Transcript for:
Sejarah Daulat Safawi di Persia

Jangan lupa like, share, dan subscribe channel ini. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Jumpa lagi dengan saya di Rodon Channel yang mengungkap rahasia dan fakta di balik sejarah Dalam kesempatan kali ini kita akan membahas sejarah Daulat Safawi di Persia Topik ini sangat menarik karena dari topik ini nanti kita akan tahu bagaimana sejatinya Kerajaan Islam Syiah bisa berdiri dan berkuasa di tengah-tengah kekuasaan Daulat Turki Usmani berideologi Islam Sunni Intro dalam waktu bersamaan. Selain itu, kita juga akan tahu rahasia dibalik konflik berkepanjangan antara Daulat Safawi dan Turki Usmani sebagai perang ideologi antara Islam Sia dan Sunni. Mengapa itu sampai terjadi?

Dan mengapa Daulat Safawi berideologi Sia itu akhirnya runtuh? Anda ingin tahu? Yuk kita membahasnya.

Daulat Safawi merupakan daulat Islam berideologi Syia yang berkuasa di belahan wilayah Persia, kini menjadi negara Iran. Berdiri antara tahun 1501 hingga 1736 Masehi, atau berkuasa selama 235 tahun. Wilayahnya membentang hingga perbatasan wilayah daulat Mughal di sisi timur dan Turkusmani di sisi barat. Daulah Safawi memiliki perbedaan dengan dua daulah besar Islam lainnya seperti daulah Turki Usmani dan daulah Mughal karena daulah ini menyatakan sebagai penganut siah dan menjadikannya sebagai ideologi atau faham resmi negara.

Di mana letak perbedaannya? Ikuti terus penjelasan video ini. Daulah Safawi beribu kota di Isfahan.

Terletak sekitar 340 km ke selatan Teheran, ibu kota Iran. Sampai saat ini, Isfahan masih banyak menyimpan kenangan kejayaan masa lampau. Kota ini juga banyak melahirkan bulevat atau jalan lebar, jembatan beratap, istana-istana, masjid-masjid, dan menaranya. Isfahan menjadi salah satu di antara sekian banyak kota besar di dunia.

Di masa kenjayaannya, Isfahan menjadi kota sangat maju dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan, bahkan perdagangan Ketika Daulah Safafi berkuasa, Isfahan menjadi ibu kota sangat indah Menjadi magnet bagi pendatang dari penjuru dunia dengan berbagai latar belakangnya Kota Isfahan sangat indah dan terkenal hingga dijuluki sebagai kota separuh dunia atau Isfahan Nesvijahan Karena pada waktu itu, segala sesuatu yang dicari semuanya ada di kota Isfahan. Nah, sebelum kita membahas lebih jauh, ada baiknya kita kaji lebih dahulu latar belakang sejarah berdirinya Daulat Safawi. Bagaimana Daulat ini bisa tiba-tiba berdiri dengan cepatnya? Sekadar diketahui bahwa Daulat Safawi berdiri pada saat Daulat Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Daulah ini berdiri berawal dari sebuah gerakan Tarekat Safawiyah yang muncul di daerah Ardabil, kota Azerbaijan sebagai cikal bakalnya.

Nama Tarekat Safawiyah diambil dari nama pendirinya, yakni Safiuddin, keturunan Imam Syiah ke-6 Musa al-Kajim. Nama lengkap Safiuddin adalah Sheikh Safiuddin Abdul Fattah Ishaq Ardabili, berasal dari Ardabil, Azerbaijan. Awal mulanya, Tarikat Safawiyah muncul sebagai gerakan sufi, sebuah gerakan keagamaan untuk meluruskan orang-orang inkar pada ajaran Islam. Namun dalam perkembangannya, misi tarikat ditingkatkan dengan memerangi orang-orang yang keluar dari rambu-rambu syariah.

Tarikat ini menjadi semakin penting setelah berubah bentuk dari pengajian tasawuf murni bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan besar pengaruhnya di wilayah Persia, Syria, dan Anatolia. Dalam perkembangan berikutnya, pengandut Tarikat Safawiyah sangat fanatik pada ajaran-ajarannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya itikat kuat dari kalangan mereka mendirikan sebuah kekuasaan tersendiri.

Dengan dukungan pengikut yang kuat, lama-kelamaan para pengikut Tarikat Safawiyah membentuk suatu kekuatan mandiri, fanatik dan penuh percaya diri. Meski begitu, kegiatan tarikat Safawiyah masih sebatas fokus pada kegiatan keagamaan murni. Setelah Safiuddin wafat tahun 1334 Masehi, diteruskan keturunannya Sadruddin Musa, kegiatan tarikat masih pada seputar kegiatan keagamaan.

Begitu juga ketika dipimpin Khwaja Ali dan Ibrahim. Namun saat diteruskan Juned, tarikat yang awalnya sebagai gerakan keagamaan diarahkan menjadi gerakan politik. Dia juga membentuk prajurit kuat siap memasuki dunia perpolitikan. Setiap kegiatan keagaman yang diklarir tarikat ini pun selalu dibumbui kegiatan politik, sehingga menimbulkan gesekan dan konflik dengan penguasa wilayah setempat, yakni Karakoyunlu, salah satu suku Turki yang berkuasa di kawasan tersebut. Kelompok Junaid pun ditumpas penguasa Karakoyunlu, dan Junaid pun diasingkan.

Namun, Junaid masih bernasib mujur karena tempat pengasingan Junaid mendapat perlindungan dari Dibyar Bakar, penguasa Akakoyunlu yang menguasai sebagian besar wilayah Persia dari suku bangsa Turki. Jadi, penguasa Karakoyunlu dan Akakoyunlu itu berbeda, meski keduanya sama-sama merupakan suku keturunan bangsa Turki. Dalam pengasingan itu, Juned tinggal di istana Uzun Hasan.

Juned bangkit lagi dan tahun 1459 mencoba merebut wilayah Ardabil tetapi gagal. Tetapi pada tahun 1460 Masehi, ia kembali bangkit merebut wilayah Sirkasia tetapi dihadang tentara Sirwan dan ia pun terbunuh dalam pertempuran tersebut. Kepemimpinan Juned dilanjutkan anaknya, Haidar. Haidar lalu menikahi cucu Uzun Hasan dari pernikahannya di Karuniai Tiga Putra, yakni Ali, Ibrahim, dan Ismail yang kelak menjadi pendiri daulat Safawi di Persia.

Di bawah kepemimpinan Haidar, kerakan Safawi berhasil bangkit dan bekerjasama dengan kekuatan Akakoyunlu berhasil merebut wilayah Sirkasyia dari penguasa Karakoyunlu tahun 1476 Masehi. Namun seiring berjalannya waktu, pihak Akha Koyunlu yang merupakan sekutunya memandang bahwa Haidar dan gerakan militer Safaviyah merupakan rival dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Maka Akha Koyunlu berusaha melenyapkan militer Safaviyah.

Haidar dan gerakan militer Safaviyah mengalami kekalahan dalam peperangan di wilayah Sirkasia dan Haidar sendiri pun terbunuh. Putra Haidar bernama Ali didisak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya. Namun pemimpin Karakoyunlu, Yaakob, sudah keburu menangkap dan memenjarakan Ali lebih dahulu bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail, dan ibunya di Fars.

Namun mereka akhirnya dibebaskan Rustam, putra mahkota aka Koyunlu, dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah membantu putra mahkota Aka Koyunlu dan mengalahkan saudara sepupunya, Ali bersaudara kembali ke Arkabin. Namun tidak lama kemudian, Rustam justru berbalik arah memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh tahun 1494 Masehi. Periode berikutnya, kepemimpinan gerakan Safawi diserahkan kepada Ismail yang kala itu masih berusia 7 tahun. Dalam kurun waktu, Waktu lima tahun, Ismail beserta pasukannya menggalang kekuatannya di Gilan.

Pasukan yang dibentuk dan dipersiapkan itu diberi nama Qijilbas Barat Merah. Tahun 1501 Masehi, pasukan Qijilbas di bawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan Akha Qoyunlu di Syahrur dekat Nihcevan. Qijilbas berhasil menaklukkan wilayah Tabriz. Di kota Tabriz inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Raja Pertama Daulat Safawi.

Ismail I memimpin Daulat Safawi kurang lebih 23 tahun, mulai tahun 1501 hingga 1524 M. Pada 10 tahun pertama, dia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, membersihkan sisa-sisa kekuatan Karakoyunlu di Hamadan, menguasai Provinsi Kaspia di Najadaran. Gurgan dan Yajet hingga Khorosan.

Hanya dalam waktu 10 tahun itu, wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur bulan Sabit Subur. Ambisi politik Ismail mendorongnya terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah lain, termasuk wilayah Turki Usmani. Padahal Turki Usmani karena itu tengah konsentrasi membebaskan bumi Eropa dari kaum Kristian.

Namun daulat Safawi seperti ingin menusuk dari belakang umat Islam sendiri, sehingga membuat Turki Usmani harus bersikap melihat Safawiyah sebagai ancaman nyata. Karena Safawi bukan hanya mengancam wilayah Turki Usmani, tapi juga mengancam ideologi daulat Turki Usmani yang menganut faham Islam Sunni. Sementara daulat Safawi menganut Islam Sia yang sangat berbeda ajarannya.

Sehingga daulat Turki Usmani merasa perlu untuk membentengi diri dari penyebaran faham Sia di kalangan masyarakat Muslim. Apalagi dalam ajarannya di setiap khutbah, daulat Safawi selalu menghina tiga khalifah-khalafah Rasidin, Abu Bakar, Ash-Shiddiq, Umar bin Khotob dan Usman bin Afan juga menebar kebencian pada sahabat-sahabat Nabi. Mereka hanya memuji Khalifah Ali bin Abi Talib.

Apalagi diberpara sikap safawiyah bekerjasama dengan tentara salib yang ingin membongkar, mencuri jasad Rasulullah SAW di Madinah dan membakar makam sejumlah ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Selain itu, dalam penyerangan ke wilayah, Pasukan Safawi tidak segan-segan membunuh semua orang berfaham Islam Sunni. Maka, pada tahun 1514, Sultan ke-9 Daulat Turki Usmani Salim I mengumumkan perang suci melawan Safawiyah yang dianggapnya sebagai penyebar bid'ah.

Perang itu dikenal dengan sebutan Perang Chaldiran karena terjadi di sebuah lembah bernama Chaldiran berada di perbatasan kota Isfahan. Inilah perang antara kekuatan Islam Sunni dan Syiah. Sultan Salim Salim Tentu sendiri yang memimpin jihad tersebut ditemani putranya Sulaiman Al-Qanuni yang masih berusia 12 tahun. Sulaiman inilah nanti yang akan mampu membawa Turki Usmani mencapai puncak kejayaan daulat Turki Usmani sebagaimana dibahas di video sebelumnya.

Perang tersebut berlangsung sangat sengit, namun kubu Safawi yang diperkuat tentara Kijil Baskalah, bahkan pemimpin daulat Safawi, Ismail I terluka dan melarikan diri. Kekalahan Ismail I ini sekaligus meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail sebagai sosok mesianik yang dipuja-puja pengikutnya sebagai sosok sempurna tak terkalahkan. Ismail pun mengalami depresi, senang menyendiri, menempuh kehidupan huru-hara dan berburu.

Daulah Safawi kala itu benar-benar nyaris runtuh karena pasukan Turki Usmani juga dapat menduduki Tabriz, kota terpenting yang menjadi kota Daulah Safawi. Namun Daulah ini terselamatkan karena Sultan Salim I tiba-tiba pulang menyusul adanya konflik dalam negeri antara kalangan militer. Meski begitu, sejak kekalahan itu, Daulah Safawi dilanda konflik.

Sejumlah pihak mulai dari suku Turki, pejabat keturunan Persia, hingga pasukan Qijilbas sendiri saling berebut pengaruh untuk bisa menguasai daulah. Konflik yang terjadi di dalam membuat daulah Safawi semakin lemah, apalagi ditambah konflik yang terus terjadi berkepanjangan dengan Turki Ismani sepeninggal Ismail Salih. Setidaknya pernah terjadi tiga peperangan pada masa kepimpinan berikutnya daulah Safawi, yakni di era Tahmas.

Ismail II dan Muhammad Hudabanda. Tentu kondisi ini semakin memperlemah Daulat Safawi. Bahkan di era kepimpinan Ismail II, Botak Kandahar direbut Daulat Mughal dibawah kepimpinan Sultan Syahjian.

Namun sejak kepimpinan dipegang Abbas I, Daulat Safawi perlahan-lahan mengalami kemajuan. Langkah yang ditempuh Abbas I dalam memacukan Daulat Safawi diantaranya adalah berusaha menghilangkan dominasi pasukan Kijilbas atas daulat Safawi. Pasukan Kijilbas bentukan Raja Pertama Ismail I itu dibubarkan, diganti dengan pasukan Gulam, yang anggotanya diambilkan dari para budak berasal dari para tawanan bangsa Gorgia, Armenia, dan Sirkasia, yang ada sejak pemerintahan Tahmas I. Selain itu, upaya lainnya adalah mengadakan perjanjian damai dengan daulat Turki Usmani dengan menyerahkan wilayah Azerbaijan dan Georgia pada Turki Usmani. Abbas I juga berjanji tidak menghina tiga khalifah khulafah Rosyidin, Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khotob, dan Usman bin Afan dalam khutbah-khutbah Jum'ah. Sebagai jaminan atas syarat-syarat tersebut, Abbas I menyerahkan saudara sepupunya, yaitu Haidar Mirjah, sebagai sandera di Istanbul, ibu kota daulat Turki Usmani.

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Daulat Safawi. Dia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut Daulat lain seperti Tabriz, Sirwan, dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut Daulat Usmani. Tak hanya itu, di era Abbas I, Daulat Safawi juga mampu merebut Kepulauan Hurmus dan Pelabuhan Gumurun yang diubah menjadi Bandar Abbas, sehingga mampu menguasai jalur sutra perdagangan antara Barat dan Timur, jalur yang pada mulanya diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis.

Maka tak heran bila di era ini, Daulat Safawi mengalami banyak kemajuan di sejumlah bidang. Sejumlah ilmuwan hebat juga bermunculan di era ini, diantaranya adalah Bahudin al-Syiraz, Sadar ad-Dinul Syirazi, dan Muhammad al-Bakir ibn Muhammad Damad. Ilmu fikir juga berkembang baik saat itu, diantara tokonya adalah Baharudin al-Amili.

Selain sebagai pakar agama, beliau juga sebagai ahli kebudayaan yang mengetahui persoalan-persoalan dari berbagai segi. Kemajuan Daulat Safawi juga terlihat di bidang seni arsitektur. Kota Isfahan sebagai pusat pemerintahan diubah menjadi kota sangat indah.

Isfahan merupakan kota sangat penting bagi tujuan politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan megah seperti masjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Jenderut, dan istana Cihil Satun. Kota Isfahan menjadi semakin indah.

dengan dibuatnya taman-taman wisata terbuka. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 40-48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian umum. Dalam bidang seni, arsitektur bangunan-bangunannya seperti terlihat pada Masjid Shah dan Masjid Sheikh Lut Allah. Unsur seni lainnya juga terlihat pada hasil kerajinan tangan, keramik, permadani, karpet, pakaian, tembakar, dan lain-lain. Seni lukis juga sudah mulai muncul pada masa ini, tepatnya pada Sultan Tahmas I berkuasa.

Daulat Safawi telah memberikan kontribusi mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung-gedung yang memiliki nilai secara tinggi. Tetapi sayang, sepeninggal Abbas I. Daulat Safawi mengalami kemunduran di bawah kepimpinan selanjutnya yakni Safi Mirza, Abbas II, Sulaiman, Sah Hussein I, Tahmas II, hingga Abbas III Di kepimpinan mereka, kondisi Daulat Safawi tidak menunjukkan kemajuan berarti tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa pada kehancuran Kemunduran pertama terjadi pada masa Safi Mirja karena dia seorang pemimpin lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar daulah Di lain sisi, dia juga seorang pencemburu sifat tidak baiknya akhirnya mengekipatkan kemunduran daulah Satu persatu wilayah kekuasaan daulah Safi Mirja lepas ke penguasa daulah lain Kota Kandahar diduki daulah Mughal dibawah pimpinan Sultan Syekh Zian sementara Bagdad direbut daulah Usmani Abbas II suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal dunia. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Dia bertindak kejam pada para pembesar yang dicurigai.

Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Apalagi setelah kemimpinan dikendalikan Raja ke-9, Syah Hussein I. Dia memberi kekuasaan besar kepada para ulama siah yang sering memaksakan pendapatnya pada penganut Islam Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarauan golongan sunni Afganistan sehingga melakukan pemberontakan tahun 1709 Masehi.

Aksi pemberontakan tersebut dilakukan bangsa Afgan di bawah pimpinan Mir Faiz yang berhasil merebut wilayah Kandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Hed, suku Ardapil Afganistan, berhasil menduduki Masyad. Mir Faiz digantikan Mir Mahmud di bawah pimpinan Mir Mahmud.

mereka mampu mempersatukan pasukan suku Ardabil Afganistan untuk bergabung sehingga bisa dengan mudah merebut negeri-negeri Afgan dari kekuasaan Daulat Safawi dan atas desakan dan ancaman Mir Mahmud Raja Daulat Safawi Syah Hussein I akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya sebagai gubernur di Kandahar dengan gelar Hussein Kulih Khan atau Budak Hussein Dengan pengakuan ini, Mir Mahmud semakin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 Masehi, dia merebut Kirman dan tak lama kemudian dia menyerang ibu kota Daulat Safawi, Isfahan, dan memaksa Syah Hussein menyerah tanpa syarat pada tanggal 12 Oktober 1722 Masehi. Dan pada tanggal 25 Oktober di tahun yang sama, Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan. Namun begitu, keluarga Daulah Safawi masih mencoba bangkit, apalagi saat itu mendapat dukungan dari suku Qajar dari Rusia. Dengan dukungan itu, salah seorang putra Sah Hussein, yakni Tahmas II, memproklamirkan dirinya sebagai penguasa sah dan berkuasa atas Persia. dengan pusat kekuasaannya di Astarabad.

Kemudian tahun 1726 Masehi, Tahmas II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afsar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afgan yang menduduki Isfahan. Pengganti Mir Mahmud, yakni Ashraf, yang berkuasa di Isfahan dikalahkan pasukan Nadir Khan tahun 1729 Masehi. Ashraf terbunuh dalam peperangan tersebut. Dengan demikian, Daulat Safawi kembali berkuasa, namun pada bulan Agustus 1732 Masehi, Tahmas II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III, anak Tahmas II, yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736 Masehi, Nadir Khan mendaulat dirinya sebagai penguasa Daulat menggantikan Abbas III.

Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Safawi di Persia. Lepas dari apapun faktanya, tapi sejarah Daulat Safawi ini memberi banyak pelajaran bagi kita bahwa sesuatu yang kecil sekalipun tetapi kalau diperjuangkan dengan sungguh-sungguh akan menjadi besar. Dari hanya sebuah kekiatan pengancian, namun bisa membesar menjadi kerajaan besar.

Namun kerajaan ini akhirnya runtuh. akibat dekadensi moral pemimpinnya sendiri. Demikian kisahnya, simak video selanjutnya, semoga bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.