📜

Sejarah Perang Bubat dan Narasi

Aug 30, 2024

Catatan Kuliah: Perang Bubat dan Hubungan Sunda-Jawa

Pendahuluan

  • Asisi memulai diskusi mengenai sejarah Perang Bubat.
  • Terdapat anggapan bahwa Gajah Mada bertanggung jawab atas perpecahan antara orang Sunda dan Jawa.
  • Pertanyaan penting: Apakah Perang Bubat benar-benar terjadi? Apakah narasi tentang Gajah Mada sesuai dengan fakta sejarah?
  • Pentingnya sumber sejarah dalam memahami Perang Bubat.

Sumber Sejarah

  • Penelitian menunjukkan bahwa sedikit sekali sumber yang menjelaskan Perang Bubat.
  • Hasan Jafar, arkeolog, mencatat tidak ada inskripsi terkait Perang Bubat di 30 inskripsi Sunda atau 50 inskripsi Majapahit.
  • Sumber utama yang ada adalah literatur:
    • Pararaton: Sumber tertua, kemungkinan ditulis akhir abad ke-15.
    • Carita Parahyangan: Ditulis pada paruh kedua abad ke-16, perspektif Sunda.
    • Kidung Sunda dan Sundayana: Sumber yang lebih baru dan dramatis.

Narasi Perang Bubat dalam Pararaton

  • Pararaton menceritakan raja Hayam Wuruk yang ingin menikahi putri Sunda.
  • Prosesi pernikahan diadakan dengan pengaturan yang ketat, di mana kedua belah pihak tidak bertemu langsung.
  • Insiden terjadi saat pihak Sunda meminta jamuan, namun Gajah Mada menolak.
  • Ketegangan antara pihak Sunda menyebabkan terjadinya pertikaian, yang digambarkan dalam tiga istilah: "angepung", "anangkis sanjata", dan "prang".

Konflik dan Akibat

  • Pihak Majapahit, yang sebelumnya hanya mengamankan, akhirnya bertindak defensif dan menyebabkan banyak korban dari pihak Sunda.
  • Gajah Mada tidak banyak disebutkan setelah insiden, menyiratkan bahwa narasi lebih condong ke perspektif Majapahit.
  • Setelah pertempuran, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai situasi di pihak Sunda.

Perspektif Sundanese dalam Carita Parahyangan

  • Carita Parahyangan memberikan pandangan lebih singkat dan tidak detail tentang peristiwa.
  • Fokus pada keinginan putri Sunda untuk menikahi laki-laki Jawa, yang tidak diinginkan oleh pihak Sunda.

Perkembangan Narasi dalam Kidung Sunda dan Sundayana

  • Kidung Sunda dan Sundayana menambahkan detail dramatis dan menempatkan Gajah Mada sebagai tokoh negatif.
  • Dikatakan bahwa putri bunuh diri setelah peristiwa tersebut dan Hayam Wuruk merasa sedih, yang tidak sesuai dengan kronologi Pararaton.
  • Kedua sumber ini mengandung kosakata Persia, menunjukkan pengaruh Islam yang muncul kemudian.

Validitas Sumber Sejarah

  • Pentingnya membedakan antara sumber primer dan sekunder.
  • Pararaton dan Carita Parahyangan dianggap sebagai sumber yang lebih kuat dibandingkan Kidung Sunda dan Sundayana.
  • Narasi yang berkembang sering kali tidak akurat dan bisa dipengaruhi oleh kepentingan politik.

Hubungan Jawa dan Sunda Pasca Perang Bubat

  • Bujangga Manik dan TomĂ© Pires mencatat hubungan antara Sunda dan Jawa setelah peristiwa.
  • Bujangga Manik mengisahkan hubungan yang netral, tidak menunjukkan permusuhan.
  • TomĂ© Pires mencatat bahwa meskipun tidak ada kerjasama, tidak ada permusuhan yang terlihat antara kedua pihak.

Kesimpulan

  • Perang Bubat mungkin terjadi, namun tidak seburuk narasi yang ada saat ini.
  • Narasi negatif tentang Gajah Mada dan perpecahan antara Sunda dan Jawa bisa jadi hasil dari interpretasi yang salah oleh sejarawan pada masa kolonial.
  • Pentingnya kajian sejarah yang mendalam untuk memahami narasi yang berkembang dan dampaknya terhadap hubungan sosial saat ini.
  • Sejarah seharusnya menjadi pelajaran untuk memperkuat persatuan dan saling menghormati antara kedua etnis.