Persoalan pengelolaan sampah masih menjadi masalah pelik bagi Indonesia. Sampah hanya dikumpulkan menjadi satu, kemudian berakhir pada tempat pembuangan akhir. Akan tetapi, timbunan sampah yang menggunung di lokasi tempat pembuangan akhir ini memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia, juga kelestarian lingkungan.
Indonesia merupakan negara terbesar keempat dengan jumlah populasi mencapai jiwa. Luas wilayah Indonesia adalah km persegi. Sehingga jika dihitung, setiap 1 km persegi diisi oleh 151 penduduk. Hal ini juga sejalan dengan jumlah sampah yang dihasilkan.
Dari data Waste4Chains, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 175 ribu ton perharinya. Akan tetapi, dari banyaknya sampah ini, hanya 7,5% saja yang mampu didaur ulang dan dijadikan kompos. Sisanya sebanyak 10% sampah ditimbun, 5% sampah dibakar, dan sisanya terakumulasi di TPA.
Timbunan sampah yang menggunung itu, selain menimbulkan pencemaran lingkungan, juga menambah produksi gas metana dari sampah. Kasus ledakan gas metana di gunungan sampah TPA Cirende, Lui Gajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005, telah membuka mata banyak pihak. Terutama, soal bagaimana tata kelola sampah semestinya dilakukan. Bukan saja karena telah memicu terjadinya longsor di kampung Cilimus dan kampung Pojok, ledakan metana itu juga mengakibatkan 157 orang kehilangan nyawa.
Mereka umumnya adalah para warga, tak sedikit dari mereka berprofesi sebagai pemulung. Sejak peristiwa itu, seluruh pemangku kepentingan dalam penanganan sampah mencari cara untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu sosok yang saat ini berusia 72 tahun, yang sudah terjun ke dunia pengelolaan sampah, kurang lebih selama 40 tahun, Ibu Sri Bebasari memberikan keterangan terkait bagaimana seharusnya pengelolaan sampah yang baik dan benar.
Kalau kita diskusi atau bicara tentang sistem pengelolaan sampah, itu ada paling tidak 5 aspek penting yang harus kita perhatikan. yaitu aspek hukum, aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek sosial budaya, dan aspek teknologi. Jadi bukan hanya teknologi saja ya, meskipun teknologi itu penting. Jadi mungkin dari lima aspek ini saya bisa saja mulai dari aspek sosial budaya.
Karena salah satu yang mungkin menurut pengamatan saya selama ini menjadi salah satu yang harus kita ...peklirkan itu tentang budaya kita. Budaya kita itu masih seperti budaya pamer. Jadi budaya kita itu masih, ya tadi, bikin rumah, nggak bikin WC dan nggak punya tempat sampah.
Tapi ruang tamunya sudah bintang lima. Ruang tamunya sudah bagus. Jadi alasan bahwa ini adalah kemiskinan sebenarnya tidak bisa diterima sepenuhnya. Jadi selalu jargon saya bahwa......kembali.
Bersihkan adalah investasi. Dan sampah itu tanggung jawab. Jadi sampahku tanggung jawabku, sampah kita tanggung jawab kita.
Karena dari cara berpikir, budaya itu kan cara berpikir ya, mindset gitu. Akhirnya kita juga bisa salah obat, salah solusi. Makanya saya selalu mengatakan sebelum bicara solusi, bicara dulu filosofi. Filosofi dulu, baru solusi. Karena kalau kita langsung solusi, kadang-kadang pelak-pelak asal niru gitu.
Pergi ke luar negeri juga lihat, oh di sana udah jadi listrik, oh di sana jadi kompos. Jadi langsung ke solusi filosofinya dulu belum sejarahnya seperti apa gitu. Kenapa Indonesia masih jalan di tempat, belum berhasil tadi ya.
Ya sebetulnya ya ujung-ujungnya seperti tadi. Karena dari lima aspek itu, sebagian besar itu kita selalu lima aspek itu langsung ditarahnya itu masalah teknologi atau teknis operasional. Itu saya bisa rasakan ya misalnya kalau ibu...
Terjadi mana, oh saya peneliti masalah sampah, oh sampahnya di dikitin apa? Sampahnya dikompos ya? Sampahnya jadi listrik bu? Langsung bicara tuh bicara fisik gitu loh, bicara teknologi. Jarang yang mengatakan gimana budaya kita, gimana hukum kita gitu.
Jadi masih seperti itu, saya pun mungkin dulu seperti itu. Karena saya dulu di badan pengajian dan penerapan teknologi. Tugas saya pertama men... visibilitas tadi waste incineration plant, instalasi pembakaran sampah, kita mulai nilai kalor, kadar air, kadar abu, gitu kan. Dan ternyata mendesain teknologi itu nggak begitu sulit, apa ya.
Karena teknologi itu tidak terlalu banyak berubah. Contoh lah, kita teknologi mobil, mobil ya, dari zaman dulu sampai sekarang tuh mirip kok, mau kita di Perancis mau. kita di Jiamis sama lah paling yang berubah-berubah sekarang tuh elektronik elektronik otomatik-otomatiknya tapi kalau mesin mobilnya kita pikir ya majam jadi tapi kalau kita belajar yang empatnya aspek hukum, kelembagaan, pendanaan segala budaya, itu jauh lebih kompleks daripada kita mendesain suatu teknologi seperti yang sudah dijelaskan proses pengelolaan sampah Tidak hanya tentang Redus, Reuse, dan Recycle, tetapi ada aspek lain yang jauh lebih penting, yaitu soal aspek hukum, aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek sosial budaya, dan terakhir adalah aspek teknologi.
Semuanya harus dikerjakan beriringan. Permasalahan mengenai sampah adalah masalah nasional, sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan secara komprehensif. Pemecahan masalah mengenai pengelolaan sampah memerlukan kerjasama dari berbagai stakeholder, mulai dari pemerintah, produsen produk atau dunia usaha, sampai ke masyarakat umum. Lima aspek pengelolaan sampah yang belum efektif di Indonesia harus segera dipercepat pelaksanaannya agar peristiwa di Lui Gajah tidak terulang kembali. Harapannya Indonesia bisa mengelola memiliki kualitas pengelolaan sampah yang baik.
Memang tidak akan bisa terwujud dalam waktu singkat. Perlu konsistensi dan kesadaran bersama bahwa pengelolaan sampah harus menjadi prioritas. Karena kebersihan adalah investasi.
Dan selalu ingat, sampah kita adalah tanggung jawab kita.