Jeloteh Sejarah Irak Salah satu negara di tanah Persia yang kaya minyak ini memiliki sejarah yang sangat panjang hingga ribuan tahun sebelum masehi. Jejak peradaban bangsa Irak telah tercatat sejak 4000 sebelum masehi dengan nama Mesopotamia. Peradaban yang terletak di antara antara Sungai Tigris dan Euphrates ini sekaligus merupakan peradaban tertua di dunia yang tercatat dalam ilmu sejarah modern hingga saat ini kawasan Irak mulai terkenal ke sentru dunia ketika pada abad pertengahan kalifah Islam era Abasyah bernama al-mansur Sur memindahkan ibu kota kekhalifahan Islam ke Bagdad.
Sejak itu Irak sempat menjadi kawasan ramai sekaligus sebagai salah satu pusat peradaban tertinggi hingga 500 tahun kemudian. Di abad pertengahan, Irak berada di bawah kekuasaan Turki Otoman. Namun saat Perang Dunia Pertama pecah, Turki yang bergabung dengan blok sentral mengalami kekalahan. Di bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa, kawasan Jordan, Palestine, dan Irak kemudian diserahkan ke Kerajaan Inggris. Sementara Suriah diserahkan ke Perancis.
Pada 23 Agustus 1921, Inggris mengangkat Faisal I atau Faisal bin Hussein sebagai raja lokal yang tunduk di bawah kerajaan Inggris. Siapakah Raja Faisal I? Ia adalah anak ketiga dari Hussein bin Ali, orang Arab suku Quraysh dari Bani Hashim, Bani yang sama di mana Nabi Muhammad SAW berasal. Dengan demikian, jika dirunut ke atas, Raja Faisal I ini adalah keturunan Rasulullah yaitu keturunan ke-38. Sementara ayahnya Hussein bin Ali adalah seorang suku Quraysh.
Seorang syarif Mekah dari tahun 1908 hingga 1924. Syarif Mekah adalah jabatan setara gubernur di daerah Hejaz. Jabatan ini ada sejak tahun 1967 dan secara tradisi di jabat turun-temurun oleh anak keturunan Bani Hashim sebagai penghormatan kepada keturunan keluarga baginda Rasulullah SAW. Tugas utama seorang syarif adalah menjamin keamanan utamanya kota-kota suci Islam Mekah, Madinah, dan kota-kota lain di sekitarnya. Di samping itu, Hussein bin Ali juga seorang penganut Islam.
ideologi pan-arabisme, yaitu ideologi yang memiliki hasrat menyatukan seluruh wilayah berbahasa Arab ke dalam satu negara utuh. Ideologi inilah yang menjadi salah satu alasan ia memberontak dari Ottoman. Pada tahun 1916, ketika Perang Dunia I sedang berkecamuk, Hussein bin Ali bersama ketiga anaknya, yaitu Faisal bin Hussein, Abdullah bin Hussein, dan Ali bin Hussein, membuat hejaz yang dibawah kekuasaan Ottoman membelot ke pihak blok sekutu. Padahal Ottoman berada di blok sentral. Peristiwa ini dikenal dengan Arab Revolt atau Pemberontakan Arab.
Ini adalah buah dari lobi Inggris yang menjanjikan Hejaz dan kawasan sekitarnya yang berbahasa Arab akan menjadi negara merdeka jika nanti blok sekutu menang perang. Hussein pun kepincut karena impiannya yang ingin memerintah secara independen kawasan Arab yang kala itu bukan hanya Hejaz, tapi juga Palestine, Jordan, Irak, dan Suriah terlepas dari kengkraman Ottoman bisa saja terwujud. Ia pun lalu membantu blok sekutu. Ia memproklamirkan diri sebagai Raja Hejaz ketika itu. Blok sekutu lalu lalu menyuplai mereka persenjataan untuk membantu mengusir Ottoman dari tanah Arab hingga akhirnya berhasil.
Pemberontakan Arab ini digambarkan secara epik dalam film Lawrence of Arabia produksi tahun 1962. Namun setelah Perang Dunia I usai, kemerdekaan yang dijanjikan Inggris ternyata cuma isapan jempol belaka. Karena pada kenyataannya seperti yang telah Mimin sampaikan di atas, di bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa, kawasan Jordan, Palestina, dan Irak kemudian diserahkan ke Kerajaan Inggris, sementara kawasan Syria diserahkan ke Perancis. Pada giliran berikutnya, berkat lobby kuat Zionis, Inggris lalu setuju pula menyerahkan tanah Palestina ke orang Yahudi lewat deklarasi Balfour yang membuat situasi semakin runyam.
Hussein pun protes keras. Singkat cerita, Di tengah runyamnya situasi, berdirilah tiga negara baru, yaitu Kerajaan Hejaz dengan Hussein sendiri sebagai rajanya, Emirat Jordan dengan Abdullah bin Hussein sebagai emirnya, dan yang terakhir Kerajaan Irak dan Suriah dengan Faisal bin Hussein sebagai rajanya. Ketiga negara ini adalah negara protektorat di bawah naungan Inggris. Artinya secara administratif mereka bersiwat otonom, tapi soal pertahanan mereka bergantung pada bantuan negara pelindung mereka yaitu Inggris.
Dinamika politik pun terus bergulir di kawasan ini. Isu yang paling krusial dan cukup alot untuk dipecahkan adalah soal tanah Palestine yang mana Inggris ingin menyerahkannya kepada Zionis untuk bikin negara baru Israel. Selain itu, keberadaan kerajaan Najd yang mengusung agenda pemurnian Islam versi ajaran Muhammad bin Abdul Wahab terus mengancam eksistensi kerajaan Hejaz.
Kerajaan Nejat sendiri diperintah oleh keturunan Muhammad Ibn Saud, yang dulunya emir diriah, namun berhasil memberontak terhadap Ottoman dan memerdekakan diri. Kerajaan Nejat memiliki impian menyatukan Hejaz dan Nejat di bawah satu kerajaan. Inggris terus merayu Hussein bin Ali agar mau meratifikasi perintah. Perjanjian Versailles, namun Hussein terus menolak karena keberatan dengan niat Inggris menyerahkan tanah Palestine ke Zionis.
Pendolakan ini lama-lama membuat Inggris ilfil dan mulai menarik bantuan militer dan finansial dari Kerajaan Hejaz. Hal tersebut membuat Kerajaan Hejaz melemah. Perpecahan antara Inggris dan Kerajaan Hejaz ini lalu dimanfaatkan oleh Kerajaan Nejid. Singkat cerita, pada tahun 1924 Kerajaan Nejid yang dipimpin Raja Abdul Aziz Al Saud lalu mulai menyerang Kerajaan Hejaz yang sedang melemah. Pasukan Kerajaan Nejid berjumlah jauh lebih besar karena dibantu kelompok Ikhwan yang mayoritas militan-militan suku Arab Baduy.
Kerajaan Hejaz yang kewalahan lalu meminta bantuan militer ke Inggris. Inggris pun mau bantu asalkan Hussein setuju dengan deklarasi Balfour tentang pendirian negara Israel. Namun Hussein konsisten menolak. Di tahun itu pula Hussein lengser dan digantikan anaknya Ali bin Hussein.
Setelah itu belakangan Inggris justru memasuk persenjataan ke pasukan Al Saud yang membuat Kerajaan Hejaz semakin merana. Walhasil setelah berperang selama lebih dari setahun, pada Desember 1925, Kerajaan Hejaz menyerah. Hussein bin Ali berhasil menyelamatkan diri ke Jordan hingga meninggal di sana pada 1931, sementara anaknya Ali bin Hussein menyingkir ke Irak dan meninggal di sana pada 1935. Raja Abdulaziz Al Saud lalu menyatukan Nezir dan Hejaz yang kemudian menjadi Kerajaan Saudi Arabia. Dengan demikian, maka berakhirlah riwayat kerajaan dari keturunan Bani Hashim ini di Tanah Hejaz.
Praktis, sisa kerajaan dari keturunan Bani Hashim hanyalah kerajaan Jordan dan kerajaan Irak dan Syria. Pada 1920, Perancis mulai masuk untuk mengklaim teritori Syria atas daya. sermandat tiga bangsa-bangsa.
Mereka pun mengultimati Raja Faisal untuk keluar dari Damascus demi menghindari pertumpahan darah. Sadar kekuatan militer Perancis lebih unggul, Raja Faisal I memerintahkan panglima perangnya Yusuf al-Azma mundur. Namun, darah patriotisme sang palima perang ini terusik. Ia lantas menolak perintah rajanya sendiri. Dengan sedikit pasukan yang masih loyal kepadanya dan beralatan tempur seadanya, ia menantang Perancis dan berkata tak akan menyerah tanpa perlawanan.
Pecahlah perang Maisalun. Hasilnya bisa ditebak. Mudah pasukan Yusuf al-Azma dikalahkan. Beliau sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Namun nama Yusuf al-Azma dikenang sebagai pahlawan nasional suriah hingga saat ini.
Setelah Suriah diambil Perancis, teritori kerajaan Irak hanyalah tinggal wilayah Irak yang kita kenal sampai sekarang. Pada tahun 1932, atas desakan Raja Faisal I, Inggris akhirnya setuju menghadiahkan kemerdekaan kepada kerajaan Irak. Kala itu Inggris menyetujui Irak sebagai negara kerajaan monarki konstitusional, di mana Raja sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan, mirip seperti sistem kerajaan Inggris. Sejak saat itu, maka dimulailah sejarah Irak sebagai negara merdeka.
Setahun setelah kemerdekaan Irak, yaitu pada 1933, Raja Irak pertama Faisal I meninggal dunia akibat serangan jantung. Ia lalu digantikan anak tertuanya yang masih relatif sangat muda. 21 tahun bernama Ghazi bin Faisal atau Ghazi I. Di masa pemerintahan Raja Ghazi I ini, negara Irak yang baru lahir sangatlah tidak stabil.
Pergolakan politik yang diwarnai pertumbuhan darah mengiringi hampir sepanjang perjalanan eksistensi kerajaan di negeri seribu satu malam ini. Pemberontakan suku Ashur, suku Kurdia Zidi, dan sekte Syiah memaksa militer kerajaan yang dinominasi Muslim Sunni ini menumpas mereka dengan keras. Pada masa ini pula lahir bocah laki-laki yang kelak memimpin Irak ke pentas dunia. Ialah Raja Ghazi I. lahir di desa Al-Ajwa dekat kota Tikrit pada 1937. Ia lahir dari keluarga yang sangat miskin dari ayah bernama Hussein Al-Majid dan ibu bernama Suba Talfah.
Bocah ini kemudian diberi nama Saddam Hussein. Sementara itu, pada 1939, Raja Ghazi I tewas dalam kecelakaan mobil. Putra mahkotanya yang masih balita berumur 4 tahun, Faisal II, naik tahta.
Namun karena masih di bawah umur, ia didampingi oleh wali raja, yaitu Pangeran Abdullah, yang merupakan sepupu mendiang Raja Ghazi I. Andiang Raja Muda Gazi I yang digantikan oleh raja yang bahkan masih balita ini membuat Irak terus dalam situasi ketidakstabilan politik, bahkan semakin parah. Upaya-upaya kudeta terus berlangsung, baik kudeta terhadap perdana menteri maupun kudeta terhadap kerajaan. Darah pun senantiasa tertumpah. Begitulah kurang lebih situasi Irak saat Saddam Hussein lahir dan tumbuh dewasa. Sedari lahir, Saddam Hussein tak pernah bertemu ayah kandungnya karena sudah meninggal sebelum ia dilahirkan.
Sementara ibunya yang merasa tak sanggup membesarkan anak sendirian, lalu menyerahkan Saddam Hussein ke Khairallah Talfah yang merupakan saudara kandung Subha. Talfah juga seorang petinggi militer. di kerajaan Irak sejak lahir Saddam sudah dibesarkan oleh pamannya Talfa sangat menyayangi Saddam ia sanggup menjadi sosok pengganti ayah yang hilang bagi bocah itu namun pada 1941 ketika perang dunia 2 sedang berkecamuk terjadi percobaan kudeta pemerintahan di kerajaan Irak oleh kelompok pro-jerman untuk menggulingkan pemerintahan pro-inggris namun gagal hai hai Bapak yang turut serta dalam kudeta gagal itu akhirnya dipecat dari militer dan dijebloskan ke penjara. Akibatnya Saddam yang masih bocah pun harus kehilangan ayah sambungnya itu.
Ia terpaksa tinggal bersama ibunya yang sudah menikah lagi dengan Hasan Ibrahim yang tak lain adalah adik dari ayah kandung Saddam sendiri. Berbeda dengan Talfah, Hasan Ibrahim memperlakukan Saddam dengan buruk. Menghukumnya dengan kekerasan, bahkan melarangnya masuk sekolah. Kekerasan bukan cuma menipa Saddam di lingkungan keluarga, tapi juga masyarakat. Sedari kecil, ia sudah terbiasa dibuli karena tak punya ayah.
Perkelahian jalanan pun sudah terbiasa ia lakoni, hingga dirinya harus keluar masuk tahanan khusus anak-anak. Dari sinilah mental keras Saddam Hussein nampaknya terbentuk. Pada 1947, Talfah keluar dari penjara. Saddam pun dengan senang hati lalu kembali tinggal bersama paman kesayangannya itu. Di saat itu Saddam mulai masuk sekolah.
Pada 1955, saat Saddam berusia 18 tahun, ia ikut pamannya pindah ke Bagdad dan meneruskan sekolah menengah atas. Saat di Baghdad inilah ia mulai bersentuhan dengan aktivitas politik yang kala itu cukup panas. Pada 1956, ia ikut turun ke jalan berdemonstrasi menentang kerajaan Irak yang terlalu pro-barat. Pada 1957, saat usianya 20 tahun, ia masuk Partai Ba'ath yang berideologi sosialisme dan pan-arabisme.
Partai Ba'ath memiliki konsep bahwa dunia Arab harus bersatu dan semua jejak kolonialisme di Timur Tengah harus dihapuskan, termasuk penghapusan Israel dari peta dunia. karena dianggap produk kolonialisme barat untuk memecah belah Timur Tengah. Pada tahun 1958, tepatnya tanggal 14 Juli, pecah revolusi 14 Juli yang menggulingkan kerajaan Irak yang dipimpin Brigjen Abdul Karim Qasim dan Kolonel Abdul Salam Arif.
Kejadiannya sangat cepat dan tak ada yang menduga. Kala itu kerajaan Jordan meminta bantuan tentara kepada kerajaan Irak untuk menanggulangi kemungkinan pemberontakan dari faksi-faksi anti-imperialisme barat. Irak lalu mengirimkan pasukan yang dipimpin dua nama tadi.
Namun alih-alih ke Jordan, mereka malah justru menuju Bagdad dan mengapung Istana Raja. Kudeta berdarah ini benar-benar mengagetkan dunia kalau itu ditilik dari tingkat kesadisannya. Sadar jumlah pemberontak jauh lebih banyak dari pasukan pengamanan istana, Raja Faisal II memerintahkan mereka untuk tidak melakukan perlawanan.
Para pelaku kudeta ini pun berhasil masuk ke istana. Setelah itu Raja Faisal II, Pangeran Abdullah, Putri Hiam, Putri Nafisa, dan Putri Abadia digiring keluar istana lewat halaman belakang. Sesampainya di sana, mereka disuruh menghadap tembok. Seketika itu tanpa ampun dengan keji pemberontak memberondong para bangsawan keturunan Rasulullah ini dengan senapan mesin. Setelah roboh mereka, mereka semua diangkut dengan truk pickup untuk dibawa ke markas Kementerian Pertahanan, di mana Brigjen Abdul Karim Qasim menunggu.
Di perjalanan, mereka menurunkan dua mayat, yaitu Raja Faisal dan Pangeran Abdullah. Kedua mayat itu lalu diseret sepanjang jalan. Jenazah Raja Faisal lalu digantung di depan kantor Kementerian Pertahanan. Begitu juga dengan jenazah Pangeran Abdullah.
Mereka menggantungnya setelah memutilasinya terlebih dahulu. Terima kasih telah menonton Setelah tragedi memilukan ini, maka berakhirlah riwayat kerajaan Bani Hashim di Irak. Hingga yang tersisa tinggallah kerajaan Jordan yang masih bertahan hingga saat ini. Setelah sukses dengan kudetanya, Abdul Karim Qasim mengubah konstitusi Irak menjadi negara republik parlementer, di mana ia sendiri menjabat sebagai presiden sekaligus perdana menteri, dan Abdul Salam Arif sebagai wakilnya.
Partai Baat tempat Saddam Bernaung menganggap kudeta ini sebagai angin. segar bagi ideologi pan-arabisme dan anti-imperialisme barat yang mereka anut. Hubungan Partai Ba'at dan para pelaku kudeta pun seketika hangat. Formasi kabinet Kasim pun diisi oleh kader-kader Partai Ba'at.
Namun hubungan hangat ini tak berlangsung lama. Perpecahan terjadi antara Kasim dengan wakilnya Arif yang didukung Partai Ba'at. Pemicunya adalah gelombang desakan para simpatisan Pan-Arabisme agar Irak bergabung dengan UAR atau United Arab Republic, besutan Gamal Abdul Nasir, Presiden Mesir.
Kala itu Gamal Abdul Nasir disebut-sebut sebagai embahnya Pan-Arabisme karena sepak tergolong. yang sangat aktif berjuang mencapai cita-cita menyatukan seluruh negara-negara Arab. Salah satu kemajuan usahanya adalah terbentuknya UAR, yang terdiri dari Mesir, Suriah, dan Yaman, di mana Nasir sendiri sebagai presiden. Qasim menolak Irak masuk UAR karena ia tidak sudi menjadi bawahan Gamal Abdul Nasir.
Sementara wakilnya Arif dan Partai Baat sangat bernafsu agar Irak masuk uar. Suatu ketika, diam-diam Arif bertemu Nasir dan mendiskusikan rencana Irak masuk uar. Arif berjanji kepada Nasir bahwa hal itu akan terlaksana setelah ia menyingkirkan Kasim terlebih dahulu. Konspirasi ini akhirnya terdengar oleh Kasim.
Murka, Kasim dengan cepat lalu mengebuk lawan-lawan politiknya itu. Arif ditangkap lalu dihukum penjara seumur hidup, meskipun belakangan Kasim membebaskannya pada 1961. Sementara Partai Baat yang mendukung Arief dibersihkan dari kabinet. Bukan hanya itu, Asim juga mempereteli kader-kader Partai Baat dari jabatan-jabatan militer dan pemerintahan lainnya. Banyak kader Partai Baat yang dipenjarakan. Tindakan ini memantik perlawanan balik.
Partai Baat... pun berkesimpulan, satu-satunya cara menyelamatkan Irak adalah dengan membunuh Kasim. Pada 7 Oktober 1959, Saddam Hussein yang waktu itu berumur 22 tahun ikut andil dalam upaya pembunuhan Kasim.
Saat pulang dari kantor menuju rumahnya, Kasim dicegat di perjalanan. Saddam berhasil menembak Kasim dari jarak dekat. Sopir Kasim tewas seketika, sementara Kasim sendiri tertembak di tangan dan bahu, namun selamat.
Ia lalu dilarikan ke rumah sakit. Dari rumah sakit, Kasim memerintahkan anak buahnya untuk menghabisi para pengikut partai bahu. sebaat Saddam pun menjadi orang paling dibunuh namun ia berhasil kabur ke Surya kurita gagal ini seketika melambungkan nama Saddam Hussein di Irak di mata posisi Saddam digambarkan sebagai patriot nasionalis dan pemberani dari Surya Saddam lalu pindah ke Mesir untuk melanjutkan studinya dan bergabung dengan Partai Baat, cabang Mesir.
Reputasinya sebagai politisi pan-Arabisme membuat Saddam dekat dengan pemerintahan Mesir. Mereka pun memberikan bantuan kepada Saddam selama ia mengasingkan diri di negeri itu. Pada 1963 saat di Mesir ini, Saddam melepas masalah jangnya dengan mempersunting sepupunya sendiri, Sajidah Talfah. Dari pernikahan ini lahir lima anak, yaitu Uday, Kusai, Raga, Drana, dan Hala. Di tahun yang sama, pada depan Februari bertepatan dengan bulan Ramadan, terjadi Ramadan Revolution di Irak, yaitu upaya kudeta kedua kali oleh Partai Baat untuk menggulingkan Qasim.
Persiapan yang jauh lebih matang akhirnya berhasil. Qasim yang berlindung di kantor pertahanan akhirnya menawarkan diri untuk menyerah, asalkan tak dibunuh. Permintaan ditolak. Tak lama kemudian pemberontak berhasil menyerubu masuk dan menahan Qasim. Abdul Salam Arif dan Partai Baat lalu mendirikan pemerintahan baru.
Kasim pun memohon kepada Arif, mantan sohibnya itu, agar ia dibiarkan hidup, namun permintaan ditolak. Esok harinya Kasim dieksekusi dan jasadnya dipertontonkan di televisi. Setelah itu Arif didaulat jadi pemerintahan baru. presiden Irak berikutnya dan seorang jenderal dari Partai Baat bernama Ahmed Hasan al-Bakr sebagai Perdana Menterinya Saddam pun kembali pulang ke Irak Ahmed Hasan al-Bakr ini disebut sebagai paman dari Saddam Hussein keberhasilan Partai Baat dan naiknya al-Bakr ke puncak mental politik di Irak tentu akan memuluskan jalan Saddam namun sayang hal tersebut tak terjadi setelah menguasai pemerintahan Bukannya bertambah solid, Partai Baat malah ribut dan terjadi perpecahan internal.
Perpecahan ini bukan hanya membuat pemerintahan yang baru dibentuk jadi tak berjalan, namun juga nyaris membawa Irak ke gerbang perang saudara. Dengan dalih menyelamatkan negara, Abdul Salam Arif lalu menggulingkan pemerintahan Partai Baat pada bulan November. Al-Bakar pun disinggirkan dan dipenjara. Pada September 1964, Saddam mencoba mengorganisir purita namun ketahuan oleh Arif sebelum teraksana.
Saddam pun diburu aparat keamanan lalu tertangkap dan dipenjara menyusul pamannya, Al-Bakr. Selama dipenjara, hubungan paman dan keponakan ini makin rat. Singkat cerita, selepas keluar penjara, Hasan Al-Bakar menduduki pucuk pimpinan Partai Baat dan Saddam Hussein sebagai wakilnya Pada April 1966, Abdul Salam Arif tewas dalam kecelakaan helikopter Adiknya Abdurrahman Arif lalu naik tahta sebagai presiden ketiga Irak.
Banyak kalangan menganggap kepemimpinan Abdurrahman Arif sangat lemah. Puncaknya ketika pecah perang 6 hari Arab-Israel, di mana Mesir, Suriah, dan Jordan mengalami ketalahan yang memalukan karena Israel... berhasil menguasai semenanjung Sinai, tepi barat, dan dataran tinggi Golan. Kekalahan ini mendapat respon kemarahan besar dari publik Irak, karena Irak kala itu dianggap memiliki peran yang sangat minim dalam membantu negara-negara Arab. Pemerintahan Irak yang dianggap lemah pun digoyang.
Situasi ini dimanfaatkan betul oleh Partai Baat. Pada Juli 1968, Partai Baat kembali melancarkan kudeta, yang kali ini tanpa pertumbuhan darah dan berhasil. Abdurrahman Arif diusir ke London. Setelah itu, Hassan al-Bakr menjadi presiden Irak keempat dan Saddam Hussein ditunjuk sebagai wakilnya. Maka dimulailah era Irak di bawah pemerintahan Partai Ba'ath.
Pada Juli 1979, Hassan al-Bakar mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Saddam pun naik takhta sebagai presiden kelima Irak pada umur 42 tahun. Hal pertama yang dilakukannya adalah membersihkan Partai Ba'at dari orang-orang yang dianggapnya tidak loyal, sehingga hanya orang-orang yang setia kepadanya yang tersisa di partai itu.
Maklum, Partai Ba'at berideologi sosialis tentu alergi dengan kaum oposisi. Tahun-tahun awal kepresidenan Saddam Hussein dibaringi dengan oil booming alias melonjaknya harga minyak dunia akibat pemerintahan global yang naik tajam. Irak sebagai negara dengan cadangan minyak terbukti sebanyak 143 miliar barel menempatkannya di posisi kelima. negara penghasil minyak terbesar di dunia. Pada tahun itu pula produksi minyak Irak naik gila-gilaan hingga 3,5 juta barel per hari.
Fulus pun mengalir deras ke kantong negara. Dengan kekayaan itu Irak hari ini seharusnya bisa menjadi negara makmur sekelas kandungan. Qatar, Oman, UAE, Kuwait, atau Bahrain. Namun sejarah perjalanan Irak justru menuliskan sebaliknya.
Pecahnya revolusi Syiah di Iran membuat tegang di kawasan regional di sekitar Iran. Ayatullah Khomeini dalam pidatonya dengan tugas mengutarakan keinginannya untuk mengekspor revolusi Islam versinya itu ke luar Iran. Negara terdekat yang paling mungkin jadi tujuan ekspor tersebut tentu saja Irak.
Khomeini bahkan menghasut rakyat Irak untuk menggulingkan pemerintahan Partai Baat yang dianggap sekuler. Saddam pun melihat ini sebagai ancaman nyata. mengingat hampir 60% penduduk Irak adalah Syiah.
Dengan kekayaan melimpah hasil jualan minyak, Irak pun mulai membangun kekuatan militer untuk bersiap membendung. Di saat yang sama, militer Iran semakin melemah setelah terkena embargo Amerika. Bagi Saddam, hal itu adalah kesempatan emas untuk menyerang lebih dulu.
Konflik akhirnya memuncak berkenaan dengan isu penguasaan jalur Shat-el-Arab yang sudah lama dikelola bersama. Pada 22 September 1980, Angkatan Udara Irak menyerang basis-basis pertahanan militer Iran guna melengkuhkan Angkatan Udara Iran sebelum melancarkan serangan darat. Perang Iran-Irak pun dimulai.
Selain dukungan dari negara-negara barat, Irak juga didukung negara-negara Arab. Mereka melihat Irak sebagai bendungan dari bahaya aliran revolusi Syiah-Iran. Dengan dukungan ini, Irak pede akan menang dalam waktu singkat, namun ternyata salah besar. Meskipun Irak telah menggunakan senjata kimia, Iran tak mudah dikalahkan. Perang pun terus berkecambuk selama 8 tahun hingga akhirnya kedua negara menerima resolusi PBB No. 598 pada Agustus 1988. Kedua belah pihak lalu menarik diri dan mengembalikan aturan perbatasan seperti sebelum perang.
Pasca perang dengan Iran, ekonomi Irak babak belur. Irak butuh dana segar setidaknya sebesar 230 miliar dolar untuk merekonstruksi kehancuran negaranya pasca perang. Selain itu, perang juga meninggalkan utang luar negeri super jumbo, yaitu sebesar 130 miliar dolar. Salah satu pemberi utang ke Irak selama perang adalah Kuwait. Dengan dalih bahwa perang dengan Iran untuk melindungi Kuwait dari bahaya revolusi Iran, Irak meminta Kuwait menghapus hutang tersebut, namun Kuwait menolak.
Ketegangan pun mulai nampak di antara dua negara tetangga yang dulu bersahabat ini. Untuk mengatasi krisis, Irak juga berupaya menaikkan harga minyak dunia yang kali itu sedang jatuh. Irak meminta negara-negara OPEC, di mana Irak sendiri berada di dalamnya, untuk menurunkan produksi minyak. Dengan turunnya produksi, diharapkan harga minyak naik. Dengan harga minyak naik, maka Irak bisa meningkatkan kemampuan pembayaran hutang luar negerinya.
Namun bukannya menurunkan, Kuwait justru malah menaikkan produksi minyaknya yang membuat Irak semakin radang. Puncak ketegangan antara Irak dan Kuwait adalah ketika Irak mendapati produksi minyak di ladang rumah ilah miliknya mengalami penurunan, namun di saat yang sama produksi minyak di Kuwait meningkat. Irak lantas menuduh Kuwait melakukan slime drilling alias pengeboran miring, guna mencuri minyak Irak. Sebagai kompensasi, Irak meminta 2,4 miliar dolar, namun ditolak Kuwait, yang juga mengatakan tuduhan itu sama sekali tak berdasar. Pada 2 Agustus 1990, pukul 2 pagi, Irak akhirnya menginvasi Kuwait.
Perang Tasimban ini berlangsung sangat singkat, yaitu 2 hari. 100 ribu tentara Irak beserta 300-an tank tempur berhasil mengebuk Kuwait yang hanya diberkuat 16 ribu tentara. Saddam lalu menjadikan Kuwait sebagai salah satu provinsi Irak dan mengangkat Ali Hasan Al-Majid alias Ali Kimia sebagai gubernurnya.
Reaksi dunia sangat keras terhadap Irak atas invasi Kuwait ini. Dunia ramai-ramai mengutuknya. PBB pun mengeluarkan beberapa resolusi.
Dari resolusi-resolusi tersebut ada yang merupakan sanksi ekonomi. Irak jadi tak bisa jualan minyak. Hal ini semakin menghantam ekonomi Irak yang sudah babak belur.
PBB lalu mengultimatum Irak menarik pasukan dari Kuwait paling lambat 15 Januari 1991. Namun hingga waktu yang ditentukan Irak tak menariknya. Pada 17 Januari 1991, jam 2 pagi, pasukan koalisi pimpinan AS menyerbu Irak, di dalamnya termasuk Saudi dan Mesir. Perang berlangsung hingga 28 Februari 1991 dengan kemenangan di pihak koalisi. Kuwait pun berhasil dibebaskan.
Naas bagi Irak, setelah perang berakhir embargo ekonomi tak ikut serta merta dicabut. PBB hanya akan mencabut sanksi ekonomi jika Irak memusnahkan senjata kimia yang mereka punya. Irak pun patuh dan mulai secara bertahap memusnahkan kepemilikan senjata kimia mereka.
Akibat embargo ekonomi tersebut, Irak tak bisa lagi jualan minyak dengan leluasa. GDP Irak pun nyungsep 98% ke angka 408 juta USD dibandingkan tahun 1979 ketika booming minyak dan sebelum terlibat perang apapun yaitu sebesar 37,8 miliar dolar. Rakyat Irak pun kelaparan. Angka kematian bayi meroket.
Selepas perang dengan Kuwait, berbagai pemberontakan untuk menggulingkan Saddam bermunculan. Salah satunya yang terbesar adalah pemberontakan suku Kurdi yang memakan korban sipil hingga 180 ribu jiwa. Ali Hasan Al-Majid yang bertugas menumpas pemberontakan ini konon menggunakan senjata kimia. Dari peristiwa inilah kemudian ia dikenal dengan nama Ali Kimia.
Kebanyakan pemberontakan ini didukung AS. Maklum, sejak AS memimpin serangan koalisi ke Irak, hubungan kedua negara ini panas. Amerika pun sangat ingin Saddam lengsir dari kekuasaan dengan dalih membersihkan kepemilikan senjata pengusnah massal di Irak dan menjaga perdamaian dunia. Karena menurut mereka, Saddam Hussein adalah sumber kekacauan di Timur Tengah. Namun tak ada satupun pemberontakan yang berhasil menggulingkan Saddam Hussein.
Pada Oktober 1998, penggulingan kekuasaan Saddam Hussein resmi menjadi kebun. kebijakan luar negeri Amerika Serikat seiring dengan disahkannya Undang-Undang Pembebasan Irak oleh Presiden Bill Clinton. Undang-Undang ini mencapai kulminasi di zaman Presiden George W. Bush pada 2003. Kali itu, AS terus menggaungkan kepemilikan senjata pengusnah masal oleh Irak yang membahayakan dunia.
Irak pun menyangkal berkali-kali. Inspektor PBB pun diterjunkan untuk memeriksa apakah Irak masih memiliki senjata pengusnah masal. Hasilnya tak ditemukan bukti bahwa Irak masih memilikinya.
Meskipun demikian, Irak tetap diinvasi. Negara yang sudah lemah secara ekonomi dan militer ini hanya bisa bertahan selama sebulan. Setelah Irak dikuasai pasukan koalisi, Saddam Hussein pun diburu dan berhasil ditangkap saat sedang bersama.
sembunyi di lubang persembunyiannya. Setelah 3 tahun proses pengadilan, ia dijatuhi hukuman mati atas kejahatan kemanusiaan yang menewaskan 148 orang siah di Dujail. Sebulan setelah vonis dibecakan, ia pun menjalani hukuman mati dengan cara digantung. Perang Irak adalah perang ilegal yang didasari atas kebohongan bahwa Irak memiliki senjata pengusnah masal.
Perang ini pun mendapat banyak kecaman di dunia. Pada September 2004, Sekjen PBB, kala itu Kofi Annan, menegaskan bahwa Perang Irak bertentangan dengan piagam PBB. Dalam piagam PBB, artikel 2 nomor 4 berbunyi, Semua anggota dalam hubungan internasionalnya harus menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara manapun, atau dengan cara apapun yang tidak sejalan dengan tujuan perserikatan bangsa-bangsa.
Jadi alasan menginvasi sebuah negara dengan tujuan menggulingkan sebuah rezim apapun, tidaklah dibenarkan. Namun kecaman tinggallah kecaman. Tak ada negara yang bisa menghentikan tindakan AS sebagai satu-satunya negara eridaya yang menganggap dirinya sebagai polisi dunia.
Setelah Saddam Hussein lengser, apakah kondisi Irak langsung membaik? Tentu saja tidak. Embargo ekonomi memang dicabut.
Tapi perang saudara meletus di mana-mana yang membuat rakyat Irak makin tercabik-cabik bertahun-tahun kemudian. Invasi AS ke Irak tak membunuh lebih dari 8.000 rakyat sipil Irak. Tapi kekacauan politik dan ekonomi setelah invasi telah menyebabkan jutaan rakyat Irak kehilangan nyawa.
Siapakah yang harus bertanggung jawab? Kalau Saddam Hussein harus dihukum gantung karena genosida 148 orang syiah di Dujail, bagaimana dengan George W. Bush yang telah melakukan perang ilegal dan menyebabkan kematian jutaan rakyat Irak? Ternyata hukuman terberat beliau adalah dilempar sepatu. Itu pun gak kena.
Entahlah bagaimana akhir dari hidup si Bush ini. Dengan lumuran darah jutaan rakyat Irak yang tak berdosa, apakah ia akan bisa menghadapi kematian dengan tenang, setenang rival abadinya, Saddam Hussein. Woy, saya berani ngambil pembunuhnya Woy, ya!