. Oleh karena itu, perempuan harus cerdas, handal, beradaptasi di dalam relasi gender yang tidak setara. Apa strateginya?

Kolaborasi dengan laki-laki, menarik laki-laki untuk juga faham akan kesetaraan. dalam konteks sosial dimana ruang publik adalah ruang bersama perempuan dan laki-laki, kalau di ruang domestik, monggo silakan, dilakukan dalam relasi gender masing-masing, sesuai keyakinan masing-masing, demikian Bu terima kasih baik, apakah ada tanggapan lagi dari Dr. Nani? tidak, oke, berikutnya saya mempersilahkan terima kasih Kopromoter kedua, Prof. Francisia Saveria Sikaseda, MA, PhD untuk mengajukan pertanyaan.

Terima kasih Ibu Ketua Sidang sebagai dekan Fakultas Psikologi, Atmajaya. Saya ingin pertama-tama mengucapkan selamat kepada Saudari Desi Ratnasari untuk suatu disertasi yang baik. Saya tahu bahwa untuk menghasilkan disertasi sebaik ini tidaklah mudah apalagi di tengah beragam kesibukan yang ada.

Saya juga ingin memberi selamat kepada Unika Atmajaya karena mudah-mudahan hari ini menghasilkan lagi satu dokter baru, terutama Fakultas Psikologi. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan singkat saja. Berulang kali Saudari Desi menulis di dalam disertasi yang cukup tebal ini dan juga dalam presentasi tadi, menyebutkan chance and choice.

Jadi yang ingin saya tanyakan, hasil penelitian disertasi Anda itu yang mana kira-kira yang lebih penting? Untuk seorang perempuan jika ingin bercita-cita masuk ke dalam politik, terutama menjadi anggota DPR RI. Apakah chance, ataukah choice, ataukah dua-duanya?

Kemudian yang kedua adalah persoalan tadi, lingkungan sosial dan diri, pengembangan diri. Anda akan menjadi dokter psikologi politik. Yang ingin saya tanyakan adalah, karena Anda menggunakan pendekatan konstruktifis dari Berger, Berdasarkan pengalaman Anda dan hasil penelitian Anda ini, seberapa jauh diri sendiri, seberapa jauh konstruksi sosial itu berpengaruh bagi seseorang yang ingin menjadi seorang perempuan, yang ingin menjadi anggota DPR seperti Anda.

Pertanyaan yang terakhir adalah persoalan kaderisasi. Cukup banyak kritik terhadap kebijakan afirmatif, 30% itu. Ada yang mengeritik.

para perbuan, tapi sebenarnya yang kurang dikritik itu adalah persoalan ini, mohon maaf saya bicara terus terang saja. Peran partai politik itu sangat penting dalam proses, kaderisasi mau laki-laki ataupun perempuan tapi terutama perempuan jadi kenapa banyak perempuan itu dikritik yang menjadi anggota DPR itu anak perempuannya siapa, istrinya siapa, menantu perempuannya siapa dan seterusnya Persoalannya adalah tadi istilah saudari Desi, bernas dan tidak bernas. Banyak perempuan dianggap tidak bernas karena tadi itu KKN gitu ya.

Nah masalahnya partai politik ini sebenarnya apakah betul melakukan proses kaderisasi. seperti dalam ujian tertutup prapromosi mohon maaf ya saudari desi saya mengatakan kalau Anda bukan artis Apakah anda akan dipilih oleh pan ini saya tanya terus terangnya mungkin yang dilakukan hai hai S2 nya dari UI Dari Atma Jaya Yang dilihat oh ini artis Jadi sangat mungkin Untuk dipilih Nah Kalau seorang perempuan Bukan si siapa-siapa bukan artis tidak kenal siapa-siapa bukan saudaranya siapa-siapa tapi sebenarnya bernas berkualitas Apakah mungkin dengan sistem yang sekarang ini apalagi dengan mohon maaf partai politik yang seperti itu pada umumnya yang sebenarnya tidak menjalankan tugas utamanya untuk proses kaderisasi itu nah yang saya sedih ada Kemudian yang disalahkan kaum perempuannya Itu kan lihat aja tidak bernas Padahal itu karena proses kaderisasi partai politik itu tidak Bukan tidak mampu ya Saudari Desi tidak mau dijalankan Nah ini, jadi saya ingin bertanya, terlepas dari elit partainya siapa, mau laki-laki atau mau perempuan, kalau proses kaderisasi yang sesuai dengan persyaratan tidak dilakukan ya, akan terus menerus seperti ini. Berapapun perempuan yang bernas ingin turut berkontribusi.

Itu kira-kira, Saudari Desi beberapa pertanyaan. dijawab singkat saja. Terima kasih.

Yang terhormat Prof. Rery Zaheda, terima kasih atas pertanyaannya, izin untuk menjawab. Ini juga panjang sekali tadi jawabannya kayaknya ya. Tapi terima kasih memantik beberapa pemikiran-pemikiran saya untuk dilanjutkan di dalam implementasi hasil penelitian saya kemudian. Terkait apakah chance atau choice saat ini yang dipilih oleh perempuan dan harus dihadirkan di dalam lingkungan sosial diri perempuan?

Chance. Saat ini perempuan masih menunggu kesempatan atau peluang yang diberikan kepada dirinya untuk terlibat masuk sebagai kader partai politik, terlibat di dalam kampanye, terlibat sebagai salah satu. nama caleg terlibat di dalam dunia politik, berperan dan meningkatkan perannya di dalam dunia politik.

Semua berdasarkan chance. Suatu saat, insya Allah, mungkin ketika perempuan-perempuannya yang sudah terpilih itu memanfaatkan chance tadi insya Allah bisa menjadi pilihan perempuan memilih jadi apa cenderung terbuka peluangnya dan berdasarkan kepada pilihan perempuan sendiri lalu terkait dengan lingkungan sosial dan pengembangan diri sendiri Saya ingin menjawab dari perspektif saya pribadi sebagai peneliti, lalu kemudian saya berusaha untuk menyampaikan apapun yang menjadi temuan saya dalam penelitian ini yang melibatkan perempuan-perempuan politisi. Dalam konteks konstruksi sosial di dalam kehidupan saya, Saya, alhamdulillah ayah saya terbiasa mensosialisasikan atau mengajarkan nilai-nilai bahwa laki-laki dan perempuan setara untuk mengakses pendidikan, untuk mengakses pekerjaan, dan untuk bisa mencapai prestasi di ruang publik. publik adik saya maupun adik saya yang laki-laki semuanya sama untuk bisa harus selesai di dalam pendidikan setinggi-tingginya dan itu dilakukan dan diimplementasikan secara konsisten oleh orang tua kami yang keduanya kemungkinan besar kemungkinan besar saya bisa berkiprah dipilih diberi peluang sebagai pimpinan DPW karena saya sedang sendiri jadi saya tidak perlu izin dari suami atau restu dari suami sehingga langkah saya cenderung mengalami kebebasan sehingga saya juga cenderung bisa mengimplementasikan kemampuan keilmuan saya yang saya peroleh di Unikat Majai Jakarta ini di dalam proses kinerja saya yang mana ini juga terdorong saya untuk masuk ke dalam dunia politik itu juga dengan restu orangtua saya dalam hal yang oleh al-murhumah ibu saya yang menilai bahwa Ilmu saya sudah mumpuni, putri saya sudah besar, sehingga peran domestik saya menjadi terkurangi karena putri saya sudah bisa berdiri sendiri.

Saya yakin konstruksi sosial itu juga terjadi di dalam benak dan di dalam kehidupan perempuan-perempuan politisi yang saat ini berkiprah dan berperan sebagai anggota DPRD ataupun DPRRI. Nah, konstruksi sosial ini tentu mempengaruhi peluang perempuan untuk menunjukkan arah motivasi sosialnya. Dan pola pencapaiannya, apakah saya mau berkuasa?

Nanti kalau saya berkuasa, saya nggak bisa ngurus anak. Nanti kalau saya berkuasa, saya lebih posisi saya dibandingkan suami saya. Nanti bagaimana suami saya pikirannya?

Apakah suami saya nyaman dengan hal itu? Saya yakin hal itu terjadi. atau persaingan dengan laki-laki, karena kita hidup juga di lingkungan relasi bersama dan berinteraksi dengan laki-laki. Oleh karena itu, metode kolaborasi lah yang harus kemudian diketepankan dalam konstruksi sosial kita untuk mencapai kesetaraan tadi. Lalu kemudian terkait dengan kaderisasi partai.

Secara jujur, saya sebagai pengambil keputusan di tingkat provinsi, tentunya harus bertarung dengan keputusan-keputusan elit partai yang didominasi oleh. laki-laki politisi. Terus terang dalam konteks merekrut itu terkadang perempuan harus bersaing dalam pemikiran, dalam merekomendasikan bahwa si A lebih baik dibandingkan si B.

Si A memiliki hal ini tapi ternyata si B enggak, si B aja. Hal-hal seperti inilah yang kemudian masuk dalam konteks KKN tadi yang Ibu sampaikan, politika KKN itu memang masih ada, masih terjadi saat ini, mohon maaf leo dan batin tidak bermaksud mengecilkan seluruh partai yang ada. hari ini, tapi tentu kaderisasi ini memang perlu diperbaiki, sehingga perempuan-perempuan yang saat ini masuk di dalam konteks politik KKN tadi, memanfaatkan apapun yang sudah dimilikinya ini, untuk menunjukkan self-efficacy-nya. Karena terbukti hasil penelitian menunjukkan mereka, walaupun dalam konteks politik KKN, mereka memiliki self-efficacy dan intensi yang cukup tinggi.

Nah, oleh karena itu, mari kita bersama-sama yang bernas, tidak bernas, politik KKN ataupun tidak politik KKN, menunjukkan menunjukkan self-efficacy dan intensinya, menunjukkan kinerja kepada masyarakat bahwa tidak salah memilih perempuan untuk terlibat di dalam dunia politik mengambil kebijakan dan mengadvokasi kepentingan perempuan. Di samping itu menurut saya popularitas sangat penting. Terlepas di artis atau tidak artis dalam melangkahkan kaki untuk bersaing dan bertarung di dalam kontestasi politik membutuhkan popularitas. Oleh karena itu setiap kali kampanye saudara-saudaraku masyarakat pasti sebel melihat banyak skandal. sekali bariho.

Dan belum tentu juga bisa kelihatan, dan belum tentu juga bisa dikenal. Nah, oleh karena itu, artis yang memiliki popularitas sudah pasti menjadi magnet bagi partai politik untuk direkrut sebagai kadernya. Karena mereka sudah menghilangkan satu tahap kos politik dalam konteks sosialisasi popularitas.

Sehingga para artis ini tinggal meningkatkan popularitas menjadi nilai elektabilitas dan nilai kepercayaan dari masyarakat bahwa mereka pantas bisa dipercaya untuk menjadi wakil. mereka. PR bagi kami dalam dunia entertainment sebagai artis yang direkrut saat ini, ada juga saudara saya hadir, Nisha, dia terpilih, kita tahu Nisha adalah artis, dia terpilih sebagai anggota DPR di provinsi yang mana tentu kewajiban seorang Nisha harus menunjukkan bahwa masyarakat tidak salah memilih saya yang artis.

Saya juga mampu, saya juga bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Terima kasih. Terima kasih.

Terima kasih. Masih ada sedikit waktu. Kita akan...

akan melakukan tanya-jawab putaran kedua. Saya mengundang penguji eksternal, Prof. Dr. R. Siti Zuro MA, untuk mengajukan pertanyaan. Terima kasih.

Mbak Desi. Ini saya di luar tesis sekarang, disertasi. So what?

What's next? Menantang Anda sebagai politisi perempuan yang terkesan perkasa. Saya enggak mengatakan gagah karena terlalu ramping dia.

Perkasa ya, perkasa itu utuh itu artinya. Kang Maman yang tahu itu artinya. Kalau kita katakan... bahwa jumlah perempuan itu sebetulnya lebih banyak untuk yang memilih tapi jumlah secara keseluruhan masih laki-laki gitu ya sedikit ya tapi hampir imbang dengan jumlah yang banyak ini yang tentu gitu ya kalau kita lihat perempuan-perempuan yang berkualitas ya saya enggak mengatakan pernas atau terengginas gitu kan mengerikan itu bahasanya itu sebetulnya banyak sekali Tapi dengan pola rekrutmen yang business as usual, menurut Prof. Ariseda tadi itu, ya nggak bakal dapat. Maka lakukan yang proaktif dengan istilahnya itu.

Hunters gitu ya, jadi harus ngelamar gitu loh, proaktif mengambil, menjemput bola dan kesulitan kita atau mungkin keberhatian kita kepada politisi-politisi perempuan, empat dan simpatinya itu kalau ada kekerasan dan sebagainya itu kurang kurang yang sering muncul itu dari aktivis perempuan yang pro gitu ya yang memang mereka sangat concern dengan perempuan politisinya diam-diam baik dari PAN dari Golkar dari macem-macem itu ya terus terang ini mana gitu ya Jadi itu mungkin yang membuat kalau ini ilmu ini ya ilmu apa isi dari perspektif kemanusiaan empati yang tinggi yang ditunjukkan dengan concern yang tinggi juga lalu itu yang akan membuat katakan publik itu menaruh percaya kepada para politisi yang tidak sekedar eh kita tahu ya, sekarang kurang kepercayaan publik itu pada DPR, pada DPRD pada partai politik gitu itu inilah lahannya kaum perempuan yang berkualitas profesionalitasnya tinggi tadi itu, untuk menunjukkan empatinya dengan cara kita tidak bersaing dengan perempuan tolong kaum perempuan itu jangan bersaing dengan kaum perempuan, dengan kaum laki-laki saja, gitu ya, kalau menurut saya, tolong saya dorong itu kalau bersaing dengan perempuan endingnya saingnya itu pasti jelek banget gitu ya jadi bersaing aja dengan laki-laki tapi jangan terlalu menunjukkan kita perempuan gagah berkasa jangan gitu ya Jadi itu mungkin ya saya ingin yang konkret saja apa yang akan anda lakukan supaya disertasi ini membumi gitu loh ya Terima kasih yang terhormat profesi Juroh Terima kasih atas pertanyaannya izin saya untuk menjawab yang konkret tentu saja saya Berkomunikasi, berkolaborasi di dalam menuangkan pemikiran-pemikiran saya berbasis hasil-hasil penelitian ini dengan program-program pemerintah. Salah satu contoh, paling tidak ini langkah saya, izin menyampaikan apa yang menjadi pengalaman saya sebagai peneliti dalam konteks implementasi real. Pada saat saya melakukan FGD dengan Bapenas pada saat itu dan juga dengan Kemenpora Raker pada saat itu bahkan RDP dengan para dirijennya terkait adanya program prioritas kesetaraan gender. Namun dengan hasil ini tentu memudahkan saya untuk bisa mengawasi kinerja dan mengawasi program-program hingga tahapan memberikan manfaat kepada masyarakat yang memang ternyata tidak sampai dalam konteks operasionalisasinya.

Jadi pengarus utama kesetaraan gender yang menjadi program prioritas pemerintah tahun 2020. 2025 itu memang sudah menyebutkan terkait dengan keseran gender namun dalam operasionalisasi penerapan program yang implementatif itu ternyata belum muncul. Nah tentu saja hal ini bisa saya masukkan sebagai sebuah strategi, sebagai sebuah sebuah Implementasi nyata yang membumikan hasil penelitian ini sehingga mereka terpapar oleh bagaimana cara pengarus utamaan gender dalam konteks perspektif perempuan. Karena selama ini kecenderungannya masih dalam konteks perspektif laki-laki yang cenderung teknis.

Salah satu contohnya adalah ketika pengarus utamaan gender itu dituangkan menjadi program. Penguatan kepemimpinan di dalam keluarga. Pada saat itu saya mengkritik bahwa kalau penguatan kepemimpinan di dalam ranah keluarga, aspek kestaraan gendernya yang mana?

Dalam konteks indah budaya patriarki, semua masyarakat sudah menguatkan Mengetahui bahwa di dalam konteks keluarga yang menjadi pemimpin adalah laki-laki. Tapi kenapa harus diberdayakan lagi, kenapa harus ada penguatan lagi di dalam ranah tersebut saya bilang. Nah karena itu alhamdulillah hal itu tidak bisa dijawab oleh dirijennya.

Lalu kemudian dirjennya bertanya, baik Bu Desi nanti kalau gitu diskusinya dengan Bu Desi ya. Nah menurut saya ini adalah salah satu langkah kecil untuk bisa memberikan kesadaran kepada pemerintah yang mana dirjen-dirjennya didominasi juga oleh laki-laki untuk bisa memiliki perspektif kesaraan gender yang memahami juga perspektif perempuan. Tidak hanya dalam konteks subjektif tapi juga dalam konteks sosial. Dan sehingga hal itu bisa diimplementasikan di dalam program-program pemerintah.

Didukung juga oleh anggaran. politik anggarannya. Lalu yang terpenting sekali menurut saya, kenapa perempuan itu selalu dinilai sebagai orang-orang yang tidak cenderung tidak empati, tidak peduli, tidak mengadvokasi kepentingan-kepentingan perempuan lain di dalam produk-produk legislasinya yang tertahan banyak sekali RUU-RUU yang tertahan terkait dengan kepentingan perempuan. Sesungguhnya hal itu terjadi karena perempuan belum berperan belum berperan sebagai pimpinan yang bisa ikut serta mengarahkan arah pendapat fraksinya, arah pendapat partai untuk bisa memiliki produk legislasi. Di samping itu, perempuan juga tadi menurut Prof. Siti Zuhro kan bersifat komunal.

Perempuan itu kecenderungannya ya bersaing dengan perempuan. perempuan perempuan itu belum bersama-sama guyut untuk bisa mengadvokasi dan menyuarakan hal yang sama terkait dengan kepentingan perempuan di dalam produk legislasi Kenapa saya bisa sampaikan hal ini izin untuk menyampaikan penuh Pengalaman saya tidak berbasis pada penelitian ini tapi ini menginspirasi saya untuk mengetahui sesungguhnya kenapa ya produk-produk legislasi terkait dengan kepentingan perempuan itu tertahan pembahasannya tidak hanya dalam konteks diri perempuan di dalam sebagai anggota DPR RI yang menyuarakannya tapi justru masyarakat yang menyuarakannya juga menggunakan kata-kata yang cenderung bersifat konfrontatif dan berperspektif laki-laki. Pada saat itu saya sempat berdiskusi dengan saudara-saudara saya dari Komnas Perempuan terkait dengan RUU pekerja rumah tangga.

Lalu kemudian mereka menyampaikan sebuah perspektif bahwa ini harus didukung karena kalau tidak, ini tidak memperdayakan perempuan dan perempuan mohon maaf lihat-lihat ini dalam tanda petik terhina sebagai pekerja. Saya bilang kalau menggunakan kata-kata itu kita jadi memelas menggunakan kata-kata itu kita akan berkonfrontasi dengan laki-laki yang mana yang bayar gaji PRT itu kan laki-laki. Mana mungkin mereka mau ikut. ikut serta menyetujui undang-undang PRT ini.

Kalau dalam konteks laki-laki, alhamdulillah saya bersama Ibu Ledia cukup memiliki perspektif-perspektif yang dituangkan untuk mengadvokasi kepentingan hal itu. Dan saya yakin perempuan-perempuan lain juga melakukan hal itu secara nyata, peduli terhadap pekerja perempuan, terutama peduli terhadap perdagangan-perdagangan orang, dalam hal ini adalah perempuan, dan juga peduli terhadap kekerasan seksual yang terjadi. Namun terkadang, terkadang gerakan perempuan yang satu tadi dalam konteks dokter...

yang perhormat dokter Nani menyampaikan feminisme yang kecenderungannya dinilai liberal dan dinilai cenderung apa ya, ekstrim gitu kemudian bertemu dengan perempuan-perempuan yang moderat. Nah langkah-langkah inilah yang tidak bersama-sama untuk menyorokan kepentingan perempuan yang membuat pembahasan-pembahasan undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan perempuan itu masih tersendat di DPR RI. Yang mana pemimpin partainya, dominasinya adalah laki-laki dan perempuan belum menjadi pemimpin atau bisa memiliki kekuasaan yang ikut serta di dalam pengambilan keputusan. Terima kasih.

Waktu habis ujian telah selesai.