Yang namanya kebijakan pasti harus berubah. Masa ada kebijakan tidak berubah? Nah, kebijakan itu hadir, dihadirkan setelah kita evaluasi. Oh, ternyata capaian, apa namanya, kemampuan akademik siswa Indonesia itu disini. Apanya yang kurang?
Tes atau assessment atau mengukur hasil belajar itu adalah bagian penting ya. Masa kita sekolah belajar tidak ada ujiannya, tidak ada tesnya. Halo Sobat Belajar di seluruh Indonesia, selamat datang kembali di Siniar, siaran inspiratif, inovatif, akuntabel, dan responsif.
Pendidikan bermutu untuk semua. Kembali lagi nih dengan saya Anissa, host kesayangan Anda, yang akan menemani diskusi kita kali ini. Nah, kalau di episode sebelumnya kita banyak membahas mengenai transformasi dari PPDB menuju ke SPMB 2025, Di episode kali ini Kita akan kupas tuntas Sebuah topik yang pastinya ini hangat sekali diperbincangkan.
Mengenai apa? Tes Kemampuan Akademik atau TKA. Ini istilah baru dari UN.
Lantas apa bedanya ya? Untuk itu sudah bersama dengan saya dua narasumber hebat kita. Yakni yang pertama Prof. Atip Latipul Hayat.
Yang merupakan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Selamat datang kembali Prof. Atip di sini ya. Terima kasih Mbak Caca.
Dan yang kedua, ini ada pemerhati pendidikan Bapak Doni Kusuma. Selamat datang di sini ya Bapak Doni. Terima kasih Mbak Tata. Langsung saja nih, kita akan belajar, kita akan mendapat informasi mengenai apa sih TKA itu.
Langsung saja kita tanyakan kepada Prof Atip. Prof Atip, dulunya saya taunya UN, sekarang ada tes kemampuan akademik atau TKA. Apa itu Prof?
Ya baik, jadi terlebih dahulu mungkin perlu disampaikan secara singkat. Bahwa dalam pembelajaran itu kan harus ada evaluasi untuk mengukur menilai capaian dari pembelajaran tersebut. Nah kalau kita perhatikan secara historis, ini yang namanya evaluasi yang sifatnya quote-unquote nasional itu, itu sudah dikenal sejak tahun 50-an. Dengan beragam istilah, beragam nama.
Yang pertama itu dulu dikenal ujian penghabisan. Jadi untuk menandai selesainya masa sekolah. Jadi ada ngeri-ngeri sedap juga namanya ujian penghabisan.
Kemudian ujian akhir, ada evaluasi belajar tahap akhir. Ada evaluasi belajar tahap akhir nasional, yang itu mungkin menjadi cikal bakal, kesini jadi penelitian nasional. Kenapa? Karena memiliki sifat-sifat nasional, diraksanakan serentak secara nasional, standarnya juga secara nasional, dan ada yang cukup krusial di situ, penentu kelulusan.
Sehingga terjadi karena dengan karakteristik yang seperti itu, itu ada drama-drama yang mencekam ketika ujian nasional itu. Karena penentu kelulusan. Kemudian hanya mata pelajaran-mata pelajaran tertentu saja.
Sehingga melahirkan sikap pragmatis dari para siswa itu. Dan karena dia hanya fokus di pelajaran tertentu. Dan yang lebih penting lagi, kadang-kadang dalam tahap tertentu menjadikan sikap kritis siswa itu menjadi menurun.
Malah cenderung dia latihan soal saja. Dan juga terjadi demotivasi untuk guru dengan adanya. Belum lagi terjadi praktek-praktek yang mengarah ke moral hazard. Berusaha untuk membocorkan soal.
Bahkan dikenal ya istilah itu ada tim sukses. Itu tidak lain dari semacam tim pencari bocoran. Yang itu bisa dilakukan justru oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Bahkan ada katakanlah para guru dalam tim sukses itu. Nah maka kita evaluasi.
Jadi karena sudah menjadi sesuatu yang traumatik selalu di nasional itu, maka kita ganti dengan... Tes kemampuan akademik bukan hanya mengganti istilah, tapi subsansinya. Pertama, tes kemampuan akademik itu bukan penentu kelulusan.
Sebab kelulusan itu adalah kewenangan dari setuan pendidikan. Kemudian tidak wajib, tidak wajib. Akan tetapi menariknya di sini, tidak wajib. Hanya si tes kemampuan akademik ini akan memiliki posisi yang cukup penting. Karena dia dapat dijadikan syarat untuk jenjang pendidikan berikutnya.
Yang namanya keperluan tinggi atau SMP, SMA. Jadi ibaratnya begini, Pak Caca. Kalau saya, umpamanya, ingin sekolah di luar negeri, katakanlah. Di universitas, umpamanya, salah satu besar dunia. Atau di Harvard, umpamanya.
Itu men syaratkan IELTS itu. 8,5. Itu kan tidak wajib, tapi bagi saya menjadi wajib. Oleh karena itu, tes kemampuan akademik itu sekaligus sebagai alat ukur. Kemampuan akademik individual, jadi dengan kemampuan akademik saya seperti ini, saya kemana?
Dan tidak menyebabkan seseorang itu menjadi traumatik. Karena hanya mengetahui TKA saya skornya ini. Kalau skornya seperti ini berarti saya harusnya ke sini.
Jadi tidak merupakan kata putus seperti di UN itu. Itu terkait dengan TKA ya. Tes Kemampuan Akademik.
Kan dari namanya saja mencerminkan sepertinya. Oke, tapi kalau untuk yang diujiankan di tes. Kemampuan akademi ini sama nggak sih dengan UN atau ada bedanya, Prof? Berbeda. Kalau seringkali UN itu, apa namanya, mata pelajarannya itu beragam sekali banget.
Kalau TKA ini kan untuk tingkat SD ya, itu hanya Bahasa Indonesia dan Matematika. SMP, Bahasa Indonesia dan Matematika. SMA. itu bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, dan dua mata pelajaran pilihan. Nah di SMA dua mata pelajaran pilihan itu disesuaikan dengan peminatannya atau jurusannya.
Jadi untuk yang jurusannya ke IPA exact gitu kalau dulu nah itu mata pelajaran pilihan yang terkait. Ya umpamanya matematika lanjut atau biologi, fisika sementara yang sosial ada antropologi gitu. Itu mata pelajaran pilihan.
Dan Penentuan mata pelajaran untuk TKA itu sesuai dengan tujuannya. Untuk memperlihatkan kemampuan akademiknya. Oh jadinya berarti bahwa TKA ini satu tadi bukan untuk penentuan kelulusan dan juga tidak wajib, tidak menimbulkan traumatik. Jadi intinya TKA itu agar Kementerian Pendidikan Dasar Ramadana bisa memetakan pendidikan nasional itu seperti apa, begitu kan?
Iya, sehingga kita bisa memetakan capaian pembelajaran untuk individual. Kemudian juga standar akademik yang lebih luas dari TKA tersebut. Dan jangan lupa kita ini kan terus-menerus mendapat PR yang belum terselesaikan. Itu posisi kita dengan skor PISA itu.
Jadi untuk 6 negara ASEAN, Pak Doni, kita itu kan di atas sedikit dari Filipina. Sangat memprihatinkan. Nah TKA itu yang menjadikan mata pelajaran tertentu untuk tes akademik itu sebagai bagian dari upaya kita untuk bisa meningkatkan skor PISA yang seharusnya sebetulnya kita itu bisa. Jadi TKA itu juga untuk kita ikut ya untuk merespon tantangan global.
terkait dengan skor pisau khususnya. Jadi memang TKI ini untuk memetakkan secara nasional bagaimana kemudian kualitas pendidikan kita. Sekarang saya mau tanya langsung ke peperhati pendidikan kita.
Pak Doni, berikan komentar dong mengenai ada perubahannya dari adanya UN, sekarang adanya TKA, bagaimana Pak Doni? Ya, pertama-tama memang kebijakan ini patut diapresiasi ya, karena kita kebijakan ini mengembalikan sistem pendidikan itu pada realnya. Karena memang sangat absurd, sebuah sistem pendidikan nasional itu tidak memiliki alat ukur yang objektif untuk menilai hasil belajar peserta didik.
Memang di dalam Undang-Undang Sisdiknas kita itu kelulusan jelas, itu hasil belajar dan kelulusan diserahkan kepada sekolah, satuan pendidikan. Tetapi di situ juga ada amanat untuk menilai hasil belajar, untuk menilai ketercapaian standar nasional pendidikan. Tentu kalau kita berbicara tentang standar nasional pendidikan, itu kan bermacam-macam ya. Tapi dalam konteks kemampuan akademik tentu yang kita nilai adalah kemampuan mereka menguasai materi-materi yang dipelajari.
Yang menurut negara itu penting untuk dikuasai anak-anak Indonesia. Dan tentu di sini kita tidak memilih semuanya. Artinya tidak akan diujikan semuanya.
Karena negara punya pertimbangan mengapa mata pelajaran tertentu itu patut menjadi benchmarking atau ya istilahnya standar bagi seluruh anak Indonesia yang sudah dipilih seharusnya tepat ya bahasa Indonesia dan matematika. Ini karena memang... Bahasa Indonesia dan Matematika ini menurut banyak penelitian yang Bahasa Indonesia tentu saja sebagai alat pemersatu bangsa semua anak di seluruh Indonesia perlu memiliki kemampuan Bahasa Indonesia yang minimal SD dia kuasain apa, SMP seperti apa SMA seperti apa.
Mengapa ini penting? Karena beberapa 10 tahun yang lalu lah saya melihat anak kuliah itu nulis skripsi nggak bisa Bahasa Indonesia, coba bayangkan bahkan sekarang pun membuat tulisan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar itu lemah. Nah ini kan Membuat kita sulit memahami realitas, bahkan membahasakan realitas dan persoalan di lapangan.
Saya tidak bisa kalau kita tidak memiliki kemampuan berbahasa. Dan itu nanti menjadi gawat, karena kita bisa salah sasaran menyelesaikan persoalan. Itu dari sisi bahasa Indonesia.
Tetapi bahasa Indonesia ini kan juga menjadi bahasa pemersatu. Satu-satunya alat yang efektif untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang bineka ini, ya dengan bahasa Indonesia. Dimanapun saya pergi ketika mereka tidak bisa bahasa Indonesia, itu kita akan kesulitan. Tetapi selalu saja lewat pendidikan ada anak-anak atau orang yang bisa bahasa Indonesia, maka komunikasi tetap bisa berjalan dengan lancar.
Lalu matematika. Matematika ini penting. Kenapa? Karena menurut penelitian dari SBMPT, dari Panitia untuk seleksi masuk perguruan tinggi di konsorsium itu, matematika ini relatif tidak bias.
Artinya apa? Matematika ini sebagai batu uji, itu dia bisa meminimalisir perbedaan status sosial ekonomi. Jadi anak yang dari keluarga yang terbatas, maupun anak dari keluarga mampu, itu relatif seimbang ketika dia harus beradu dengan persoalan matematika.
Yang mungkin sangat bias itu bahasa Inggris, Prof. Jadi kalau bahasa Inggris itu kebanyakan anak-anak yang dari keluarga menengah ke atas, karena dia bisa untuk mengadakan les, kursus, lalu lingkungannya terbiasa ngomong bahasa Inggris, mereka lebih diuntungkan. Jadi mungkin nanti juga... perlu catatan ketika nanti perguruan tinggi menyeleksi bahasa Inggris itu perlu dikurangi porsinya dibandingkan dengan matematika supaya tidak merugikan anak-anak yang dari keluarga tidak mampu. Lalu kemudian dipilih dua mata pelajaran pilihan untuk yang tingkat SMA terutama itu tentu sangat menarik ya karena di kurikulum 2013 ada peminatan, di sebelumnya kurikulum merdeka juga ada pemilihan mereka memilih mata pelajaran. Jadi saya rasa ketika mereka...
memilih mata pelajaran sesuai dengan minatnya, itu tidak akan ada masalah. Beberapa orang mungkin akan, oh ini kan gimana kita perubahan transformasi kurikulum, perubahan seperti itu, misalkan kok ganti-ganti kebijakan, saya rasa materinya kan tetap. Artinya siswa kalau sudah memilih sesuatu yang disukai, ya perlu diuji juga. Jadi menurut saya, tes kemampuan akademik ini memang melengkapi apa yang sebelumnya malah kurang, karena ujian nasional dulu dihabuskan, lalu kemudian kita tidak memiliki alat.
objektif untuk mengukur kualitas hasil belajar anak-anak dan tentu saja dampaknya ganda. Anak-anak tahu bisa mengukur diri dan sebenarnya secara nasional kita bisa lebih objektif dibandingkan asesmen yang sifatnya survei seperti asesmen nasional karena itu tidak menunjukkan kemampuan spesifik pada bidang tertentu. Seperti itu, Pak Cak. Kalau dari sisi kualitas ini, mudah-mudahan TKA itu bisa menjadi solusi ya, Pak Doni.
Kalau untuk pemerataan pendidikan. Kira-kira dengan TKA ini, apakah kita optimis bisa menjadi solusi atau mungkin ada yang perlu penyempurnaan menurut Pak Doni bagaimana? Ya, tes kemampuan akademik kalau digantikan dengan pemerintahan itu memang dua tema yang agak berbeda. Kita harus melihatnya seperti itu.
Karena memang nanti pasti akan ada masalah dengan misalkan nih. Anak-anak kita yang dari sekolah-sekolah, yang mungkin sarana-prasarana tidak lengkap, kemampuan gurunya yang berbeda, lalu mungkin pemahaman guru terhadap kurikulum juga sangat berbeda, itu mereka mungkin akan mengalami semacam kurang beruntung di sini, karena mungkin standarnya dari kemampuan guru mengajarnya berbeda. Dan tentu ini perlu menjadi perhatian terus-menerus dari pemerintah.
Tetapi bahwa... Tes kemampuan akademik ini bukan untuk menyamakan, sebenarnya bukan. Tetapi sebagai alat ukur untuk mengukur sejauh mana anak-anak Indonesia menguasai materi-materi yang memang diwajibkan oleh negara untuk dikuasain. Karena ini penting untuk daya saing bangsa ke depan.
Bahwa kualitas sarana pendidikan mungkin belum merata, misalkan terkait dengan kemampuan guru-guru ya terutama. Nah ini memang menjadi sebuah tantangan. Ini juga berarti menjadi hal yang krusial ya. Pak Doni bahwa, karena kan tadi Prof. Ati mengatakan ini nggak wajib untuk siswa.
Jangan sampai kemudian ada anggapan bahwa ini opsional menjadi tidak penting. Bagaimana kita bisa mengubah bahwa ini opsional tapi penting? Ya, salah satu prinsip di dalam asesmen terstandar itu adalah bahwa mereka yang melakukan atau mengambil kebijakan atau terpengaruh pada dampak ini harus diberi kemerdekaan.
Dan ini saya rasa sudah sangat tepat. Di pasal 8 ayat 1 ya itu disebutkan bahwa mereka dapatkan. Artinya itu tidak wajib. Dan ini sudah benar dari sisi teori atau kebijakan-kebijakan normatif terkait dengan evaluasi standar. Bahwa siswa itu tidak boleh ada di dalam tekanan, tidak boleh ada dalam paksaan untuk melaksanakan asesmen yang nanti akan memengaruhi masa depannya.
Jadi ini yang pertama. Yang kedua, bagaimana membangun pemahaman bahwa tes ini adalah penting bagi mereka? Ya tentu saja.
Setiap anak Indonesia pasti ingin dong memiliki kemampuan. Saya ini sejauh mana sih selama ini di dalam belajar. Bukan untuk gaya-gayaan atau bukan untuk juara-juara, tetapi sebenarnya setiap orang itu perlu melampaui batas-batas maksimalnya. Sejauh mana dia belajar, sejauh mana juga bapak, ibu, guru juga mendidik, mengajar dengan lebih baik dengan adanya tantangan tes kemampuan akademik ini.
Jadi saya rasa meskipun ini tidak wajib, tetapi tujuan dan manfaat. gunanya dari assessment ini apalagi dibiayai oleh negara ya. Jadi tidak perlu takut sebenarnya.
Coba saja. Kalau kita tidak pernah mencoba untuk menghadapi sebuah ujian, ya kita tidak akan tahu bagaimana kemampuan kita. Toh, nanti ini bukan sebagai kelulusan.
Kelulusan kan semua ditentukan oleh sekolah. Pak Doni, ada tips mungkin masukan tidak sih dari Pak Doni kepada Kemendik Dasman bahwa TKA ini tidak hanya soal Soal-soal yang dikerjakan siswa untuk diselesaikan, tapi juga untuk memicu daya berpikir kritis, kemampuan penyelesaian masalah, harus bentuk soal seperti apa mungkin begitu Pak Doni? Ya, terkait dengan item-item soal, kan saat ini sudah dikembangkan di Kementerian, item-item soal tertentu, dan di dalam TKA ini, dari daerah pun mereka juga diminta untuk mengumpulkan atau memberikan kontribusi terhadap item-item soal, yang mudah-mudahan nanti Yang dari daerah ini kan disesuaikan dengan konteks mereka ya, artinya misalkan dalam bahasa Indonesia tentu soal-soalnya kan akan lebih bisa dipahami kalau itu sesuai dengan konteks daerah. Meskipun capaian kompetensinya sama, tetapi ceritanya bisa berbeda. Nah ini tentu saja memberdayakan pemerintah daerah untuk membuat item soal yang berkualitas dan baik itu sangat penting.
Dan ini bisa dilakukan lewat kebijakan ini. Karena sebelumnya kalau semuanya dari pusat, dari kemendikpun misalkan... Yang memberikan soal-soal tentu bisa jadi tidak relevan dengan kondisi mereka.
Maka keterlibatan pemerintah daerah untuk bagaimana memberdayakan Bapak Ibu Guru mendampingi mereka untuk membuat soal-soal yang bagus dan berkualitas, lalu kemudian nanti ditata, dikelola oleh kementerian, lalu masuk di dalam item soal, disesuaikan dengan kondisi di daerah, itu saya rasa sangat perlu. Lalu yang kedua mungkin terkait dengan implementasinya. Implementasinya ini kan waktu kami di Badan Standar Nasional Pendidik.
itu soal-soal itu sebenarnya sudah tidak mungkin dibocorkan. Kalau berbasis komputer, itu sudah sangat jelas. Dan pada saat kami BSNB melaksanakan ujian nasional, itu sebenarnya hasilnya sangat objektif. Bisa sebagai penentu, apa istilahnya, menunjukkan kemampuan siswa dan melihat bagaimana sekolah-sekolah itu bisa dibandingkan. Tetapi yang menjadi persoalan itu adalah nanti bagaimana pelaksanaan di lapangan.
Karena prinsipnya kan harus ada kejujuran di masing-masing pihak, baik itu bapak ibu guru, pengawas, siswa. sampai kemudian penyelenggarannya. Dan ini menjadi tantangan. Karena kalau... Tidak jujur itu terjadi, misalkan terjadi kong kali kong antara pengawas di satu sekolah, meskipun sudah dicampur antara sekolah satu dengan sekolah yang lain, itu tidak akan banyak manfaatnya dan TKA pasti tidak akan berhasil.
Hasilnya tidak akan dipakai untuk menilai kalau pada pelaksanaannya terjadi kong kali kong. Kalau soal dibocorkan saya yakin tidak akan bisa, tetapi kalau kerjasama untuk nanti, oke siswa hanya nulis namanya saja, ya mengerjakan bapak ibu guru, sementara pengawasnya semua punya kesepakatan seperti ini, saya rasa ini bukan proses pendidikan yang... baik dan itu tentu saya mengajak semualah Bapak Ibu Guru, Pemerintah Daerah, yuk kita jujur untuk kita ajarin anak-anak belajar kejujuran dengan cara yang baik dan benar dan kita dukung dengan lingkungan kita agar TKA ini juga bisa berhasil dan bermanfaat bagi anak-anak.
Nah Sobat Belajar, lantas kapan ya diberlakukannya TKA dan bagaimana persiapan implementasinya Prof. Atip ini? Kapan diberlakukannya TKA mulai dari SMA, SMK hingga SD SMP? Ya kalau dari jadwal yang sudah kita susun itu setiap bulan November ya akan mulai dilaksanakan. Dan dalam hal ini perlu disampaikan bahwa ada kerjasama dan pembagian peran masing-masing Mbak.
Antara kementerian, dikasmen, dengan pemerintah daerah. bahkan juga untuk kementerian lain yang terkait, itu kementerian agama. Pokoknya untuk soal ya, untuk TKA tingkat SMA itu soalnya semuanya dari pusat. Untuk SMP dan SD itu ada soal dari daerah.
Tadi sudah diberi contoh oleh Pak Doni, pokoknya untuk bahasa Indonesia. Saya pikir tepat sekali untuk memasukkan konten-konten yang bernuansa ya ke daerahan. Kementerian Dikdas Mendalamal ini menyediakan, mempersiapkan sistemnya dan pendana daerah juga memastikan itu sekolah-sekolah yang diadawi layaknya dan khususnya juga untuk pengawas pendana daerah. Tadi kan tantangannya dari Pak Doni ya, bahwa semuanya kan sekarang berbasis komputer.
Tapi bagaimanapun kan tetap manusianya tuh kalau manusianya memiliki dan menciptakan peluang-peluang untuk terjadinya perkeliruan-perkeliruan atau moral hadrat seperti itu tetap saja jadi. Sehingga kita memastikan dalam hal ini peran masing-masing dan hal ini untuk pengawas itu kan pemerintah daerah ya yang harus memastikan ini. Dan tidak boleh lupa juga karena disparitas wilayah di kita sangat berbeda. Itu juga untuk wilayah-wilayah yang jaringan, internetnya kurang stabil itu dari sekarang harus betul-betul dipastikan untuk terselenggarnya TKA dengan baik.
Saya kira itu. Kalau Pak Doni sebenarnya... Saya jadi terpikir, apakah daerah akan sama dalam mempersiapkan TKA ini?
Kita tahu bahwa Indonesia luas, bisa jadi ada sekolah merasa, oh waktunya terlalu singkat, kita bisa melaksanakan November, atau bagaimana Pak Doni? Ya tentu terkait dengan kesiapan, itu kan tergantung dari bagaimana komunikasi dari kementerian. Kalau sekarang sudah diumumkan, jauh hari sebelumnya kan mereka juga sudah bisa mempersiapkan.
Sosialisasinya seperti ini misalkan. Jadi saya rasa Dari dulu sampai sekarang, kok juga ada persiapan-persiapan yang sebelumnya kan mereka juga dengan asesmen nasional. Itu kan juga sebenarnya mereka sudah terbiasalah untuk persiapan-persiapan seperti ini. Paling-paling yang perlu dipersiapkan adalah memahamkan dalam diri peserta didik atau murid itu bahwa ujian ini ya kayak tes kompetensi kemampuan akademik ini bukan sesuatu yang memang harus ditakuti ya. Belajar seperti biasa dan coba kita ujilah kemampuan diri kita.
Ini harus didukung oleh lingkungan yang kondusif, di lingkungan sekolah, pada saat nanti mulai dari persiapan-persiapan, dari teknisnya termasuk persiapan ketersediaan komputer dan lain-lain sampai pada saat hari hanya. Nah itu saya rasa penting. Jadi menurut saya terkait kesiapan kita itu secara nasional sudah cukup siap sih, karena sebelumnya pun juga sudah ada persiapan-persiapan yang sama kan terkait dengan asesmen nasional. Kalau dari pusat, sebenarnya Prof. Atif bentuk perbantuan seperti apa sih supaya sekolah ini bersiap? Perlukah mereka kemudian beberapa bulan sebelumnya ada latihan dulu atau mungkin ya berjalan seperti biasa?
Cuma secara sistem aja tuh bagaimana Prof? Tadi sebagaimana disampaikan oleh Pak Doni, ini kan bukan barang baru ya yang namanya assessment. Yang katakanlah hal barunya itu, itu tadi yang tes kemampuan akademik yang tidak bersifat wajib.
Kemudian apa namanya, mata pelajaran tertentu. Itu kan hal-hal yang barunya, tetapi persiapan-persiapan teknis dalam hal ini itu sudah biasa dilakukan. Jadi sekarang kita tinggal sebetulnya mengingatkan kembali, memperkuat agar segera dilakukan persiapan. Makanya kita menghitung tuh, akhirnya jatuhlah kita mulai pada bulan November.
Dan saya sepakat dengan Pak Doni tadi untuk... para siswa, tidak perlu takut jadi ibaratnya kalau saya mau dites golongan darah kan biasa-biasa saja sehat saja ya sehat dari rumah, kan gak perlu dulu sampai stress namanya kan gak akan juga muncul saya tes golongan darah biru kan, tidak juga begitu diketahui saya golongan darah B oh berarti ini nah nanti begitu diketahui tes kemampuan akademik Skornya seperti ini, kita kan harus memahami, oh disini kemampuan saya. Maka berdasarkan hasil kemampuannya seperti ini harus bagaimana. Kalau sekarang kan spekulasinya sangat tinggi.
Jadi tidak berbasis kepada kemampuan yang dimiliki. Ikut aja tes keperguan tinggi. Jadi persiapan saya pikir sudah biasa.
Hanya kementerian mengingatkan kembali, ini jadwalnya, nah sekarang yang barunya ini. Malah lebih sebetulnya persiapan lebih kepada siswa ketimbang perangkat di daerah. Kan berbasis komputer sudah biasa Pak Doni ya dilakukan.
Jadi dari, bukan forum ini ya, dari sosialisasi ini saya menyampaikan kepada para siswa, para murid, peserta didik, agar Tenang, ini bagian dari proses pembelajaran. Untuk mengeteskan, tidak menjawab, tidak lulus. Tidak.
Tapi hanya menginformasikan, ini kemampuannya. Kalau kemampuan seperti ini, harus ke sini. Prapatip, ini nyambung dengan omongan kita, obrolan kita di senior episode kemarin mengenai SPMB.
Nah ini kaitannya dengan nilai rapor, ini seperti apa? Apakah nantinya... Hasil TKA ini menjadi indikator untuk SPMB jalur prestasi kan ada juga itu manipulasi nilai rapor.
Nah bagaimana ini Prof? Ya TKA ini justru akan mengkonfirmasi rapor. Karena kalau istilah Pak Menteri kan jawabnya itu ya guru itu senang sekali memberikan sedekah nilai.
Ya mana ada sih guru yang ingin menyusahkan. Tapi seringkali kebaikan itu tidak. Pada tempatnya, kan ada cerita lucu ini, saya ketemu dengan salah seorang rektor PTN nih, ini Kang sampai aneh sekali katanya, dia bawa tuh rapatnya nilainya 10 semua. Sempurna dong ya?
Sempurna gitu kan, 10 semua, kan sesuatu yang tidak mungkin. Nah justru dengan TKA itu akan dikonfirmasi, benar nggak? Kalau ternyata hasil TKA-nya itu.
Jauh sekali dengan nilai rapot, pertanyaannya mana yang kemudian akan dijadikan pegangan. TK akan lebih objektif. Saya kira sekali lagi TK itu mengkonfirmasi sebagai batu uji rapotnya itu. Sehingga nanti tidak sembarangan. Saya pikir satuan pendidikan itu...
mengisi raportnya, karena nanti ada dikonfirmasi oleh tes kemampuan akademik. Pak Doni setuju tidak? Ya, saya rasa assessment atau evaluasi di dalam hasil belajar itu kan ada yang sifatnya internal dan eksternal.
Dan selama ini, mungkin sejak kurikulum 2013, sejak tahun 2013, itu selalu karena sebagai penentu kelulusan nilai raport itu di-upgrade. Bahkan sampai sekarang pun ketika... kurikulum Merdeka itu diterapkan memakai 50% nilai rapot, semuanya dipakai. Ternyata hasil dari penelitian itu sama.
Artinya nilai rapot itu sangat jomblang sekali dengan hasil asesmennya, test potensi sekolastiknya, atau test potensi akademik yang diujikan untuk masuk perguruan tinggi. Jadi sampai sekarang itu sebenarnya situasi kita itu adalah sekolah masih cenderung untuk memanipulasi dan meng-catrol nilai anak-anak. Ketika diminta yang menjadi perhitungan mata pelajaran tertentu, mata pelajaran itu di-catrol. Tetapi ketika 50% semua mata pelajaran mulai agama, bahasa Indonesia, olahraga, seni, budaya, itu semua juga di-catrol. Artinya memang kita ada masalah mendasar dalam pendidikan kita.
Menurut saya kita tidak bermasalah teknik mengajar. Tetapi ini masalah... komitmen moral dan integritas dari Bapak Ibu Guru itu sendiri.
Kalau Bapak Ibu Guru sudah tidak bisa dipercaya lagi, pendidikan kita mau mempercayakan diri pada siapa ya Prof? Artinya Bapak Ibu Guru kan perlu menilai secara objektif kemampuan siswa. Tentu ini tidak mudah.
Karena lingkungan kita selama hampir beberapa dekade ini memang sangat kondusif memungkinkan situasi seperti itu. Coba bayangkan ada guru memberi nilai 60 misalkan pada anaknya. Tapi pada saat kenaikan kelas, itu sama kepala sekolahnya diminta ganti.
Semua sesuai dengan KKM, kriteria ketuntasan minimal, nggak boleh ada yang dibawa, bahkan harus di atas. Jadi sistem memang harus dibenahi. Kurikulum Merdeka itu sudah membenahi sistem itu sebenarnya, karena sudah tidak ada lagi KKM.
Tetapi faktanya sama saja, persentase 75%, 80%, dan nilai upgrade-an itu tetap ada. Nah tentu ini Hanya bisa muncul ketika aturannya sudah dibuat supaya tidak memungkinkan adanya manipulasi nilai. Tetapi yang paling berat adalah bagaimana bapak ibu guru ini benar-benar menghayati panggilannya sebagai guru yang membentuk nilai, membentuk karakter. Karena yang seperti itu pasti sudah langsung disadari anak-anak.
Saya nggak belajar kok nilainya bagus ya. Besok nggak usah belajar saja. Toh nilainya bagus.
Lihat. Bahkan kalau saya... Nakal pun juga nggak ada dampaknya apa-apa.
Saya rasa sistem seperti ini yang membuat guru-guru kita kok ada dalam situasi ini, kita perlu evaluasi bersama ya. Bapak-Ibu guru perlu merefleksi, mengevaluasi. Apakah saya sudah menjadi guru yang baik? Dan pendidik yang bertanggung jawab?
Seperti itu mungkin menjadi tantangan selain TKA ini ya. Baik. Prof. Atif, boleh sekarang ditegaskan lagi kepada Sobat Belajar, supaya TKA ini benar-benar diterima oleh masyarakat sesuai dengan... Tujuannya ya pendidikan bermutu untuk semua.
Ya, sebagaimana sudah kita diskusikan tadi bahwa TKA itu adalah tes ya, namanya juga tes. Jadi dalam ceritanya ujian itu kan cukup menjadikan traumatik. Jadi istilahnya seluruhnya itu ini ujian hidup aja udah sangat banyak.
Masa ditambah lagi dengan ujian yang bersifat nasional gitu ya. Jadi kita pakai istilah yang lebih menentramkan. Itu tes, kan kalau orang tes darah, tes macam-macam, itu kan biasa-biasa saja. Jadi namanya tes saja jangan ujian. Kalau dulu ada juga ulangan, ulangan juga lebih menentramkan, hanya mengulangi kan.
Sebenarnya tes juga sama. Jadi kepada para siswa, sobat belajar, tes itu adalah bagian dari... proses belajar para siswa.
Yang tujuannya untuk mengetahui potensi masing-masing. Itu sebagai modal untuk ke depannya. Yang kedua juga untuk mengetahui capaian standar secara nasional.
Ini bahan juga evaluasi bagi kami untuk menentukan kebijakan nantinya bagaimana. Jadi yang namanya kebijakan pasti harus berubah. Masa ada kebijakan tidak berubah? Kebijakan itu hadir, dihadirkan setelah kita evaluasi.
Oh ternyata capaian kemampuan akademik siswa Indonesia itu disini. Apanya yang kurang? Saya kira itu mbak. Kalau Pak Doni seperti apa?
Supaya TKI diterima oleh masyarakat? Ya saya rasa tes atau assessment atau mengukur hasil belajar itu adalah bagian penting ya. Masa kita sekolah belajar tidak ada ujiannya, tidak ada tesnya.
Nah lalu... kita kan tidak tahu. Jadi sebenarnya prinsip saya sederhana. Tes kompetensi akademik itu adalah hal yang memang menjadi bagian di dalam proses pendidikan kita.
Kalau kita mau menjadi orang yang mau belajar sepanjang hayat, tentu kita harus melewati banyak ujian yang, atau apalah namanya ujian, tes, atau apa, yang jelas harus ada alat untuk mengukur sejauh mana saya maju di dalam belajar dan dengan demikian saya tahu kemampuan saya dan kalau ada kekurangan dari kemampuan saya, saya bisa tahu di mana saya bisa memperbaikinya. Saya rasa proses belajar yang menjadi lebih baik, lebih mendalam saya rasa ini perlu dan itu harus diwadai di dalam sebuah sistem pendidikan kita. Kalau tidak ya secara nasional kita tidak tahu bagaimana mengukur hasil belajar, secara pribadi pun kita juga tidak tahu.
Bahkan nanti malah kita tahunya, kita seolah-olah nilainya bagus, ternyata kita begitu bersaing kalah dengan yang lain. Itu kan berarti kita malah menibu diri kita sendiri. Saya rasa Yuk kita jujur, berintegritas, kenali siapa diri kita, tunjukkan kemampuan kita yang terbaik melalui tes kemampuan akan berikut ini.
Pak Doni terima kasih, Prof Atip terima kasih. Nah Sobat Belajar, itu dia tadi bincang-bincang saya mengenai TKA itu seperti apa. Ini merupakan langkah maju ya dalam sistem evaluasi pendidikan yang bergeser dari hafalan-hafalan kemudian menuju ke penalaran dan kemampuan berpikir kritis.
Intinya jangan takut. TKA itu baik. Saya Caca Anissa pamit dan sampai jumpa di senior episode berikutnya.