Saya bernyanyi memanglah sengaja, buatlah palipur hatiku yang susah. Ngapalah guna, ku benanglah benang, jikalah ku benang, mamutuslah tali. Ngapalah gunaku kenanglah kenang, jikalaku kenang memutuslah hati.
Pak Ali Sumito dibunuh di Tugasan. Apa terjadi? Orang takut dengan udara.
Situ adik pun dah jadi ipar ikut. Tunggangnya cekap, keluar lidah biar. Keluar lidahnya.
Oh, tahu sih itu. Yang satu, pukul panggung jatuh aku. Keluar ini khususnya.
Koyak terus. Ya satu lagi, angkat buap, jatuh ke tim, batu itu pecah kepala ini, 3 meter ke limpa, boom, pecah ini. Itu siapa? Halo, tangannya berdolam.
Mama rindu sama Ramli. Lama udah gak jumpa sama Ramli. Kalau malam mimpi-mimpi mama, dia nampaklah sama mama. Mama yang gak nampak, dia pengenlah tahu aku.
Kemana namanya anak-anak mulai dari kecil ya rindu Kau dalam kunyit, disukses kau Tinggalnya pulang, dagingnya udah gak ada. Doakanlah sembuh penyakit mama, ayah sakit, matanya udah gak nampak, jalan-jalan gak bisa, dia udah pekak kupingnya itu. Mudah nasib mama sakit dua-dua.
Emak sakit pinggang gak sakit apa-apa Mungka, eh Mungka Iki, iki, iki Iki tangan nih Hai munggah hai munggah munggah pelan-pelan Hai Munggan becak munggah ya munggah gini ya Sikit-sikitnya perasaanku pening, mana lebih enak. enak juga ini Jadi waktu tahun 1965 di mana Ibu tinggal? Aceh.
Aceh. Jadi katanya dulu waktu tahun 1965 banyak pembantaian di Aceh? Kalau di sana dulu nggak rusuk kalau kami di sana. Tapi katanya ada yang digantung gitu? Aman-aman lah.
Aman? Iya. Kalau di Singular itu kan banyak yang dibantai, dibunuh. Oh, PKI, kamu bilang?
Oh ya, itu nggak tahulah aku nak. Oh, kalau di Kota Raja nggak ada, Bu? Nggak ada. Kalau tentang PKI, tahu?
Ya itu tahu. Apa itu PKI itu? Iya. Entah apa salahnya, dibawanya, tutupnya, matanya semua.
Dibawa ke sungai, dipotongi, ditembaki. Itu yang potong yang nembak itu siapa itu? Ya mana kita tahu. Kau banyak kali pertanyaan.
Oh iya iya iya. Cerita sore bu, senja. Jadi kan gini bu, kita kan kalau ketemu orang tua, enak gitu cerita-cerita masalah. Oh bagus kaya mainin kacamata kaya Toko kan Gue nanti kumainin kacamata kaya Hehehe Apaan kaya? Hehehe Pak beli kacamata kaya Hehehe Hehehe Porong Hehehe Ini lebih baik Hehehe Ayah masih bisa nyanyi?
Hah? Ayah masih bisa nyanyi? Bisa juga.
Coba nyanyi. Aduh, aduh, aduh, aduh, aduh, manatahan. Aduh, aduh, aduh, aduh, aduh, manatahan.
Rambutnya ikal mayang, pipinya licin di layang, baru sedang dipandang, sudah kawin kabar belum bagi bukanku. Nih, om meninggal kakakmu, terus ayah rontok cucu itu, merotoli. Ketika saya pulang, saya merotol di tempat lain. Pada pagi saya merotol di tempat lain.
Saya menengah. Saya tidak bisa makan. Saya tidak makan makan. Mata saya juga berkelak. Saya tidak bisa makan.
Ntarang aku teringat baku asam ini, aku ingat makan di sini. Dapat sayur, lalu ada waduk. Itu, itu yang aku ingat, percis. Memang manjur lah umumku.
Jalur kembali ini lah, anakku ini tidak enak, jadi ke Inggris ke Raku. Nanti aku tidak berharap, terus gemblung. Itulah aku, orang tahun, ini apa, tinggal kakakmu, terus enak sekali lah. Aku pikir, sentai.
Itu. Pertarungan terbesar di Asia Tenggara Dalam banyak kes, keluarga seluruhnya dilimitkan, dan perjalanan ini terus berterusan hingga hari ini. Bali adalah pulau yang indah, orang-orangnya sangat menarik, klimatnya sangat indah, susah untuk percaya bahwa banyak hal yang tidak menyenangkan terjadi di sini di akhir-akhir ini. Kerajaan Rubber Sumatera Good Years Sumatera adalah contohnya.
Union pekerja rubber itu dilakukan oleh komunis, jadi setelah kutipan, banyak dari mereka dibunuh atau dipenjara. Beberapa penyelamat, yang Anda lihat di sini, masih bekerja dengan rubber, tapi kali ini sebagai penyelamat, dan di tempat gunakan. Pulau-pulau berbeda menguruskan penyelamat komunis di berbagai cara.
Di beberapa kamp, mereka mampu mati, atau dikeluarkan secara periodis untuk dibunuh oleh penduduk lokal. Ted Yates, NBC News, reporting. Iqbal bisa macam gitu, macam anak-anak itu. Bisa lah, dalam, nggak dalam.
Oh, sok berani. Komunis itu kejam. Komunis itu semacam tidak memiliki Tuhan. Para pemberontakan G3 plus PKI untuk melakukan perubahan sistem, mereka melakukan penculikan terhadap Dewan Jeneral. Dewan Jeneral tersebut disayat wajahnya pakai pisau Inggris.
Kamu mau? Bayangkan kembali, sebuah mata copot dari wajah kita. Mereka dicongkel matanya keluar. Kalau kita motong ayam, ketika itu ayam kita ambil, tanpa dipotong langsung ditarik lehernya. Kejam nggak?
Kejam! Begitu kejamnya, PKI, kemudian mereka juga mendapat tekanan dari pemerintah. Para tahanan-tahanan yang ikut dalam G3 pulis PKI masuk. Itu dipenjarakan itu. Anak-anaknya tidak boleh menjabat di pemerintah.
Pemerintahan. Eh, ini anak dari antek-antek PKI dulu. Tidak boleh duduk di pemerintah.
Tidak boleh. Eh, dulu kakekmu ikut PKI. Nggak boleh.
Jadi tentara. Eh, nenekmu dulu ikut menjadi gerombolan PKI, nggak boleh untuk menjadi polisi. Makanya kalau kita mau berontak terhadap negara, kalau nggak jelas bisa masuk penjara.
Berterima kasihlah kita kepada para pahlawan tadi itu yang telah memperjuangkan negara kita sehingga menjadi negara yang demokrasi. Kata guru kalau nggak mau tanda tangan, disilat mukanya. Ketiganya baru kecongkel matanya. Baru satu lagi jenderalnya, tanda tangan ini, nggak mau. Disilat pipinya.
Sekali lagi mau tanda tangan, tidak katanya, congkel mata. Jenderal-jenderal dibunuh itu siapa yang bunuh? Siapa yang bunuh?
Mereka... Apa? Karena... Dibilang karena pemberontakan ya?
Iya. Pemberontakan PKI ya? Itu semua bohong. Jadi yang katanya disiksa, ada yang matanya dicongkel. Jadi PKI itu gak kejam?
Gak ada gak kejam. Gak ada itu seperti yang dituduhkan itu. Tapi kejam? Itu kan 7 Januari itu mati dibunuh sama Angkatan Darat.
Jadi yang bunuh itu bukan PKI. Gak ada dibilang sama guru, rakyat yang dibuang di Singular sana. Udah itu rakyat-rakyat yang gak berdosa itu jutaan itu dibunuh. Ada?
Gak ada. Gak ada kan. Duduk di motor tuh gini Semua itu ngerong Aduh gini Mau tau Itu Lemah dia terus Nampaknya ini diikat Tangan sedekat, muka lagi diikat Iya Tengok lagi parang Tajam-tajam Kalau gini kan enak. Angkat.
Di tangan dan berikat itu gini. Jos ini rekaman ini ke apa nih? 2003, April. Tapi mungkin semua itu terjadi karena atas... Penyesalan yang begitu dalam yang dia lakukan pada waktu itu, yang dia lakukan pembunuhan pada waktu itu.
Karena rasa penyesalan dan kesalahan yang begitu besar ketika memperagakan pembunuhan. Oh iya, itu harta 5 BKI. Enaklah ini, cukup harta. Janganlah dibunuh. Kocoknya dikerjakan.
Jadi, perasaan mama tinggal ceruk diantara pembunuhan anak mama. Tiap hari mama mendeluk raya wangiku. Rasanya enggak enak. Lewat-lewat itu pun, patok pun aku, begitu enggak ngerokok, mau buang juga setengah mati. Denci aku.
Kita dengan lingkungannya kita. Guru, kepala desa, itu termasuk orang yang ikut membunuh. Tinggal ini terserah yang kosa. Berbuat itu yang penting. Berbuat itu dosanya oke.
Enaklah ini, bisa jadi ikut-ikut. Bisa ikut-ikut. Baru. Untuk lebih ajab.
Ya udah, ngapain. Jadi berapa umurnya? Ya, 100. KTP berapa?
KTP itu... Hilang, bapak. Kalau ini, KTP ini ayah. Lahir 1909. Berarti 103 tahun. Coba ayah.
Ayah. Nggak mungkin. Cuma yang jadi masalah ini kan.
Ayah itu 140 tahun. Sakitku yang unuhnya 13 tahun. Ayah, Mak, umurnya 17. Tapi rambutnya di sisi aku putih. Jadi, Mak, ulang tahunnya pernah dirayak lagi? Enggak, malah itu umatnya lagi.
Enggak ulang-ulang tahun. Mak, turunan nih? Kenapa?
Kenapa gak turunan gini, Mak? Males, bau uyu. Mau nganggir, anu suka gini-gini, kiri aku. Aku kayak bohong-bohong, aku meluk aja ini.
Turu, bukan dikeloni. Nggak gelem aku, nggak usah turu. Buktinnya lu anak.
Ya, anak itu kayak gawih-gawih. Nek menituru di peluk, nggak usah turu aku. Aku mau peronok, jadi ini.
Tak sempat, jadi untuk menurut. Hai pada setiap malam pada waktu itu jatah yang telah beriang kepada kami kami naikkan ke bus menuju Singaular dan bus itu berhenti di tempat ini berhenti tempat ini dan orang yang kami tahan itu itu kami tarik dari motor kami bawa dan kami seret langsung bisa satu-satu sampai lebih 100 meter di hilir sana. Ada yang menjerit, ada yang menangis, ada yang minta tolong. Sebelumnya, untuk diketahui, kami di atas kerobak itu, ini sudah kami pukuli dulu, supaya tidak lari nanti waktu diturunkan.
Ini rame ini. Ini komando aksi manusia ini. Tapi di malam hari.
Dan nggak bisa orang lain masuk. Nggak bisa. Hanya kami lah kalau rampah disini. Kalau teluk mukudu disini. Pokoknya bapak ini kan. ini sudah tidak berdaya ini sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudah sudahimaik Ya udah, gak ada baju, udah gak pakai baju semua.
Nggak celana aja. Nah itu. Ini kan tergolek ke sana.
Nah ini, ini tangan terikat. Nah tangan diikat itu. Tarikin terus. Sampailah ke pinggir sana. Waktu tarik itu dia sudah gak bisa apa-apa lagi.
Nanti pula. Ya, harum. Harum.
Tapi nggak uga dua kali ya. Iya, iya, iya. Harum.
Jadi di sini tempatnya, Pak? Iya. Takangnya sini. Kemarin kita keluar ke sana. Dari sini dibariskan?
Iya, baris satu. Waktu dibariskan itu ada yang nonton? Hmm? Ada yang nonton waktu dibariskan? Kurang malam kok ada yang nonton.
Orang pun nggak berani ya? Ya, nggak lah. Mungkin berani. Jadi di sini tepatnya Pak Ramli itu mulai sadar kalau mau dibunuh? Misalnya dia minta tolong.
Dia menjerit minta tolong bilang mau dibunuh. Yang kata, tolong, orang-orang mau dibunuh. Orang ini semua mau dimacukan. Oh, iya. Nah, gitu lah.
Waktu itu lompat sekitar di sini, Pak? Di rumah itu. Rumah cat papan ini, Pak? Paling hanya dengar orang tulung-tulung sama tembakan.
Nah, kotor-kotor-kotor-kotor-kotor-kotor. Kotor-kotor-kotor. Jadi disini waktu Wak Ramli itu dibunuh? Bukan dibunuh, dia mau dibaca lah. Tapi dia dibaca di daerah sini.
Bapak ini, keempat disini lari ke belakang sana, ke lapis sawit. Bapak inilah sekarang apa perasaan Bapak? Perasaanku itu apa yang sudah ya sudah karena udah aku izinkan gitu. Nggak ada aku kenang-kenang lagi udah aku izinkan udah.
Istilahnya cari kriwian atau cari masalah kan. Kalau kita menganggit kan berarti cari masalah. Atau yang sudah tertutup terbongkar balik kan gitu.
Karena kalau itu saya mengupamakan koreng, kan koreng itu udah sembuh. Ada jalan ke bawah ini. Ke sungi?
Jangan dari sini ke sungi? Jadi inilah, kami seret lah dia di sini, pelan-pelan. Nah di sini lah yang diseret, nggak mau dia kami campakkan dari sini. Ya? Di sini?
Ini licin ini. Licin ini ya. Ya, aman.
Tolong, tolong, ampun pak. Itu, saya terusin sambil dia itu ada yang bisa berteriak langsung. Ampun pak, tolong, ampun pak.
Itu, kami gak peduli apanya itu. Malah kami pukul lagi dia. Kami pukuli lagi dia, supaya dia mulut.
karena bisa mempengaruhi pasukan kami nanti. Bisa mereka mengasah takut. Tolong, jangan pasang itu bunuh, Pak.
Tolong, Pak. Ini namun kami tahan terus. Ini di belakang saya ini sudah ada menyorong lagi.
Tahanan di sini. disini bisa melihat darahnya? bisa, bisa karena senter itu pros itu berapa pun senter itu sudah menerangikan, karena ini gak ada lampu disini jadi anda sudah tahu bahwa anda akan dibunuh iya, anda melihat darah orang lain, iya ada yang duluan disana kan inilah memang artinya mempasrahlah kesulianya orang itu macam mana pun perasaannya mungkin saya pun akan mati, ya pasrah aja lah begitu ya, ya ini Nah ini dulu sini. Ini kan di sini. Di sini dulu ada papan ini.
Papan dulu kemari. Nah ini papan dulu ada papan ke sungai itu. Nah jadi jalan ke sana saya ini beginilah.
Itu begini. Ini ada yang digolehkan. Ada yang kalau dia duduk begini. Maka gojo sudah datang.
Ini ditebas lah. Sampai putus. Kalau darah tuh di sini ya.
Jangan. Nanti kalau sudah kepala jatuh, baru saya ditunjang. Ya, tunjangkan ke sana.
Hanyutlah dia. Kepala pun hanyut juga. Yang timbul tenggelam di bedanya itu. Badan itu kan? Tunggu, tunggu, tunggu.
Badan ini berat. Selama tua ini. Nggak muda lagi.
Berat. Oh, ya. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Kaumku muslimin musliman Nama ini nama ini nama ini nama ini nama ini Aku jalan ke sini kemati Tuhan nama Tuhan namur ini Kami kawan kawan Ini ruput dan salahku aku jalan kemati Di sampingiku Kami selalu juga mohon ke Rasulullah Koso, Buku-buku Koso, Pani Kini Kahkang atau kawanku, Dampu di marah Allah SWT, Dan enak salahnya, Toto Zani, Sebalik isobos yang berbuat jahat.
Hai karo kawan karena tertuluri kita semoga Allah subhanahu wa ta'ala Hai sing bahlas dan kita menyesuaikan bales kita serah nolong bisa mau kosong Lailahaillallah Lailahaillallah Lailahaillallah Lailahaillallah Hai takpul ingin mengucapkan banyak mempersanjung Allah Hai amin ya rabbal alamin hai hai Astagfirullahaladzim Ya Allah Berapa umur Bapak, Pak? 72. 72? Pas, 72. Sudah abad.
Ketika itu, dia sudah murid. Tahun-tahun sudah tidak ada. Maaf, maaf Pak ya.
Bapak, bagaimana Bapak bisa kenal dengan Jas? Oh, dia kembali dulu. 5 tahun, 7 tahun yang lalu. Kalau ini bapak...
Ini mata bapak, itu yang kiri sudah ketutup. Jadi yang kanan. Ini kalau melihat ke sana, itu ada tambah terang atau tambah gampang? Tambah terang. Kalau orang sini, orang kampung sekarang Bapak, itu takut sama Bapak?
Pada waktu itu, di desa kan banyak orang BTI, orang apa, banyak berwani. Tapi orang itu tahu. Kalau dia lawan macam saya ini, kita tahu. orang itu tercuma.
Sebab kita memegang dengan pedoman organisasi. Calon kan di desa Pembulan terbaca orang. Termasuk 75 pesan orang bikin.
Orang yang terlibat. Jadi orang itu gak berani. Jadi orang-orang sini gak berani sama Bapak?
Kalau ini ada tambah terang, Pak? Terang, iya. Tambah terang ada?
Kalau kita nggak minum darah orang ini, manusia ini, kita nanti gila. Gila. Banyaknya gila. Kalau ini, Pak, ada tambah terang?
Mana terang? Terang. Sama ini?
Nah ini agak kabus ini. Kalau cerita orang gila itu gimana Pak? Oh orang gila, itu kan gara-gara banyak mengajakannya, digila dia.
Macam Pak Kolapa, Pak Ajan, dia pebuh. Dia menginjak orang. Itu udah banyak sekali, entah bagaimana, cuma satu cara.
Kalau nggak mau makan darahnya dibunuh dia, gila orangnya. Makanya itu. Walau karena itulah, saya minum darah manusia itu berani aja apapun jadi. Apa perasaan Bapak waktu?
Masin-masin manis darah manusia. Apa? Masin-masin manis darah manusia ini. Kalau memang saya tahu ya, kalau kalau darah ini kalau dipotong macam saringan apa itu, macam saringan kelapa itu, lubang-lubang.
Sobat abangnya sendiri, dia satu rumah, abangnya itu orang nggak terlibat. Adiknya orang dari wani terlibat sendiri. Abangnya nggak mau ngerjakan sendiri, nggak mau.
Sarahkan sama saya. Oh Bapak yang... Sarahkan sama abangnya. Itu... Yang Bapak bunuh lah, itu sekali potong atau?
Oh ya sekali, janganlah, mana bisa dua kali, nggak boleh. Tapi kenapa dengan... Gerwani tadi Bapak potong payudaranya dulu. Oh iya.
Itu Bapak potong dulu? Baru? Lehernya.
Itu kan sudah dua kali potong. Dua kali potong, mau sepuluh kali potong. Soalnya kalau manusia yang bisa bandar dulu, ya kapan saja ini boleh. Setahu Bapak PKI itu apa, Bapak?
Partai Komunis Indonesia. Iya, apa itu? Partai Komunis Indonesia.
Tadi kan Bapak bilang... Iya, Partai Komunis Indonesia tanpa ada peraturan agama. Istrimu, istriku.
Gitu lah, menurut cerita orang. Itu kan menurut cerita orang. Iya, menurut cerita orang dia lah. Kami tanya dia, apa maksud kalian tujuan kali ini?
Tapi Islam tidak mengajarkan pembunuh orang? Tidak, memang tidak ada. Tapi kalau dari Nabi Muhammad, Nabi Muhammad pun tidak membunuh orang.
Iya kan? Tapi kalau bersama siapa dulu, bersama musuh dia, boleh. Jadi, Bapak? Ini sekarang saudara ini nanya bagaimana ini, saudara.
Apakah kira-kira mendatangkan apa yang diberikan? Ini berbilangan saya tahu ini. Saudara ini menanyakan tentang dalam kali, saya tidak suka itu. Saya tidak suka dalam-dalam.
Kalau saya kena buat batalkan, batalkan saja ini, saya tidak keberatan. Coba, saya lihat saudara menanyakannya lebih dalam daripada yang masuk tujuan yang jaslo kamari. Nah, ini saya tidak suka itu. Mau soal politik, saya tidak suka.
Saya soal politik-politik begitu, ini soal politik. Ini politik ini, dagingnya. Saya nggak suka.
Aku nggak tahu itu, Pak. Nah, ini. Ini berarti saudara nggak salah politik.
Saudaranya kan tadi salah politik. Lagipun maksud saya pun lah. Jam 4 saya sudah ke Mesir.
Oh, gitu ya, Pak. Jadi nanti aku kasih kacamata yang sesuai dengan ukuran ini. Ini dia, ini tau aku ukurannya.
Nanti aku kasih yang sesuai dengan ukuran Bapak. Ya, Alhamdulillah. Kalau bisa, bisa untuk mbakal lagi.
Jadi Pak, ini, kalau kejadian ini apa Bapak anggap? Aku anggap sudah, saya bilangkan, sudah, sudah, sudah. Ya nggak anggap apa-apa lagi, sudah aman lah begitu.
Bagaimana pun ya, sudah, sudah. Makanya untung saja lah saya itu sempat menimbulkan darah orang. Kalau sempat nggak menimbulkan darah orang, saya gila. Mungkin aja banyak pokok kelapa, nggak juga. Cuma gini, Pak.
Ada yang mengganjal di perasaanku. Iya. Sebetulnya. Aku mendatangi Bapak ini kalau untuk maksud yang negatif, maksud jelek itu enggak ada.
Tapi ini lebih kepada pengungkapan sejarah. Karena sejarah selama ini, Pak, dibelokkan. Artinya orang-orang yang Bapak bunuh itu yang katanya tidak punya agama, tidak percaya Tuhan. Itu nonsen itu, Pak.
Itu hanya propaganda. Supaya orang-orang Bapak yang memang beragama, itu mau membunuh dengan alasan tidak percaya Tuhan, tidak mempunyai agama. Itu yang Bapak bilang, istrimu, istriku, itu enggak betul. Itu hanya propaganda. Tapi soal saudara ini, kadang-kadang larinya ke situ.
Nyeran aku. Kau ke situ larinya, ini enggak cocok. Udah, udah berhenti aja. Udah. Lain lagi, Kok bisa goyang nih?
Namanya dalamnya ada gubu-gubu Semalam kau cabut gigi ya? Iya Gigi pas itu udah goyang? Belum Pakai apa nyabut?
Pakai tangu Sama? Sama, sama kakakku Ma, oma Suaranya ramli balik, iya mak, ini lah mak, aku ciumin lah dia, aku buka celananya, bajunya ada ramli-ramli lah itu, nah koyak-koyak ini, yang ini, yang aku ngeri itu. Mak aku harap mau beli kopi. Agak umat pendidik itu, dia angkat.
Tapi dia angkat ke rumah sakit. Kan nggak mungkin ke rumah sakit. Ketika nenek-nenek itu dibunuh, aku ciumi lagi ya.
Ya lah, Mak. Selamat tinggal ya, Mak. Aku harap meluang enggak oleh, Li.
Doa kenah anak cucu. Dia itu biar payah bales anak cucu dia. Itulah yang bunuh kau itu siapa, doakanlah dibunuh dia.
Itu yang ini secara, gak ada yang membunuh kau. Sabun jahit kalamaya, Ipinjali cintilaya, Pabisa dadi panah, Sudah kawin kabelumbat. Saya lagi manda pagi, pagi pagi.
Ya, jadi ayah pira umur saya. Hah? Umur ayah pira saya.
Bagaimana? Umur ayah pira saya. Saya pira umur...
Ayah? Kira-kira 16, 17, 17. Umur ayah 16 tahun? Ya.
Umurku ayah 44, masu ayah 16. Hah? Umurku ayah 44, masu ayah 16. Jadi mungkin Bapak kita bisa mulai dengan Apa yang terjadi lah ya Jadi kalau di sini, barangkali kalau ada perubahan sepikai pada waktu itu, barangkali lebih kurang kami 3 bulan tidak kenal malam, tidak kenal siang. Kami bawa, kadang-kadang kami hantarkan kira-kira jarak 3-4 km dari kota Lupa kami ini, kami gali lubang, kami tanam hidup-hidup. Itu ada daftar nama-nama mereka yang dibawa dari tahanan ke Sungai Ular itu.
Yang dibawa malam ini sekian orang kita teked. Malam besok bawa sekian orang teked. Berapa cahanan Bapak teked untuk dibawa ke Sungai Ular?
Oh kira-kira 5-600 orang ada. Saya rasa ini anggota... angkatan 66 wadar dikasih kena masalah internasional ya wadar dikasih hadiah mana angkatan 66 sementara utara yang masih hidup yang sudah tua-tua diri sedang bisa diadak ke Amerika tak usah pun naik pesawat udara bisa naik kapal laut ya kan iya kan wadar lu ini kita kelantaran Amerika mengadar kita benci sama komunis MAPAR PADA NANDA ITU Parapadanana soboyo soyoni Igape napolada itu unak pola lao rumahoyisi Bapak disini sebagai tokoh Masyarakat untuk di Kabupaten di Serdang, Pak ya?
Iya. Dan sepertinya dalam ekonomi pun Bapak sangat berhasil. Apakah ini semua karena apa yang Bapak lakukan di masa lalu?
Saya rasa ini kita juga bersyukuri. Ada beberapa kawan-kawan kita yang berhasil. Bapak membantu kita. Mungkin karena perjuangan itu juga kan, pas saya bantu bangun Pempuarri ini, ada yang ngasih semen, ada yang ngasih batu.
Artinya kekayaan Bapak diperoleh atas apa yang telah Bapak lakukan di masa lalu? Jadi kalau kita buat baik, balasannya pun baik. Bapak sebagai ketua komando aksi di Kabupaten Deliserdang.
Dan Bapak juga bertanggung jawab atas pembunuhan yang begitu besar kan waktu itu. Tahu masyarakat sini kalau Bapak sebagai komando aksi? Tahu. Tahu orang. Kan gini Pak, aku...
Abang saya dibunuh itu, Pak. Tapi berhubung karena pembunuhan ini di bawah komando Bapak. Walaudeh, bukan kita juga.
Kan Bapak yang bertanggung jawab karena Bapak sebagai Ketua Komando Aksi pada waktu itu. Komando Aksi ini banyak, bukan satu aja Komando Aksi ini. Iya, tapi Bapak kan Ketua Umum buat itu kan? Bukan, Komando Aksi ini sudah rakyat bersama ABRI.
Dan ini masih ada atasan. Dan ini dilundingin oleh pemerintah. Kan itu.
Jadi kalau Adi bilang saya bertanggung jawab, jauh kali itu. Setiap beberapa orang pembunuh, itu yang saya jumpain, mereka tidak merasa bertanggung jawab. Bahkan rasa menyesal juga enggak ada.
Tapi Bapak jangan tersinggung, Pak ya. Iya. Rasanya...
Secara moral Bapak, enggak. Enggak bertanggung jawab secara moral. Bapak sepertinya cuci tangan. Saya tanya Adi, Abang Awak itu jadi organisasi di Medan?
Iya di Deli Serdang, Bapak. Di? Di mana? Daerah mana dia? Pikir...
Nggak usah. Itulah. Itu keputusan mana dia? Itu kupikir... Bilang karena ada lah, nggak apa-apa.
Jadi itu tadi kenapa aku menyembunyikan, ya katakanlah menyembunyikan identitas diriku. Karena itu tadi. Para pembunuh-pembunuh itu masih berkuasa.
dan masih menganggap dirinya pahlawan. Kan masyarakat ini kan banyak diobok-obok sekarang ini. Yang berbahaya bukan PK yang terdaftar.
Yang berbahaya itu yang tidak terdaftar. Apakah mungkin yang tidak terdaftar ini yang bikin perukur habis ini? Mungkin, kan? Seandainya aku berbicara di era Ordi Baru sama Bapak, apa yang akan Bapak lakukan dengan aku? Kita gak bisa bayangkan apa yang terjadi kan.
Kalau di dalam Ordi Baru itu, lagi suasana, palsu, apa semuanya. Gak bisa kita bayangkan itu. Ya terus lah.
Kembangkan terus itu. Apa perubahan kita ini. Haruskan aja.
Ya Mama ngerti? Aku kan sudah menangani orang-orang yang membunuh Ramli. Sampai lagi tebus lembu luruh di ayah. Bagi kayak ini, menangani ayah, kakakmu.
Lembu luruh. Tapi walaupun seperti itu, seandainya mereka menyesal, itu bisa kita terima, bisa kita maafkan. Kita bisa hidup berdampingan.
Tapi kamu tidak harus adik-adik? Ya, aku cerita, karena aku tidak mengerti adik-adik. Awan-awan hati-hati. Bisa lagi pakai paksa racun, bedanya supi bedang.
Orang ini orang bosong. Hati-hatilah. Hari ini orang kalau dikecek, bunuh, dikepung, keroyok orang, apa yang mau. Ngapain di dekat-dekat menengahin, wis? Beda ngaku menengahin, kok.
Ngoi, bisa lipat, wis. Nggak ngoi bentung bungkus kertas, kamu diandang pukul, tengkuk. Tengok ini bukul, gak bisa tahan.
Nggak orang-orang harap menunggung. Kalau di sini mudah. Ini kan tulangnya keras.
Tengku ini kadang sampai dua kali. Ini tulang keras. Tapi kalau di sini, ini sudah gamel.
Ya, itu sudah gamel. Nah itu, kalau sudah kena sembelih. Nah itu ada suaranya budelnya kalau yang dipotong sama yang dipotong ini tidak ada suara.
Tapi kalau yang digorok bunyi. Bunyi itu, darah itu nyembur. Darah itu nyembur dia.
Nyembur. Ya. Itulah gitu. Ini kan senjata tajam dari belakang. Nah ini, maaf ya.
Potong. Itu apa dia? Koyak.
Tundang. Mati. Itulah cerita seramli yang saya katakan itu. Ya, itu.
Seramli itu. Itu pasal kemaluannya dikotong. Kemaluan. Jadi di belakang. Dibilah ini.
Baru dia mati. Ini jadi belakang. Iya kan?
Itu peristiwa. Sejarahnya di situ. Ini jadi sejarah lah ini.
Tunggu sebentar. Soal Ramli tadi gimana? peragakan Cucupaya, apa aslinya begitu?
Itu tadi nggak mau bilang, kalau tadi saya bawa pedang yang aslinya dari rumah. Maka dipacoklah. Son Ramdi ini berkali-kali dan ditusuk dengan kris waktu itu, maka kelihatan sudah...
sudah tidak berdaya, maka ini saya tolakkan ke sungai, maka dia bergantungan di akar kayu ini sampai minta, tolong, tolong saya, tolong saya, tolong saya. Maka mereka angkat ke motor, ya, ke motor, ya mereka kerjailah kemauan dipotong situ, ditanamkanlah di pelintahan yang sekarang, masih ada kuburannya di situ. Nah, jadi walaupun si Ramdi ini, ya kita tahu waktu hidupnya itu mungkin orang baik, tapi apa boleh dibuat, keadaannya pada waktu itu harus repuluh. revolusinya begitu.
Kalau backing dari tentara seperti apa misalnya? Paling-paling dia di sana aja itu. Di motor tadi. Di motor tadi itu. Nggak sampai itu kemari.
Nggak kemari. Dia di motor aja. Nggak pernah kemari itu.
Nggak pernah dia ngikutin kita. Paling-paling kita pulang. Karena itu yang saya katakan dari semalam itu. Ini adalah perjuangan rakyat. Ya, rakyat.
Bukan pemerintah atau agri. Bukan. Jadi dia menjaga posisi.
Kalau nanti perjuangan pemerintah dikatakan, ini dunia marah. Oh, jelas lah. Bahwa Penteri Industri membasmi PKI, maka mereka itu jaga diri, tidak mau dia ikut langsung.
Rakyat inilah yang menggerakkan ini untuk menembus PKI, walaupun backingnya itu kita tahu mereka di belakang. Bapak menjabat sebagai Ketua Komando Aksi. Banyak pembantaian yang terjadi di sini, terutama di Singular.
Apakah semua itu atas instruksi Bapak? Ya, karena begini. Kalau pembantaian itu, itu spontanitas rakyat yang tidak setuju kepada paham komunisme ini. Jadi Pak, itu proses pembantaian itu dilakukan.
Itu diambil dari tahanan, diambil dari TPU lah. Itu dikawal polisi, dibawa oleh komando aksi, dibawa ke lokasi pembantaian yaitu di Singular. Bagaimana mungkin itu dianggap spontanitas dari rakyat?
Jadi begini, disini salah pengertian kita. Yang spontanitas rakyat ini adalah menghancurkan idealisme cita-cita paham, ideologi PKI. Apakah bukan ini semua Bapak katakan karena Bapak sekarang masih menjabat sebagai anggota Dewaan? Enggak, enggak, enggak. Saya hanya ingin meluruskan.
Kita itu bukan rambu. Saya sebagai sekretaris umum. Kesatuan Aksi.
Atau karena kesatuan... Kesalahan itu terlalu besar, Bapak tidak berani mengaku itu perintah Komandu Asus. Oh tidak, tidak.
Tidak. Saya menganggap itu tidak besar. Bagaimana mungkin tidak besar?
Satu juta orang dibunuh atau lebih? Itu adalah dia politik. Mencapai idealisme prosesnya adalah proses politik.
Dalam berbagai aspek. Haha, kan itu. Jadi Pak, Bapak kan sudah dari tahun 1971 sampai sekarang itu menjabat sebagai Ketua DPRD di Kabupaten Deserdang.
Di Kabupaten ini, mungkin ratusan ribu yang menjadi korban. Bagaimana Bapak bisa menjalankan politik Bapak di tengah-tengah atau di lingkungan orang-orang yang pernah, katakanlah Bapak, bantai ketika itu? Ini begini ya, kalau kita bicara soal politik, ini politik ya, kalau mereka-mereka anak cucu mereka ini dendam sama saya, saya tidak akan pernah mendapat suara terbanyak.
Duduk kembali. Ini bukti bagi diri saya. Kenapa? Karena saya tidak sombong. Karena manusia ini jangan disakiti hatinya.
Obati hatinya. Kunjungi mereka. Apakah formal, non-formal.
Apakah mereka memilih Bapak karena tekanan-tekanan? Oh, enggak. Enggak ada tekanan-tekanan. Aku lahir tahun 1968. Di bulan Februari. Dan sebetulnya, Pak...
Abangku itu salah satu orang yang korban yang dibunuh dengan cara yang sangat sadis oleh anak buah bapak. Itu abang saya. Sekarang saya juga berhak untuk bertanya, apakah semua keluarga ex-PKI ini ingin terjadi lagi kejadian sebagaimana dulu? Oh tidak pak. Tidak?
Tidak. Robah. Kalau kita kaji dulu, karena dulu begini, begini, begini, kita ingin dulu, wah udah payah, akan kejadian seperti dulu.
Pasti akan kejadian. Tidak cepat, lambat akan kejadian. Aisyah pergi ke...
ke apa tuh? ke... kartun.
Di rumah Aisyah makan siang. Lalu Aisyah bobok. Bobok.
Banyak kali cerita. Hari Aisyah pagi ke pajak. Aisyah beli cumi. Cumi?
Cumi apa? kentut deh ini kentut saya, kentut saya mana ada kentut? ini, bau kentut kena kentut enak Itu belum seberapa.
Aisah ada berapa hari gak gosok gigi? Nih, nih, nih, nih, nih, nih, nih, nih, nih. Di setahun.
Setahun? Setahun. Apa nih Aisah? Cak lihat.
Kalau tahu Adi mau jumpai orang yang bunuh korban-korban itu, aku nggak akan kasih Adi ke sana. Karena bisa aja orang itu nyulik Adi, Adi dibuang tak di mana dibunuhnya. Nggak Adi pikirin.
Si Angga, si Adit, si Iqbal, si Aisyah. Kalau terjadi apa-apa sama adik, kayak mana dengan kami? Assalamualaikum Sehat bang?
Sehat? Alhamdulillah Ini aku tegur aku itu Mereka sama teman-teman sekali Dia bilang kan, gak payah dulu Kalau ini, enak tambah terang itu Tidak juga. Tidak, ini lebih terang?
Siti pun tidak? Lebih gelap? Tidak, biasa. Ini biasa? Ini biasa?
Berapa umur umurmu? 82. 82? Kalau ambil mama, selisih piring?
Tidak selisih, aku yang ambil mama. Mama mau piring-piring, aku yang mau. Tapi Riko tahun 1965, itu di Selangbuaya ya?
Waktu itu kan si Ramli di penjara di Panggung Bioskopi. Ya, waktu itu nunggu orang itu lah katanya. Oh, Riko di penjara itu.
Mana, umpamanya, ini, apa ya. Namun ikut diambil kemana-mana dibawanya sama masa-masa itu, awak nggak tahu, awak tugas. Jaga? Jaga. Riko pernah delok waktu orang ikut dikiring dengan motor, ikut pernah delok?
Ya pernah, nah. Mending 30 itu kadang kan. 20. Oh kalau yang motor besar ya motor reski apa. Jadi... Kapan pertama kali Riko ngerti? Kalau yang di Gowai itu, ada di partai ini?
Hah? Kapan pertama? Cerita orang yang ikut masalah katanya. Mungkin waktu Riko tugas juga ini.
Udah tak lewat sih kan memang. Entah ke Sumur Mati, entah ke Sumiuler, entah. Saya tahu ada dengar, yang itu Bapak Swabidzana yang di sini, cuma dia ngerebut.
Apa denger pun gak dari-dari anggota masa itu aja? Di sini masih hidup yang ikut-ikut masa yang peminan itu. Jadi...
Kalau seandainya Riko tidak bisa membela atau menjaluk, misalnya, tidak usah dilaporkan ke ponaanku. Masa itu sama Abri sudah kompak nampaknya. Awal dibawah perintah Abri, jaga keamanan di kecomotan kalian.
Ya sudah, Paman jaga keamanan ya. Apabila sudah dijaga di penjara, ya jaga. Enggak ada Paman merasa bersalah atau menyesal.
Karena orang yang sudah Paman jaga itu rupanya untuk dijagal. Ya, sikit banyak Paman ikut. Ikut terlibat lah.
Ikut terlibat menanggung dosanya gitu? Lantaran kita menembela negara ini ya, nggak ada kesitu, Pak Albin. Nggak ada? Penyesalan, penyesalan. Yang sudah itu sudah lah gitu.
Ya artinya... walaupun yang sudah sudah lah tapi ada gak rasa nyesel atau apa? daripada kita katanya kalian ini terlibat dan daripada bilangkan gitu apa ya pokoknya kita jangan ikut membunuh Tapi orang-orang yang dibunuh waktu itu, Paman kan tahu kalau di kampung sini gak ada apa-apa. Artinya kan Paman ikut membantu membunuh orang yang gak bersalah.
Dia gak ikut. Awan jaga keamanan kok ikut. Kalau ikut, awan bawa golok juga ikut menyembelin, nyelamkan, itu ikut.
Tapi kan jaga juga. Tapi awan jaga keamanan katanya. Ini orang ini mau berontak katanya, gitu aja.
Sedangkan seumuran dia gak pernah sholat. Nah, situlah. Tapi kalau... Waktu G30S itu meletus, semua ke orang itu. Mejit yang begitu kecilnya sampai padat.
Lantaran takut disembelih. Sekarang, mundurkan diri satu-satu. Ya tinggal penduduk yang lama-lama juga.
Panggil orangnya. Yang begitu banyak di sini. Yang sunat-sunat saja dikerjakan.
Nyalakan juga awak. Mana bisa. Waktu itu, mama ngerti kalau adik mama yang nyogoi wang tahanan itu?
Enggak, enggak perlu aku. Jadi kan, wangi, aku kan enggak mau gimana. Jadi aku tekon-tekon-tekon, rupain deh ini nyogoi, Mak.
Hah, jeruk. Eh, aku enggak paning ngomong, deh. Oh, Mbak Mama enggak paning ngomong?
Enggak ngomong. Bini tak omongin ini lah, memang, Kiman. Riko secara gak langsung ikut bunuh Ramli.
Apa deh, om? Alasannya bela negara. Bela negara apa?
Apa itu untuk duit? Pendidikan rakyat itu untuk duit apa? Itu menggelom dengan pendidikan rakyat itu. Alasannya, aku tidak mengerti. Bercanda.
Kalau isu yang ini itu, itu melek. Aku baru rohiki kok. Baru rohiki aku. Aku baru rohiki. Ayah, es-esan dulu Ayah, jangan buka mata ya.
Terang juga. Nampak sedikit-sedikit. Saya tahu dari SMP, dari orang-orang, Bapakmu tukang ini, Bapak PKI, perasaan saya tahu dari orang ya nggak apa-apa, saya merasa bangga, karena kan pemberantas.
Merasa bangga, ini pun terkenal ya kan Bapak, agak disegenin gitu, kok daerah Pakam gitu. Dulu aku bungkus satu perempuan, kepalanya. Aku bawa ke sini kopi Cina. Jerit-jerit Cina itu.
Wah ya wah ya wah ya. Bapak bungkus kepalanya. Perempuan. Perempuan yang Bapak itu.
Supaya nakut-nakuti. Waktu itu. Ya.
Jadi, apa gunanya waktu itu sama Bapak? Apa gunanya? Aku buang lagi lah.
Ya maksudnya gunanya apa nakoti-nakoti Cina itu? Nakoti Cina itu lah. Cuma nakoti-nakoti aja? Nakoti-nakoti aja lah.
Cuma nakoti-nakoti aja dia. Jadi aku buang lah. Tong sampah. Cuma dipotong terus lah.
Di sungai. Campakan ke sungai. Itu dulu.
Ini tangannya dikat ke belakang. Belakang sini. Sebelum aku bak gelas, potong, tampung darahnya. Bak gelas. Itu semua orang, Bapak?
Itu kan banyak, banyak orang. Ya, jangan banyak-banyak kali lah. Dua gelas gitu, cukup.
Kalau dulu. Itu biasa dari mana darahnya Bapak ambil? Ya, dari leher lah. Tampung gelas?
Leher dipotong, tampung gelas. Haa, diminum. Apa tujuannya itu, Pak?
Haa? Tujuannya supaya apa? Supaya jangan gini, stres. Kakak kan tahu kalau bapak banyak kali bunuh orang. Dan setiap membunuh itu selalu minum darah.
Itu bagaimana perasaan kakak? Baru denger ini lah merasa takut. Baru denger ini, dia minum darah.
Oh kakak, baru ini denger. Bagaimana perasaan kakak sekarang? Merasa kok, kayak mana ya? Baru denger ini, mungkin karena minum itu badannya kuat saja. Sebelumnya gak pernah denger, baru mulai pada di anak.
Kalau aku, abangku itu orang yang dipotong juga, waktu itu. Nah tiga Kalau abangnya abang dipotong ya maaf lah kan gak tau banget Emang taunya baru sekarang ya kan Dulu kan saya gak tau Anak-anaknya kan kan gak tau Asalnya ya, karena bapak yang membunuh itu kakak nggak bisa disalahin. Karena kakak juga nggak bisa, bapak ini memang bapak kakak.
Dabriga Iya, iya, iya Saya kayak berakun ya Jadi mana? Makan siap Aku kayak kenal sama kakak. Kenal-kenal, saudara gitu. Kurang jauh kan? Saya mengaji gitu.
Tak maaf lah ya, kalau kesalahan bapakku ya, Bang. Ya, jadi saudara. Dia pun udah tua, anggap orang tua sendiri. Sering-sering lah main kemari, udah gak punya mama. Nih lah, ngurusin dia, pikun.
Orang masuk aja kadang dia gak tau. Dia tua kali, pikun kali. Nih ya, ngurusin dia lah ini.
Sama-sama saya berhenti kerja, apa. Udah gak inget apa-apa, nanti orang masuk pun gak tau deh entah siapa. Ya saya lah yang ngawetin, pengambil-ngambil apa, udah gak tau dia.
Saudara aja pun dia udah gak tau dia. Nih lah dia. Jelasin dia lah.
Kak, kaya lagi permisi kaya. Pak, permisi lagi pak. Ingat apa enggak, Mbak Mediang Ramli?
Ingat apa enggak, Weh? Waktu itu, ingat apa enggak, Mbak Mediang Anakmu? Ingat apa enggak? Siapa ini? Aku.
Ingat apa enggak ambil anakmu midang ramlik? Hah? Ambil midang ramlik, waktu dijikuk.
Nah, ini mana? Hah? Waktu dijikuk, bisa enak malas sami ya.
Hah? Ingat apa enggak, kwe? Ada apa?
Anakmu, biar dicikuk. Anaknya siapa? Anakmu, Mdang Ramli, dicikuk. Ingat apa enggak, kwe? Di mana dia?
Yang kami bunuh di lubang-lubang Anu, kami 32 di sini. Inilah buku yang saya susun mengenai kejadian di Tumkudu ini. Alhamdulillah. Jadi minta orangnya ya?
Ya boleh aja. Saya kasih ya. Orangnya kan perlu juga melanjutkan pendidikannya lebih tinggi untuk ingat orang bersama kita nanti ya kan?
Bagus sih. Ke anak cucu kita ini. Ya. Memang sini lengkap untuk Tumkudu. Boleh aja sini, nggak apa-apa.
Kamu untuk kopikan ini. Kita sket sendiri, artinya kita bikin sketnya supaya untuk memperjelas isi cerita ini yang sebenarnya. Jadi tidak kita hanya menulis ngular. Kalau dikebus itu mau apa? Oh iyalah.
Makanya pada waktu itu, kurang lebih kira-kira 3 bulan sudah kejadian itu, mana laku ikan kebul. Tidak laku, sini tidak mau ikan tamban sama kerang, tidak ada yang mau kepak. Tidak ada yang mau makan ikan.
Iya. Makan orang. Makan orang.
Iya. Yang dibawah komando Bapak di Kecamatan Teluk Mengkudu ini, itu ada 32 orang yang korban, yang dibunuh ketika itu. Sebelumnya, aku sangat kepengen kali ketemu dengan Bapak. Cuma karena Bapak sudah meninggal, tapi aku bisa ketemu dengan Ibu, juga dengan anak-anaknya. Di antara 32 orang yang dibunuh itu, itu yang paling...
ceritanya yang paling serem, yang paling ngeri, itu tentang Abangku Ramli. Abangku itu dibaco ininya, udah tuh perutnya dikoyak lah, ususnya keluar. Ini punggungnya ini jebol. Tapi dia sempat pulang ke rumah. Sampai ke rumah di halaman dia manggil-manggil mama.
Manggil-manggil mama, masuklah ke dalam, tidurkan ke ruang tamu. Pagi-pagi dijemput. Jadi yang dijemput itu termasuk juga Bapak.
Kenapa Bapak waktu itu sebagai ketua komando aksi? Jadi bilang ke Mama, kalau Ramli itu mau diobatin ke tebing. Tapi di mobil itu sudah dicincang-cincang. Jadi dibawa, dipotonglah kemaluannya. Barulah dia meninggal.
Itu digambarkan juga di sini. Di buku ini. Maka aku tak pernah baca buku ini, jadi ini buku dari Bapak terima? Iya, sama ibu nasinya. Ini abang aku, ini mama, ini abang kun.
Inilah, inilah yang digambarkan Bapak. Kami soal itu yang gak ngerti dengan bapak pun tak pernah cerita. Ada buku pun tadi kami baca.
Kalau membunuh bapak saya gak pernah. Dia bilang gak pernah dia membunuh. Tapi dia membukukannya? Ada, ada di buku.
Ada? Iya. Bagaimana itu?
Maka itu kami tidak tahu semua kegiatan orang tua tadi. Di lapangan. Yang itu.
Apalagi kami masih kecil ya. Ya, masih kecil. Itu dari lapangan kami gak pernah tahu dan tidak pernah bercerita. Saya tidak mau membuat suasana di sini, sudah nyaman apalagi.
Karena saya pun dalam keadaan sakit. Tapi Hadi datang ke sini karena Hadi mau bicara secara terbuka. Semua yang diteluk-teluk ini berkawan.
Entah dia orang, orang tuanya terbunuh karena PKI, saya nggak tahu. Yang penting itu dia saya berkawan bagus kok. Kan begitu.
Jadi sekarang ini terbuka luka. Dikarenakan Joshua lah. Mengambil ini semua, datang mendiang pun dibukakannya sejarahnya semua, akhirnya terbuka.
Kalau enggak, mana tahu sama aku kan? Tahu, tahu kami. Tahu kami. Aku tahu persis keluarga ini.
Siapa juga yang keluarganya dibunuh, pasti ingat. Tapi ingat dalam harian bukan berarti dendam atau apa itu. Apakah abang ada merasa dendam pada keluarga Pak Amir Hasan ini yang ditinggalkannya?
Sekarang gini, kalau aku dendam, enggak mau. Aku datang-datang gini. Mana tahu kena ada jesua tadi kemari. Mengetuk kasih kami. Andai kata saya terjadi kayak si Adi.
Sebentar lah ya. Jumpalah saya dengan si pelaku. Ataupun anak si pelaku.
Jadi pikir saya udah sampai sini aja. Masalah ini, karena orang tua saya pun sakit, jadi trauma dia pula lagi. Kan gitu.
Mengingat masa lampau, yaudah kita benahi sekarang bagus-bagus. Mana mestinya ikut ordi baru ini. Jadi kalau Joshua memaksakan harus buka, apa kan buka? Nah, coba.
Boleh. Tinggal tekan spasi. Yang kami bunuh di lubang-lubangan, di Blok 27 Sama yang di Pelintas Ramdi itu, ini masih ngular. Kalau tutup bosnya itu masalah. Oh iya lah.
Buat orang ini aja lah pak, ini menyenangkan kami, orang-orang buat kami, ya kan? Dia menggunakan ini, betul? Ya bagus itu, dan cerita aja.
Minta dia, dia yang minta tidak, aku nggak tahu. Saya tahu, nggak tahu lah itu. Jangan dibuat kembali, saya nggak senang ini.
Bagus ditutup, bawa cerita aja. Tapi nggak merasa senang. Iya, kita berbuat untuk negara.
Itu aja yang merasa puas kita kan. Tau, ada lagi yang Adi mau sampaikan? Nggak. Kami mohon maaflah sama si Adi ya. Apa yang Adi rasakan, ya itu juga kami merasakannya.
Kami mohon maaflah kepada Anda kami. Ada satu rekaman lagi dengan Bapak tapi hanya Bapak. Itu udah kami gak mau tau itu, kami gak mengerti.
Iya itu Bapak tapi gak mengerti itu. Terus terang, saya tidak mengerti itu. Bagus ya bagus, tapi kami gak mengerti. Soalnya disini dia menceritakan Iya kami gak tau cerita itu, gak usah dibuka-buka itu Gak usah dipenying-penying masalah Jesua Kasihan dia dalam tanah sana Saya sambut Jesua dengan baik, tapi Jesua gak gini-gini kan gak senang saya jadinya Aduh, lo, ini ada yang pelabu, siap di dalam ini. Aduh, lo, coba ke dalam kerambu ini, buang, jangan takut, ya, pergi.
Lo, siap, ya. Ndi tolong aku! Kau belum punya kelambu kisah sarang lah!
Hehehe Tolong aku belum punya kelambu ni uang! Kau dikepuk uang aku! Kisah sarang aku! Hehehe Assalamualaikum Waalaikumsalam Waalaikumsalam Haa dan nasib anak awak selamat masuk dalam kolam dia habis kena akar rumput ke rumah dia. Sampai rumah itulah dia ambil katanya, oh, rumah sakit.
Rumahnya enggak. Enggak mungkin juga berpikir aku. Enggak mungkin buat rumah aku mau ngikut juga dikasih. Inilah kejadian Syramli yang sebenarnya.
Dan yang lainnya saya rasa... Kejadian itu ya sumpah tapi tidak sama. Tidak sama tapi ini kejadian itu dulu yang pernah kami alami pada waktu. Saya rasa itu singkat saja itu.
Ya begitulah hidup di dunia ini. Lagi-lagi aku takut. Oh, belayu.
Mau datang ini. Mari aku datang lagi. Aku gak mau bergerak ini.
Yalah, turun. Gak capek. Tuh letih gak, Teto? Enggak enak letih. Eh, aku bingruh letih.
Tentu letih. Enggak enak letih. Pada kiri padangkan nanggap padat suci, itu juga yasah ini koi yasah. Tuh, gue mau ada yasah kode, sama yasah gigi yasah.
Terima kasih telah menonton