Transcript for:
Perubahan Kebijakan TKDN dan Kuota Impor

Halo malakan, ketemu lagi bersama gua Feri Irwandi. Kali ini kita akan membicarakan soal perubahan aturan TKDN dan kuota impor yang baru saja diumumkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Kebijakan tingkat komponen dalam negeri atau TKDN telah lama menjadi instrumen pemerintah dalam mendorong penggunaan produk dan jasa dalam negeri. Namun belakangan ini muncul wacana untuk melonggarkan aturan tersebut. Ekonomi senior dari INDEF, Ahmad Tauhid berpendapat bahwa rencana pelonggaran aturan TKDN ini akan berdampak signifikan di berbagai sektor [Musik] industri. Jadi kemarin waktu Presiden bilang dia akan mengubah tarif impor, dia juga akan mengubah aturan TKDN. dan banyak orang yang menginformasikan ke gua, ng-DM, komen dan lain sebagainya. Kurang lebih ya mereka bilang, "Wah, Bang pemerintah lagi ngacau nih. Enggak pernah enggak ngacu gitu kan. Masa sekarang aturan TKDN-nya mau diubah loh, kuota impornya mau diubah. Ini kan akan menyengsarakan pengusaha lokal dapat Fani lokal. Ayo, Bang, lu lawan lagi, Bang." Dan lain sebagainya. Terus gua jawab, "Enggak kok. Kalau dua aturan ini gua setuju." Loh, bukannya lu oposisi, Bang. Bukannya setiap kebijakan pemerintah lu kritik gitu, enggak gitu. Karena gua enggak punya kepentingan apapun, kecuali gua sekarang politisi atau gua punya satu campaign atau gua punya satu tujuan, maka gua akan melakukan hal-hal demikian. Tapi gua enggak ada urusan sama hal kayak gitu. Ya, baik kita bilang baik, buruk ya kita bilang buruk. Kalau buruk wajib kita kritisi. Kalau itu bagus ya enggak wajib diapresiasi juga. Tapi jangan sampai nih, wah karena kita mau ngejar cloud, kita ngejar injudgement, kita mau orang-orang makin mendukung kita, akhirnya hal yang tadi gua bilang sebenarnya tidak buruk, kita buat jadi buruk cuman untuk enjudgement, applause, dan lain sebagainya. Dan gua menghindari hal-hal seperti itu karena gua belajar untuk menjadi seorang akademisi dan itu tujuan gua ke depan kan benar-benar jadi seorang akademisi. Artinya apa yang gua pahami soal akademisi adalah politisi sangat mungkin berbohong tapi dia enggak boleh sama sekali salah karena dia salah dia bakal kalah gitu. Sementara seorang pakar atau seorang akademisi, dia bisa saja salah tapi dia sama sekali tidak boleh berbohong. Jadi spiritnya begitu. Nah, sekarang pertanyaannya apa alasan yang mendasari gua sepakat dalam penyesuaian kebijakan TKDN ataupun kuota impor? Di sini bakal kita bahas cara sederhana dengan bahasa [Musik] bayi. Penyesuaian TKDN dan kuota impor. Jadi banyak sekali masyarakat Indonesia yang khawatir dengan kebijakan ini karena dianggap bakal mematikan industri lokal ya dengan ada banyaknya barang impor gitu dengan tidak ada syarak komponen dalam negeri gitu ya kan mereka khawatir bahwa pasar bakal disapu bersih sama barang impor dan produk-produk dari luar sehingga bisnis lokal bisa saja jatuh ketika dua aturan ini diperlonggar. Itulah pemikiran orang-orang ketika mendengar hal tersebut. Apalagi oposisi, ayo protes, ayo teriak lagi, gitu kan. ini tidak boleh dibiarkan dan lain sebagainya. Nah, di sini gua mau coba ajak kita semua, teman-teman semua untuk benar-benar berpikir soal apakah keadaan yang akan terjadi memang demikian atau sebenarnya itu sudah terjadi bahkan ketika ada aturan TKDN dan aturan kuota impor. Apakah kebijakan ini akan berdampak buruk atau justru baik? dan beberapa hal lain yang gua pikir harus kita bahas. Oke, Bang. Bentarbentar, Bang. Sebenarnya TKDN itu apa? Kuota impor itu apa? Tentu e teman-teman bertanya seperti itu, ya. Terus apa yang melatar belakangi munculnya kebijakan-kebijakan seperti TKDN dan kuota impor ini? Oke, pertama kita harus paham dulu apa itu kebijakan TKDN dan kebijakan kuota impor. Nah, dua kebijakan ini kalau kita clustering, kita kelompokkan dalam satu kluster itu disebut sebagai kebijakan proteksi. Jadi ada kebijakan yang sifatnya proteksi, ada kebijakan yang sifatnya insentif. Nah, ini proteksi melindungi gitu kan. Artinya membatasi pihak lain supaya satu pihak bisa lebih berkembang, bisa tumbuh, dan bisa jauh lebih maju. Apa yang dilindungi sama kebijakan TKDN? Yang dilindungi sama kebijakan TKDN adalah pengusaha-pengusaha lokal kita, produk-produk lokal kita, sektor manufaktur lokal kita. Karena kalau ini tidak dilindungi, maka ketika barang-barang dari luar masuk, kita akan kalah saing. Kok bisa kita kalah saing? Bukannya SDM kita bagus. Iya, SDM kita bagus. Tapi kita harus realistis melihat keadaan dunia sebenarnya. Bagaimana kemampuan produksi mereka sudah jauh meninggalkan kita. Sementara kita masih develop, mereka udah dapat cuan, udah dapat gain, udah besar sekali industrinya. Jadi kalau dibiarin nih, ya kan kalau dibiarin produk-produk impor masuk nanti produk kita kalah saing. Itulah kenapa harus ada kebijakan TKDN ini. Artinya kalau ada produk yang masuk ke Indonesia harus ada komponen dalam negerinya dan itu naik tuh dari 14% sampai 40%. supaya lebih banyak menggunakan barang-barang di dalam negeri. Wah, spiritnya bagus sekali dan gua sangat setuju dengan semangat serta tujuan kebijakan tersebut. Nah, kalau kuota impor gimana, Bang? Semangat dan spirit-nya juga sama persis. Jadi, negara-negara di luar itu dibatasi kuotanya ketika dia mau masuk ke Indonesia. Agak unik memang karena biasa kan tarif ya yang diatur ini kuotanya. sehingga beras kita, daging sapi kita, ataupun hasil dari petani kita, peternak kita itu bisa lebih berkembang lagi, bisa bersaing lebih enak lagi tanpa harus ketakutan produk mereka dikalahkan sama produk-produk luar. Itulah dibuat kebijakan kuota impor. Jadi, mau TKDN mau kuota impor itu dua kebijakan yang benar-benar mantap secara teori itu secara teori. Bagaimana dengan realitasnya? ternyata realitasnya sangat-sangat berbeda ya. Kebijakan ini akhirnya menghasilkan dua hal nih. Pertama, konsumen atau masyarakat Indonesia tidak bisa mendapatkan barang terbaik dengan harga yang paling baik. Kedua, pihak-pihak yang ternyata pihak-pihak yang ingin dilindungi, pihak-pihak yang memang katanya pengin dimajukan, ternyata sampai sekarang sejak kebijakan itu dibuat dari zaman Orde Baru misalnya ya, kayak kuota impor itu atau TKDN gitu yang terus naik gitu ya, ternyata juga gagal membuat industri kita berkembang atau petani-petani kita sejahtera atau industrinya hidup, ekosistemnya hidup. Enggak. Seperti yang kita lihat dua-duanya jalan di tempat. Terus apa yang berkembang dari dua kebijakan ini? yang berkembang adalah para makelar, para pemain proyek, para pengusaha, dan para orang kaya. Dan ya ini baru bisa lu pahami dan baru bisa lu lihat ketika lu benar-benar nyemplung ke industrinya atau lu benar-benar nyemplung ke urusan pertanian, peternakan, dan lain sebagainya. Kenapa demikian? Karena ketika semua barang impor itu dibatasi baik melalui TKDN dan kuota impor, industri lokal dan petaninya tidak disupport apapun. Ya, barang dari luar diproteksi tapi barang dari kita tidak didorong, tidak diberikan insentif, tidak diberikan kemudahan. Akhirnya apa? Akhirnya pemenuhan pasar itu tidak berjalan dengan normal. Kita mendapati harga mahal dengan barang yang buruk. Itulah yang terjadi di masyarakat sekarang. Oke, sampai beberapa tahun terakhir kebijakan proteksi ini dijalankan secara cukup ketat. Impor untuk banyak komoditas strategis mulai dari kendaraan, alat elektronik sampai dengan bahan pangan. Dibatasi dengan alasan menjaga keseimbangan pasar dan menguatkan rantai nilai lokal apapun namanya. Nah, selama kebijakan ini berjalan, apakah industri ril kita ada pergerakan untuk semakin maju? Coba kita lihat fakta di lapangan. Itulah kenapa teman-teman kalau sadar di tahun 2019 harga per kilogram beras di Indonesia tuh Rp12.000 gitu. Tapi ketika kita lihat harga global kita akan terkejut sekali. Kenapa demikian? Karena harga di pasar global ternyata cuma 6.000. Jadi masyarakat Indonesia mendapatkan harga dua kali lipat dari harga standar di pasar global. Penyebabnya ya salah satunya kuota impor atau kalau kalian enggak lupa quot kasus korupsi luar biasa, kuota impor daging sapi ya. yang terjadi tahun ya sekitar 2013 gitu yang melibatkan Partai Keadilan Sejahtera waktu itu dan pemimpin. Dan masalah seperti ini enggak sekali dua kali. Kalau kita lihat kasus Pertamina kemarin itu juga berurusan sama kuota impor. Kita lihat kasus Tom Lembong kemarin itu juga berurusan sama kuota impor. Nah, hal-hal ini seringkiali terjadi tapi sampai detik ini petani kita tetap tidak sejahtera. Petani kita tidak mencapai apa yang dicita-citakan oleh bangsa kita. Petani kita tetap mengalami kesulitan. Gua buat analoginya lebih sederhana lagi buat teman-teman. Misalnya kebutuhan republik ini atas beras itu di angka 10 gitu loh. Ternyata produksi pangan kita, produksi tani kita cuma bisa memenuhi sampai 60. Karena selama ini enggak ada insentif yang berarti nih untuk petani kita. Masalah mereka masalah sebenarnya mereka tidak diselesaikan tapi barang luar masuk itu dibatasi. Akhirnya apa? Akhirnya cuma 40. Di luar juga dibatasin. Taruh-taruhnya kita cuma bisa memproduksi 80 dan barang yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan pasar. dampaknya adalah kenaikan harga. Itulah yang berkali-kali terjadi di ekonomi kita, di masyarakat kita. Bukan aturan yang salah, bukan regulasinya salah, tapi negara ini belum siap untuk melakukan regulasi-regulasi seperti itu. Karena kita harus akui sistem birokrasi kita masih bobrok, penegakan hukum kita masih bermasalah dan tidak ada konsekuensi yang jelas untuk para pemain ini yang selama ini menggerogoti para petani kita. Begitu juga untuk kebijakan TKDN, Teman-teman. misalnya memprioritaskan komponen dalam negeri kita untuk satu barang sehingga masuknya 40% dan segala macam. Beberapa orang berpikir, "Oh, ini masalah Apple 16 kemarin ya atau iPhone 16 Pro kemarin ya yang telat masuk Indonesia karena TKDN." Itu tuh satu masalah kecil di antara sekian banyak masalah besar karena kebijakan TKDN ini. Dan yang paling memahami kebijakan TKDN ini busuk jelas aparatur sipil negara. Oke, gua pemegang sertifikat pengadaan. gua ahli pengadaan pemerintah gitu dan gua benar-benar paham betapa TKDN ini menjadi bancakan projject yang luar biasa, Teman-teman. Artinya apa? Artinya semua pegawai negeri kita itu wajib pakai barang yang katanya barang lokal, tapi sebenarnya spare part-nya, komponen-komponennya itu diambil dari Cina sana, dirakit ulang di sini, lalu dilabelin lokal. Nah, harganya itu luar biasa mahal. Di Kalian tahu enggak Indonesia tuh punya laptop quad and quote lokal namanya gua samarin kan ada Apple. Nah, dia namanya nama buah juga, buah kecil, kecil, kecil merah gitu, tapi enggak akan gua sebut, sebut aja i anggur gitu. Dan itu kalian akan susah menemukan orang biasa menggunakan laptop itu karena laptop itu busuk sekali gitu, jelek sekali. Tapi kalau kalian pergi ke kantor pemerintah, itu sering banget dipakai. Dan jangan kalian pikir itu laptop akan bagus. Laptop itu lebih buruk dari apapun merek yang kalian paham yang beredar di pasar. Harganya setara MacBook. Nah, ini paling simpel untuk memahami bagaimana TKDN itu berdampak pada produksi kita, pada sistem kita, pada masyarakat kita. Pengaruhnya sama industri minor, mudaratnya luar biasa sekali gitu, Teman-teman. Nah, faktanya sejak kebijakan itu dibuat industri lokal kita tidak berkembang ke mana-mana. industri lokal kita tidak menjadi besar, sektor manufaktur kita tidak menjadi besar, perpindahan sektor informal ke formal pun tidak terjadi. Yang mana itulah yang menjadi dasar pemerintah membuat kebijakan TKDN. Itu enggak pernah terjadi, Teman-teman. Nara itu tadi kebijakan proteksi tapi enggak tahu siapa yang diproteksi. Karena pada dasarnya mau kuota impor dan kebijakan TKDN itu balik lagi adalah kebijakan proteksi. Dan kebijakan proteksi pasti menghasilkan konsekuensi. Konsekuensinya ya kita masyarakat harus menikmati barang jelek dengan harga yang mahal dengan harapan industri bisa terus naik. Tapi ternyata kita nikmati barangnya jelek, harganya mahal, industrinya juga enggak sehat. Yang kaya tangkulaknya yang kaya, makelarnya yang kaya, pemain proyeknya gitu kurang lebih. Makanya sampai sekarang kalau kita lakukan audit, kita lakukan riset, seberapa besar pengaruh TKDN bagi perkembangan industri atau hilirisasi ya gue yakin nilainya tidak akan signifikan. sementara kerugiannya sudah sangat besar karena sementara di sisi yang lainnya namanya konsumen berhak mendapatkan produk dengan harga dan kualitas yang terbaik. Nah, itulah yang terjadi di republik kita ini. Jadi ketika dibilang, "Wah, takutnya kalau kebijakan ini dibuat akan menyengsarakan petani lokal. Ee akan membuat petani lokal kita tidak sejahtera, akan membuat industri kita tidak berkembang, industri lokal kita akan mati. Kalau ini nanti dilepas, mari tolak keputusan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan TKDN dan kuota impor. Nah, gua enggak bisa sepakat dengan itu. Balik lagi pertanyaannya, memangnya selama ini sudah sejahtera? Memangnya selama ini industrinya sudah berkembang? Ini bukan kebijakan yang baru diuji coba 6 bulan atau setahun loh. Ini sudah bertahun-tahun. Dan inilah yang terjadi sekarang. Kalau memang kita bisa apa ya menyediakan sedikit waktu untuk berpikir ulang, mungkin kita agak ngelihat bigger pictureya. kita butuh sesuatu yang lain ketimbang hal ini. Nah, kalau menurut gua pribadi ya ketimbang kita mempertahankan kebijakan TKDN yang ada atau kuota impor yang ada, lebih baik kita melakukan penyesuaian atas dua kebijakan tersebut. Karena salah juga kalau kita losin semuanya ya jelas industri kita belum siap. Sementara ketika kita mau memberikan insentif bagi petani atau bagi industri lokal kita, itu juga enggak jadi win-win solution karena seberapa besar insentif yang harus kita butuhkan saat ini kalau semuanya itu kita lepas begitu aja dan enggak bagus juga sebenarnya tapi memang harus dilonggarkan dan harus dibikin fleksibel sendiri sehingga keadilan pasar itu benar-benar terjadi. Dan ketika keadilan pasar itu terjadi, mau enggak mau penyimpangan atas regulasi itu bisa diminimalisir. Artinya kalau memang kita menginginkan industri lokal kita berkembang, produk lokal kita berkembang, maka biarkan market yang membuat kualitas dari produk itu menyesuaikan dengan keadaan yang kompetisi yang ada dengan catatan kompetisinya harus berjalan dengan sehat gitu. Jangan malah kuotanya dibatasin, ininya tidak diberi insentif, terus akhirnya apa? Akhirnya yang memanfaatkan ya tengkulak dan makelar lagi. Itulah yang terjadi di republik ini sekarang. Jadi industri lokalnya tetap kita bekelin, petaninya tetap kita bekelin, kuota impornya kita longgarin, TKDN-nya kita longgarin sampai benar-benar mencapai kesempurnaan market ini tadi. Seburuk-buruknya free market, seburuk-buruknya pasar bebas, lebih buruk lagi pasar bebas yang dikondisikan. Itulah yang diharapkan sebuah sistem yang bernama kapitalism. Kapitalism tidak pernah menghendaki kebebasan yang benar-benar adil. Kapitalisme selalu menghendaki kebebasan yang dikondisikan seperti yang terjadi di Indonesia sekarang. Jadi sebenarnya para kamerat kesayangan kita, para teman-teman leftis kita, coba dipikir dulu gitu loh. Jangan based on theory doang nih. Kok lu sesekali ketemulah sama Bu Neneng gitu ya. Atau lu lihat ke petaninya atau lu lihat ke industri lokal. Tapi kata Karl Marmax, Bang dalam manifesto enggak gitu, enggak gitu. Jangan langsung spanning, jangan langsung naik garap. Wah, ini petani kita akan sengsara nih kalau kuota impor dibuka. lah emang sekarang enggak gitu loh. Justru justru dengan adanya dengan adanya kelonggaran kayak gitu pemerintah mau enggak mau nih pemerintah mau enggak mau harus memberikan insentif yang benar-benar menjadi hak dari para petani tersebut. Karena kalau sekarang ya pemerintah bisa berkilah terus pertani kita sudah kuota impor nih ya petaninya lah yang berkembang enggak bisa berkembang kan itu sudah naik harganya masa masih susah juga gitu. Kalau ini udah kelar nih di sini tinggal urusan-urusan tengkulak nih, urusan sistem nih, urusan edukasinya nih, urusan marketnya yang harus diberesin pemerintah. Kalau enggak pemerintah akan terus berlindung di sini, Teman-teman. Itu yang harus kita pahami bersama. Tapi apakah ini tidak beresiko, Bang? Apakah ada contoh nyatanya kalau kebijakan ini bisa menaik, tidak akan berdampak buruk sesuai dengan apa yang kita pikirkan? Ya, ada. Contohnya Thailand dan Vietnam. Di Thailand dan Vietnam enggak ada tuh aturan-aturan kayak gitu, tapi petaninya berkembang, industrinya juga berkembang. Karena akhirnya mau enggak mau pemerintah dihadapi keadaan kalau mereka tidak memberikan insentif yang memang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka maka semuanya itu akan terlihat. Petani lokal akan mati, industri lokal akan mati. Dan kalau industri dan petani lokal akan mati, itu kan akan melemahkan daya tawar dan posisi politik mereka. Ya, mau enggak mau kebijakannya akhirnya bersifat insentif. Ini kayak lu ngerti enggak sih? Berkali-kali gua bilang kayak ganjil genap. Tahu enggak sih lu? Kebijakan ganjil genap di Jakarta gitu loh. Kebijakannya dibuat nih tapi fasilitasnya enggak ada. Hasilnya apa? Hasilnya orang beli dua mobil, tiga mobil atau empat mobil terus dibikin kemudahan untuk mobil EV. Akhirnya orang beli mobil EV. Dan siapa yang diuntukkan dengan kebijakan ganjil genap ini? Apakah kualitas utara kita jadi lebih baik? Tidak. Apakah masyarakat kita jadi lebih banyak menggunakan transportasi publik? Tidak. Karena tidak bertambah. Apakah orang-orang jadi jalan kaki? Tidak. Apakah orang-orang tetap mengalami kemetan? Tetap. Lalu siapa yang diuntungkan? Adalah para produsen mobil, pengusaha mobil listrik, dan orang-orang yang jual beli mobil. karena ya kebutuhan mobil jadi meningkat sejak kebijakan gaji kalau genap dibuat. Nah, inilah kebiasaan pemerintah kita dalam membuat aturan gitu loh, termasuk TKDN dan kuota impor ini. Itulah kenapa gua bilang gua sangat-sangat setuju kalau kebijakan ini dikaji ulang dan diubah. Tapi gua enggak setuju kalau itu dilepas total karena kita belum siap untuk melepas total itu. Artinya industri dan petani kita harus dibekalin. Tapi kalau dibiarkan seperti ini, maka otomotum yang bermasalah ini akan semakin punya ruang untuk bermain dan itu yang kita hindari. Oke, itu aja bahasa bayi kali ini. Semoga bermanfaat. Sampai jumpa di bahasa bayi selanjutnya. See ya. Yeah.