Transcript for:
Kebahagiaan dan Uang

Pernyataan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Saya setuju kalau uangnya dikit. Kalau banyak bisa.

Beneran ini. Kebahagiaan manusia itu melibatkan memori, melibatkan emosi, melibatkan yang namanya asumsi. Orang itu berpotensi bahagia kalau dia itu otaknya itu mampu melupakan hal-hal yang tidak nyaman.

Jadi orang pelupa itu gampang bahagia. Jadi memang kebahagiaan itu tidak sederhana. Kompleks. Enggak ada. Orang yang bilang bahagia sederhana ya dia enggak faham saja.

Dokter Sri Yuhasa, gitu ya? Awalnya kenapa bisa dipanggil begitu? Di ini, jadi tahun 2014 itu pertama kali muncul bukunya Dari, mulai rame di Indonesia.

Ya Sapiens? Sapiens, itu mulai... Dikenal oleh Kalaya Indonesia itu tahun 2014 Ya sebetulnya Sudah 2 tahun sebelumnya Sudah muncul tapi Buku itu diterjemahkan Tahun 2014-2015 Mulai keluar Terjemahnya bahasa Indonesia Di situ Saya juga baru Menyadari ya notice bahwa Tidak banyak orang yang tahu bahwa manusia ini, manusia yang hidup sekarang itu hanya salah satu dari manusia yang pernah ada.

Sebelumnya gitu ya? Oh sebelumnya masih. Sebelumnya. Jadi bahwa manusia ini dianggap satu-satunya manusia. Jadi Humusapien ini dinotis sebagai satu-satunya manusia.

Padahal pada kenyataannya manusia ada manusia-manusia spesies lain. Homo Neanderthal, Homo Naledi, Homo Denisovan, Homo Florosensis, Homo Lusonensis, Homo Erectus itu. Meskipun Homo Erectus itu lebih tua, tetapi manusia sapien ini, manusia sapien itu bukan satu-satunya Homo. Dan kita itu pernah hidup, dalam periode yang sama dengan enam manusia lain gitu, bukan umur sapi yang umur denisova, umur naledi umur neandertal yang memang punah tapi katanya waktu terakhir sempat dibilang gen-gennya homo yang lain sempat ada yang kebawa juga oh iya, bahkan gennya gennya ah Kita itu bukan hanya membawa gennya humu-humu yang lain, kita juga membawa gennya bakteri.

Karena itu nenek moyang kita. Makanya kalau ada orang yang ngomong ke saya, dok, ternyata memang nenek moyang kita itu dulunya memakan tumbuh-tumbuhan saja. Maksudnya dia itu vegan. Saya bilang, oh iya benar. Bahkan nenek moyang kita yang lebih dulu itu makannya belerang.

Apa itu? Apa namanya? Bakteri.

Bakteri nenek moyang kita dulu awalnya makan belerang. Apakah kita ya tiru-tiru mau niru nenek moyang kita yang makan belerang? Ya monggo, silakan.

Jadi waktu itu terus kemudian saya di Twitter itu mencoba menyampaikan bahwa kita ini bukan hanya... Humuh kita itu juga masuk dalam keluarga besar The Great Apes. Hmm, benar. Nah, itu bedes itu. Iya, keramusan.

Nah, bedes itu. Nah, saya selalu menyebut kata bedes sapien, bedes-bedes. Itu di Twitter.

Nah, mereka malah. Balik, manggil saya dokter pedes. Oh, kayaknya jadi dok deh. Ya, nggak apa-apa juga. Itu awalnya dokter pedes.

Oke. Ternyata dari situ, itu baru tahun 2014. 2014. Setiap kali saya nge-tweet itu, menyebut manusia itu sebagai pedes. Supaya ya kita...

Mengingat kekelambatan. Mengenalkan bahwa kita memang pedes. Dijawab lagi oleh netizen waktu itu ada yang ngomong, ya itu mah karena yang ngomong udah kaya banget katanya gitu Mas Riu.

Nah dari ilmu tentang otak ya kan, dari ilmu neuroscience, sebenarnya kebahagiaan ini kita udah bisa memahami nggak sih apa itu kebahagiaan kalau secara neuroscience dan misalnya faktor-faktor apa sebenarnya yang bisa bikin manusia itu bahagia ya kan dan nggak dan Apa pendapat Mas Riu tentang si kutipan tadi? Mungkin boleh mulai dari situ. Ya pertama, pernyataan bahwa uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Saya setuju kalau uangnya dikit. Kalau banyak bisa.

Beneran ini. Gitu ya, Pak. Beneran Jadi kalau uang sedikit mungkin nggak bisa.

Kalau uang banyak, kemungkinan besar bisa membeli kebahagiaan itu. Jadi kutipannya itu adalah Uang tidak bisa membeli kebahagiaan kalau sedikit. Kalau banyak kayaknya bisa deh. Nanti kita bahas kenapa yang namanya uang itu bisa membeli kebahagiaan.

Apakah neurosain atau manusia zaman sekarang atau saintis sekarang memahami apa itu kebahagiaan? Oh ya sudah jelas, paham. Jadi kebahagiaan itu sendiri... sudah dipahami secara urusan kebahagiaan itu apa, apa bedanya yang namanya kebahagiaan dengan kesenangan kebahagiaan dan kesenangan itu apa, itu sudah dipahami, sudah sejak lama sebetulnya tahun berapa atau dekade berapa?

awalnya dimulai dengan ketidaksengajaan, dari tahun 1954 itu ada dua orang ilmuwan itu, Old dan Milner Itu dua orang ini sebetulnya mau mencari di mana sih letaknya memori itu di otak itu disimpan. Dari dulu itu ya. Penelitian-penelitian awal itu ini ingatan itu di otak itu disimpan di mana.

Di sebelah mananya. Di bagian mana. Penelitian Old and Milner ini akhirnya secara tidak sengaja itu mengarahkan mereka menemukan pusat emosi kebahagiaan itu di Wanahit.

Jadi sebenarnya nyari memori tapi akhirnya ketemu emosi. Secara random ya, penelitian eksperimental dulu itu kan ya pada saat manusia itu belum paham sebenarnya kerjanya otak itu bagaimana. Sampai tahun 60-an itu tidak paham.

Nah tahun 54, Old and Milner ini meneliti, yang digunakan sebagai bahan penelitian tikus, tikus predale itu ya. Mereka memasang perut atau jarum kecil. Diarahkan ke bagian-bagian tertentu di otak tikus itu.

Nah kebetulan pada suatu saat dia menaruh ujung perut itu atau ujung jarum penelitian itu di tempat yang namanya amigdala. Dari situ penelitian itu sampai akhirnya mereka mendapatkan petunjuk. Dan terus kemudian dia... meng-enhance penelitiannya.

Akhirnya ditemukanlah yang namanya pusat kebahagiaan di otak tikus. Yaitu di amigdala. Oh, di situ. Kalau amigdala itu lebih tepatnya itu pusat emosi di nukleus akumbens.

Nukleus akumbens di amigdala itu diberi perut. Kemudian kalau kemudian kadar dopaminnya itu dinaikkan di situ. tikus-tikus itu merasa bahagia. Ini gimana ya? Capturing wall mereka bahagia.

Jadi excited mereka. Kebahagiaan. Bahkan pada saat setiap kali dikasih pedal tikusnya itu, ini kalau pedal ini dipencet, otaknya ini mengalami kebahagiaan. Melayu kebahagiaan.

Ternyata, ale-ale di surga, tikus itu dikasih makan, di sini dikasih pedal. Ale-ale dia itu milih makanan, dia milih banyak pedal. Kebahagiaan itu. Itu sebenarnya udah mirip-mirip sama yang manusia lakuin juga tuh.

Ya, ini awalnya. Bagaimana manusia itu akhirnya, kita ya, scientist itu, memahami di mana letak kebahagiaan itu. Ini adalah pusat emosi akumen.

Dia, apa namanya, ini penelitian awal. Sebetulnya kesimpulan ini, kesimpulan yang saya sampaikan ini, bukan disimpulkan oleh Old dan Milner. Waktu itu mereka hanya mempunyai data.

Ini kenapa Tegus ini dikasih makanan nggak mau, malah mencet pedalnya. Tapi kesimpulan yang saya sampaikan itu, baru disimpulkan tahun 1990 akhir masih 40 tahun kemudian tuh dari data-data yang dikumpulkan oleh Ulf L. Milner tahun 1954 mereka juga tidak bisa menyimpulkan itu baru setelah kita mempunyai yang namanya rekaman otak bagaimana kita, MR sudah ada bahkan PET scan sudah ada akhirnya penelitiannya Old and Milner dulu ini kenapa seperti kesimpulannya yang seperti saya katakan tadi. Itu tahun 90-an akhir gitu. Ya itu yang namanya sains ya memang begitu berkembang pelan-pelan.

Mereka tidak tahu data ini kok demikian. Tikus ini malah milih mencet pedal ketimbang makan gitu. Kermediaan. Nah setelah itu belakangan kita baru tahu bahwa tikus itu mendapatkan kebahagiaan otaknya bahagia gitu.

Bahagia itu pada saat tikus itu mendapati makanan misalnya. Jadi kalau tikus itu menemukan keju itu, otaknya mengalami sensasi seperti dia pada saat memelihara pejal itu. Pada saat tikus mulai memakan keju itu, kebahagiaan itu hilang. Jadi kebahagiaan itu pada saat dia menemukan keju dan mendekati keju mau makan.

Pada saat dia mulai makan keju. Sensasi bahagia pada otak tikus itu menurun dan menghilang. The initial return itu ya.

Nah, akhirnya otaknya itu mengalami dan kebahagiaan itu candu. Dia akan mencoba mencari lagi, mencari makanan untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Pada saat dia mulai makan, kebahagiaannya itu hilang.

Kalau kebahagiaan itu berlaku terus-menerus, tikusnya mati. Karena dia mencet ini. Mencet ini. Tikus-tikusnya.

Tukang intan. Iya. Tikus-tikusnya old and middle yang lebih memiliki mencet dopamin yang dialirkan ke pusat emosinya.

Itu membuat tikus-tikus ini mati dalam keadaan bahagia. Dan smiling. Iya.

Warnanya itu adalah sisi gelap dari kebahagiaan. Karena kebahagiaan yang berlancung terus-menerus. itu menjadikan citikus ini, bahkan binatang pada umumnya, itu mengalami demotivasi untuk melanjutkan kehidupan.

Jadi kebahagiaan itu diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Justru ada takarannya yang pers, ya Mas? Seperti hal-hal lain juga. Gak berarti semakin banyak semakin bagus gitu. Ya betul itu.

Itu adalah bagaimana yang namanya neuroscientist itu pada akhirnya memahami kebahagiaan itu bagaimana muncul. Nah pada akhir tahun 90-an juga dipahami bahwa apa yang membuat binatang ini bahagia gitu ya. Termasuk manusia ya.

Jadi kebahagiaan pada tikus, pada harimau. pada kijang, pada kelinci, apa yang membuat sensasi bahagia atau dopamin rilis pada nukleus akumpen itu memunculkan sensasi bahagia itu. Ternyata tidak banyak yang membuat binatang ini bahagia.

Ya pertama adalah kebahagiaan itu muncul pada saat ancaman kelangsungan hidup itu hilang. Ancaman kelangsungan hidup Jadi pada saat tikus menemukan makanan, menemukan keju Dia merasa bahagia karena ancaman keberlangsungan kehidupannya itu jadi hilang Ancamannya hilang, dia menemukan makanan Makanan. Pada saat dia sudah mulai memakan, kebahagiaan itu hilang.

Tapi kebahagiaan itu memberikan candu di otaknya. Jadi tikus itu mencoba mencari makan terus untuk mendapatkan sensasi bahagia itu. Itu secara evolusioner jadi masuk akal banget bahwa trade itu terus ada. Karena justru itu sangat complementary terhadap survival.

Itu ditemukan pada... Akhir tahun 1993 atau 1994 itu ditemukan. Jadi ancaman keberlansungan kehidupan itu memberikan sensasi bahagia. Jadi menemukan makanan itu bahagia.

Sama dengan harimau melihat misalnya seekor anak kijang. Bahagia dia. Tapi begitu harimau mulai menerekam anak kijang itu sensasi bahagianya juga sudah mulai hilang, turun.

Itu yang pertama. Ya kedua adalah menemukan pasangan untuk melanjutkan reproduksinya. Itu bahagia. Jadi tikus cowok melihat tikus cewek yang sedang ovulasi, itu ada sensasi bahagia. Jadi feromon-feromon yang dikeluarkan misalnya oleh anjing betina ke anjing jantanya itu, itu feromonya itu membuat anjing itu atau tikus juga itu, mengalami sensasi kebahagiaan.

Dan kebahagiaan itu hilang pada saat dia melakukan kopulasi atau melakukan seksual intercourse. Itu sudah hilang. Nah, sensasi ini menjadi candu juga.

Jadi, setiap kali ada feromon, dia akan melakukan hal yang sama. Jadi, dua hal itu yang, hanya dua hal ini, pada binatang yang menimbulkan sensasi kebahagiaan. Happy itu, happy itu. Itu ya dua hal. Jadi ancaman keberlangsungan kehidupannya itu hilang atau ancaman keberlangsungan spesiesnya itu hilang.

Dua ini yang dinotis bahwa itu yang bisa menghasilkan sensasi kebahagiaan pada otak binatang. Semua binatang. Termasuk manusia.

Termasuk manusia. Nah, itu yang namanya binatang. Hanya saja pada manusia ini lebih spesifik.

Karena manusia itu melampaui batasan-batasan genetik fisiknya dalam berkehidupan. Maksudnya perangkat-perangkat kultural yang kita bikin gitu ya Mas ya? Itu ternyata melampaui. Dimulai dari yang namanya revolusi kognitif manusia.

Dikarenakan bahasa. Jadi manusia itu mengalami revolusi kognitif itu setidaknya lima kali dalam rentang sejarah Humusapien ini. Kita ngomong Humusapien ya.

350 ribu tahun. 350 ribu tahun itu mengalami revolusi kognitif. Revolusi kognitif pertama adalah revolusi kognitif karena bahasa. Karena bahasa ini manusia ini akhirnya melampaui keterbatasan fisiknya yang pada dasarnya manusia itu tidak bisa bekerja sama dalam kelompok yang besar.

maksimal 50 gitu ya. Tetapi karena bahasa ini, manusia bisa bekerja sama dalam jumlah ribuan gitu. Jadi akhirnya, manusia itu, kebahagiaan manusia itu berbeda dengan kebahagiaan binatang yang lain.

Sebenarnya, bentar lho mas, tapi binatang lain itu kan setau aku punya bahasa juga ya. Tapi mereka nggak mengalami scaling up kerja sama seperti di manusia karena keterbatasan bahasanya yang jauh di bawah kita gitu ya? Binatang-binatang lain selain homo sapien dan homo yang lain yang sudah punah itu, mereka itu tidak pernah mengalami tadi revolusi kognitif. Jadi tikus itu mengenal dunia ya dari dulu sampai sekarang ya seperti itu.

Tetapi homo sapien ini mengenal dunia itu berlompat-lompat. Mulai dari sama dengan binatang yang lain terus kemudian pada saat dia mengenal bahasa itu. Itu kira-kira berapa?

150 ribu tahun yang lalu manusia itu mengenal bahasa dan akhirnya manusia itu sekitar 150 ribu tahun yang lalu itu mengembangkan bahasa itu dengan kosa kata yang tidak terbatas. Sehingga manusia itu mengenali dunia itu dengan cara yang berbeda. Dengan binatang lain.

Dengan binatang lain. Kalau binatang lain itu tidak pernah dia share atau menurunkan atau mewariskan pengetahuannya ke anaknya. Karena nggak kenal.

bahasanya, tapi manusia ini mengenalkan pengalamannya ke anaknya, ke generasi lain dengan bahasanya. Sehingga anak ini mengenali dunia ini, apa kata bapaknya, apa kata ibunya, apa kata orang tua, apa kata kakeknya. Sehingga akhirnya muncullah yang, ya, Yuval Noah dari... menyebutnya sebagai intersubjektif reality. Realita.

Mas ini mengenal realita itu bukan hanya objektif dan subjektif. Tapi ada intersubjektif reality. Kalau yang namanya kebahagiaan pada binatang itu adalah subjektif. Tapi pada manusia ini adalah melonjak pada yang intersubjektif reality happiness tadi.

Karena manusia itu pada saat manusia bahagia, kebahagiaan manusia itu tidak pernah individual. Tidak pernah individual. Kalau secara individu ya sama dengan binatang-binatang yang lain. Mas melihat makanan, seneng. Mas melihat pasangan, seneng.

Meluap-luap. Begitu sexual intercourse pertama, jatuhnya sudah hilang. Ya ada adalah ketagihan untuk melakukan itu lagi.

Ya itu yang pada manusia. Tapi pada akhirnya. Kebahagiaan manusia itu tidak pernah kebahagiaan individual yang disebut kebahagiaan ya Kalau individual namanya pada manusia itu akhirnya kesenangan atau pleasure Bukan happiness gitu Ini adalah terminologi yang dipahami oleh saintis setelah neuroscience itu berkembang Mungkin bahas perbedaan itu dulu berarti mas Antara si pleasure sama happiness ini Ya pleasure itu kesenangan kegembiraan gitu ya.

Jadi pleasure gitu. Kita makan itu bukan happiness pada manusia makan. Itu pleasure gitu ya. Jadi kalau kemudian netizen itu upload gambarnya pecel bilang bahagia itu sederhana. Bukan itu kebahagiaan.

Kebahagiaan ini rumit pada manusia. Bukan hanya pecel sama rawon. Tapi kalau orang-orang Indonesia itu upload gambarnya pecel sama rawon bilang bahagia itu sederhana. Itu bukan kebahagiaan tapi itu pleasure. Kesenangan.

Makan pecel sama rawon. Senang itu sederhana harusnya. Senang itu sederhana.

Hanya makan pecel sama rawon itu sederhana. Tapi kebahagiaan itu lebih dari itu. Lebih rumit dari itu.

Kebahagiaan manusia itu melibatkan memori, melibatkan emosi, melibatkan yang namanya asumsi. Gimana, Tomas? Asumsi. Jadi asumsi kita terhadap segala sesuatu itu mempengaruhi kebahagiaan kita.

Asumsi bahwa orang itu tidak suka sama kita, itu bisa mempengaruhi kebahagiaanmu. Asumsi bahwa barangmu itu akan nanti bisa hilang atau tidak, itu mempengaruhi kebahagiaanmu. Mau naruh barang itu was-was gitu. Jadi yang namanya Kognisi manusia yang Mengalami perubahan Itu mempunyai Akhirnya kebahagiaan Pada manusia itu sangat berbeda dengan Ya namanya pleasure tadi Orang melihat tinju jedak-jedok Jedak-jedok Itu merupakan Kesenangan Tapi itu bukan kebahagiaan Bahkan kita Melihat orang yang berantem pertandingan karate, pertandingan tinju.

Luar biasa, nggak usah gitu lihat ikan cupang yang diadu. Itu alih-alih kita itu akan meningkatkan kebahagiaan. Tidak, bahwa itu sangat berpotensi untuk menurunkan indeks kebahagiaan.

Melihat tinju kamu gembira. Pada saat itu pun kalau kita melihat tinju, kita excited terus, senang melihat tinju itu. Pada dasarnya kita menurunkan kebahagiaan, potensi kita untuk menciptakan kebahagiaan secara komunal. Sekali lagi, pada manusia itu akhirnya yang namanya kebahagiaan itu bukan individual, tapi komunal.

Mas di gua sendiri yang sejak kecil, dia tidak akan merasakan kebahagiaan. Dia merasakan kesenangan, makan, tapi dia tidak merasakan. Begitu dia ada temannya anjing, dia bisa share kebahagiaan.

Nah, terus bahagia pada otak manusia itu apa? Iya, jadinya nih. Tadi kan kita ngebedain, oh ini pleasure, ini bahagia. Tapi jadi bahagia itu gimana? Tadi ini pleasure, ini bukan kebahagiaan.

Bahagia itu sendiri, berarti apa mas di manusia? Ini poin yang batasannya tegas sih sebetulnya. Batasannya itu adalah pada kita, kebahagiaan kita itu terikat oleh intersubjektif reality tadi.

Itu yang disebut bahagia. Nah, bahagia itu adalah pada saat tidak ada Ada yang dirugikan dalam satu komunal, ke satu komunitas, itu akan menimbulkan yang namanya perasaan atau kondisi bahagia dalam komunitas itu. Kamu boleh senang, tapi tidak boleh mengganggu orang lain, merugikan orang lain.

Itu yang namanya kebahagiaan. Karena itu sudah dipahami, makanya kita kenal yang namanya indek kebahagiaan. Indah kebahagiaan yang ditanyakan di seluruh negara itu sama.

Sampai sekarang itu, sampai sekarang ya. Itu ada tiap tahun itu disurvei. Indah kebahagiaan komunitas ini berapa.

Itu pertanyaannya sama kan ya. Pertanyaannya kalau kamu itu sakit apa tetanggamu kamu merasa tetanggamu itu peduli sama kamu. Kalau kamu sakit apa negaramu itu peduli sama kamu. Jawabannya akan ini.

Ukurannya sama. Bahwa ini subjektif. Ya subjektif, tapi intersubjektif.

Ukurannya sama. Bahwa yang namanya subjektif itu kan sulit diukur. Iya.

Memang iya. Makanya ada skalanya. Misalkan nyeri. Nyeri itu subjektif.

Meskipun dokter itu atau alisaraf itu tahu. Nyeri itu gimana? Oh iya nyeri itu pro apa namanya?

saraf apa namanya indera nyeri kita mendapatkan rangsangan terus dilanjutkan ke tulang belakang atau sungsung tulang belakang dilanjutkan ke yang namanya jalur spinotalamicus di atas dan di talamus itu memberikan rasa nyeri karena dia merespon dari dokter bisa itu menjelaskan tapi kalau ada orang dok datang ke dokter dok saya sakit kepala dokternya enggak tahu dia bohong apa enggak Ya dilakukan dokter adalah mencari indikator-indikator kenapa dia nyeri. Indikator itu tidak nyeri. Tapi kalau seandainya dokter itu tidak menemukan satu indikator pun bahwa dia nyeri, bukan berarti nyeri itu tidak ada. Biasanya tidak bisa secara objektif saja?

Itu subjektif. Nah, untuk memastikan atau untuk lebih... memahami nyerinya pasien itu, dokter itu terus tanya kalau skala 0-10 nyerinya diantara berapa menurutmu? Ini dalam rangka yang subjektif ini supaya kita bisa mengukur yang subjektif ini. Kalau hal-hal yang objektif kan jelas.

Hemoglobinnya berapa? 12, itu hal-hal yang objektif. Tapi pusing, sakit kepala, sakit perut, sakit pinggang itu itu hal-hal yang subjektif.

Nah, yang dilakukan dokter itu. Mencari indikator-indikator kenapa dia nyeri gitu. Tapi seandainya dokter tidak menyemukan. Bukan berarti nyeri itu tidak ada gitu. Ini yang subyektif.

Namanya dengan bahagia tadi. Subyektif bahagia itu subyektif. Meskipun kita bisa mengukur ini.

Dopaminnya pada akhirnya direkam otaknya. Oh dia mengalami kebahagiaan ini direkam otaknya gitu. Kita rekam dengan misalnya. Sekarang dengan. MRI fungsional atau PET scan kelihatan, ini orang ini bahagia nih, orang ini senang nih.

Tapi pada manusia akhirnya kegembiraan, kebahagiaan, dan kesenangan itu memberikan gambaran yang berbeda di otaknya. Gimana gambaran, Mas? Tadi kan kalau kita ngetes di binatang-binatang lain tadi di awal, itu kan dopamine. Kita pakai dopamine ternyata naik.

Tapi kan ternyata kita bisa membedakan antara... pleasure, kenangan dengan happiness atau kebahagiaan. Dan aku assume tadi kalau dari konteks awal tadi, berarti dopamine ini lebih menggambarkan pleasure. Nah berarti kalau kebahagiaan kayaknya. Nah itu tadi.

Jadi memang kebahagiaan itu tidak sederhana. Kompleks. Nggak ada. Orang yang bilang bahagia sederhana ya dia nggak paham aja.

Tidak apa-apa. Tidak semua-semua kita harus paham. Berarti kalau lagi di brain scan gitu, kondisi senang itu gambarnya beda dong. Kalau kondisi bahagia.

Iya, beda. Jadi kalau senang gimana? Satu hal ya, ini sebelumnya ini, sebelum melahirkan itu seperti misalnya kebahagiaan. Kebahagiaan itu variabelnya, itu buahnya.

Jadi otak manusia. bahagia, itu variabelnya itu banyak. Misalnya gini, seperti tadi, kalau seorang ibu anaknya umur 15, umur 14 tahun, perempuan anaknya, putrinya belum pulang jam 10 malam.

Tapi ibunya ini tenang. Kenapa? Anak saya akan diperlakukan dengan baik oleh komunitas. Seorang ibu memahami komunitasnya itu akan memperlakukan anaknya dengan baik.

Itu melibatkan banyak hal. Melibatkan pengalamannya dia, melibatkan memorinya dia, melibatkan emosinya dia, melibatkan bagaimana otaknya itu harus melupakan hal-hal yang tidak enak. Nah ini ya, otak itu, orang itu berpotensi bahagia kalau dia itu, otaknya itu, mampu melupakan hal-hal yang tidak nyaman.

Jadi orang pelupa itu gampang bahagia. Melupakan hal-hal yang tidak enak. Karena memori kita ini adalah memori palsu sebetulnya.

Sesuai dengan apa yang misalnya di kolej. Contoh yang paling, yang sering saya pakai contoh itu, pernah nggak kamu punya orang yang berantem sampai kamu benci banget suatu saat itu? Iya.

Tapi begitu kamu ketemu, kamu ingat-ingat kejadian itu, kalian bisa ketawa bareng. Kejadian itu kamu anggap sebagai kenangan indah. Bayangin saja. Kita dulu berantem.

Ya iya, ngobrol banget. Jadi memori itu memori palsu. Emosi kita menangkap kejadian yang sama itu sebagai dua hal yang berbeda. Itu memori-memori palsu.

Sama kembali ke bahagia tadi. Variabel-variabel kebahagiaan itu akhirnya banyak. Dan itu......mem... manusia itu mencoba menyederhanakan, meskipun nggak bisa sederhana, variabel-variabel yang membuat orang itu bahagia.

Salah satunya adalah variabel yang namanya empati. Ini adalah variabel utama bagaimana yang namanya komunitas itu bisa bahagia. Kalau kita kesulitan berempati, sulit yang namanya komunitas itu bahagia.

Salah satunya adalah mengambil yang bukan barangnya. Itu karena kita sulit berempati Jadi masyarakat yang misalnya Barang lima menit Hilang itu karena ada orang Ya kesulitan berempati sehingga Mengambil barangnya orang Jadi empati itu Adalah variable Penting Untuk Membuat yang namanya satu Komunitas itu bahagia Nah, kembali lagi yang tadi, kita nonton tinju. Kita senang pada saat ada orang kesakitan.

Jadi misalnya saya pengembar Muhammad Ali pada saat Muhammad Ali menjatuhkan Jodhpormen. Saya senang banget melihat Jodhpormen berdarah-darah jatuh. Artinya, saya bisa berempati kepada Muhammad Ali, tapi saya tidak bisa berempati kepada Jodhpormen. Otak saya, saya latih untuk... mematikan pusat-pusat empati pada saat saya melihat Jodhpur menditonjop itu ya.

Ikan cupang beradu, kita misalnya menjagoin yang ini. Melihat ikan cupang yang berodol-berodol itu kita senang. Pada saat itu kita mematikan otak empati kita kepada yang satu ini.

Empati di sini maksudnya lebih ke compassion ya itu ya Mas? Maksudnya bagaimana kita bisa menjaga Kita peduli untuk tidak menyebabkan suffering atau penderitaan di pihak lain. Itu lebih sederhana kebazamu itu.

Tapi empati itu adalah pada saat kita tidak bisa merasakan penderitaan orang. Kesulitan otak kita itu merasakan penderitaan orang. Misalnya yang paling gampang itu lampu merah.

Kita itu kalau ada lampu merah, kita ijo terus ada ulang lampu merah kita lewat. Kita marah loh. Oh ini itu ya Kita melakukan hal yang sama Jadi otak kita itu Kesulitan Merasakan bahwa orang yang disana itu bisa jengkel Kalau kita Itu adalah kesulitan Sama dengan kita memukul orang Memukul orang itu memerlukan Kita mematikan empati kita pada orang Kesakitan dia Kalau dalam konteks toncok-toncokkan dalam konteks sports show kayak tadi ya misalnya tinju atau apapun itu yang terus ada sampai hari ini gitu kan kan biasanya orang bisa bilang bahwa disitu kan gak ada yang disakiti Mas Riu karena kan itu kan sesuai dengan kesepakatan kita mau bertanding seperti itu, tapi tetap aja ya mas?

Maksudnya walaupun dengan justru kan berarti di dalam pemikiran orang-orang yang mendukung sports ini atau mendukung olahraga ini kan mereka ngerasanya nggak menyebabkan siapapun menderita. Tapi kita senang memang ada yang menderita. Nah itu dia.

Bahkan kita senang ngolok-ngolok njelekin pendukungnya dia. Oh maksudnya sebenarnya pada saat... Kita sudah terbagi ke dalam kubu fans-fansi atlet ini. Oh ya, kalau penuh tawuran ini atlet fans. Itu bukan hanya pada olahraga tinju.

Ya, semua. Semua. Sepak bola itu yang namanya arema sama persebayaan bisa bunuh-bunuhan itu.

Beneran itu bisa bunuh-bunuhan itu. Karena mereka terikat oleh intersubjektif masing-masing. Ini kalau arema sama persebayaan ini, Kalau mereka berantem, lo bisa bunuh-bunuhan kan?

Mereka merusak itu. Sekedar merusak mobil, fansnya musuh itu kan ya, memerlukan kita mematikan empati gitu ya. Tapi kalau mereka itu nanti ikut ton, pegang luar raga nasional.

Nah ini yang namanya Arema sama Persebaya itu jadi satu. Jawa Timur. Musuhan yang berantem sama... Coba berat gitu. Nah untuk kebahagiaan, tadi kan Mas Riu cerita tentang bagaimana kebahagiaan kita itu dipengaruhi oleh realitas intersubjektif lah.

Nah kan ada yang bilang bahwa atau mungkin ini tesis dari peneliti-peneliti juga ya, bahwa perangkat kultur seperti olahraga seperti itu, kemudian pertandingan-pertandingan yang dianggap healthy inilah, cara sehat untuk kita berkompetisi segala macam. Itu adalah bagian dari perekat dari komunitas. Berarti pada saat yang sama dia juga meningkatkan kebahagiaan. Memang bukan kebahagiaan. Kebahagiaannya ya bukan, kalau kita mengikat kelompok itu kan nggak bahagia, nggak apa-apa.

Perang itu meningkatkan ikatan kelompok. Apakah perang menimbulkan kebahagiaan? Ya enggak lah.

Sebenarnya. Harusnya ada cara lain yang lebih sehat yang menyebabkan hal seperti itu. Sekarang itu kita bisa memahami kebahagiaan itu sebagai penurun entropi yang paling efisien. Efektif dan efisien.

Jadi menurunkan entropi, entropi itu kan alam semesta ini menuju ketidakteraturan. Alam semesta ini menurunkan ketidakteraturan, yang namanya entropi. Tapi ada satu sistem di alam semesta yang jelas-jelas melawan entropi, namanya kehidupan. Kehidupan ini satu sama-sama yang lain itu saling makan, saling nguit, memang iya gitu ya.

Tapi sebetulnya kehidupan ini bekerjasama untuk menaikkan kehidupan itu sendiri. Jadi kehidupan ini bekerjasama dalam mengembangkan kehidupan. Misalnya kalau kita melihat... di kurun seringati. Kita melihat buaya makan wildebeest.

Wildebeestnya itu makan rumput, datang dan pergi. Pada dasarnya mereka itu bekerja sama meningkat atau menambah jumlah kehidupan yang ada. Memang benar kita itu mengalami lima kali kepunahan masal. Sejak tiga setengah miliar tahun lalu sampai sekarang itu kehidupan mengalami lima kali kepunahan masal. Tetapi laju kepunahan masih tetap kalah sama laju spesiasi.

Kehidupan itu bahkan banyak. Nah, dalam konteksnya manusia tadi, bagaimana kita bisa menurunkan entropi bareng untuk manusianya. Ini dalam artian meningkatkan kebahagiaan. Kebahagiaan.

Nah, persoalan yang kamu sampaikan tadi bahwa sport itu bisa meningkatkan kelompok. Iya, kelompoknya kan kelompok kecil. Kelompok Indonesia seperti tadi, bersebaya.

Berantem bersebaya. Tapi begitu PON Jawa Timur, berantemnya sama Jawa Barat. Terus kemudian SIGIM, mereka bersatu. Berantemnya sama Malaysia.

Tapi yang namanya pertandingan itu tidak pernah bisa benar-benar bersatu. Pertanding. Kebahagiaan itu sendiri pada akhirnya kita memahami bagaimana indeks kebahagiaan itu bisa berjalan. ditingkatkan gitu nah salah satunya tadi salah satunya yang namanya empati tadi itu terus sekarang kita juga bisa memahami bahwa yang namanya kebahagiaan itu alih-alih kita itu memerlukan yang namanya kompetisi tidak kita memerlukan kolaborasi itu jadi bagaimana Karena 8 miliar orang sedunia ini bekerja sama, tidak berkompetisi.

Itu yang bisa membuat bahwa kita tidak membuang entropi dari satu kelompok ke kelompok lain. Misalnya gini, memang dulu ya, kalau kita balik ke kira-kira satu abad yang lalu. Satu abad yang lalu, nggak usah jauh-jauh, satu abad yang lalu.

Di mana yang namanya sumber daya untuk kehidupan manusia itu sangat terbatas. diperlukan motivasi bagi satu kelompok untuk meraih sumber daya. Untuk menyerang desa tetangga hanya untuk mengambil makanan. Merebutan sumber daya yang terbatas itu ya.

Dan ini meningkatkan survivability manusia juga. Tapi sekarang pada saat makanan ini tidak terbatas. Jadi tidak relevan lagi untuk menyerang kelompok lain.

Perkompetisi. itu sudah tidak relevan. Makanya pada G20 kemarin mereka bilang, kita sekarang berkolaborasi ya, tidak berkompetisi.

Nah, hanya saja kognisi semacam ini itu masih susah ditinggalkan. Kalau kita harus bersaing gitu. Ini ada unsur genetiknya nggak sih Mas Riu? Oh iya.

Katakan ini sudah proses evolusi sepanjang zaman ini ya, mungkin kita sudah terseleksi dengan trade itu juga gitu ya. Jadi, manusia-manusia yang jenderung senang melakukan hal-hal seperti ini, lalu survive gitu. Otak kita sama dengan otak nenek moyang kita, pemburu pengumpul 200 ribu tahun yang lalu. Tidak lebih dan tidak kurang.

Tetapi kognisi kita mengalami revolusi lima kali. Jadi bagaimana manusia melihat dunia sekarang, itu berbeda dengan bagaimana nenek moyang kita. 250 tahun yang lalu sudah beda. Pada saat itu, bayangin aja kira-kira 400 tahun yang lalu, rakyat jelata itu betul-betul nggak berani pakai bajunya kesatria. Betul-betul nggak berani.

Karena itu bisa dihukum mati. Jadi rakyat jelata di Inggris pakai bajunya kesatria. Oh, nggak berani.

Nah itu adalah bagaimana masyarakat atau manusia waktu itu memandang dunia waktu itu. Nah sekarang berbeda lagi. Sekarang kita melihat bahwa yang namanya happiness itu, ya happinessnya abad pertengahan ya seperti itu. Tapi sekarang kita berbeda lagi. Bagaimana kita itu tidak membuang entropy dalam satu kelompok ke kelompok lain.

Misalnya kalau sekarang kita melihat negara yang paling bahagia mana? Finlandia, negara yang kualitas hidup paling bagus adalah Netherlands. Itu tahun ini ya.

Mereka begitu rapi terus entropi turun, entropinya dibuang kemana? Ke kita ya. Sekarang entropi di Korea Selatan itu entropinya turun, dibuang kemana?

Ke sini. Untuk konkretnya apa tuh Mas? Enggak bisa ya, sampai yang paling gampang itu ya. Penggemar-penggemar K-pop itu di sini bisa berantem.

Di sana enggak. Mereka menikmati keberantemanmu itu. Kita kacau gara-gara satu fans dengan satu fans lain itu berantem.

Mereka saingan membeli. Entropinya di sana turun. Mereka mendapatkan duit banyak, turun ya.

Mereka enggak peduli kita berantem atau enggak. Makin berantem makin bagus. Mereka malah...

Makin meningkatkan yang namanya fanatisme terhadap satu kelompok dengan kelompok lain. Dan itu berantem. Mereka mendapatkan advantage-nya. Mendapatkan jumlah uang yang banyak.

Dan itu yang namanya uangnya itu bisa meningkatkan kebahagiaan. Mereka karena entropy-nya turun. Dari uang itu juga akhirnya bisa. Entropy-nya turun. Kualitas hidup di sana.

Kualitas hidupnya bagus. Nah itu. Jadi uang bisa.

Membeli kebahagiaan kalau banyak Lain tapi mereka dibuang ke sini kita berantem gitu Kalau dalam bentuk lain kayak teknologi kan kita tahu ya ada banyak negara penghasil teknologi transportasi Ya penggunanya di negara itu sedikit gitu Jadi polusi dari kendaraan-kendaraan ini diunggah catatan yang lain gitu ya Kalau melihat bentukan desa-desa atau filet atau kota di Finlandia, dengar bagus banget. Itu kan memerlukan... Kalori.

Jadi entropi itu hanya bisa turun kalau dengan kalori. Karena kehidupan di bumi ini memang butuh kalori. Nah, mereka butuh banyak kalori. Dari mana? Ya dari listrik.

Amerika itu listrik yang dipakai berapa untuk membuat Amerika terang-benerang gitu. Terus kemudian dia melakukan aktivitasnya. Listriknya dari mana?

Itu hanya dari... penggunaan minyak. Terus introminya dibuang di mana? Kesini.

Sama itu Finlandia itu bagus banget. Denmark bagus banget. Bagus di situ.

Sampahnya kemana? Ya mau menerima sampah lah. Kalau seandainya semua manusia itu ayo kita menurunkan intromi bareng-bareng. Limbahnya dibuang ke mana?

Di bulan misalnya. Di bulan di sana, di bulan kan nggak ada kehidupan, biarin aja gitu ya. Jadi satu bumi ini mesti kolaborasi?

Kolaborasi untuk menurunkan entropi bareng-bareng. Tapi kan kita sulitkan sekarang ini. Perang aja ada, yang satu fundnya yang lain, yang satu pro-IDF, yang satu pro-Palestina, gimana?

Tetap aja itu entropi di sana itu acak-acakan. Entropinya meluap itu di timur tengah. Dan kita yang satu menyorakin IDF, yang satu menyorakin Palestina. Bagaimana menurunkan entropi.

Itu kan kewajiban saya. Ya nggak apa-apa sih kalau kamu mengatakan itu kewajiban. Tapi itu tetap meningkatkan entropi. Nah itu tadi bagaimana membuat orang itu kerjasama.

Sampai sekarang kita... belum bisa menemukan cara bagaimana menghapus segala macam segala macam intersubjektif realiti yang sulit dilepas itu meskipun kita paham intersubjektif realiti yang paling besar adalah duit kita nggak paham itu tapi kan kenyataannya dengan duit alone nggak bisa menerabas sekat-sekat intersubjektif ini maksudnya jadinya bahkan yang mempreservasi sekat-sekat ini juga dengan motivasi duit itu sendiri intersubjektif paling besar sekarang yang paling bisa mengingat paling besar, lebih besar itu adalah duit hanya saja sekali lagi bagaimana kita memandang dunia itu variabelnya banyak meskipun kita punya duit, malah duit kalau kita punya kita untuk meng-enhancing... Insuransi subjektif realiti kita yang parsial. Nah itu yang makin membuat yang namanya indeks kebahagiaan masing-masing kelompok itu ya memang bedanya bisa jauh antara Finlandia dengan Afganistan.

Udah jauh banget itu indeks kebahagiaannya. Indeks kebahagiaannya jauh banget. Tapi kalau ditanya, lu kebahagiaan orang? Finlandia sama kebahagiaan orang Afganistan kan beda.

Sama. Ya beda itu kesenangannya. Orang Afganistan itu kalau perempuan jalan nggak boleh. Itu adalah nilainya mereka begitu.

Nilainya mereka. Tapi pertanyaannya akan sama. Pertanyaan untuk menentukan ide itu sama. Apakah kamu merasa suamimu itu peduli kalau kamu sakit. Pertanyaan itu tentu akan dijawab secara berbeda oleh orang Finlandia dengan orang Sudan misalnya.

Itu beda. Dan itu yang memberikan angka indah kebahagiaan tiap tahun yang dirilis itu. Nah, jadi akhirnya kita memahami bahwa bagaimana kebahagiaan manusia itu terbentuk.

Variabelnya banyak. Jadi kalau pertanyaan adikmu, apa yang dilihat pada manusia yang bahagia, kalau dari misalkan kebahagiaan misalkan orang-orang Finlandia itu di otaknya disurvey gitu, itu akan memberikan gambaran yang berbeda dengan orang-orang Indonesia. Nah kalau pertanyaannya, apakah bahagia itu lebih bagus?

Ya tidak sih. Cuma beda saja. Itu kan sudah soal nilai.

Nilai depannya. Kalau mau bahagia begini, ya sudah juga. Jadi sebetulnya dalam berbagai kesempatan saya itu memberikan disclaimer.

Sebenarnya kebahagiaan itu tidak lebih baik dari ketidakbahagiaan. Hanya beda aja. Finlandia tidak lebih bagus dari Indonesia.

Cuma beda. Bedanya apa? Finlandia bahagia, Indonesia tidak.

Jepang itu tidak lebih bagus dari Indonesia. Cuma berbeda. Bedanya apa? Jepang tertib, Indonesia tidak.

Itu beda. Apakah kebahagiaan dan ketertiban itu lebih bagus? Belum tentu.

Kecua itu tidak tertib ya. jutaan tahun bertahan. Kecuali tidak bahagia itu jutaan tahun bertahan. Jangan-jangan kebahagiaan dan ketertiban malah membuat manusia lebih gampang pun.

Itu sejarah yang akan menjawab. Sekarang kita berkembang untuk bertahan, bukan untuk bahagia. Hanya saja. Hanya saja.

Kalau ingin bahagia, begini caranya. Kalau ingin tertibur, begini caranya. Kita itu tidak bisa bertahan. Pengen ke utara, tapi jalan ke utara sambil yakin kita pasti sampai ke utara.

Gak bisa gitu. Kalau kepingin komunitas seperti Jepang, caranya ngasuh, caranya pendidikan. Sama dengan orang Jepang. Kalau kepingin komunitas seperti di Belanda, cara mendidiknya, cara mengasuhnya, cara hidupnya, ngikutin sana. Kita tidak mungkin mendidik dan mengasuh.

gaya Pakistan menghasilkan komunitas Jepang. Tidak mungkin. Atau sebaliknya, kita mengasuh dan mendidik orang dengan gaya Netherlands. Tidak mungkin menghasilkan komunitas Mesir. Tidak mungkin.

Jadi kalau kita ingin kita mengikuti cara-cara Mesir untuk mendidik dan mengasuh, ya nantinya ya Mesir. Tidak mungkin kita mengasuh gaya Pakistan Sambil berharap masyarakat kita nanti masyarakat Jepang. Itu tidak bisa. Ya perlu ya menerima konsekuensi. Saya mengikuti gaya Pakistan.

Ya sudah sih gaya Pakistan. Tidak lantas terus kemudian kita menganggap Jepang lebih bagus. Atau enggak bingung sama hasilnya.

Ya itu tadi. Kok begini? Saya itu sudah melakukan ini kok enggak kayak gitu ya.

Kita enggak mau miru itu. Uang bisa membeli kebahagiaan tapi tidak menjamin kebahagiaan karena tergantung uangnya dipakainya gimana. Benar. Iya kan? Betul.

Karena caranya ada nih, kalau misalnya kesini betul jadi bahagia. Tapi kalau misalnya kita punya uang banyak tapi arahnya juga sebaliknya, bahagia juga ya. Nah sekali lagi, kebahagiaan itu tidak harus.

Tidak harus lah. Tidak harus bahagia itu. Terus kita memahami segala sesuatu itu juga ada harus gitu ya. Misalnya ini loh. Ribuan tahun manusia itu tidak paham kalau bumi itu bulat ya tidak apa-apa.

Kita santai nanti saja mereka itu. Tidak usah ngotot-ngotot bahwa bumi itu bulat. Ya sudah lah ya. Itu adalah kebahagiaan itu sendiri.

Tapi kalau misalnya kita itu kepingin bahagia itu. Sains itu sudah bisa menjelaskan bagaimana yang namanya komunitas itu mengapai kebahagiaan. Ya contoh yang jelas itu empat negara Nordik ini. Dari negara yang kecoh tahun 90-an, 80-an, mereka memulai pendidikan dan pengasuhan dengan gaya yang betul-betul baru di pertengahan tahun 1990. Hanya memerlukan waktu 12 tahun membuat penjara-penjara di Norwegia itu kosong.

Hanya waktu 12 tahun. Jadi jelas ya, dengan pendidikan komunitas yang efektif, menuju kebahagiaan, bisa. dicapai. Tuh.

Nah, tinggal pertanyaannya kita mau. Ya, tadi itu. Jadi akhirnya dalam waktu 12 tahun, Norwegia itu menjadi Norwegia emas. Gitu ya. Oh, berarti kalau kita cukup banget nih.

Kan kita sekarang 2024. Kita masih punya 21 tahun nih, Mas. Asalkan caranya sudah teruji. Kalau misalkan kita harus menggalakkan masyarakat kita supaya menjadi masyarakat emas.

caranya gimana? Gini, gini, gini, gini. Emang di negara mana yang menggunakan cara itu terus terbukti?

Jadi emas. Jadi emas. Kayaknya jadi cemas. Gemas.

12 tahun ya. 12 tahun cukup bagi negara-negara Nordik yang tadinya mereka tidak bahagia menjadi negara yang... bahagia, Finlandia, Denmark, Norwegia. Itu negara dengan indeks kebahagiaan yang sangat tinggi.

Tapi sekali lagi, nggak harus mereka. Nggak harus. Tapi kan tadi masih ada ekses di mana entropinya ke negara yang lain ya? Itu yang harus dipikirkan bersama kalau menurutku.

Nggak harus tapi menurutku. Ya, itu poin bagus kan ya bahwa yang namanya untuk menurunkan entropi itu 8 miliar manusia ini harus bekerja sama. Iya.

Dan sebenarnya dalam kondisi sekarang kan Anda juga menyebut kita sudah di era of abundance sebenarnya. Maksudnya resource itu tidak perlu dikompetisikan lagi seperti dulu gitu maksudnya mas. Jadi kita sebenarnya sudah bisa untuk bekerja sama dan semuanya sama-sama survive. Tapi kayaknya apa ya, mungkin salah satunya juga intersubjective reality yang sudah tertanam ini ya selama bergenerasi-generasi-generasi ini. Bagaimana yang namanya Tiap generasi itu memandang dunia Dengan cara yang berbeda Sebelum Perang Dunia Kedua Sampai Perang Dunia Kedua Masalahnya Jepang Orang Jepang itu Dari kecil itu dilatih Dilatih mereka Untuk terobsesi bagaimana Caranya mati terhormat Jadi mengerikan memang Jepang dulu itu Hmm Bagaimana setiap orang itu diindoktrinasi, mereka semua terobsesi untuk memilih cara mati yang terhormat.

Tapi sekarang orang Jepang jauh berbeda. Sekarang orang Jepang dari kecil dilatih untuk mengetahui cara hidup dengan saling menghormati. Dulu cara mati terhormat, sekarang cara hidup saling menghormati.

Bagaimana yang namanya orang Jepang mengalami... revolusi kognitif terhadap kehidupannya. Dan mereka nggak faham itu sekarang. Mereka melihat ya, setahu ku Jepang dari dulu ya begini deh. Orang Jepang seperti itu ya, karena dari kecil dilatih dia, dilatih untuk tidak memegang barangnya orang lain, tidak ngurusin urusan-urusan pribadi orang lain.

Tapi begitu kamu parkir di tempat sembarangan, dimarahin kamu. Karena itu urusan publik. Tapi kalau kamu telanjang ya nggak apa-apa, soal tidak di tempatmu, kamu telanjang paling ya dilihatin aja.

Terus kalau kamu mau telanjang gitu. Itu adalah hal-hal yang sifatnya publik itu mereka sangat concern. Tapi kalau individual mereka akan, tapi ya tidak harus begitu juga.

Ini kan cuma contoh aja masyarakat yang bahagia gitu ya, kulturnya seperti ini. Jadi ya. Kita tidak harus jadi masyarakat bahagia, tidak harus. Tidak ada yang mengharuskan orang bahagia. Tidak ada.

Tidak ada yang mengharuskan. Karena kalau kita ngomong, yang mengharuskan siapa? Tidak ada. Tidak ada. Ini paradoks.

Jadi memang saya setuju dengan pandangan saya sejak awal bahwa yang namanya kalau kita mencari relevansi, kita mencari nilai, yang kita temukan paradoks. Paradoks. Kita melihat yang namanya kebahagiaan di sana. Kebahagiaan di negara-negara yang indeks kebahagiaan yang tinggi. Tapi fighting spiritnya jelas turun.

Fighting spirit. Namanya fighting kok. Mereka itu tidak mau fighting.

Kan fighting spiritnya rendah. Ya emang. Makanya kita menemukan paradoks.

Kalau ada trade-off. Ada paradoks di situ. Hanya saja kita bekerja sama dengan lebih banyak. Itu akan menghasilkan nilai yang lebih. lebih besar.

Gampangnya gini ya, senjata misalnya. Senjata itu nenek moyang kita pemburu pengumpul itu masing-masing orang itu diajari cara membuat anak panah dan busur yang bagus. Ya semua pemburu pengumpul bisa.

Tapi ya ratusan tahun, ratusan ribu tahun ya itu saja karena mereka tidak bekerja sama. Tapi untuk membuat senjata nuklir satu peluru radenya itu memerlukan sedikitnya 50.000 orang untuk bekerja sama. Meskipun tanpa sadar. Misalnya mereka menggali uranium, dia itu nggak tahu yang digali apa.

Pokoknya tugasmu itu gali, taruh di situ, di apa namanya, di dump truck. Supaya dump truck itu juga nggak ngerti. Pokoknya dia itu nganter dump truck itu dari sini sampai ke pelabuhan.

Rekodanya juga nggak ngerti itu mau diapain itu angkutan. Sampai di reaktor nuklir itu, paling insinyur nuklirnya cuma dua. Ya lain itu ada cleaning service, ada tukang air. Mereka bekerja bersama 50 ribu setidaknya untuk menghasilkan satu keluruhan nuklir. Ya nilainya, wah miliaran kalilah harganya dari anak panah.

Sama dengan untuk mendaratan Neil Armstrong di bulan tahun 1969 itu. 50 ribu orang di Cape Canaveral, 80 ribu... 60.000 orang di Houston banyak kerjasama minimal 130.000 orang untuk mendaratkan Lelamstro di bulan betapa yang namanya nilai atau value kerjasama itu meningkatkan memerlukan kerjasama manusia makin banyak, makin besar bahwa manusia itu bisa menurunkan bayangin aja itu Mendaratkan orang di bulan itu sebetulnya itu seperti menembak orang yang naik kuda terus lompat-lompat sambil mata kita tertutup gitu. Di itu pate yang namanya persamaan. Ya namanya von Braun itu membuat persamaan itu kan.

Dia hanya membuat persamaan. Ya mewujudkan ini. Bukan dia, orang banyak. Jadi memerlukan kerjasama untuk menghasilkan nilai yang lebih besar. Tapi tidak harus.

Kalau misalnya mau menghasilkan nilai yang lebih besar, menghasilkan kebahagiaan yang lebih besar, untuk semua lebih merata. Ya harus kerja sama. Tapi nggak harus.

Kalau nggak mau ya udah. Nggak apa-apa. Tapi jangan. Maunya kesini, geraknya kesana. Iya.

Jalan ke barat sambil bilang, kita yakin sampai ke utara lah. Itu namanya geblek. Oke.

Kayaknya udah cukup ya ngomongin kebahagiaan dan kebaikan tadi udah cukup jelas dan lengkap banget tadi Mas Riu juga ngejabarinnya. Aku pikir mudah-mudahan tadi insight-nya bisa menjelaskan juga kenapa misalnya kan bangsa-bangsa bahagia itu menjadi bahagia. Iya.

Dan... memahami juga bahwa kalau misalnya kita melakukan pendidikan komunitas atau pendidikan publik dari kecil itu ke arah yang bukan untuk bahagia ya jangan berharap hasilnya ada komunitas yang bahagia. Terima aja sebagai komunitas pejuang gitu.

Gak apa-apa itu komunitas petarung, gak apa-apa. Tapi petarung tidak akan pernah bahagia. Oke terima kasih dokter, terima kasih semua. Thank you yang udah nonton. Jangan lupa like dan share videonya.

Subscribe juga channelnya dan nyalain notifikasi biar gak ketinggalan video-video lain di channel gue. Bye!