Hai cerita burung pipit membalas Budi tiap hari aku selalu mendoakan ibu kok baru saja aku tanam kemarin tapi sudah sebesar ini dengan tangguh aku hai hai Eh, eh, eh, eh, ayolah tinggal satu ini lagi. Ih, susah sekali mencabut timun satu ini. Oh, kau ingin bermain denganku ya? Awas kau ya.
Eh, eh, eh, eh, ow. Ibu, aku sangat merindukanmu. Genap 10 tahun sudah kau meninggalkan kami. Rasanya, baru kemarin semua kenangan bersamamu terlewati.
Aku selalu mendoakanmu, Bu. Semoga kita bisa bersama lagi nanti di surga. Aduh, punggungku sakit sekali.
Belum lagi aku harus membersihkan semua daun kering ini. Nasib-nasib menjadi orang miskin begini. Sudahlah, sisanya biar kakak saja nanti yang melanjutkan.
Aku sudah lelah. Masa harus aku yang mengerjakan semuanya? Eh, ayo kak, kita pulang saja.
Sebentar lagi matahari akan berada tepat di atas kepalaku. Aku tidak mau kulitku terbakar. Kemarilah dulu, duduk di sampingku.
Apakah kau tidak ingin mendoakan ibu? Aduh, sudahlah kak. Tiap hari aku selalu mendoakan ibu, kak.
Ayolah kita pulang. Kau, jaga mulutmu. Tidak baik berkata seperti itu. Iya, iya. Maaf, Kak.
Seandainya saja dulu ibu menikah dengan saudagar kaya. Hidup kita pasti tidak akan miskin seperti ini, ya, Kak. Aku tidak perlu bekerja, makan makanan yang enak setiap hari, berpakaian mewah, tidak kumuh seperti ini, dan tidak membawa bakul yang berisi timun yang berat.
Jangan bermimpi. Seandainya pun ibu menikah dengan saudagar kaya, maka dapat dipastikan kau tidak akan lahir dari rahim ibu. Karena apa? Karena kau ditakdirkan menjadi gadis manja yang miskin seumur hidup. Hah?
Tegas sekali kau mengatakan seperti itu pada aku, kak. Tidak. Aku tidak mau menjadi miskin seumur hidupku.
Aku harus menikah dengan pangeran tampan yang kaya raya. Ya, ya, terserah kau saja. Kau atur saja hidupmu sesuka hatimu ya. Ih, kakak.
Biarin, lihat saja suatu saat nanti. Kakak akan mengemis kepadaku. Karena aku akan menikah dengan seorang pangeran tampan yang kaya raya. Kakak, kak, tunggu aku kak. Bermimpi saja kau sana.
Dasar kau gadis pemimpi. Biarin, bermimpi saja dulu kak. Hah? Apa itu?
Mungkin itu pertanda dari Tuhan. Mimpiku jadi kenyataan kak. Ya ampun, kasian sekali. Sepertinya ia terkena tembakan pemburu. Sebaiknya biarkan saja, Kak.
Kita tinggalkan saja. Nanti pemburu itu akan menemukannya. Tapi, janganlah.
Sebaiknya kita rawat saja sampai burung ini kembali pulih. Aku tidak tega melihatnya menahan sakit seperti ini. Bukankah setiap makhluk berhak untuk hidup bebas?
Lagipula, tidak ada pemburu di sekitar sini. Terserah kau saja lah, kak. Kuperhatikan kau persis seperti ibu. Terlalu memikirkan hal-hal yang tidak penting.
Pantas saja tetap miskin seperti ini. Kau tidak perlu takut. Tahan sedikit ya. Aku akan pelan-pelan mengobati lukamu. Kau pasti akan segera pulih.
Kau tidak ingin ikut ke pasar? Tidak, kak. Aku di rumah saja.
Di pasar itu kan bau dan jorok. Aku tidak mau bajuku nanti menjadi kotor. Susah membersihkannya nanti.
Ya sudah, kakak pergi sebentar. Oh ya, tolong burungnya jangan lupa diberi makan ya. Nak, bolehkah nenek meminta sedikit timunmu untuk dimakan? Eh, nenek, maaf tidak boleh.
Itu kan untuk kami juang. Eh, tidak apa-apa, nek. Ini untukmu, nek.
Terima kasih, anak. Kau memang anak yang baik. Sangat berbeda dengan adikmu.
Huh? Sudah diberi malah mengatai orang. Tidak tahu terima kasih.
Melda, sudah sana kau masuk saja. Kalau begitu terus, kapan bisa tayanya? Maafkan adikku ya, Nek.
Silakan lanjutkan perjalananmu. Iya, nak. Terima kasih, yak. Wah, kau sudah bisa mengepakkan sayapmu.
Ayo cubalah terus pipit kecil, aku yakin kau pasti bisa. Yeay, akhirnya kau bisa terbang juga. Ayo pergilah carilah keluargamu pipit kecil.
Berhati-hatilah dan semoga kau bahagia. Senang melihatnya kembali terbang Akhirnya aku bisa kembali ke kebun dengan tenang Halo, Pipit kecil, mengapa kau kembali lagi? Apa ini? Biji, biji apa ini?
Sepertinya biji semangka. Apakah kau ingin aku menanamnya? Sebagai ucapan terima kasihmu, baiklah, aku akan menanamnya besok.
Kakak, kau sedang apa? Eee, kau tahu burung pipit yang kutolong kemarin itu kan? Iya, lalu kenapa?
Burung itu sangat pintar. Ia memberikan aku biji buah semangka sebagai tanda terima kasihnya. Dan aku menanamnya.
Oh, aku kira ia memberikanmu emas. Kalau hanya biji, tidak ada gunanya, Kak. Menghabiskan waktumu saja, lebih baik melakukan hal-hal yang lebih berguna. Sudahlah, ayo kita pulang saja.
Hah? Yang benar saja? Apakah aku tidak sana lihat? Ini semangka yang kutanam kemarin. Mengapa cepat sekali berbuahnya?
Baru saja kutanam kemarin, tapi sudah sebesar ini. Baiklah, akan kubuka saja. Pasti sangat segar jika dimakan. Huh?
Tidak mungkin, aku pasti sedang bermimpi. Bagaimana mungkin buah semangka berisi perhiasan emas sebanyak ini? Kalau begini, aku bisa membayar semua hutang-hutangku.
Terima kasih ya Tuhan, ini bukan mimpi. Hah? Itu kan penagih hutang.
Lebih baik aku bersembunyi saja. Wah, kau jadi orang kaya sekarang. Terbayar una sudah hutang-hutangmu ya. Kakak, dari mana kau mendapatkan uang sebanyak itu? Dari semangka yang kutanam, kau kan ingin emas.
Nah, semangka itu di dalamnya berbuah emas, tapi sudah habis untuk membeli segala kebutuhan kita dan membayar semua hutang-hutangmu. Baiklah, aku harus mencari burung itu. Di mana burung itu ya?
Naz, itu dia! Aduh, Pipit kecil, kau kasian sekali. Biarkan aku membantumu ya.
Kau akan kurawat sampai kau sembuh. Tapi ingat, kau harus membalas budi padaku. Berikan aku sebuah biji semangka ajaib yang berisi emas dan uang.
Kurang baik apalagi aku padamu burung Pipit, kau akan segera pulih. kau sudah sembuh sekarang jadi pergilah bawakan aku biji semangka berbuah emas ya aku tunggu sekarang oke terima kasih sudah pergilah sana aku sudah tidak membutuhkanmu lagi aku sudah tidak sabar untuk memanen emasku berat sekali sebangka ini wah aku akan jadi orang kaya sebentar lagi aku sudah tidak sabar membukanya Hai ah tidak mengapa semangkanya berisi lembah tidak pergi sana jangan ganggu aku kakak anak itu kenapa lagi sih hai hai Heh, sudah lah.