Transcript for:
Refleksi dan Pembelajaran Setelah Ramadan

Apa setelah Ramadan? Ada satu pertanyaan yang senantiasa mengayun di serambi hati Saat perambulan syawal yang indah itu Akhirnya tersenyum lagi menyapa bumi Tentang Ramadan kah? Ya Apakah dia yang baru saja lewat menyapa dengan salam perpisahan? Atau justru kita yang lebih dulu melambaikan kepadanya tangan kebebasan? Garis bawahi kata kebebasan, lalu pandanglah ia dengan mata hati, parang sejenak. Kebebasan dari apa? Kebebasan dari murka Allah? Atau mungkin kebebasan dari penjara Ramadan yang membelenggu? Orang-orang yang arif mungkin tidak setuju dengan ungkapan penjara Ramadan. Namun realitanya, kemuruh takbir malam lebaran, soalnya hanya trompet pertanda gerbang pelampiasan telah dibuka kembali. Lapar dan dahaga yang kita rasakan sebulan penuh di jalan Allah sepertinya tak berbekas. Solat yang kita dirikan di penghujung malam seakan hanya tinggal cerita. Yang terlintas di benak hanyalah apa yang harus kita persiapkan demi pesta perayaan. Tidak jarang bahkan terlalu sering detik-detik perpisahan dengan Ramadan. Justru kita rayakan dengan pengkhianatan kepada ilahi. Hura-hura, foya-foya, dan memamerkan keangkuhan adalah sebagian kecil kealpaan kita yang paling ringan saat itu. Kita lupa bahwa lapar dan dahga yang kita rasakan sebulan penuh sejatinya menceritakan pada kita beragam kisah. Bahwa di sana masih banyak anak-anak yang tak pernah bisa menikmati kue-kue lebaran buatan sang bunda. Tak ada baju baru pembelian sang ayat. Melewati malam lebaran dengan pakaian yatim bukanlah keinginan mereka. Menyapa dinginnya fajar syawal dibalik selimut piatu bukanlah mimpi yang mereka harapkan. Kita lupa bahwa setiap sujud yang kita aturkan bagi sang pencipta sepanjang malam Ramadan. Sejatinya mengajarkan betapa pakaian kehinaan senantiasa menyelubungi aurat dan borok-borok di sekejur jiwa dan raga kita di hadapan ilahi. Juga bahwasannya selendang keagungan dan kebesaran selamanya akan menjadi milik Allah semata. Sehingga tak pantas, sama sekali tak pantas sedikit pun kita tersenyum dengan senyum keangkuhan pada si miskin penerima zakat. Tak layak secuil pun kita menganggap hina mereka. Sungguh kebutuhan kita akan empunan Allah SWT melalui zakat dan sedekah yang kita tunaikan. Jauh lebih besar daripada kebutuhan fakir miskin terhadap harta-harta yang kita miliki. Sebesar apapun kita menginfarkannya, kita lupa atau mungkin pura-pura lupa bahwa predikat kelulusan dari madrasah Ramadan adalah taqwa. Ditandai dengan hati yang bertambah khusyuk dan lembut. Bertambah kasih sayang pada sesama. Kasih sayang yang semakin mengakar. Dan tulusnya pengabdian pada ilahi yang semakin menjulang. Ya Rab, aku telah menjauh dan menolak panggilan Ramadanmu kali ini. Namun aku mohon jangan biarkan rasa penuh harap untuk berjumpa dengannya sirna dari dadak. Telegram channel Kristal Iman