Transcript for:
Sejarah dan Dampak VOC di Indonesia

Intro Dulu kita belajar bahwa Indonesia dijajah oleh negara Belanda selama 350 tahun Tapi itu salah, selama ini yang menjajah kita mayoritasnya bukanlah sebuah negara yang berasal dari Eropa Melainkan sebuah perusahaan dari negara tersebut VOC Intro Verenigde, Oston Dice Company adalah perusahaan terkaya yang pernah ada dalam sejarah manusia dengan kekayaan sekitar 7,9 triliun dolar Amerika atau setara 125 kuat triliun rupiah itu berarti ada 15 nol di dalam angka tersebut kalau misalnya perusahaan-perusahaan terbesar sekarang di dunia digabung seperti Apple, Microsoft, dan Google VOC masih bernilai 3 kali lebih tinggi. Dan bahkan, nilai perusahaan ini memiliki nilai lebih besar dari PDB negara di dunia kecuali Amerika dan Cina. Pada puncaknya, VOC mengalami pertumbuhan hampir 40% setiap tahun. Menjadi perusahaan paling berharga di dunia saat itu. Dengan lebih dari 50 ribu karyawan, ribuan diantaranya adalah pasukan militer dan 150 kapal dagang dengan 40 kapal perang. Padahal ini adalah perusahaan, bukan sebuah negara. VOC bisa mencapai ini dikarenakan. karena akan diberikan hak-hak istimewa oleh negara Belanda. Yang membuatnya tidak hanya bisa memiliki tentara, tapi juga bernegosiasi dengan negara lain, menyatakan perang hingga memiliki mata uang sendiri. Yang membuatnya banyak disebut sebagai negara di dalam negara. Dan dengan kuasa sebesar itu, dia tidak memiliki tanggung jawab untuk mengurus rakyatnya layaknya sebuah negara. VOC adalah yang bertanggung jawab menjadi dasar untuk perusahaan multinasional modern saat ini. Sekaligus menjadi perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham. Belanda. dengan saham terbanyak dipegang oleh Isaac Limer. Dan dalam video kali ini, kita akan membahas bagaimana perusahaan terbesar ini terbentuk. Bagaimana caranya mereka bisa memonopoli perdagangan di Asia, terutama di wilayah yang nantinya dikenal dengan Hindia Belanda, atau nantinya dikenal lagi dengan nama Indonesia, selama hampir 200 tahun. Dan juga, kita akan membahas bagaimana peran korupsi menenggelamkan perusahaan terbesar ini ke dasar lautan. Pada awalnya, Belanda belum merupakan negara merdeka dan masih berada di bawah kekuasaan-kekuasaan Spanyol. Namun, meski saat itu masih berstatus sebagai koloni Spanyol dan bukan kekuatan besar, Belanda dikenal sebagai bangsa pelaut yang memiliki keahlian khusus dalam perikanan dan pengiriman. barang dagang yang telah berkembang selama berabad-abad. Konflik yang dikenal sebagai Perang Delapan Puluh Tahun, yang berlangsung dari akhir abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-17, menjadi latar penting dalam perjuangan Belanda untuk identitas, kebebasan, dan kemerdekaan. Konflik ini mencapai titik pentingnya pada tahun 1579, ketika tujuh provinsi utara, Holland, Zealand, Utrecht, Ireland, Overidsel, Friesland, dan Groningen, Menandatangani perjanjian Union of Utrecht, perjanjian ini tidak hanya menyatakan persatuan mereka melawan penindasan Spanyol, tapi juga komitmen mereka untuk mendukung satu sama lain dan menghormati kebebasan beragama. Langkah ini merupakan awal dari pembentukan Republik Belanda yang independen. Sebagai tanggapan terhadap pemberontakan ini, Spanyol memperlakukan embargo ketat yang memotong akses provinsi-provinsi yang memperontak keruta perdagangan penting, khususnya perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan. Dalam menghadapi pembatasan ini, Belanda terdorong untuk mencari rute perdagangan baru ke Asia memulai dengan pendirian perusahaan untuk tanah jauh atau Kompani Van Vuren per tahun 1595 yang memfasilitasi pelayaran perdana ke Asia yang pada akhirnya memperkuat Amsterdam sebagai pusat perdagangan yang berkembang. Pada akhir abad ke-16, banyak kapal Belanda yang beroperasi secara independen menuju Asia untuk mengambil bagian dalam perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan. Ini menimbulkan persaingan sengit, bukan hanya dengan perdagang dari negara lain seperti Portugal dan Spanyol. tetapi juga antara pedagang Belanda itu sendiri. Persaingan ini seringkali mengakibatkan peningkatan harga rempah-rempah dan perang harga yang merugikan keuntungan. Untuk mengatasi hal ini, pada tahun 1602, pemerintah Belanda di bawah naungan Perdana Menteri Holland memutuskan untuk mengorganisir semua pedagang ke dalam satu perusahaan monopoli untuk mengoptimalkan keuntungan dan mengurangi persaingan internal. Perusahaan ini dipimpin oleh Hiren 17 atau 17 tuan yang mencerminkan struktur kolaboratif dan nasional dari upaya ini. yang melambangkan kerjasama antar provinsi dalam perjuangan kemerdekaan. Perusahaan ini menjadi perusahaan multinasional pertama dengan sistem pembagian dan kepemilikan saham yang terbuka untuk umum. Dan perusahaan ini didirikan dengan hak monopoli atas perdagangan, antara Tanjung Harapan di ujung Afrika hingga Selat Magelan di Hindia Timur, dan memiliki kekuasaan yang luas layaknya sebuah negara. Perusahaan inilah yang kita kenal sebagai Verenigde Ostonische Kompeni, VOC. VOC didirikan untuk melindungi perdagangan Belanda di samutera Hindia dan mendukung perang kemerdekaan Belanda dari Spanyol. Sepanjang abad ke-17, VOC berkembang sebagai instrumen imperium komersial Belanda yang kuat di Hindia Timur, yang kini dikenal sebagai Indonesia. VOC menjadi harapan utama Belanda pada saat itu. Pada tahun 1597, kompani Van Vere mengirim armada 4 kapal ke Hindia Timur dibawah komando Cornelis de Houtman. Ini merupakan ekspedisi Belanda pertama ke India Timur. Meskipun hanya 87 dari 249 awak kapal yang selamat, ekspedisi tersebut membuktikan bahwa rute laut ke Hindia Timur adalah mungkin, dan bahwa Belanda bisa bersaing dengan Portugis. Untuk mengakhiri persaingan di antara perusahaan swasta dan berdasarkan keberhasilan pelayaran ini, States General, ban administratif tertinggi di Republik, menyatukan 6 perusahaan menjadi 1 perusahaan saham bersama yang diberi piagam selama 21 tahun, yang dikenal sebagai VOC. Pengacara dan negarawan, Johan van Oldenbarneveld, berperan penting dalam penggabungan ini. 6 kamars atau kamar membentuk VOC, mewakili kota pelabuhan Amsterdam, Delft, Rotterdam, Zeeland atau Middelburg, Horn, dan Enquison. Setiap kamar memiliki dewan direksi, dengan dewan pusat atau manajemen umum dikenal sebagai Hiren Zeventin atau 17 tuan, yang terdiri dari 8 direktur dari Amsterdam, 4 dari Zeeland, dan masing-masing 1 dari kota lainnya. Kantor pusatnya berada di Amsterdam. VOC mempekerjakan pelautnya sendiri dan memiliki kapal serta pelabuhan, menerapkan strategi bisnis integrasi vertikal yang memberikan stabilitas dan kekuatan yang besar. VOC VOC juga dikenal sebagai perusahaan yang pertama kali diperdegangkan secara publik. Memulai dengan penawaran umum perdana pada Agustus 1602, mengumpulkan lebih dari 6 juta gulden. Piagam VOC menetapkan bahwa perusahaan akan dilikuidasi setelah 10 tahun. Tetapi karena kesuksesannya yang luar biasa di Asia, States General memperbolehkan VOC untuk mengabaikan likuidasi statuter pada Juli 1612. Keuntungan dari VOC digunakan untuk proyek besar di dalam negeri, seperti rekelama silahan untuk mengatasi kelebihan. mengatasi masalah banjir di Belanda. Selama dua abad keberadaannya, lebih dari 1500 kapal berlayar untuk VOC, mencerminkan besarnya operasi yang dilakukan oleh perusahaan ini. POC menggunakan kekuatan militer untuk mengamankan bisnisnya dan menguasai rivalnya dengan tujuan utama untuk mencari keuntungan. Perusahaan ini sering menggunakan pola bantuan kepada penguasa lokal untuk memperoleh hak monopoli perdagangan. British India Company atau E-Police, India Company atau IJ dan VOC sering bersaing dan bertarung dalam perang. Dan perang mereka bukanlah perang ekonomi yang sering kita lihat sekarang seperti perang antara Apple dan Samsung. Tapi perang mereka melibatkan meriam yang menembaki kapal-kapal kayu yang dipenuhi dengan manusia. Walaupun seperti itu, EIC atau EIC tidak pernah bisa menandingi VOC. Dan ini dibuktikan dengan Kepulauan Rempah-Rempah, serangkaian pulau yang disebut Kepulauan Banda. Pada saat itu, disitulah tempat di dunia pertama kali tumbuhan pala tumbuh. Kesuksesan VOC didorong oleh dukungan pemerintah dan sentralisasi. Pala dulunya memiliki nilai yang sangat tinggi. Pala yang dijual di pasar Venezia memiliki harga yang sama per kilogramnya dengan emas. Jadi, 1 kilogram pala sama harga tergantinya dengan satu kilogram emas dikarenakan pala dianggap sebagai komunitas mewah dan sangat diminati di Eropa karena kegunaannya yang beragam tidak hanya sebagai bumbu masakan tetapi juga sebagai obat-obatan dan pengawet makanan rempah-rempah lain yang berasal dari Indonesia seperti lada berasal dari Jawa dan Sumatera ketika orang Belanda tiba pada akhir 1500-an perdagangan rempah di wilayah tersebut sudah memiliki sejarah yang dimulai sejak zaman kuno para pedagang mungkin pedagang Persia atau Arab yang memperkenalkan cengkeh ke Eropa sekitar abad II tidak tidak mengetahui sumber asli rempah-rempah tersebut dan hal ini tetap tidak diketahui hingga sekitar abad keduhulas monopoli darat dalam pasokan rempah-rempah ke Eropa melalui mediterania timur dipatahkan pada tahun 1497 ketika penjelajah Portugis Vasco da Gama mengelilingi Tanjung Harapan dan berlayar ke India Portugal mengembangkan dan mempertahankan cengkeraman pada perdagangan rempah selama abad ke-16 dan sekarang VOC mencoba untuk memonopoli perdagangan tersebut dan person kun pernah mengatakan mengatakan kepada Hirin 17 yang mulia tahu dari pengalaman bahwa perdagangan di Asia harus dilakukan dan dipertahankan di bawah perlindungan dan dukungan senjata yang mulia dan bahwa senjata tersebut harus dibayar dari keuntungan dari perdagangan sehingga kami tidak dapat melanjutkan perdagangan tanpa perang maupun perang tanpa perdagangan Jan Frierson Kuhn adalah salah satu gubernur jeneral yang paling terkenal dalam sejarah VOC kuning keras dan tegas memahami masalah ini dia berpendapat bahwa VOC harus terlibat dalam sistem perdagangan perdagangan Asia di luar produk yang ditujukan untuk pasar Eropa dan perusahaan harus mengontrol lokasi kunci melalui penegak militer dan pos-pos tetap. Beberapa direktur VOC menentang Kuhn, tetapi stage general menuntut agar VOC mempersenjatai kapal-kapalnya dan melaksanakan operasi militer untuk mengalihkan ancaman Portugis dan ancaman yang meningkat dari Inggris. Pada tahun 1000, 1605 armada VOC dibawa komando laksamana Steven van der hagen menyerbu dan dengan cepat mengambil alih Fortaleza nosa senhora dan jahadah sebuah benteng Portugis lama di Ambon di Kepulauan rempah-rempah pendekatan Portugis dulunya yang sering mempromosikan dan agama Kristen tidak diterima dengan baik oleh masyarakat setempat yang memiliki budaya dan seni tersendiri. Berbeda dengan VOC, Belanda lebih bersikap lunak terhadap isu agama dan budaya. Benteng itu kemudian diubah namanya menjadi Kastil Victoria dan menjadi basis utama serta pusat perdagangan VOC di Asia hingga tahun 1619. VOC menyadari bahwa untuk memaksimalkan keuntungan, mereka membutuhkan monopoli perdagangan rempah-rempah dunia yang mengharuskan mereka memiliki pangkalan permanen di Indonesia. Mereka awalnya berdagang dengan penduduk lokal tetapi segera beralih ke taktik yang lebih keras untuk mendominasi perdagangan dan produksi rempah-rempah berbeda dengan laksamana Hagen jankun adalah seorang administrator yang keras dan strateginya adalah untuk menaklukkan kepulauan Banda dan mengamankan monopoli atas pala dan biji pala part tahun 1621 dengan armada 13 kapal kun bersama 1655 tentara dan 250 tentara bayaran Jepang mendarat di lontor sekarang Banda Besar pulau terbesar di Kepulauan Banda Peristiwa ini dikenal sebagai pembantaian banda. Pada Mei 1621, 44 orang kaya atau pemimpin lokal dibunuh dan orang banda yang tertangkap atau berhasil marikan diri dijual sebagai budak. Oleh karena itu, budidaya pala di kepulauan banda memerlukan impor tenaga kerja budak dari Jawa. Perusahaan Hindia Timur Belanda kini memiliki monopoli atas produksi pala dan biji pala dan hingga sekitar tahun 1760, keuntungan tahunan perusahaan adalah 6 juta gulden atau sekitar 9 triliun rupiah. Serangan terhadap lontor atau bandar besar mengakibatkan kematian sekitar 2.800 orang bandar, kebanyakan karena kelaparan, dan 1.700 lainnya diperbudak. Populasi total kepulauan diperkirakan 15.000 orang sebelum penaklukan. Diperkirakan bahwa sekitar 14.000 orang tewas, diperbudak atau melarikan diri. Dan hanya 1.000 orang bandar yang bertahan di kepulauan, tersebar di kebun pala sebagai pekerja paksa. Perlakuan terhadap budak sangat keras, dan populasi asli bandar menurun menjadi 1.000 orang pada tahun 1610. 1881 dengan 200 budak diimpor setiap tahun untuk mempertahankan populasi budak sebanyak 4000 orang pemerintah Belanda memberikan monopoli perdagangan kepada perusahaan di perairan antara Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika dan Selat Magel Heinz antara samudera Atlantik dan Pasifik dengan hak untuk menyimpulkan perjanjian dengan pangeran peribumi membangun benteng memelihara pasukan bersenjata dan menjalankan fungsi administratif melalui pejabat yang harus bersumpah setia kepada pemerintah Belanda. Kebijakan perdagangan dengan senjata dari Stats General menyebabkan para Direktur mengajukan petisi pada tahun 1617 dengan berpendapat bahwa perusahaan komersial seharusnya tidak menanggung beban keuangan dari kepentingan militer negara. Pada tahun 1609, biaya militer tahunan VOC lebih dari 400 ribu golden, termasuk pembangunan benteng, pembelian kapal seharga 100 ribu golden per kapal, dan perlengkapan kapal dengan meriam. Dengan armada sekitar 150 kapal yang berlayar melalui Tanjung Harapan menuju India Timur dan berhenti di berbagai pelabuhan untuk mengumpulkan rempah-rempah serta komoditas lainnya, pelayaran bisa berlangsung hingga 3 tahun. Awak kapal Kapal harus menandatangani kontrak kerja selama minimal 3 tahun. Dan kapal yang kembali seringkali membutuhkan perbaikan mahal. Ini berarti bahwa pengembalian kargo yang dapat dijual dengan keuntungan membutuhkan waktu yang lebih lama. Solusinya adalah mendirikan pijakan permanen di Asia, menjalin hubungan dagang yang kuat, dan menegosiasikan harga terbaik. Oleh karena itu, VOC mendirikan pusat operasi di Banten pada tahun 1603. Jendral Son Kun melihat kebutuhan akan markas besar timur untuk VOC dan pusat operasi. pusat administratif permanen di mana barang-barang bisa disimpan dan dikirim kembali ke Eropa. Kuhn percaya bahwa kekuatan diperlukan untuk memperluas pengaruh VOC. Dia tiba dengan 17 kapal dan seribu tentara pada Mei 1619 dan menyerang kerajaan Banten dan Jakarta sebelum membakar kota Jakarta dan membangun Batavia di atas puing-puing kota tersebut. Kuhn secara resif mengambil alih Jakarta dari pengaruh Sultan Banten dengan menggunakan kekuatan militer. Batavia dikembangkan menjadi pusat administrasi. administratif dan militer VOC. Dan dari sini, VOC mengendalikan operasi perdagangannya di seluruh Asia Tenggara. Dengan Pulau Jawa sebagai markasnya, VOC menyebar ke seluruh timur jauh. Fabrik mereka di India menghasilkan sutera dan kain yang indah, yang kemudian dikirim VOC ke Jepang untuk ditukar dengan pasokan perang yang terkenal dan penting. VOC juga memperoleh sutera dari Cina, yang juga menghasilkan porselen yang berharga. Yang penting, margin keuntungannya diperoleh VOC dengan memonopoli rutin perdagangan ini mencapai seratus juta. 1500% dan semua uang ini tentu saja dialirkan ke Belanda. VOC bersama dengan West India Company atau WIC, perusahaan dagang Belanda lain yang beroperasi di Amerika dan Afrika Barat dengan tujuan yang sama dengan VOC, yaitu ekspansi global. Mereka menggunakan kekerasan dalam menyerang pemukiman Portugis dan Spanyol di berbagai wilayah seperti Chile, Brazil, Afrika Timur dan Barat, Teluk Persia, India, Sri Lanka, Cina, Filipina, dan Indonesia antara tahun 1602 dan 1663. Ini dapat dianggap sebagai semacam Perang Dunia Awal. Kita tahu bagaimana VOC bertindak di India Belanda atau Indonesia dalam perang terus-menerus dengan kerajaan lokal dan pesaing Eropa untuk mengamankan monopoli perdagangan rempah-rempah. Namun, tidak hanya di India Belanda, di Kelon atau sekarang Sri Lanka, dan di Malabar atau India, VOC secara agresif mengambil alih kekuasaan dari Portugis menggunakan taktik militer untuk mengendalikan perdagangan rempah-rempah yang sangat menguntungkan. Di Cina dan Filipina, VOC mencoba. meski dengan geberhasilan yang beragam, untuk mengganggu perdagangan Portugis dan Spanyol, termasuk upaya-upaya untuk menyusup ke pasar lokal dan mengendalikan pelabuhan strategis. Ini bisa dikatakan semacam perang dunia awal, di mana konflik dan kompetisi tidak hanya terbatas pada satu wilayah atau antara dua negara, tetapi melibatkan banyak entitas kolonial di berbagai benua. Dalam proses ini, kedua perusahaan Belanda tersebut menggunakan taktik yang melibatkan kekerasan, spionase, dan diplomasi yang agresif. Mereka tidak hanya bertarung untuk sumber daya dan keuntungan ekonomi, tetapi juga untuk supremasi politik dan militer, mencerminkan dinamika kekuatan global pada masa itu. Ekspansi ini, sementara pada akhirnya menguntungkan bagi ekonomi Belanda, juga menimbulkan konsekuensi yang serius, termasuk perlawanan dari kekuatan lokal, kerusakan ekologis, dan penderitaan manusia yang besar, khususnya melalui perbudakan dan penindasan. Kisah VOC dan WIC menggambarkan awal dari era globalisasi dan kolonialisme yang akan membentuk dunia modern. dalam berbagai cara yang kompleks dan seringkali tragis. Pada tahun 1652, ketika VOC mendirikan pemukiman di Cape, Afrika Selatan, mereka telah berpengalaman dalam praktik perbudakan di India Timur. Jan van Riebeck, segera setelah pembentukan pemukiman, menyadari bahwa tenaga kerja budak diperlukan untuk pekerjaan berat. Awalnya, ada pertimbangan untuk memperbudak populasi Hui-Hui asli. Tetapi ide tersebut ditolak karena dianggap mahal dan berisiko. Kebijakan upah rendah dan kondisi kerja yang diperlakukan oleh Belanda menyebabkan konflik dengan Hui-Hui. Pada akhirnya, VOC memutuskan untuk mengimpor budak dari tempat lain, karena kekhawatiran bahwa budak lokal bisa melarikan diri dengan budak. Antara tahun 1652 dan 1657, upaya untuk mendapatkan budak dari India Timur Belanda dan Mauritius gagal. Pada tahun 1658, VOC berhasil membawa dua kapal penuh Buddha dari Dahomey dan Angola ke Cape. Dari tahun 1658 hingga penghentian perdagangan oleh Inggris pada tahun 1807, ribuan Buddha diimpor ke Cape dari berbagai daerah termasuk Afrika Timur, Mozambik, Madagaskar, Ceylon, dan Kepulauan Nusantara atau Indonesia. Populasi Buddha yang sebagian besar laki-laki terus bertambah melalui impor dan pertumbuhan alami, mencapai 16.839 pada tahun 1795. dan hampir mencapai 25 ribu orang pada akhir abad ke-18. Keberhasilan awal VOC menarik lebih banyak investor. Dan pada tahun 1620-an, VOC telah menaklukkan wilayah di India, Indonesia, Afrika Selatan, serta Amerika Utara dan Selatan. Mereka memegang monopoli di kumpulan rempah-rempah, semua jalur perdagangan antara Afrika dan India, dan mereka adalah pemasuk utama perak, tembaga, sutera, porcelain, kapas dan tekstil di dunia. VOC berhasil mengungguli pesaingnya dari Inggris dengan membanjiri pasar dengan lada, menurunkan harga pasar dan menghalangi EIC dari memperoleh pangsa pasar yang signifikan. Namun, nilai perdagangan rempah-rempah mulai menurun dan geratangan pesaing baru dari Perancis dan Denmark memaksa VOC untuk menutup emporium lada mereka di Banten pada tahun 1688. Perubahan selera dan permintaan di Eropa untuk barang Asia lainnya seperti teh, kopi, kapas, tekstil, dan gula memaksa VOC meninggalkan usaha perdagangan rempah-rempah di pesisir Malabar di India pada awal abad ke-18. VOC kemudian mengalihkan strateginya ke perdagangan komoditas berbeda. volume tinggi dengan margin yang lebih rendah yang membutuhkan peningkatan operasional yang signifikan untuk menghasilkan pendapatan yang sama. Untuk memfasilitasi ini, VOC memperluas armadanya dan mengamankan pinjaman untuk memperoleh logam mulia dari sumber-sumber non-Jepang untuk membiayai pembelian komoditas di pasar Asia. Dari tahun 1680 hingga 1720, ton ase kapal yang kembali dari Asia meningkat sebesar 125%. Namun keuntungan dari ekspedisi ini hanya mencapai 78%. Air ekspansi ini meningkatkan biaya operasional VOC secara substansial dan mempengaruhi margin keuntungan serta pembayaran dividen kepada investor. Meskipun dengan pengembalian yang rendah, perusahaan tetap mempertahankan kepercayaan pemegang saham dan melihat harga sahamnya mencapai rekor tertinggi pada tahun 1720-an. Terlepas dari apakah VOC atau Belanda adalah kekuatan dominan di Indonesia pada abad ke-17, kehadiran mereka tanpa diragukan lagi memulai perubahan yang sangat penting dalam jangka panjang. VOC adalah manifestasi dari bentuk kekuatan baru di kawasan tersebut. Perusahaan ini bukan hanya berdagang di area yang luas, tetapi juga memiliki kekuatan militer yang superior, dan seiring waktu mempekerjakan birokrasi pegawai untuk mengurus kepentingannya di Hindia Timur. VOC berhasil mengenakan kehendaknya pada penguasa setempat. dan memaksa mereka untuk menerima kondisi perdagangan yang ditetapkan. Di bawah kepemimpinan Gubernur General, Jean-Pierre Suncun dan penggantinya seperti Anthony Van Diemen, dan John Metzreker, VOC meletakkan dasar-dasar imperium komersial bandar dan menjadi kekuatan utama di kepulauan tersebut. Selama abad ke-17, VOC berhasil menguasai kontrol komersial di kepulauan Indonesia. Mereka merebut Malacca dari Portugis pada tahun 1641, membatasi Inggris setelah periode persaingan sengit ke sebuah pos dagang di Bengkulu, di barat daya Sumatera, dan mendirikan jaringan pos dagang di pulau-pulau timur. Meskipun awalnya ingin membatasi aktivitasnya pada perdagangan, perusahaan ini segera terlibat dalam politik lokal di Jawa, dan daerah lain, sering menjadi penengah dalam perselisihan dinasti dan konflik antar penguasa lokal. Pada tahun 1620-an, Sultan Agung dari Kerajaan Mataram di Jawa Tengah yang mewakili peradaban Jawa, berusaha memperluas kekuasaannya atas Bantam, di dekat Banten saat ini, di Jawa Barat. Ini membawanya ke konflik dengan VOC Belanda, dan dia mengopung benteng VOC di Batavia. Meskipun pasukan Agung akhirnya dipaksa mundur, hasil konfrontasi itu membuat kedua pihak, Belanda dan Jawa, saling menghormati kekuatan satu sama lain. Intervensi Belanda dalam... dalam urusan Jawa meningkat di akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 seiring dengan perselesiaan internal dalam Mataram dan serangkaian perang suksesi sebagai imbalan atas bantuan kepada Amangkurat pertama penerus Sultan Agung pada tahun 1674 dan kemudian kepada Amangkurat kedua VOC menerima pelepasan wilayah preanger di Jawa Barat ini merupakan salah satu dari serangkaian tujuan teritorial yang signifikan pada tahun 1704 Pasukan Belanda membantu dalam menggantikan Amangkurat III dengan pamannya, Pakubuwono I, sebagai imbalan lebih lanjut atas pelepasan wilayah. Dengan cara ini, hampir seluruh Jawa secara bertahap berada di bawah kontrol Belanda. Dan pada tahun 1755, hanya sisa Kerajaan Mataram yang tersisa, yang kemudian dibagi menjadi dua kepangeranan, Yogyakarta dan Surakarta, dalam upaya mengontrol perdagangan lada di Sumatera. VOC mendirikan pos di Barat Sumatera dan di Jambi dan Palembang selama abad ke-17. Seringkali campur terjadi. bertangan dalam konflik lokal untuk mendukung penguasa yang bersimpati dengan mereka. Ekspansi utama Belanda di Sumatera tidak terjadi hingga abad ke-19. Dalam memperoleh tanggung jawab teritorial, VOC awalnya tidak menetapkan sistem administrasi sendiri yang ketat di daerah yang berada di bawah kendali langsungnya. Sebaliknya, VOC mengambil alih kedaulatan dari istana kerajaan dan mewarisi struktur otoritas yang ada. Aristokrasi peribumi mengatur pengumpulan upetia atas nama perusahaan, dan hanya secara bertahap sistem ini dikonvensi menjadi birokrasi yang lebih terformalisasi. Seperti istana kerajaan sebelumnya, VOC memperoleh pendapatan dalam bentuk hasil produksi dari petani dalam wilayahnya. Pada puncak kejayaannya di pertengahan abad ke-17, VOC mendominasi perdagangan rempah-rempah dan menjadi salah satu bursa antarkaya abad tersebut. Namun menjelang akhir abad ini, serangkaian faktor internal dan eksternal berkonvergensi yang pada akhirnya menyebabkan kejatuhan. Selera konsumen Eropa bergeser dari rempah-rempah kekomoditas seperti teh, kopi, dan gula yang menawarkan keuntungan yang lebih besar. VOC kehilangan dominasinya karena Inggris dan EIC mengambil alih posisi dominan dalam perdagangan dan produksi komoditas baru ini. Penyelundupan dan kegiatan. dan perluasan budidaya rempah-rempah ke wilayah lain seperti Pala ke Karibia dan Sengkeh ke India mengurangi monopoli VOC di pasar global. VOC juga terbebani oleh biaya administrasi yang sangat tinggi, termasuk biaya untuk mempekerjakan perwira militer, prajurit, dan karyawan yang diperlukan untuk mempertahankan monopoli perdagangannya. Pada tahun 1766 saja, biaya militer mencapai 12,2 juta gulden, menunjukkan beban keuangan yang berat pada operasi perusahaan. Dan semakin ke sini, VOC semakin terlibat dalam politik lokal di Jawa dan wilayah lain. seringkali bertindak sebagai penengah dalam konflik dinasti dan perselisihan antar penguasa lokal. Ini bukan hanya mengalihkan perusahaan dari fokus utamanya pada perdagangan, tetapi juga menambah beban finansial karena keterlibatan dalam konflik dan perang suksesi Jawa yang panjang dan mahal. Selama abad ke-18, VOC berubah dari perusahaan pengiriman komersial menjadi organisasi teritorial yang fokus pada hasil pertanian di Kepulauan Indonesia. Di akhir abad ke-18, perusahaan ini telah menjadi korup dan serius terlilih utang. Pemerintah Belanda akhirnya mencabut piagam perusahaan dan mengambil alih. hutang serta kepemilikannya pada tahun 1799. Negara Belanda juga terlibat dalam serangkaian konflik dengan Inggris yang mengganggu operasi VOC di Asia. Perang Anglo-Belanda yang berlangsung dari tahun 1652 hingga 1784 berujung pada kehancuran armada Belanda oleh Angkatan Laut Britania pada tahun 1780 memperparah situasi VOC. Tambah lagi, invasi Republik Prancis pada tahun 1795 memperburuk situasi, menghilangkan setiap peluang pemulihan bagi VOC. Pada akhirnya, kombinasi dari pergeseran dalam preferensi pasar global, beban biaya yang berat, keterlibatan politik yang mahal, dan konflik militer yang merugikan, menciptakan badai sempurna yang menghancurkan VOC. Tanpa perdagangan rempah-rempah sebagai sumber pendapatan utama, Belanda kehilangan statusnya sebagai kekuatan global di panggung dunia. Namun, satu hal yang paling krusial yang merupakan faktor terbesar dalam kejatuhan VOC adalah korupsi. Yang membuat namanya terkenal menjadi Vergant Under Corruption atau Tenggelam. dikarenakan korupsi. VOC 2 x 5 menjadi 10, simpan 1 dan tuliskan 0. 1 itu tersisa untuk para pria terhormat atau para direktur, dan 0 adalah apa yang didapatkan oleh para pemegang saham. Peter Delacour menggunakan baris-baris tersebut sebagai bagian dari argumennya untuk menghapuskan perusahaan berpiagam seperti VOC. Ia menunjukkan bahwa Direktur VOC mendapatkan keuntungan besar dari struktur monopoli ini, sementara pemegang saham tidak mendapatkan apa-apa, yang menggembarkan ketidakadilan ekonomi yang dihasilkan dari sistem monopoli. Argumen Delacorte ini adalah bagian dari pandangan yang lebih luas yang mengkritik bagaimana VOC mengoperasikan monopoli perdagangannya, yang menurut banyak orang merugikan ekonomi Belanda secara keseluruhan karena menghampat persaingan dan inovasi. Meskipun pandangan ini bukan tanpa pengertian, menentang. VOC sendiri menggunakan propaganda untuk memperkuat citra positif dan menunjukkan dirinya sebagai entitas yang mengatur perdagangan dunia dengan efektif. Kritik terhadap monopoli VOC tetap ada sepanjang abad ke-17. Penelian masyarakat terhadap administrator VOC dan manajemennya di luar negeri tidak selalu positif, sebagaimana dicatat oleh Nicholas de Graaf. Ada persepsi umum bahwa tidak ada yang akan bekerja di Asia hanya untuk gaji bulanan sederhana, tanpa adanya keuntungan lain yang lebih besar. Agak mirip-mirip sebenarnya. Keluhan terhadap Direktur dan penyalahgunaan finansial mereka seringkali diungkapkan melalui petisi dan pamflet yang memicu tuntutan reformasi. Korupsi dalam administrasi VOC, khususnya dari pejabat yang bertugas di luar negeri, menjadi isu yang semakin mengemuka seri waktu. Kekhawatiran tentang pejabat yang bertugas di luar negeri dan perdagangan ilegal mereka memicu resolusi dan kebijakan perusahaan yang seringkali berfokus pada isu tersebut. Pejabat VOC seringkali terlibat dalam penggelapan, nepotisme, dan perdagangan pribadi ilegal. Basar seputar korupsi seperti korupsi dan korumparan secara eksplisit muncul dalam dokumen administratif, mengindikasikan kesadaran dan penolakan terhadap praktik semacam ini. Sumpah yang diambil oleh pejabat VOC melarang favoritisme dan penyuapan, tetapi realitanya... seringkali berbeda. Faksionalisme juga menonjol dalam administrasi VOC, dengan elit politik seringkali menempati posisi ganda di perusahaan dan institusi politik Republik. Ini menciptakan jaringan hubungan pribadi, keluarga, dan politik yang rumit yang berdampak pada distribusi posisi dan pengambilan keputusan dalam perusahaan. Kesetiaan terhadap sekutu politik ditekankan, tetapi pelanggaran batas normatif seringkali tidak ditoleransi. Pada akhir abad ke-18, korupsi dalam VOC semakin merajalela, menyebabkan organisasi tersebut menjadi tidak sehat dan rapuh. Praktik suap, jual-beli jabatan, dan UPT dari bawahan kepada atasan menjadikan pegawai VOC berlomba-lomba untuk mengumpulkan kekayaan pribadi. Kegiatan ini mengakibatkan pengabayan terhadap kepentingan organisasi, yang pada akhirnya mempercepat kemunduran VOC. Salah satu contoh paling mencolok dari korupsi VOC, adalah kasus Gubernur Jenderal John Van Horn yang mengumpulkan 10 juta gulden hanya dalam waktu 5 tahun dari gaji resmi tahunan 14.000 gulden. Kebebasan para pejabat tinggi untuk berbisnis sendiri yang dikenal sebagai Morshandel atau perdagangan sisa sering disalahgunakan. Dan ini memungkinkan barang-barang pribadi mereka melebihi barang resmi dalam pelayaran VOC. Korupsi ini mencakup manipulasi timbangan, harga, dan bahkan penjualan posisi dan monopoli seperti opium dan garam. Sehingga para pejabat VOC menjadi kaya sementara perusahaan itu sendiri semakin miskin. Peristiwa ini, seperti yang dijelaskan dalam Amphion Society, menyoroti bagaimana VOC harus membayar harga monopoli kepada EIC untuk memperoleh opium dari bengal, sementara secara internal, korupsi merajalela. Korupsi merajalela di pasar ikan dan pelabuhan Sunda Kelapa, di mana VOC mengendalikan setiap kapal yang masuk harus membayar biaya ilegal. Masalah korupsi ini telah menyebabkan VOC berhutang sekitar 70 juta dolar, Banyak ahli menganggapnya sebagai faktor utama kehancuran VOC. Korupsi semakin mendalam dan tidak hanya melibatkan pejabat VOC tetapi juga pemimpin lokal. Mereka seringkali berkulusi untuk keuntungan pribadi. Hasil dari korupsi yang meluas ini adalah berbagai pejabat kembali ke Belanda dengan kekayaan yang sangat berlebihan. Menunjukkan ketidakadilan yang terjadi dalam pengelolaan perusahaan. Akibatnya VOC setelah bertahun-tahun dihantam skandal korupsi terpaksa menghadapi kebangkrutan pada akhir abad ke-18. Pertahun 2017. 1799, perusahaan ini secara resmi dibubarkan, meninggalkan warisan yang dicemari oleh korupsi dan mismanagement yang pada akhirnya merugikan baik koloni maupun kerajaan Belanda. Dan ini dikenal dengan Fregan Ondel Korupsi atau Tenggelam Karena Korupsi. Sejarah korupsi di Indonesia berkaitan erat dengan era kolonisasi Belanda, terutama melalui kejatuhan felce ini. Dalam buku Surabaya Tempo Dulu, Dukut Imam Widodo mengungkapkan bagaimana Nicholas Engelhardt, gubernur kolonial di Jawa Timur Laut, mengakui dalam catatan. catatan jurnalnya tanggal 15 April 1805 bahwa ia menjadi sangat kaya karena menerima suap dari penduduk lokal sebagai imbalan atas jabatan yang diberikan kasus ini menunjukkan bagaimana korupsi yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan merugikan keuangan publik dan mengikis kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan kasus engelhard sering dijadikan contoh tentang bagaimana korupsi telah mengakar dalam sejarah Indonesia dari masa kolonial hingga kontemporer korupsi baik pada masa dulu maupun sekarang umumnya melibatkan penyalahgunaan kekuasaan kesehatan ketamakan individu, dan kurangnya transparansi serta akuntabilitas. Meskipun konteks sosial, ekonomi, dan politik bisa berbeda di setiap era, elemen-elemen fundamental korupsi tetap sama. Di era modern, walaupun teknologi informasi dan kebijakan anti-korupsi lebih maju, tantangan utamanya tetap sama, mengatasi ketidakadilan dan ketidaksimbangan kekuasaan yang memungkinkan korupsi terjadi. Meskipun VOC tetap menjadi kekuatan yang dominan hingga abad pertengahan abad ke-18, menajaman yang buruk dan perang antara Inggris dan Belanda pada akhirnya membawa perusahaan ini ke pembubaran pada tahun 1799 dengan koloni-koloninya menjadi bagian dari koloni Belanda, termasuk Indonesia. Kisah VOC menawarkan wawasan penting tentang kapitalisme dan interaksi antara perusahaan dan negara. Sebagai perusahaan yang didukung oleh pemerintah, VOC berhasil mendominasi perdagangan global. Namun, keberhasilan ini berakhir ketika intervensi kepentingan pribadi mengganggu administrasi yang efektif dan menunjukkan risiko ketika perusahaan memiliki lebih banyak kekuatan daripada negara yang bisa berujung pada penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakadilan terhadap rakyat yang diperintah. VOC bukan hanya perusahaan perdagangan biasa. Perusahaan ini membentuk sejarah global dan memiliki pengaruh mendalam terhadap interaksi antarabangsa selama era modern awal. VOC menunjukkan bahwa keberlanjutan jangka panjang suatu entitas korporat tergantung tidak hanya pada keuntungan ekonomi, tetapi juga pada tata kelola yang etis dan pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab. Perusahaan India Timur Belanda sangat penting sebagai pelopor banyak struktur dan sistem perusahaan yang kita kenal hari ini. Membangun jembatan antara timur dan barat melalui rantai pasokan yang efisien yang mirip merempah-rempah, porselen, tekstil, dan... dan barang lainnya, sekaligus menjadi kekuatan kolonial di Asia. VOC, walaupun kita memiliki kritik atas tindakan kurang etis yang mereka lakukan dalam proses mencapai keuntungan mereka, VOC tetaplah memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah manusia, dan mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga perlaku etis dalam mencoba untuk mencapai suatu tujuan. Terima kasih.