Transcript for:
Persaingan Abadi Coca-Cola dan Pepsi

Lebih dari satu abad lamanya, Coca-Cola dan Pepsi bertarung merebutkan pasar minuman bersoda. Semua jurus dimainkan, dari inovasi produk hingga taktik marketing yang cerdik. Namun pada akhirnya, mereka menyadari bahwa kunci kemenangan bukan terletak pada mengalahkan lawan, namun memenangkan hati pelanggan. Bahwa marketing cerdik hanya akan berdampak sementara, padahal dunia sedang... dan akan terus bergejolak semakin panas. Rivalitas dan masa depan mereka akhirnya bergantung pada yang satu ini. Perjalanan Coca-Cola dimulai tahun 1886 ketika seorang apotekar di Atlanta bernama Dr. John Steve... Pemberton meramu minuman tonik berbasis sirup. Minuman yang diklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit itu dijual pertama kali di apotek Jacobs. 5 sen per gelas. Untuk memasarkannya, John dibantu Mark M. Robinson yang kemudian menyematkan nama Coca-Cola sekaligus merancang logo khasnya. Mereka sukses mempopulirkan Coca-Cola dengan cara beriklan di koran dan membagikan kupon gratis. Pemasarannya meluas setelah Asa Candler mengambil alih hak patent dan saham Coca-Cola pada tahun 1888. Dia menerapkan strategi pemasaran yang lebih agresif serta memperluas distribusinya, sehingga ketika masuk ke abad 20, Coca-Cola sudah merajai Amerika Serikat. Tetapi waktu itu, sebetulnya Coca-Cola sudah dibayang-bayangi penantangnya. Sebab pada tahun 1893, lahir Brett's Drink yang ramuannya dibuat oleh Caleb. Bradham, seorang apotekar di New Bern, North Carolina. Bradham kemudian mengubah nama minumannya menjadi Pepsi Cola yang terinspirasi dari Pepsi's dan Cola Nut sebagai bahan utamanya. Pada tahun 1903, brand dagang Pepsi Cola didaftarkan dan Pepsi kemudian dikemas dalam botol untuk dipasarkan secara luas. Sejak itulah Cola Wars dimulai dan tidak pernah berhenti selama hampir satu abad sampai dengan hari ini. Perang itu terlihat dari berbagai kampanye iklan yang kreatif, strategi marketing yang cerdik, serta berbagai inovasi. Mereka saling serang dan berlomba memikat hati para penikmat soda. Charles Guth memang cerdas sekaligus berani. Dia adalah pemilik Loft Inc., sebuah perusahaan permen dan minuman ringan. Sewaktu dunia, termasuk Amerika, diguncang depresi pada tahun 1929, Dia mengambil alih Pepsi dan menyelamatkannya dari kebangkrutan. Goode kemudian memperkenalkan botol Pepsi 12 oz yang harganya cuma 5 sen, sama seperti harga Coca-Cola dalam botol 6 oz. Tetapi dengan Pepsi, konsumen bisa menikmati Cola 2 kali lebih banyak. Nggak heran kalau Pepsi langsung menarik perhatian orang-orang yang daya belinya sedang melemah. Langkah itu dilakukan karena Goode tahu bahwa konsumen mencari nilai lebih dalam setiap pembelian. Di saat itulah, persaingan legendaris dalam Cola Wars mulai memanas. Konsumen ekonomis tertarik dengan slogan 2 kali lebih banyak dengan 5 sen dan segera beralih ke Pepsi sehingga penjualan Pepsi pun melonjak. Coca-Cola gerah dan mereka langsung berkampanye iklan besar-besaran di media cetak dan radio sambil memperkuat distribusi. Loyalitas konsumen yang terbentuk bertahun-tahun mereka gunakan sebagai senjata untuk mengatasi tantangan itu. Meskipun Pepsi menawarkan volume yang lebih besar, banyak konsumen tetap setia pada Coca-Cola karena percaya pada kualitas dan rasa khasnya. Persaingan mereka terus berlanjut sampai di pertengahan tahun 1970-an, sewaktu pertarungannya semakin seru. Pepsi yang pangsa pasara selalu di bawah Coca-Cola semakin gencar melakukan serangan agresif. Pada tahun 1975, mereka mengkampanyekan Pepsi Challenge di berbagai mal dan acara publik. Di situ mereka menyelenggarakan blind test atau tes rasa buta. Orang-orang diminta mencicipi dua minuman bersoda tanpa tahu merknya, lalu diminta memilih mana yang lebih mereka sukai. Hasilnya mengejutkan, karena peserta tes banyak memilih Pepsi. Hasil tes tersebut kemudian mereka manfaatkan sebagai konten iklan yang dampaknya langsung berasa. Pembelian Pepsi, biarkan rasa Anda memutuskan. Pepsi lebih baik. Membuat rasa saya lebih enak. Banyak konsumen mulai mencoba dan membeli Pepsi, sehingga pada tahun 1980-an, penjualan Pepsi berhasil melampaui Coca-Cola di beberapa wilayah pemasaran. Bagi Coca-Cola, masa itu menjadi masa-masa yang suram. Dan untuk sekian kalinya, mereka pun harus bereaksi. Mereka menggelar kampanye PR yang melakukan... menegaskan keunggulan dan warisan mereka, serta berusaha meyakinkan bahwa Coca-Cola punya kualitas sendiri dan memiliki konsumen yang loyal. Mereka juga berkreasi dengan meluncurkan Diet Coke pada tahun 1982 untuk bisa menarik konsumen muda. Langkah-langkah itu berhasil membuat Coca-Cola tetap kompetitif di tengah serangan Pepsi-Cola yang sangat-sangat agresif. Lelah diserang terus oleh Pepsi, Coca-Cola pun menyerang balik dengan membuat sebuah terobosan radikal pada tahun 1985. Mereka mengubah resep minuman legendarisnya berdasarkan hasil riset pasar yang menunjukkan bahwa orang lebih menyukai rasa cola yang lebih manis. Akhirnya pada tanggal 23 April 1985, Coca-Cola meluncurkan New Coke. New Coke diluncurkan dengan dukungan konfesi pers besar-besaran dan kamenya iklan yang sangat masif. Dengan cara itu Coca-Cola ingin menunjukkan, bahwa mereka berani berubah dan berinovasi. Tapi ternyata hasilnya jauh panggang dari api, dan kenyataan tak sesuai harapan. Pasalnya, konsumen setia Coca-Cola justru marah dan kecewa karena rasa asli yang sudah mereka sukai selama bertahun-tahun diganti. Nanti begitu aja. Lalu mereka menyerbu kantor pusat Coca-Cola dengan surat-surat protes dan juga telepon. Mereka juga membendangan sepanduk bertuliskan, Anti New Coke. Serta melontarkan sinisme dengan mengatakan bahwa mengubah rasa Coca-Cola itu... lebih parah daripada mengganti konstitusi Amerika Serikat. Sampai segitu ya. Kegagalan New Coke justru dimanfaatkan Pepsi dengan cerdas. Mereka melancarkan promosi tentang konsistensi keunggulan rasa mereka, serta memperkuat citra sebagai brand yang selalu mendengarkan konsumen. Pepsi, pilihan generasi baru. Masih bisa ditanya. Pasar pun akhirnya berpihak pada Pepsi, sehingga penjualannya meningkat. Gilanya momen itu mereka rayakan sebagai kemenangan rasa Pepsi atas Coca-Cola. Coca-Cola kemudian sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan besar. Akhirnya setelah New Coke beredar 79 hari, maka pada 11 Juli 1985, mereka kembali memakai resep asli dengan nama Coca-Cola Classic. Hasilnya sebuah ajaib, karena keputusan itu disambut antusias konsumen yang merasa lega dan juga senang karena keluhan mereka didengar. Terobosan ini berhasil mengembalikan loyalitas konsumen dan meningkatkan citra perusahaan. Sejak memasuki abad 20, Coca-Cola sudah bisa ditemukan di Kanada, Kuba, dan Panama. Bahkan setelah Perang Dunia II, Coca-Cola populer di Eropa, terutama di Perancis dan Jerman. Pada waktu yang bersamaan, Coca-Cola juga sukses di Jepang, dilanjut di India dan China. Sedangkan di Amerika Latin, Coca-Cola menjadi minuman favorit terutama di Brazil dan Meksiko. Mereka sukses berkat kemampuannya beradaptasi pada budaya pasar setempat. Mereka beriklan sesuai tradisi setempat dan memperkenalkan varian rasa sesuai selera lokal, seperti teh hijau di Jepang. Jadi setelah mengatasi masalah New Coke, Coca-Cola... fokus pada usaha memperluas pasar internasionalnya. Sebab pada waktu yang sama, Pepsi juga berekspansi. Pada tahun 1972, mereka berhasil menembus Uni Soviet dan menjadi minuman bersoda pertama di negeri beruang merah tersebut. Di China, mereka bekerjasama dengan perusahaan lokal, dan di India, mereka membeli perusahaan minuman lokal. Ekspansinya terus berlanjut sampai ke Timur Tengah dan Afrika. Lakah Pepsi tidak sia-sia, karena di beberapa negara, mereka berhasil menyaingi Coca-Cola. Di Meksiko, Pepsi berhasil mengambil pangsa pasar Coca-Cola berkat kampanye kreatif. Sedangkan di Filipina, berkat strategi pemasaran yang agresif, Pepsi menjadi pilihan utama. Langkah Pepsi tidak berhenti hanya dengan memperluas pasar, melainkan juga melakukan diversifikasi dengan merambah produk makanan ringan dan minuman non-karbonasi. Muncullah produk seperti Lays, Doritos, Gatorade, dan disusul dengan mengakuisisi Tropicana dan Quaker Oats. Dengan begitu, PepsiCo bisa menyangkau berbagai konsumen dan mengurangi tergantungannya pada satu produk. Strategi diversifikasi ini tidak hanya memperkuat posisi PepsiCo di pasar, tetapi juga meminimalisir risiko bisnis. Sebab, PepsiCo bisa berdiri di atas fondasi yang lebih kuat dalam menghadapi fluktuasi pasar. PepsiCo juga bisa lebih leluasa ketika berunding dengan pengecar, karena bisa menawarkan produknya yang beragam. Coca-Cola tentu saja nggak mau ketinggalan. Mereka juga berinvestasi di produk-produk sehat, seperti air mineral Dasani, teh organik Anesti, dan air kelapa Zico yang menjadi favorit baru. Mereka juga meluncurkan produk-produk inovatif. seperti Coca-Cola Energy dan Coca-Cola Plus Coffee untuk menjawab perubahan profesi konsumen yang semakin peduli kesehatan dan meminta supaya Coca-Cola mengurangi kandungan gula dan kalori. Pertarungan keduanya sampai juga ke isu lingkungan. Mereka berusaha menjawab tren tubuhnya kepedulian konsumen terhadap lingkungan. Maka Coca-Cola meluncurkan World Without Waste, yang tak lain adalah program daur ulang ambisius untuk tahun 2030 dengan mengumpulkan dan mendaur ulang botol atau kaling yang mereka jual. Mereka juga berkomitmen mengurangi jejak karbon dan mengembalikan 100% air yang mereka gunakan ke alam. Sementara itu, PepsiCo meluncurkan program konservasi air dan berkomitmen mengurangi penggunaan air sebesar 25% pada tahun 2025. Mereka juga mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan dan mengurangi emisi karbon di rantai pasokan mereka. Selain itu, mereka berinovasi pada kemasan produk dengan menggunakan bahan daur ulang dan mengurangi plastik sekali pakai. Kalau dilihat market share-nya, menurut data Satista, sampai tahun 2022, Coca-Cola masih unggul di pasar minuman bersoda Amerika Serikat dengan 46,3% dan Pepsi di posisi kedua dengan 24,7%. Tapi kalau kita lihat dari aspek revenue-nya, data Forbes mengungkap bahwa Pepsi lebih unggul. Tahun 2018, revenue Pepsi secara global mencapai 64,44 miliar USD, sedangkan Coca-Cola hanya 31,85 miliar USD. Seiring waktu, perbedaan revenue antar keduanya semakin besar. Revenue PepsiCo bisa lebih besar karena mereka punya produk lebih banyak, sehingga sumber pendapatannya juga lebih banyak dan finansialnya bisa tetap stabil di tengah fluktuasi pasar minuman ringan. Sementara itu, Coca-Cola bisa memelihara loyalitas konsumennya dengan kuat melalui kampanye pemasaran yang emosional dan mengesankan. Kampanye ikonik seperti Share a Coke dan Test the Feeling berhasil menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan konsumen. Meski pendapatannya lebih kecil, posisi Coca-Cola di hati konsumen jauh lebih kuat sebagai simbol kebahagiaan dan momen berharga. Jadi, siapa pemenang Cola Wars? Ya, tergantung dari sudut mana kita ngeliatnya. Kalau melihat pasar-pasar, jelas Coca-Cola yang unggul. Tapi kalau kita lihat dari besaran pendapatan perusahaan, PepsiCo yang lebih unggul. Terlepas dari keberhasilan itu, keduanya sama-sama sukses membangun merek yang kuat sambil terus berinovasi, memenuhi perubahan demi perubahan. pada kebutuhan dan preferensi konsumen. Perseturuan abadi dua brand minuman bersoda ini menyuguhkan beberapa pelajaran penting. Pertama, coba lihat bagaimana Pepsi sebagai penantang tidak hanya mengikuti jejak Coca-Cola, melainkan juga berusaha menentukan arahnya sendiri. Seperti ketika mengkampanyekan Pepsi Challenge, sebetulnya mereka sedang menantang status quo dan mengubah cara konsumen memandang minuman bersoda. Kampanya itu bukan sekedar tes rasa, melainkan juga sebuah gerakan pemasaran yang cerdik. Mereka memanfaatkan persepsi publik dan memicu diskusi. Pepsi juga lanjut merambah ke makanan ringan, memperluas capupan pasar mereka, dan mengurangi risiko hanya bergantung pada satu produk. Yang kedua, ketika Coca-Cola terjerat kasus New Coke, kita melihat bagaimana mereka merespon krisis dengan cepat. Ketika New Coke, yang lebih manis, tidak diterima oleh konsumen, mereka langsung mengambil keputusan untuk menghadirkan Coca-Cola klasik. Berarti penting bagi kita mendengarkan dan menghargai kesetiaan konsumen. Sebab keputusan yang diambil Coca-Cola bukan hanya tentang mengembalikan produk, melainkan juga memulihkan kepercayaan dan menghormati nostalgia konsumen. Yang ketiga, baik Coca-Cola maupun Pepsi terus berinovasi setelah mengadaptasi tren kesehatan yang berkembang. Mereka mengintroduksi pilihan yang lebih sehat seperti varian diet dan nol kalori. Mereka mengerti bahwa adaptasi dengan provinsi konsumen bukan hanya penting untuk bertahan. tetapi juga mempertahankan relevansi di pasar yang dinamis. Pada akhirnya, kita belajar bahwa ketika menangani bisnis, kita perlu memiliki keberanian untuk berinovasi, kecepatan untuk merespon perubahan, dan kemampuan untuk mendengar serta menangkap keinginan pasar. Semua itu untuk bisa memenangkan hati sang pelanggan.