Ada sebuah gunung di Pulau Jawa yang mampu memisahkan tujuh kota sekaligus. Bagi sebagian orang, ini adalah gunung angker yang menyimpan energi spiritual yang kuat. [Musik] Di punggungnya, ia juga memikul sejarah penting bangsa ini. Bagi kebanyakan pendaki, gunung ini menjadi incaran di akhir pekan karena tidak butuh waktu lama untuk mencapai puncaknya. Tapi jangan pernah anggap remeh gunung ini. Inilah Gunung Willis. [Musik] Jadi, mari kita jelajahi tujuh fakta unik dari Gunung Willis yang terkenal [Musik] ini. Gunung Willis bukanlah gunung tunggal. Ia adalah sebuah kompleks pegunungan yang memiliki 40 puncak yang tersebar. Letusan terakhirnya terjadi pada tahun 1641. Sisa letusannya sepertinya dapat terlihat dari bekas kawah mati yang menganga ini. Tak terbayangkan dengan bekas kawah seluas ini bakal seperti apa besarnya gunung ini pada awal-awal pembentukannya. Hingga letusan terakhirnya 400 tahun silam, gunung ini seperti tertidur pulas. Puncak tertingginya berada pada 2563 m di atas permukaan laut. Puncaknya bernama Liman. Atau ada juga yang bilang puncak Ngliman. Dengan formasi geologis yang kompleks dan luas seperti ini, maka tidak heran gunung ini mampu memisahkan tujuh kota sekaligus. Kota yang harus terpisah karena gunung ini adalah Kabupaten Madiun, Magetan, Tulungagung, Ponorogo, Trenggalek, Kediri, dan Kabupaten Nganjuk. Semuanya terletak di Provinsi Jawa Timur. [Musik] Bentangan pegunungan Willis ini seluas 1980 km² atau tiga kali lipat lebih besar dari kota Jakarta. Bahkan saking luasnya Gunung Willy sampai memiliki empat jenis hutan yang [Musik] berbeda. Jenis hutan pertama adalah berjenis dipterokar bukit. Ini adalah jenis hutan dengan pepohonan yang menjulang setinggi gedung bertingkat dengan rumput ilalang setinggi 1 m di bawahnya. Hutan ini dapat dijumpai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Jika beruntung, para pendaki dapat menjumpai elang jawa di antara rimbunnya pepohonan. Namun jika seorang pendaki tersesat di area ini, maka ia harus waspada. Jika tidak segera kembali pada jalur lintasan, seorang pendaki dapat memasuki kawasan jelajah dari macan tutul Jawa atau pantera Pardu Melas. Begitu pendaki naik lagi, tepatnya di ketinggian 700 hingga 1500 m di atas permukaan laut, maka ia sudah berada di hutan jenis dipterokarp atas. Udara di hutan ini semakin sejuk. Inilah hutan yang sering diselimuti kabut tebal dan pepohonannya sudah dipenuhi lumut serta anggrek hutan mulai sering terlihat. Suasana di hutan ini menjadi agak mistis sekaligus menenangkan pikiran. Pendakian yang tertutup kabut juga sangat berbahaya karena pendaki bisa salah jalur dan mengarah pada sebuah jurang dalam karena jarak pandang yang samar-samar. Selain itu, macan tutul juga sering berkeliaran di area hutan ini karena ada lutung dan monyet sebagai mangsanya yang juga tinggal di area [Musik] ini. Setelah melewati tebalnya kabut yang dingin, para pendaki akan berada di dataran yang lebih tinggi. Di titik ini, ia akan memasuki hutan berjenis montane. Hutan ini ada di ketinggian antara 1500 hingga 2.400 400 m di atas permukaan laut. Di hutan ini, udara menjadi lebih menggigil dan para pendaki dapat menyentuh awan. Jalur pendakian terasa lebih licin karena lumut semakin banyak. Pepohonannya juga lebih pendek, tapi kita akan sering menjumpai bunga-bunga liar di sepanjang jalurnya. Bunga idel wise atau bunga abadi juga akan sering kita lihat di jalur ini. Tapi ingat, jangan pernah memetik bunga ini jika tidak ingin menanggung akibatnya. Selain itu, di jalur yang lembab pada hutan ini, jika teliti dan beruntung kita akan menjumpai kata pohon mutiara. Jika mendaki pada waktu yang tepat, kita juga bisa melihat kijang dan burung elang Jawa. [Musik] Hutan terakhir yang akan dilewati pendaki Gunung Willis adalah hutan Erika Ceos. Inilah hutan yang melindungi puncak-puncak Gunung Wilis. Hutan ini sering disebut sebagai kebun mini dengan pemandangan lautan awan. Udara di hutan ini sangat dingin dengan kadar oksigen yang tipis. Para pendaki akan merasakan sedikit sesak nafas tapi sambil melihat pemandangan yang menakjubkan. [Musik] Selain kekayaan hutan belantaranya, Gunung Willis juga punya energi mistis yang kuat. Tentu saja karena Gunung Wilis adalah gunung yang tua dan gunung yang menanggung cerita-cerita kuno di punggungnya. Pada abad ke-14 saat Kesultanan Utsmaniyah baru berdiri di Turki sana, di saat yang bersamaan, sebuah naskah kuno bernama Tantu Panggelaran ditulis di tanah Jawa. Naskah berbahasa Jawa Kawo itu menceritakan tentang Gunung Wilis atau disebut Gunung Pawinihan. Seperti yang dikisahkan bahwa tanah Jawa ini dulunya adalah sebuah pulau yang kosong tak berpenghuni. Pulaunya juga selalu bergoncang seperti gempa hebat yang terus-menerus terjadi sepanjang hari. Pulau ini seperti terombang ambing di lautan lepas. Maka untuk membuat Pulau Jawa ini menjadi tenang, para dewa kemudian mengangkat sebuah gunung raksasa bernama Mahameru dari India. Gunung Pulau Jawa. Tujuannya adalah untuk mengganjal Pulau Jawa agar tidak bergoncang [Musik] lagi. Namun gunung tersebut terlalu besar dan berat sehingga sebagian badan gunungnya ambrol dan berhamburan di sepanjang pulau. Dan salah satu potongan gunungnya adalah Gunung Wilis ini. Sebagai informasi tambahan, potongan terbesarnya adalah Gunung Semeru di Lumajang. Setelah berhasil menancapkan gunung, Pulau Jawa akhirnya berhenti bergejolak dan menjadi tenang. Namun, tanah Jawa ini masih kosong, tak berpenghuni. Lantas para dewa mencoba menciptakan manusia dari tanah liat dari tanah Jawa. Tanah liat ini dibentuk dan dibakar untuk memberikan kehidupan. Namun pada percobaan pertama ternyata terlalu gosong dan gagal. Para dewa ini kemudian mencobanya ke Gunung Wilis dengan mengambil sejumput tanah dari Pawilihan. Tak butuh waktu lama, dengan komposisi tanah dari Gunung Wilis, para dewa ternyata berhasil menciptakan manusia Jawa dengan bentuk terbaiknya seperti orang Jawa yang kita lihat saat ini. Inilah mengapa gunung Wilis ini menjadi sakral bagi kebanyakan orang yang percaya. [Musik] Bukti tanah sakral Gunung Wilis ini juga dapat ditemui di puncak gunung dan di lereng-lereng gunungnya seperti situs tua dan kuno. Misalnya pada puncak limas di mana terdapat sebuah harca batu. Arca ini berukuran kecil, tidak memiliki detail ornamen yang jelas, namun dianggap sakral oleh pendaki dan warga lokal. Atau juga pada puncak 17. Dulunya tempat ini ditandai dengan susunan batu-batu kecil. Namun saat ini hanya tersisa gundukan tanah saja. Padahal susunan batu semacam ini sering digunakan dalam tradisi Jawa kuno untuk menandai tempat suci atau batas wilayah spiritual. Meski sederhana, situs ini mungkin terkait praktik ritual kecil oleh Pertapa atau pendaki zaman dulu. Kemudian di puncak Liman atau Trogati terdapat sebuah situs seperti sebuah sumur dangkal. Sumur ini dipercaya sebagai tempat bertapa atau topo pandem. [Musik] Ada begitu banyak candi-candi yang menduduki kaki Gunung Wilis ini dan bisa terlacak dari segala penjuru mata angin. Seperti Canding Tos di Nganjuk, Lingga Yoni di Madiun, Candi Penampihan di Tulungagung, dan Candi Surowono, serta Candi Dorok di Kediri. Sepertinya masih banyak candi yang belum ditemukan di sekitar gunung ini. Ini adalah tempat di mana orang-orang di masa lalu melakukan pembersihan jiwa, memohon kebijaksanaan, dan juga memohon kesuburan tanah pertanian. Candi-candi ini seolah-olah mengelilingi Gunung Wilis dan menjadikan Gunung Wilis sebagai pusat spiritual selama berabad-abad lamanya. Selain itu, berdasarkan desas-desus dan pengalaman warga setempat, area Gunung Wilis ini terkenal angker dan wingit. Menurut cerita yang beredar, gunung ini dijaga oleh ular besar yang tak kasat mata. [Musik] Ada sebagian yang menduga sebenarnya situs atau candi kuno di Gunung Willis masih banyak yang belum ditemukan atau lebih tepatnya belum menampakkan dirinya. Hanya orang tertentu saja yang bisa melihat. Mereka adalah para petapa yang melakoni laku spiritual tertentu. Konon candi-candi ini sulit dijangkau dan kalaupun berhasil mencapainya tidak ada jaminan. bakal bisa kembali pulang setelahnya. Keangkeran Gunung Wilis tidak berhenti pada cerita ular dan candi gaib. Para sesepuh dan masyarakat setempat juga menyadari bahwa gunung ini juga punya banyak goa-goa mistis sebagai tempat bertapa para tokoh dan leluhur di era kerajaan tua. Tidak banyak pendaki yang mengetahui hal ini dan hanya sebagian warga setempat yang mengetahuinya. Tetapi tidak sembarang orang bisa melihat goa ini. Menurut para sesepuh, orang dengan niat bersih dan hati yang suci akan diberi kemudahan mengunjungi goa-goa sakral di Gunung Wilis ini. Jika ditinjau dari perspektif geologi dan speleologi, Gunung Willis yang merupakan kompleks pegunungan vulkanik ini memang sangat mungkin terdapat goa-gua alami karena aktivitas vulkanisnya atau juga bisa karena erosi. Namun, sejauh penelusuran dokumen ilmiah yang ada, memang belum ditemukan goa berukuran besar di wilayah ini. Kisah gua mistis ini kemungkinan adalah sebuah celah batu atau gua kecil yang memang sulit diakses dan jauh dari lintasan para [Musik] pendaki. Selain itu, pada salah satu jalur pendakiannya terdapat sebuah batu yang dikeramatkan. Batu tersebut ditengarai sebagai tempat terakhir patih Gajah Mada sebelum melakukan moksa atau menghilang secara spiritual. Moksa Gajah Mada di Gunung Wilis ini dilakukan setelah Sumpah Palapa diumumkan. Sebuah sumpah yang menginginkan bersatunya seluruh Nusantara. Namun sayangnya banyak foto yang beredar di internet yang memperlihatkan tempat-tempat sakral di Gunung Wilis ini seperti kurang dihormati oleh pendaki. [Musik] Ketika Soekarno dan Hatta mengumumkan proklamasi kemerdekaan di Jakarta, di waktu yang Soeharto sedang berada di Gunung Willis. So yang nantinya adalah presiden kedua setelah Soekarno ini saat itu sedang menjalankan tugasnya sebagai komandan dari pasukan peta pasukan bentukan Jepang. Di Gunung Willis, Soeharto sepertinya tidak mengetahui bahwa hari itu Jepang sudah menyerah dan Indonesia telah merdeka. Beberapa hari setelahnya, Soeharto dan pasukannya turun dari Gunung Wilis di sekitaran Nganjuk dan Blitar untuk menyerahkan senjatanya karena pasukan peta sudah dibubarkan seiring dengan menyerahnya [Musik] Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia tidak langsung merdeka 100%. Pihak Belanda tidak mengakui kedaulatan Indonesia karena tidak rela wilayah jajahan berharganya ini lepas begitu saja. Apalagi kondisi Belanda di Eropa sedang ringsek dan hancur usai perang dunia kedua. Maka Belanda pun melancarkan aksi agresi militer dan menyerang wilayah Indonesia. Perlawanan pun terjadi dan yang paling sengit adalah perlawanan Gerilia yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman. [Musik] Pada masa perjuangan, Jenderal Sudirman tercatat pernah melintasi lereng Gunung Wilis sebagai bagian dari perjuangannya selama revolusi nasional. Perjalanan ini terjadi sebelum serangan umum pada 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Rombongan Jenderal Sudirman ini memilih area Gunung Willis karena strategis untuk bersembunyi. Jenderal Sudirman dan pasukannya bergerak melalui jalur yang sulit yang dimulai dari pundak Wetan, Keseran, lalu Jeladri, Pulauari, bergeser ke Pangangonan, kemudian Gedang Klutuk, Ngliman, dan Bajulan. Rute terjal ini ditempuh untuk menghindari kejaran tentara Belanda. Rombongan ini berjalan secara hati-hati dengan rute lebih dari 48 km. Meskipun menderita sakit paru-paru yang parah, Jenderal Sudirman tetap memimpin dengan tabah. Bahkan pada 27 Desember 1948, ia tercatat berada di Dusun Goliman, kaki Gunung Wilis di Kabupaten Kediri. Di pegunungan Wilis yang dingin ini, sepertinya Sudirman sedikit menahan rasa kesal kepada Soekarno dan Hatta di Jakarta sana karena lebih memilih berunding kepada Belanda daripada melawan dengan kekuatan fisik seperti yang ia perjuangkan selama [Musik] ini. Bahkan ketika Sudirman mulai terlacak oleh Belanda, sang jenderal ini lalu menyamar sebagai guru yang akrab dipanggil Pakde. Ini adalah bagian dari taktik cerdas yang memungkinkan Sudirman untuk berkoordinasi dengan pasukan Gerilia tanpa terdeteksi dan tanpa menimbulkan kecurigaan. Begitulah Gunung Willis, sebuah gunung sakral yang berhasil menyembunyikan Jenderal Sudirman. Selain itu, pada tahun-tahun sebelumnya, Gunung Willis juga pernah membuat heran Franz Junghun yang merupakan seorang ahli botani, geolog yang merangkap sebagai dokter asal Jerman. Tepat pada 1838 saat negeri ini masih bernama Hindia Belanda. Kala itu, Franz Jumhun sedang berjalan-jalan di area Telaga Ngebel yang merupakan lereng Gunung Wilis dari sisi Ponorogo. Di sana ia kaget saat melihat masyarakatnya membuat minuman berwarna hitam pekat yang berasal dari kotoran hewan. Saat dicobanya, ternyata itu adalah kopi dan rasa kopinya benar-benar nikmat. Sekarang kita mengenalnya dengan nama Luak. [Musik] [Musik] Selain menjadi saksi mata keteguhan perjuangan Jenderal Sudirman, Gunung Willis juga pernah menjadi saksi bisu sebuah tragedi sejarah saat Indonesia masih terbuka dengan komunisme. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1948, tepatnya di kaki Gunung Wilis pada sebuah desa bernama Kresek di Kabupaten Madiun. Dalam periode waktu tersebut, dominasi dari anggota PKI ini memang sedang besar-besarnya. Anggota partai ini menyisir setiap pondok pesantren dan menyasar para pemuka agama untuk dijadikan korban persekusi. Para kiai ini dianggap mengganggu kelancaran pengaruh dari partai PKI. Saat situasi semakin memanas, anggota PKI kemudian berani mengambil tindakan yang kelewat batas. [Musik] Menurut para saksi, para kiai ini digiring ke sebuah lereng gunung di kaki Wilis. Setelah PKI membawa Kiai ke lereng gunung, keesokan harinya masyarakat sudah menemukan belasan jenazah dari para pemuka agama ini yang berada dalam kondisi mengenaskan dalam sumur yang terbengkalai. Ini memicu reaksi marah dari masyarakat. Kita mengenalnya sebagai tragedi pemberontakan PKI 1948. Prajurit TNI kemudian meresponnya dan menyasar anggota PKI. Sejarah mencatat penyerangan pada PKI ini membuahkan keberhasilan. [Musik] Bahkan masyarakat setempat menyadari bahwa ketika pasukan PKI ini terdesak oleh pasukan TNI, banyak dari mereka yang berlari dan bersembunyi di Gunung Wilis sambil membawa Sandra yang merupakan warga setempat. Namun karena tidak memiliki kesempatan lolos dari serangan TNI, mereka menyiksa dan mengubur sandranya di area Gunung Wilis. Hingga saat ini tidak ada yang mengetahui di mana kuburan massal itu [Musik] berada. Gunung Wilis ini sekali lagi harus menjadi saksi bisu dari tragedi bersejarah Indonesia. Beberapa dekade berselang setelah peristiwa PKI di kaki Gunung Wilis di Madiun, hari-hari pun berlalu dan Gunung Wilis kembali senyap. seolah menyimpan semua cerita dalam diam. Perlahan kenangan tentang peristiwa itu seperti menguap dan dilupakan oleh [Musik] waktu. Generasi demi generasi berikutnya seolah tidak ingin mengingatnya [Musik] lagi. Namun pagi itu ketenangan Gunung Wilis yang terjaga ini kembali terusik. Ada sebuah penemuan mengejutkan. Pagi itu, seorang warga yang sedang mencari rumput di area perbatasan antara sawah dan hutan jati menemukan sesosok perempuan tergeletak di sebuah gubuk. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1993 pada tanggal 8 Mei. Perempuan itu bernama Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan tak bernyawa pada sebuah dusun bernama Jegong di Kabupaten Nganjuk bagian sisi utara dari kaki Gunung Wilis. Marsinah adalah seorang buruh pabrik. Sebelum ditemukan tewas, Marsina terlibat dalam aksi unjuk rasa kepada pabrik tempatnya bekerja. Marsinah unjuk rasa tidak sendirian, tapi bersama teman-teman buruhnya. Marsina ini menuntut kenaikan upah yang sesuai dengan UMR. Marsin meminta kenaikan upah dari yang awalnya Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari. Dari hasil unjuk rasa selama 2 hari itu yang dimulai hari Senin hingga Selasa akhirnya membuahkan hasil yang positif. Pihak pabrik akhirnya menaikkan upah. Marsina ini bekerja di pabrik pembuat jam yang berada di Sidoarjo bernama PT CPS. Keesokan harinya pada hari Rabu, 5 Mei 1993, Marsinah dan teman-temannya ternyata di PHK dari pabrik tempatnya bekerja. Ini lantaran aksi mogok kerja yang dilakukan sebelumnya. [Musik] Setelah itu, Marsina dan buru lainnya dipanggil dan diinterogasi oleh pihak Kodim 0816 di Sidoarjo. Setelah interogasi, teman-teman Marsinah diperbolehkan pulang. Namun, Marsinah tetap ditahan. [Musik] Di hari Kamis tanggal 6 Mei 1993, tidak ada aktivitas pekerjaan di dalam pabrik karena hari itu bertepatan dengan hari raya Waaisak. Tanggal merah, pabrik libur selama 1 hari. Keesokan harinya pada hari Jumat, 7 Mei 1993, para buruh kembali bekerja. Tapi tidak ada satuun yang melihat Marsina. Beberapa temannya mengira mungkin Marsina sedang pulang kampung ke Nganjuk. Namun, rekan dan keluarga Marsinah mencari keberadaannya karena Marsinah tidak kunjung pulang. Hingga akhirnya pada hari Sabtu, 8 Mei 1993, Marsina ditemukan tidak bernyawa di sebuah gubuk di Dusun Jegong, Kabupaten Nganjuk. [Musik] Marsina seorang buruh pabrik yang pada hari Senin unjuk rasa meminta kenaikan upah. Di hari Rabu dipecat dan digiring ke markas tentara dan pada Sabtu ditemukan sudah tergeletak tidak bernyawa. Sementara itu, dari kejauhan Gunung Willis terlihat diam dan memendam sedih. Hasil visum pada jenazah Marsin ini menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan. Tulang panggul bagian depan hancur. Tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping. Tulang kemaluan kanan juga patah. Tulang usus kanan patah sampai terpisah. Tulang selangkangan kanan patah seluruhnya. Labia minora kiri robek dan ada serpihan tulang. Ada juga luka pada bagian dalam alat kelamin yang panjangnya mencapai 3 cm. juga adanya pendarahan di dalam rongga perut. Ini adalah kekejian yang membuat rasa kemanusiaan menjadi tersinggung. Sulit dibayangkan bagaimana mungkin pembunuhnya dapat melakukan kekejaman semacam [Musik] ini. Penyelidikan lanjutan dilakukan. Hasilnya ditemukan seorang terdakwa yang berasal dari perusahaan tempat Marsinah bekerja. Akan tetapi pada akhirnya mereka semua dibebaskan karena tidak terbukti bersalah secara sah. Dugaan demi dugaan bermunculan dan dugaan tersebut mengarah pada keterlibatan pihak militer dalam peristiwa Marsina ini. Tapi seperti kita sudah ketahui, hingga saat ini tidak ada satu orang pun yang dipenjara. Gunung Willy sepertinya mengetahui siapa pembunuhnya. Namun tragedi Marsina ini lagi membuat Gunung Wilis harus menjadi saksi bisu dari pilunya periode sejarah Indonesia. Waktu berlalu. Semua orang mulai melupakan peristiwa kelam di sekitaran Gunung Wilis. Dan Gunung Wilis mulai ramai dikunjungi pendaki. Para peziarah juga mulai berdatangan menaiki punggungnya. Walaupun memiliki 40 puncak, tapi tidak semua puncaknya memiliki jalur pendakian. Hanya beberapa puncak saja. yang terdapat jalur resmi pendakian. Puncak yang terkenal adalah puncak liman atau puncak Trogati yang berada di 2563 m di atas permukaan laut. Gunung Wilis ini memang sudah terkenal di kalangan pecinta alam dan pendaki gunung. Setidaknya diperkirakan ada lebih dari 3.000an orang yang mendaki gunung ini setiap tahunnya. Tingginya jumlah pendaki di area Gunung Wilis ini tidak lepas dari banyaknya pilihan jalur pendakian yang ada. Jalur pendakian yang pertama adalah jalur via Sedudo yang berada di Kabupaten Nganjuk. Jalur ini lebih dikenal sebagai jalur religi. Beberapa orang bahkan meyakini kalau jalur ini adalah jalur mistis. karena biasa dilintasi oleh mereka yang sedang menjalani ritual khusus. Selain adanya beberapa petilasan yang masih dikeramatkan, jalur ini juga dinilai cukup berbahaya karena sangat ekstrem. [Musik] Pendakian akan melewati jalur ekstrem yang disebut jalur igir-igir. Letaknya di antara air terjun Sedudo dan air terjun Sri Gunting. Pendaki juga pasti melewati jalur ekstrem seperti tanjakan curam yang kiri dan kanannya adalah jurang terjal yang dalam. Jalur ini ditempuh dengan jarak 10 km dan butuh waktu 9 jam berjalan kaki. Jalur pendakian kedua adalah jalur via Sekartaji. Jalur ini juga ada di Kabupaten Nganjuk dan dikenal dengan vegetasi hutan yang cukup rapat di awal pendakian. Beberapa sumber air mungkin bisa ditemukan di sepanjang [Musik] jalur. Jarak tempuh dari jalur ini adalah 8 km dan butuh waktu 8 jam berjalan kaki sampai ke puncaknya. Di puncaknya, pendaki juga bisa melanjutkan perjalanannya menuju sebuah petilasan yang keramat. [Musik] Jalur pendakian ketiga adalah jalur via Desa Bareng, juga di Kabupaten Nganjuk. Menyusuri jalur ini, pendaki akan berjalan mengarah ke lokasi bertapa atau pertapaan bernama Saulas yang berada di pos [Musik] 3. Saat menuju puncaknya yang bernama John Tani, pendaki harus melewati punggungan di antara padang savana yang kiri kanannya langsung jurang yang dalam dan menganga. Jalur pendakian keempat adalah jalur Via Karai di Kabupaten Madiun. Jarak tempuh dari jalur ini menuju puncaknya sekitar 8 jam berjalan kaki dengan menempuh jalur sepanjang 9 km. Pendaki akan melewati kebun kopi. Kemudian hamparan bukit Teletabis lalu memasuki hutan lebat. Lanjut ke padang ilalang dan akhirnya tiba di puncak Ngeliman. [Musik] Jalur pendakian kelima adalah jalur Viadolo atau Besuki di Kabupaten Kediri. Di jalur ini akan dimulai dari air terjun Dolo sebelum memasuki kawasan hutan. Di jalur ini akan nampak pemandangan khas Kediri dari ketinggian termasuk Gunung Kelut yang terlihat dari kejauhan pada kondisi cuaca cerah. Jarak tempuh perjalanan yang dibutuhkan adalah 8 jam hingga mencapai puncak. Jalur pendakian keenam adalah via Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung. Jalur ini memiliki sejarah penting karena dulunya merupakan jalur gerilia Jenderal Sudirman dalam masa kemerdekaan. [Musik] Jalur ini juga menawarkan pemandangan alam yang indah dengan medan beragam termasuk akar, bebatuan, dan tanah licin. Jalur ini termasuk jarang dilintasi. [Musik] Pada jalur pendakian ini, para pendaki bisa melakukan perjalanan dengan melipir di tepian air terjun Jurang Senggani. Jalur pendakian ini menuju puncak Wilis Wilbur, di mana di puncaknya juga terdapat sebuah petilasan peninggalan leluhur dari abad-abad sebelumnya. [Musik] Karena menjadi gunung yang populer dan dapat ditempuh dengan waktu yang relatif singkat, maka banyak yang mengira bahwa Gunung Willis adalah gunung yang mudah dilalui. Buktinya beberapa kasus pernah terjadi seperti pendaki hilang atau pendaki tersesat menunjukkan bahwa Gunung Willis tetaplah sebuah alam bebas yang berbahaya. Dalam kasus terakhirnya, Gunung Willis juga menelan korban. Ini adalah kisah seorang pendaki asal Jakarta Barat bernama Muhammad Agus yang usianya baru 24 tahun. Ia mendaki bersama dua orang temannya. Seharusnya ini hanyalah pendakian biasa. Mereka mendaki pada hari Selasa tanggal 8 Oktober 2024. Dan mereka tiba di pos Sekartaji pukul .00 sore. Pendakian via Sekartaji ini salah satu pilihan favorit para pemula. Setidaknya itulah yang ditulis di banyak media massa. Setelah tiba di Sekartaji jam .00 sore, mereka lalu langsung berjalan menuju puncak Limas. Perjalanan ini mereka lakukan di malam hari. Estimasinya dengan jalur curam dari pos Sekartaji menuju puncak adalah 7 jam berjalan [Musik] kaki. Pendakian malam seperti ini sebenarnya tidak disarankan. Sebab jalur yang licin dan menanjak akan semakin berbahaya saat gelap. Selain itu, visibilitas yang rendah juga menyulitkan navigasi. Sementara suhu dingin di malam hari bisa membuat hipotermia. Lagi pula tubuh juga bekerja melawan ritme alaminya. Jam biologis atau ritme sirkadian kita ini sudah seharusnya beristirahat di malam hari. Jangan dipakai untuk mendaki. Jika tetap memaksa mendaki malam hari, maka akibatnya stamina, fokus, dan keseimbangan akan menurun drastis yang dapat memicu kelelahan ekstrem. Meski harus melalui perjalanan malam, ternyata mereka bertiga berhasil mencapai puncaknya. Sekitar jam .00 pagi, mereka sudah berada di titik tertinggi jalur Sekartaji. Setelah beristirahat di puncak, lalu mereka turun sekitar jam 10 siang. Dengan sisa tenaga dari pendakian semalam, mereka harus turun menyusuri jalur licin dengan tebing yang curam di kanan kirinya. Tentu saja kelelahan sudah tak terhindarkan dan tanpa disadari mereka mulai berjalan [Musik] terpisah. Begitu tiba di sebuah pos bernama Zero, mereka menyadari bahwa sudah tidak melihat Agus lagi. Pikir mereka mungkin Agus sudah tiba di pos Sekartaji yang ada di bawah. [Musik] Tapi setelah sampai di Sekartaji dan dicek, ternyata Agus tidak di sana. Kedua teman Agus ini langsung bergegas turun menuju pos pendaftaran dan berhasil tiba jam . Magrib. Mereka langsung melaporkan temannya yang hilang. Laporan kehilangan ini langsung direspon oleh tim sar ggabungan. [Musik] Tim pencari ini awalnya hanya terdiri dari 9 orang saja, yaitu tiga personel dari tim Ranger Basecamp dan dibantu warga sekitar. Mereka mulai melakukan operasi pencarian di sekitar jalur pendakian Sekartaji. Penelusuran dilakukan baik di jalur utama maupun di kawasan yang dianggap berpotensi membuat tersesat. Kondisi medan yang sulit dan luasnya area pencarian menjadi tantangan bagi tim. Akhirnya bantuan dari berbagai pihak pun mulai berdatangan. Namun timsar gabungan ini belum menemukan petunjuk apapun. Walau tanpa ada petunjuk, pencarian terus dilakukan selama berhari-hari lamanya. Menurut keterangan dari pihak keluarga, Agus berhasil menelepon di malam hari, tepatnya satu hari sebelum Agus dilaporkan hilang. Itu pun komunikasinya tidak jelas karena sinyal yang terputus-putus. Pencarian terus dilakukan selama 24 jam dan tercatat telah memakan waktu hingga 7 hari lamanya. Semua orang sudah terlihat lelah dan harapan sudah semakin menipis. Akan tetapi dalam proses pencarian di hari ketujuh inilah pada jam 5. sore ada salah seorang petugas yang mencium bau tidak sedap yang berasal dari sekitar lereng jalur pendakian Sekartaji. Setelah ditelusuri dengan hati-hati, mereka menemukan sosok pria tergeletak dengan kondisi tidak bernyawa. Timsar langsung melakukan evakuasi dengan kondisi medan yang luar biasa sulit. Jenazah tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Muhammad Agus. Pendaki yang mereka cari selama 7 hari ini kini telah [Musik] ditemukan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa korban diduga terpeleset dan jatuh di lereng gunung. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya persiapan yang matang, kehati-hatian, dan mengikuti aturan keselamatan saat mendaki gunung. Dan jangan pernah berjalan sendirian saat mendaki [Musik] gunung. Inilah deretan fakta unik dari Gunung Wilis. Dari sini kita bisa menyadari bahwa Gunung Wilis bukan sekedar gugusan tanah tinggi. Gunung Wilis adalah saksi bisu dari sejarah, spiritual, dan jejak perjuangan. Jadi, jika suatu hari kamu berkesempatan untuk mendaki Gunung Wilis, tolong ingatlah kamu tidak hanya menjelajahi alam, tapi juga menapaki cerita besar yang hidup dalam diamnya. Sampai jumpa Gunung Willis. Sampai bertemu di cerita gunung berikutnya. [Musik] [Musik] [Tepuk tangan] [Musik]