Transcript for:
Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan

Siapa yang pro penjajahan? Hantam, remuk, redam. Melainkan juga harus disertai infrastruktur lunak.

Yang tampak bahwa peran pendidikan keluarga negaraan sangat strategis. Hantam, remuk, redam. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh salam sejahtera bagi kita semua para mahasiswa yang budiman kita akan melanjutkan kembali pembahasan mengenai hakikat pendidikan kewarganegaraan bersama Profesor Budi Mansyah.

Ada pertanyaan yang menggelitik, mungkin agak nakal Prof, boleh disampaikan? Silakan Pak Putriara. Sekalipun sudah dijelaskan pada urayan bagian pertama, apakah ada alasan-alasan yang penting mengapa pendidikan kewarganegaraan itu diperlukan? Demikian pertanyaannya Prof. Tampaknya pertanyaan tersebut perlu dijawab yang komprehensif.

Oleh karena itu, saya akan mencoba menjawab mengapa pendidikan kewarganegaraan itu diperlukan dengan empat alasan. Pertama, alasan historis, yaitu mengambil pelajaran dari catatan sejarah. Bung Karno pernah mengatakan bahwa tingkatan pertama dari revolusi kita adalah fase pemerdekaan atau liberation.

Sebuah hal menurutnya lebih mudah. Persoalannya hanya satu, pro atau kontra penjajahan? Habis perkara.

Siapa yang pro penjajahan? Hantam, remuk, redam sama dia. Siapa yang kontra penjajahan? Ayo peganglah bambu runcing ini Ayo panggulah ini senapan Pembagian kekuatan-kekuatan konstruktif dan destruktif Sangat mudah dan tidak ada komplikasi Selain itu, pada masa pemerdekaan Idealisme membumbung tinggi Idealisme menyala-nyala Raja Wali Indonesia pada waktu itu benar-benar menggaruda di Sabta Angkasa. Situasinya amat berbeda pada tingkatan kedua revolusi, yakni dalam masa nation building, yakni tingkat membina bangsa yang sedang kita jalani sekarang ini.

Pada tahap ini biasanya idealisme agak luntur dan egocentrisme, akusentrisme biasanya makin tumbuh. Oleh karena itu pendidikan keluarga negaraan diperlukan sebagai wahana membina bangsa atau nation building. Alasan selanjutnya apa Prof?

Silahkan dilanjutkan penjelasannya. Yang kedua alasan yuridis, yang ini alasan berdasarkan perintah undang-undang. Dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, pasal 35 tentang perikulum, ayat 3, ditegaskan bahwa perikulum pendidikan tinggi, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib membuat mata kuliah agama, Pancasila, pendidikan keluarga negaraan, dan bahasa Indonesia.

Jadi jelas, menyelenggarakan pendidikan keluarga negaraan adalah melaksanakan perintah undang-undang. Ketiga, alasan sosiologis Yaitu alasan berdasarkan keadaan di masyarakat Alasan ini perlu dijelaskan agak panjang Karena untuk menilai keadaan masyarakat sekarang perlu membandingkan dengan keadaan sebelumnya. Jadi bagaimana penjelasan dari alasan sosiologis itu Prof. Budi Mansyah? Penjelasannya akan menggunakan konsep konektivitas sebagai salah satu modal sosial kita itu. Usaha mengembangkan jejaring konektivitas tidak cukup mengandalkan infrastruktur keras seperti jalan, jembatan, transportasi, bangunan dan sejenisnya melainkan juga harus disertai infrastruktur lunak seperti pendidikan, budaya, agama, nilai karakter dan sejenisnya Kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa Sumpah Pemuda tahun 19...

Pada waktu itu, sarana konektivitas fisik sangat terbatas. Namun dengan kekuatan konektivitas hati dan pikiran yang kuat, generasi sumpah muda mewariskan modal sosial yang kuat bagi perkembangan bangsa. Nah, dewasa ini kita memiliki konektivitas fisik yang jauh lebih baik.

Dengan kehadiran berbagai moda transportasi darat, laut, udara, telematika dan media digital. Namun akhir-akhir ini rupa-rupanya terjadi pelemahan konektivitas hati dan pikiran. Sehingga intensifikasi dan ekstensifikasi penggunaan media digital itu tidak sungguh-sungguh mengarah pada apa yang sejatinya disebut media sosial. di kata sosius yang artinya bersahabat tersambung hangat malahan dalam kenyataannya menjadi media aksosial saling mencaci saling merundung dan saling menegasikan yang menimbulkan dan diskoneksi inilah alasan sosiologis perlunya pendidikan keluarga negaraan yang mendidik kembali anak muda kita agar benar-benar dapat menggunakan kecanggihan konektivitas fisik untuk menunggu kembangkan modal sosial oh jadi seperti itu ya prof agar konektivitas itu bisa diperkuat keragaman jaringan-jaringan sosial itu perlu disatukan seperti lidi yang berserakan perlu lalu ikatan agar bisa menjadi sapu lidi yang dapat digunakan untuk menyapu lantai.

Selanjutnya, alasan apa lagi yang menyebabkan pendidikan keluarga negaraan itu penting, Prof? Para mahasiswa yang budiman, yang keempat adalah alasan politis. Hal ini ada kaitannya dengan kebijakan pemerintah mengenai pendidikan keluarga negaraan dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah sejak tahun 1957. Pada masa order lama, mulai dikenal istilah kewarganegaraan tahun 1957, civics tahun 1962, dan pendidikan kewargaan negara tahun 1968. Pada awal pemerintahan order baru, kurikulum sekolah yang berlaku dinamakan kurikulum 1968. Selanjutnya berubah menjadi 1975, 1984, dan 1994. Pada masa reformasi diberlakukan kurikulum 2004 dan terakhir kurikulum 2013. Dalam semua kurikulum itu pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib, sekalipun penamaannya berubah-ubah.

Di Perguruan Tinggi pada mulanya dikenal mata kuliah pendidikan kewiraan sejak tahun ajaran 1973-1974. Tujuannya menumbuhkan kecintaan pada tanah air. Selanjutnya dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional Pendidikan kewiraan merupakan bagian dari pendidikan kewarganekaran Dan pada tahun 1995 nama mata kuliah berubah menjadi pendidikan kewarganegaraan sampai sekarang. Demikianlah empat alasan mengapa pendidikan kewarganegaraan itu penting, terlebih lagi setelah Indonesia memasuki era reformasi.

Pada era reformasi, wacana pembangunan bangsa dan pembangunan karakter, yakni nation and character building, meletakkan pengakuan atas hak-hak warganegara sebagai isu sentral dalam masyarakat pluralis yang demokratis. Dengan kata lain, perjuangan dan pemerolehan bahkan hak sipil, hak asasi manusia, hak keadilan sosial dan politik diyakini akan lebih mudah dicapai. Itu tesisnya. Bagaimana menurut pandangan Prof. Budi Mansyah?

Kita sudah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan tesis itu. Upaya itu diwujudkan misalnya melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan keinginan untuk merestorasi Pancasila. Akan tetapi setelah hampir dua windu, Keliatannya harapan ini tidak begitu tampak, terkecuali pada aspek kebebasan berepresi, di mana kesempatan yang tersedia memang jauh lebih luas, tidak terkekang, dibandingkan dengan kesempatan pada masa rejim otoriter.

Di lain pihak, di era transisi demokrasi bangsa Indonesia, bisa justru dihadapkan pada pelbagai fenomena yang mempengaruhi kewarganegaraannya seperti nasionalisme ekonomi, etika sosial, pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi, degradasi lingkungan, lokalisme demokratis, dan multikulturalisme. Semua masalah yang disebutkan belakangan ini merupakan tantangan berat dalam revitalisasi cita sipil khususnya melalui pendidikan kewarganegaraan. Prof, sejumlah ahli mengatakan bahwa tantangan besar ke depan lainnya bagi bangsa Indonesia adalah menumbuhkan budaya dan kehidupan demokrasi atau kultural demokrasi pada berbagai komponen masyarakat, mulai dari elit politik, para birokrat dalam sistem pemerintahan, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, kaum intelektual, hingga masyarakat luas. Apa maksudnya ini, Prof? Maksudnya begini, Mbak Mutiara.

Kita masih mempunyai pekerjaan rumah bahwa budaya dan kehidupan demokrasi harus terjadi pada berbagai komponen masyarakat. Karena pembentukan struktur pemerintahan negara yang demokratis tanpa diimbangi dengan tumbuhnya kehidupan demokrasi pada berbagai komponen masyarakat akan menjurus pada lahirnya kehidupan demokrasi yang semu atau pseudo-demokrasi. Oleh karena itu, pembinaan pemahaman akan prinsip-prinsip serta cara hidup yang demokratis adalah salah satu tantangan mendasar bagi sistem pendidikan nasional dalam membentuk dan mengembangkan kehidupan negara dan masyarakat yang semakin demokratis. Sistem pendidikan nasional sebagaimana yang digariskan dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 beserta peraturan perundangan turunannya merupakan instrumen untuk mewujudkan komitmen nasional itu dalam kaitan ini bagaimana peran pendidikan kewarganegaraan Prof pada tataran kurikuler pendidikan kewarganegaraan baik substansi Proses pembelajaran maupun efek sosial-kulturalnya sengaja dirancang dan diprogramkan untuk mewujudkan program-program pendidikan demokrasi yang bermuara pada pembentukan karakter bangsa Indonesia.

Tujuan utamanya adalah untuk menumbuhkan karakter warga negara, baik karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu, maupun karakter publik, misalnya kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main atau rule of law, berpikir kritis, dan kemauan untuk pendengar bernegosiasi dan berkompromi. Dengan demikian tampak bahwa peran pendidikan kewarganegaraan sangat strategis dalam menumbuhkan karakter privat maupun karakter publik. Para mahasiswa yang Budiman, tidak terasa kita harus mengakhiri pertemuan kali ini. Profesor Budiman Syah telah menguraikan hakikat pendidikan kewarganegaraan dalam dua bagian. Pada intinya bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian penting dari pembangunan bangsa dan pembangunan karakter atau nation and character build.

oleh karena itu kami sampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada Profesor Budi Mansyah atas kuliahnya yang sangat menarik ini kepada para mahasiswa atau siapapun yang tertarik pada kuliah ini jika ingin menyampaikan pertanyaan langsung saja silahkan tulis dalam kolom komentar tayangan video ini pertanyaan insya Allah akan dibahas dalam pertemuan perkuliahan-perkuliahan selanjutnya sampai jumpa pada pertemuan yang akan datang yang akan membahas mengenai esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pembangunan bangsa dan karakter Wassalamualaikum Wr. Wb