Sosok presiden kedua Indonesia, Soeharto, begitu lekat dalam pusaran sejarah kelam Indonesia. Pria yang oleh pengamat internasional dianggap sebagai diktator militer itu, telah lebih dari 3 dekade memimpin negara ini dengan tangan besinya. Namun diketahui dari survei Indobarometer yang pernah diambil oleh Majalah Tempo.
Meski banyak yang menilai kalau Soeharto telah menimbulkan keterpurukan dan melakukan pelanggaran HAM, tapi ada sekitar 32,9% responden menyatakan bahwa Soeharto adalah presiden paling berhasil yang memimpin dan membangun Indonesia. Hari ini di tengah perdebatan sengit tentang citra Soeharto, kita akan melihat kiprahnya untuk menilai sendiri apakah Soeharto lebih pantas disebut sebagai arsitek pembangunan yang membawa Indonesia ke era kemakmuran atau justru lebih pantas disebut sebagai seorang diktator yang menindas rakyatnya. Di video kali ini, mari kita memahami Soeharto. Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni di tahun 1921 di Dusun Kemusuk, Desa Argumulio. kecamatan Sedayu, Bantul, Kesultanan, Ngejogjakarta, Hadiningrat, ketika Indonesia masih menjadi Hindia Belanda.
Ibunya memberi nama Muhammad Soeharto. Dalam autobiografinya, Ibu Soeharto dikenal dengan nama Sukirah, yang dia gambarkan sebagai ibu muda yang sibuk memikirkan kesulitan dan masalah-masalah rumah tangga. Sebenarnya dalam catatan-catatan sejarah Soeharto, ibunya pun disebut sedang mengalami masalah mental yang amat sulit.
Ada catatan yang menulis bahwa sebelum Soeharto berumur 40 hari, ibunya ditalak oleh suaminya, Kerto Sudiro, pria miskin yang bekerja sebagai mantri ulu-ulu atau pengatur irigasi. Dia tidak punya peran banyak dalam kehidupan Soeharto. Di kemudian hari, muncul rumor yang menyebut bahwa Kerto Sudiro bukan ayah kandung Soeharto. Rumor tersebut diakini sebagai sebuah kebenaran oleh banyak pengamat dan bahkan orang terdekatnya, seperti mantan Menteri Penerangan Masyuri. Pernah terjadi juga momen yang mengebohkan publik di tahun 1974 ketika muncul artikel berjudul Teka-teki sekitar garis silsila Soeharto dari majalah gosip pop dalam terbitan edisi nomor 17 yang menyatakan kalau Soeharto ini anak dari Pamo Dipuro.
seorang bangsawan dari garis keturunan Hamengkubwono II. Berita dari majalah pop itu pun menyatakan kalau Soeharto ketika berumur 6 tahun dibuang ke desa dan diasuh oleh Kerto Sudiro. Rumor ini dibantak keras oleh Soeharto yang dengan cukup murka mengadakan konferensi pers di Minagraha untuk menyatakan pada publik bahwa liputan mengenai asal-usulnya yang anak bangsawan bisa saja merupakan tunggangan untuk melakukan tindakan subversif. Apa yang dilakukan Soeharto ini tampaknya menjadi cara tersendiri untuk Soeharto membangun citra sebagai anak desa. Selain itu ada indikasi keterlibatan operasi khusus atau obsus dari salah satu unit intelijen yang dibuat dan diketahui Mayor General Ali Murthopo.
Sebab tangan kanannya yaitu Aloysius Sugianto merupakan pendiri dan pemimpin umum majalah pop. Ketidakjelasan asal-usul Soeharto ini sebenarnya sampai sekarang pun masih belum terpecahkan. Namun terlepas dari bagaimana asal-usulnya yang jelas Soeharto, memang menjalani kehidupan di tengah kondisi keluarga yang kurang menguntungkan.
Ketika dia masih bayi, ibunya yang tertekan dan diketahui suka bertapa menghilang dari desa. Penduduk pun sempat dibuat panik mencarinya. Lalu ketika ditemukan, kondisinya sudah benar-benar serius.
Sukira hampir mati di suatu tempat tersembunyi karena memaksa dirinya berpuasa atau ngebleng atau tidak makan dan minum selama 40 hari. Kondisi mental Sukira yang kurang baik akhirnya memaksa keluarga Sukira untuk menyerahkan Suwarto yang masih bayi kepada kakak perempuan Kerto Sudiro supaya diurus. Sementara Sukira setelah mentalnya sudah cukup pulih, dia menikah lagi dan dikaruniai tujuh anak.
Suwarto sendiri tetap menjalani masa kecilnya dengan keluarga ayahnya. Dia tidak tumbuh seperti anak desa pada umumnya saat itu yang harus bekerja di sawah. Dalam usianya yang sangat muda, Kerto Sudiro memilih untuk menyekolahkannya di sekolah rakyat yang kalau sekarang setingkat dengan SD. Sayangnya hampir tidak ada dokumen atau catatan yang memberitakan kehidupan Soeharto selama berada di sekolah rakyat tersebut. Dalam autobiografi Soeharto pun, dia lebih senang membicarakan tentang kerbau-kerbaunya yang dia gembalakan, alih-alih membicarakan tentang pendidikan atau buku-buku apa saja yang pernah dia baca.
Barangkali, Soeharto tidak mau menceritakan masa-masa sekolahnya karena dia punya cukup banyak kenangan pahit. Selama bersekolah, Soeharto sering menjadi korban buli dari teman-temannya. Dia sering mendapat ejekan, salah satunya adalah Den Bagus Tahim Mabul. Sebutan Den Bagus ini dipakai karena saat itu buyut yang mengasuh Soeharto memang punya hubungan dengan keraton sedangkan Tahil Mabul artinya tahi kering.
Sebutan Dan Bagus yang bagi Soharto kurang tepat untuknya, terasa seperti ejekan. Hubungan dengan teman-teman sekolahnya inilah yang membuat Soharto kemudian menjadi pendiam dan tertutup. Masalahnya pun tidak datang dari teman-temannya. Kepribadian yang tertutup itu dipengaruhi juga oleh hubungan Soharto dengan buyutnya, Mbah Noto Sudiro, yang memperlakukan Soharto berbeda dari saudara-saudaranya yang lain. Pernah suatu kali, ketika saudara-saudaranya dibelikan baju oleh buyutnya, Soharto adalah satu-satunya yang tidak dibelikan.
Kejadian-kejadian pahit di masa kecilnya inilah. yang membuat Soeharto bertekad keras untuk menjadi orang yang sukses, kaya, dan berkedudukan tinggi di masa depan. Ketika Soeharto sudah lebih besar, dia pindah untuk tinggal bersama kakek dari ibunya, Mbah Atmo Sudiro. Memang, sebenarnya Soeharto ini sering berpindah tempat tinggal dan sekolah. Terakhir, dia dipindahkan oleh Kerto Sudiro ke Uriantoro Wonogiri dan dititipkan di rumah bibinya yang menikah dengan seorang mantri tani bernama Prawiro Wiharjo.
Selamat tinggal dengan paman dan bibinya inilah. Soharto baru merasa diterima di tengah keluarga yang hangat Prawirowi Harjo menerimanya dan memperlakukannya seperti puternya sendiri Bahkan memperkenalkannya sebagai putra tertua dalam keluarganya Dia yang menyekolahkan Soharto dan memberikan pendidikan agama yang cukup kuat Soharto pun menjadi sangat tekun dalam semua pelajaran terutama berhitung. Sepulang sekolah bersama teman-temannya, Soeharto akan belajar mengaji di langgar.
Kadang dia belajar mengaji sampai semalam suntuk. Kedekatan Soeharto dengan pamannya yang mantri tan itu pun ternyata menumbuhkan kegemaran bertani dalam diri Soeharto. Dia mendapat bimbingan dari pamannya hingga menjadi paham dan menekuni bidang pertanian.
Masa-masa selama berada di Uriantoro membuatnya sangat sibuk. Sebab selain melakukan kegiatan sekolah, mengaji dan mempelajari pertanian, Soeharto pun aktif di kepanduan Hisbulwathan. Organisasi otonom di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah, di mana dia mulai mengenal para pahlawan seperti Raden Ajeng Kartini dan Pangeran Diponogoro dari Koran yang sampai ke desa.
Setelah suarto tamat sekolah rendah, dia disekolahkan lagi oleh orang tuanya untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan rendah di Wonogiri. Begitu usianya mencapai 14 tahun, Kerto Sudiro mengirimnya untuk tinggal di rumah Harjo Wijono, teman Kerto Sudiro yang merupakan pensiunan pegawai kereta api dan merupakan pengikut setia Kiai Darjatmo. Tokoh agama terkemuka di Wonogiri saat itu.
Selama tinggal bersama Harjo Wijo, dia sering diajak untuk ikut bertamu Kiai Darjatmo. Dan selama itu pula, dia belajar membuat resep obat tradisional karena sering membantu Kiai Darjatmo. Di tahun 1935, Soeharto akhirnya kembali ke kampung kelahirannya dan melanjutkan sekolah ke SMP Muhammadiyah di Yogyakarta.
Itu sekolah yang dia pilih sendiri karena siswanya boleh memakai sarung dan bahkan diizinkan tidak memakai alas kaki atau sepatu selama bersekolah. Di sekolah ini, Soeharto hanya memiliki satu sahabat karib yaitu Sulardi Adik sepupunya putra Prawiro Wiharjo Dan dia pernah menjadi teman sekelas dari Raden Ayu Siti Hartinah Yang kelak menjadi istri Soeharto Berkat Sulardi yang selalu setia menemani dia Soeharto jadi punya teman bermain dan berpetualang seperti anak desa pada umumnya Kehidupannya sudah lebih menyenangkan Namun setamat SMP di tahun 1938 Soeharto tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi Lantaran kondisi ekonomi keluarganya tidak mampu untuk membiayainya. Soeharto berusaha mencari pekerjaan.
Dia kembali ke rumah Prawi Rowi Harjo dan setelah sekian lama menganggur, akhirnya mendapat pekerjaan pertamanya sebagai pembantu klerik atau asisten pegawai di bank desa. Dia bekerja dengan mengikuti sang klerik berkeliling kampung menggunakan sepeda dan pakaian Jawa lengkap. seperti kain belangkon serta baju base cap.
Sayangnya karir sebagai pembantu klerik ini harus berakhir ketika secara tidak sengaja dia membuat kain belangkonnya robek saat turun dari sepeda yang sudah reot karena tersangkut. Itu adalah satu-satunya kain yang bisa dipakai untuk bekerja. Soeharto pun dicelah oleh si klerik dan kemudian dimarahi sang bibi. Akhirnya Soeharto jadi pengangguran lagi. Semenjak tidak bekerja, Soeharto mengisi hari-harinya dengan kegiatan gotong royong, membantu keluarga bibinya dan sesekali bekerja serabutan, sambil terus mencoba melamar di berbagai bidang pekerjaan.
Mulai dari melamar sebagai pegawai kereta api, sampai melamar sebagai pegawai bank milik Belanda di Semarang. Tapi sayangnya selama itu pula, lamarannya tidak ada yang membawa kabar baik untuknya. Setelah bertahun-tahun mencari pekerjaan, seorang temannya dari Wonogiri mengajak Soeharto untuk mendaftar di Angkatan Laut Kerajaan Belanda sebagai jurum masa kapal. Tapi Soeharto tidak tertarik dengan ajakan tersebut, apalagi di saat yang bersamaan di awal tahun 1940. Peluangan pendidikan untuk Corps of Leading Reserve Officers alias Koro. Dan KNIL serta Korps Pendidikan Perwira Cadangan dibuka di Bandung.
Soharto mencoba untuk mendaftar, tapi sayangnya dia gagal lolos seleksi dan kembali menganggur. Namun di tahun yang sama, pendaftaran untuk Bintara KNIL dibuka di Gombong, Jawa Tengah. Meski sempat gagal di Bandung, tapi Soharto mendaftar di kesempatan kali ini dan akhirnya diterima.
Dalam dokumen dan catatan-catatan yang ada, diketahui kalau Soeharto setelah mendaftar untuk menjadi Bintara KNIL, dia resmi menjadi siswa di sekolah militer yang ada di Gombong. Setelah 6 bulan menjalani latihan dasar, dia berhasil menamatkan pendidikannya, bahkan menjadi lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral. Selain itu, Soeharto juga terpilih menjadi prajurit teladan di sekolah Bintara.
Setelah pendidikannya selesai dengan pendidikan dan pangkatnya, dia resmi bergabung dengan pasukan kolonial Belanda KNIL saat Perang Dunia II sedang berkecamuk di seluruh dunia. Dia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu dengan pangkat Sersan. Sayangnya hanya seminggu jabatan itu dirasakannya.
Sebab pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang dan KNIL pun bubar. Ini bukan akhir dari karir militernya yang baru berjalan seminggu itu. Justru dari sinilah perjalanan menuju suksesnya sebagai Presiden Indonesia yang kedua dimulai.
Soeharto sempat kembali ke rumah bibinya di Wuryantoro dan kembali menganggur. Selama masa-masa kosong dari pekerjaan, Soeharto sempat terkena penyakit malaria yang menyebabkan dirinya harus dirawat lama di rumah sakit. Begitu pulih dia meminta pamannya untuk mencarikan pekerjaan karena Soeharto sudah tidak punya uang dan tidak enak jika menumpang tanpa memberikan apapun pada bibinya.
Namun pamannya yang hanya mantri tani tidak bisa memberikan pekerjaan yang lebih menjanjikan. Selain mendampingi dan mempersiapkan keperluan pekerjaan, Prawi Rowi Harjo sebagai penyuluh pertanian. Soharto memandangnya sebagai hal lain. Baginya, ini adalah kesempatan untuk mempelajari ilmu pertanian lebih dalam dari pamannya, jadi dia menerima tawaran tersebut.
Masalahnya ternyata, pekerjaan ini membuatnya bosan, sehingga akhirnya Soharto mencoba mendaftar jadi Kaibuho untuk polisi Jepang di bulan November 1942. Walaupun sebenarnya dia takut sekali kalau identitasnya sebagai bekas tentara KNIL akan diketahui, tapi dia tetap nekat mendaftar dan diterima. Tentu, selama menjadi Kaibuho pun Soharto terus berhati-hati, Supaya identitasnya sebagai bekas tentara Belanda tidak ketahuan, dia cerdik menutupinya. Soeharto pun lulus dari pendidikan polisi dan menjadi salah satu lulusan terbaik. Tidak heran, kalau dia bisa menjadi lulusan terbaik, dia sudah berpengalaman sebagai tentara KNIL dan pernah mengikuti pendidikan bintara di KNIL yang bahkan saat itu sudah membuatnya menjadi lulusan terbaik pula. Keberadaan Soeharto di Kebuho pun sebenarnya tidak lama karena atasannya kemudian menyarankan supaya Soeharto mendaftar menjadi PETA atau Tentara Pembela Tanah Air.
pasukan militer yang disponsori Jepang. Swarto pun akhirnya pindah ke PETA dan menjalani masa percobaan dengan mengisi posisi perwira magang yang membantu letnan berdinas di Karanganyar, Kebumen. Setelah dianggap layak untuk menjadi bagian dari PETA, dia dikirim untuk mengikuti pendidikan militer lanjutan di Bogor, Jawa Barat. Swarto lalu diangkat menjadi Kundancho alias Komandan Kompi. Dia seramanya yang ada di Bogor, Swarto sempat tinggal bersama Singgih, putra dari Panji Singgih yang merupakan teman seperjuangan Soekarno.
Setelahnya Swarto pun berpindah ke PETA. Pindah-pindah penugasan, dia pernah dikirim ke Saebu yang menjadi markas besar PETA di Solo, lalu dimutasi ke kaki Gunung Wilis di desa Brebek Selatan, Madiun untuk melatih prejurit PETA. Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan di tanggal 17 Agustus 1945, beberapa bulan kemudian, tepatnya di tanggal 5 Oktober 1945, Soeharto yang sebelumnya menjadi anggota PETA, berkat reputasi dan pengalamannya, akhirnya resmi diangkat menjadi anggota TNI.
Awalnya dia masuk dengan pangkat letnan, tapi kinerjanya di PETA membuat Soeharto dengan cepat ditunjuk seorang penyelamat. sebagai komandan batalion dengan pangkat mayor. Pangkatnya pun cepat naik menjadi komandan resimen yang berpangkat letnan kolonel atau Overs di tahun 1946. Setelah Perang Kemerdekaan berakhir, Soerto menjabat sebagai komandan Brigade Garuda Mataram masih dengan pangkat letnan kolonel.
Dalam catatan sejarah, Soerto diketahui memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi. Setelah operasi ini, Soerto ditunjuk sebagai komandan APRIS atau Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat untuk sektor kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan bekas tentara KNIL atau KL. Di tanggal 1 Maret 1949, Soeharto diketahui ikut serta dalam serangan umum yang berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Ham Kebono IX kepada Panglima Besar Sudirman yang mengatakan bahwa Brigade X pimpinan Soeharto harus segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama 6 jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada.
Di usianya yang sekitar 30 tahun. 22 tahun pada tanggal 1 Maret 1953, Soeharto dipindah tugaskan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Rezimen Inventari 15, masih dengan pangkat Letnan Kolonel. Tiga tahun berselang, di tanggal 3 Juni 1956, Soeharto pun diangkat menjadi Kepala Staff Panglima Tentara dan Teritorium 4 atau Diponogoro yang berlokasi di Semarang. Dari Kepala Staff, lalu dengan cepat diangkat kembali sebagai Panglima Tentara dan di tanggal 1 Januari 1957, Pangkatnya naik menjadi kolonel Dengan pangkat ini, lembaran hitam mulai mewarnai karir militer Soeharto Yang pada tanggal 17 Oktober 1959 Dipecat oleh General Nasution sebagai Pangdam Dipenogon karena Soerto menggunakan institusi militer yang dipimpinnya untuk meminta uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah.
Kasus ini pun sebenarnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel Ahmad Yani, tapi atas saran Jenderal Gatot Subroto, akhirnya Soerto dibebaskan dan dipimpin. dipindahkan ke sekolah staf CESKOT, lalu diminta mengikuti kursus C sekolah staf dan komando angkatan darat yang ada di Bandung. Saran ini dilakukan karena Jenderal Gatot Soebroto Mliat Soeharto masih memiliki keterbatasan pengetahuan di bidang akademis. Di awal tahun 1960, Kembali ke militer dengan pendidikan yang lebih matang, Soharto naik pangkat menjadi Brigadir Jenderal dan akhirnya dia punya bintang di pundaknya.
Saat itu dengan pangkat barunya, Soharto sempat diremehkan karena banyak sekali orang yang meragukan kualitas intelektualnya untuk menjadi jenderal. Namun, ada beberapa orang yang mendukung Soharto dan percaya pada kemampuannya karena melihat dia sangat handal sebagai perwira lapangan selama masa perjuangan. Menurut mereka yang mendukungnya, Soharto ini punya kekuatan, kecerdikan, intuisi, kemampuan memimpin, kecerdasan emosi, hingga sangat terkenal.
Angat jeli dalam melihat kesempatan yang membuatnya pantas dengan pakat jenderal meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan formal atau informal yang memadai, apalagi kursus militer di luar negeri. Salah satu orang yang mendukungnya saat itu adalah Jenderal Gatot Subroto yang tidak hanya berperan menghindarkan suarto dari pengadilan militer, tapi juga membuatnya diangkat sebagai deputi satu kepala staf angkatan darat. Karirnya di militer makin gemilang. Setelah bertahun-tahun mengalami kenaikan pangkat yang signifikan di angkatan darat, lalu dikirim ke beberapa negara sebagai atas se-militer RI, dia naik ke pangkat sebagai Mayor Jenderal di tahun 1962 dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat serta merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Sepulangnya Soeharto dari kawasan Indonesia Timur dia sempat ditarik ke Markas Besar Abri oleh Jenderal Abdul Haris Nasution.
Di tahun 1963, Soeharto dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat dan berperan membubarkan Partai Komunis Indonesia alias PKI serta ormas-ormasnya. Soeharto pula yang membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau KOPK untuk mengimbangi G30 SPKI yang pecah pada tanggal 1 Oktober 1965. Dua hari kemudian, Sartori angkat sebagai Panglima Kop Kamtip yang memberikannya wawonan besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G30 SPKI. Pada pagi hari di tanggal 1 Oktober 1965, yang akan menjadi sangat bersejarah bagi Indonesia, beberapa pasokan pengawal kepresidenan yang disebut Cakra Birawa dibawah komando Letnan Kolonel Untung Syamsuri bersama pasokan lainnya menculik dan membunuh 6 orang jenderal.
Beberapa sumber mengatakan kalau motif pasukan Jagra Birawa adalah untuk menghentikan kudeta militer yang didukung CIA untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada hari abri di tanggal 5 Oktober. Pada peristiwa tragis itu, hanya Jenderal Nusution yang sedang menjelaskan. menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata yang berhasil lolos. Sementara Soeharto yang menjabat sebagai Mayor Jenderal ternyata tidak dijadikan target dari percobaan kudeta G30 SPKI, karena dia tidak termasuk sebagai jenderal yang secara terbuka menolak permintaan PKI untuk mempersenjati Angkatan ke-5. Selain itu, peran Soeharto pun tidak pernah diperhitungkan oleh pimpinan PKI maupun rekan-rekannya di militer, karena selama ini dia hanya dianggap sebagai pengikut Jenderal Nasution yang tidak punya potensi untuk menghentikan percobaan kudeta.
berita tersebut dalam pandangan Dn Aidit sosok Soeharto hanya seorang jenderal pendiam penganut kejawen tidak paham politik oportunis alias hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa memihak pada prinsip tertentu dan tidak punya banyak kawan maupun jaringan terlebih dalam taraf internasional pandangan Dn Aidit itu benar-benar beralasan jika melihat profil Soeharto yang berpendidikan rendah jika dibandingkan dengan jenderal-jenderal lainnya yang disekolahkan ke luar negeri oleh Soekarno dan Eltion Selain itu Presiden Soekarno pun awalnya memandang Remes Soeharto yang dianggap sebagai Sebagai seorang jenderal yang hanya keras kepala, kaku, kuno, dan sangat pendiam. Makanya ketika dari Jenderal Ahmad Yani menghilang, Soekarno seberani lebih memilih Mayor Jenderal Pranoto, Rekso Samudro untuk menggantikannya. Padahal Soeharto yang lebih senior dari Pranoto.
Namun yang terjadi, sebab kekacauan di Jakarta harus segera diredam. Menurut versi resmi sejarah pada masa Orde Baru, akhirnya Soeharto yang turun menangani situasinya, karena tidak ada kabar lagi dari Letnan Jenderal Ahmad Yani, serta dia tidak diketahui keberadaannya. Nah, permintaan komando ini memang menurut saya. merupakan kebiasaan dan aturan yang berlaku di angkatan darat jika Panglima tertingginya berhalangan hadir, maka Panglima Kostert yang menjalankan tugas.
Tindakan ini pun diperkuat dengan turunnya Surat Perintah 11 Maret alias Super Semar pada tanggal 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno melalui tiga jeneral, yaitu Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf yang memberikan kewenangan dan mandat pada Soeharto, supaya mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Keputusan yang diambil Soeharto saat itu adalah membubarkan PKI dan menetapkannya sebagai partai tersebut.
terlarang di Indonesia sekalipun sempat ditentang oleh Soekarno. Berikutnya Soeharto pun menangkap menteri-menteri yang diduga terlibat G30 SPK. Langkah ini dinilai oleh pengamat internasional sebagai cara Soekarno untuk menyingkirkan orang-orang yang pro Soekarno dan pro komunis.
Sehingga ketika Soekarno telah menghabisi pendukungnya, Soekarno terpaksa menyerahkan kekuasaan eksekutifnya. Tindakan pembersihan ini lakukan oleh Soekarno. Perlakukan ini pada puncaknya menyebabkan pembunuhan sistematis terhadap sekitar 500 ribu tersangka komunis atau bahkan lebih yang tidak diadili tapi langsung dihukum begitu saja. Kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, tapi selama rentang waktu itu pula terjadi kekerasan terhadap minoritas di Indonesia.
Dalam desas-desus yang beredar, Soeharto Konon didukung oleh CIA dalam tindakan pemerintahan komunis ini. 25 tahun kemudian, memang diketahui bahwa diplomat Amerika telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia yang dimasukkan dalam daftar operasi komunis. Situasi politik masih memburuk setelah meletusnya peristiwa G30S PKI dan penumpasan anggota PKI.
Jadi kemudian diadakan sidang istimewa MPRS pada bulan Maret 1967 untuk membahas persoalan situasi politik. Saat itu, Sorto sudah naik pangkat menjadi Jenderal Bintang 4 dan ditunjuk menjadi pejabat presiden berdasarkan TAP MPRS No. 33 tahun 1967 yang diresmikan pada tanggal 22 Februari 1967. Selain itu, selaku pemegang ketetapan MPRS nomor 30 tahun 1967, Soto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno dan melalui sidang istimewa MPRS berikutnya yang dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 1967. Soto ditunjuk sebagai... pejabat presiden sampai terpilihnya presiden baru oleh MPR dari hasil pemilihan umum. Soharto resmi ditetapkan sebagai pejabat presiden setelah pertanggung jawaban presiden Soekarno dalam pidato nawaksaranya ditolak oleh MPRS. Dengan jabatan tersebut, Soharto pelan-pelan secara bertahap mengkonsolidasikan kekuasanya dan membatasi peran presiden Soekarno.
Konsolidasi yang dilakukan Soharto pun membuatnya berhasil mengontrol partai politik dan memastikan kemenangannya dalam pemilihan presiden. Langkahnya ini menjadikan Soeharto mendapat legitimasi politik yang kuat dan dengan mudah memenangkan pemilu singa Soeharto naik ke tampuk kekuasaan sebagai presiden serta merangkap sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan sesuai sidang umum MPRS pada tanggal 27 Maret 1968. Soeharto naik ketampuk kekuasaan dalam situasi Indonesia yang sedang mengalami krisis ekonomi dan politik. Selama memegang jabatan tinggi ini, diketahui kalau Soeharto didukung oleh Amerika Serikat sehingga dia bisa menstabilkan kondisi negara, menekan inflasi, dan menarik investasi asing.
Dia juga membentuk sesunan kabinetnya yang dia namai Kabinet Pembangunan I dengan rencana pembangunan 5 tahun. Di tanggal 15 Juni 1968, Presiden Suarto membentuk tim ahli ekonomi presiden dengan mengangkat para teknorat berlatar belakang pendidikan barat dan berpandangan liberal. terutama dari Universitas Berkeley yang kemudian dikenal sebagai Movia Berkeley. Kebijakan ekonomi yang diterapkan Suarto saat itu memang berorientasi pada pertumbuhan yang menyebabkan masa kepemimpinannya disebut sebagai Orde Baru karena kemudian Indonesia benar-benar dibawa menuju suasem badapangan dan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pemerintahnya mengadopsi model pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pasar. Kebijakan ini didukung oleh bantuan keuangan dari negara-negara donor yang tergabung dalam IGGI yang disponsori pemerintah Belanda. Sosem pada beras pada tahun 1984 menjadi salah satu pencapaian ekonomi yang membanggakan. Indonesia bahkan sempat digolongkan sebagai negara yang hampir mencapai status negara industri baru. Namun, model pertumbuhan ekonomi yang terlalu bergantung pada investasi asing dan eksploitasi sumber daya alam juga menimbulkan sejumlah masalah.
Ketimpangan ekonomi, sosial, dan politik semakin mencolok. Ketergantungan pada bantuan asing pun semakin meningkat setelah IGGI dibubarkan dan di momen yang sama, krisis ekonomi sedang melanda Asia di akhir 1990. Selain itu, kebijakan ekonomi yang lebih menguntungkan sebiliter kolombok elit juga memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat Sayangnya, masyarakat pun dibatasi untuk melakukan protes Soeharto punya kebijakan politik yang sangat otoriter dan membangun konsep duifungsi abri yang menyebabkan angkatan bersenjata pun punya kendali politik Selain itu, Soeharto telah melakukan penyederhanaan sistem partai politik dengan hanya membiarkan tiga partai besar, yaitu Golkar, PPP, dan PDI Langkahnya dalam menggabungkan partai-partai politik ini membuat kekuatannya menjadi cukup terpusat hanya pada dirinya. Tidak heran jika dengan strategi pemusatan ini membuatnya kembali terpilih menjadi presiden untuk beberapa periode. Meskipun sistem politiknya yang sentralistik dan didominasi oleh partai Golkar dalam setiap pemilu memicu ketidakpuasan dan kritik. Akan tetapi, rezim Orde Barunya tetap berhasil mempertahankan stabilitas politik.
Di usianya ke-55 tahun, Soharto memasuki masa pensiun dari dinas militernya. Namun saat itu Soharto sudah sampai dipucuk kekuasaan dan bahkan mulai memperlihatkan tarinya. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari di tahun 1974, Soharto membredel 12 surat kabar dan menangkap ratusan rakyat Indonesia, termasuk mahasiswa, untuk dipenjarakan. Pemberedilan surat kabar terus berulang terjadi. Di tanggal 20 Januari 1978, Soharto membredel kembali 7 surat kabar.
yaitu Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Posore. Beberapa di antaranya kemudian meminta maaf pada Soeharto, tapi tindakan pemberedelan itu masih akan terulang kembali. Bagian terburuknya untuk membungkam pers adalah dengan melahirkan UU Poko Pers No. 12 tahun 1982 yang mengisyaratkan adanya peringatan mengenai isi pemberitaan atau siaran.
Di tahun yang sama, untuk... menekan dan membatasi gerakan mahasiswa serta memperlakukan normalisasi kehidupan kampus alias NKK dan badan koordinasi kemasisuan atau BKK. Kebijakan tersebut ditolak keras oleh banyak sekali organisasi kemasiswaan.
Mereka tidak terima dengan kebijakan bahwa organisasi masa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Dimana hal ini memungkinkan organisasi-organisasi masa yang ada sebenarnya tidak lebih dari wayang atau boneka orde baru. Meskipun Soeharto sudah menunjukkan bagaimana otoriternya dia sebagai pemimpin, tapi Soeharto kembali dilantik sebagai presiden untuk periode ketiga pada tanggal 22 Maret 1978 dengan Adamalik sebagai wakilnya.
Lalu melanjutkan periode keempatnya dengan Umar. Wiraha Dikusumah sebagai wakil pada tanggal 1 Maret 1983 dan melalui TAP MPR nomor 5 tahun 1983, Soeharto diangkat sebagai Bapak Pembangunan Republik Indonesia. Di awal tahun 1984, diketahui bahwa Soeharto resmi menjadi anggota Golkar. Selama kepemimpinan Soeharto, dia membersihkan parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat buruh, dan meningkatkan sensor pada masyarakat sehingga banyak yang menilainya sebagai pemimpin yang anti kritik. Tidak hanya sampai di situ, Soeharto pun memutus hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok.
dan menjalin hubungan dengan negara barat serta PBB. Dengan kata lain, Soroto telah menciptakan orde baru yang sangat otoriter Dengan membangun sistem pemerintahan yang sangat sentralistik atau sederhananya, semua kekuasaan jadi terpusat pada dirinya. Hal ini pun berdampak pada lembaga-lembaga negara seperti DPR dan partai politik yang menjadi lemah, bahkan tidak berfungsi sebagai pengawas pemerintah. Selama Soeharto memimpin pula, dia meningkatkan dana militer dan mendirikan dua badan intelijen baru, yaitu Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban alias KOP KAMTIP dan Badan Koordinasi Intelijen Nasional alias BAKIN. Berkat keputusan ini, ada sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pemerintahan masal dan lebih dari 1 juta orang dikonsumsi.
Dari 200 orang ditangkap hanya karena dicurigai sebagai orang yang terlibat dalam kudeta dan merupakan anggota komunis. Mereka yang tertangkap karena menjadi komunis, dituduh komunis, serta yang disebut musuh negara akhirnya dihukum mati. Hal ini masih tidak terlepas dari dukungan Amerika Serikat yang memberikan daftar tersangka komunis dan bantuan intelijen.
Di bawah kepemimpinan Soeharto, memang benar Indonesia mengalami transformasi yang besar. Selain stabilitas ekonomi, Soeharto juga berhasil meningkatkan wibawa Indonesia di mata dunia internasional. Berbagai penghargaan bergensi sebabnya.
seperti UN Population Award, diberikan kepada Soeharto atas keberhasilannya dalam bidang kependudukan dan keluarga berencana. Namun, dibalik keberhasilan ekonomi, pemerintahan Soeharto juga terus-menerus diwarnai oleh otoritarianisme dan pelanggaran HAM. Soeharto menjadi salah satu pemimpin yang antikritik, ditidak segan-segan membungkam, membredel, dan menghilangkan seseorang atau institusi yang memberikan kritik atas pemerintahannya.
Partai-partai oposisi pun dilemahkan, sampai kemudian terjadi peristiwa berdarah, seperti peristiwa 27 Juli yang mencoreng catatan sejarah pemerintahan. dan Soeharto. Hebatnya, Soeharto tetap berhasil mempertahankan kekuasannya hingga beberapa periode dan memimpin Indonesia selama 32 tahun.
Dia baru mencapai titik kehancurannya dengan dimulainya krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997. Dan krisis ini pun melanda Indonesia. Protes rakyat terus meluas dan terjadi kekacauan di mana-mana. Intro Krisis ekonomi Asia di tahun 1997 menjadi gelombang pukulan bagi rezim order baru dan sangat berdampak pada kondisi Indonesia.
Presiden Soeharto sempat meminta bantuan IMF dan Bank Dunia, tapi hal ini justru menjadi bumerang bagi Soeharto. Bank Dunia dan IMF yang melakukan pemeriksaan menyeluruh dan mendetail sebelum memberi pinjaman dan mereka menemukan bahwa 20-30% dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Meskipun IMF pada akhirnya memberi pinjaman sebanyak 43 miliar dolar US, Sayangnya kondisi ekonomi di negara ini semakin terpuruk saja, sehingga Soeharto meminta seluruh rakyat tetap menghadapi gejolak krisis tersebut. Tentu saja, tindakannya tersebut hanya memicu tekanan yang lebih kuat dari masyarakat untuk melakukan reformasi, terutama dari kalangan mahasiswa. Namun, di tengah protes besar-besar Pada tahun tersebut, Soeharto kembali duduk di kursi kekuasaan untuk ketujuh kalinya setelah disahkan oleh MPR.
Kali ini B.J. Habibie yang menjadi wakilnya. Menariknya, hanya tujuh hari setelah pelantikan Soeharto menjadi presiden kembali, dia menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden. serta meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokok mereka selama satu tahun dalam rangka menghadapi krisis moneter.
Tindakannya untuk menyumbangkan gaji dan tunjangannya itu ternyata tidak membuat masyarakat berhenti melakukan protes. Demonstrasi mahasiswa semakin meluas. dan mereka menuntut mundurnya Soeharto dari jabatan.
Pada tanggal 1 Mei 1998, Soeharto sempat menyatakan kalau dia akan mempersiapkan reformasi pada tahun 2003 tapi masyarakat kembali menolak. Ketika Soeharto berada di Mesir untuk kunjungkan KTT pada 13 Mei 1998 akhirnya Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Lalu kurang lebih seminggu kemudian ada 11 menteri bidang ekonomi dan industri yang mengundurkan diri. dari jabatan mereka.
Krisis moneter ini benar-benar menggerogoti sistem kepemimpinannya dan Soeharto pun tidak bisa bertahan di kursi kekuasaan. Hanya berselang 70 hari dari pelantikannya sebagai presiden untuk yang ketujuh kalinya. Soeharto dipaksa lengser dari jabatannya sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998 dan kekuasanya dipindahkan kepada B.J.
Habibie. Pengunduran dirinya yang dilakukan pada jam 9 pagi waktu Indonesia Barat itu disiarkan secara langsung di layar kaca. untuk penyelesaian kemuliaan dari jabatan saya, sebuah keputusan yang bisa diperlukan. Terhitung sejak saya berjalan ke kemuliaan kami, pada hari ini, kemuliaan saya terhitung 99. Sebelum melangsarnya suarto, pada rentang waktu antara 12 hingga 20 Mei 1998, perjuangan bagi masyarakat terasa amat panjang. Aksi mahasiswa telah menyebar ke seluruh negeri.
Ribuan mahasiswa turun ke jalan menggelar aksi keprihatinan dan protes di berbagai tempat. Salah satunya adalah para mahasiswa Trisakti yang menggelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan memasuki jalan arteri serta berniat dalam... datang ke gedung MPR dan BPR. Tapi karena kerusuhan, pada tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita bahwa ada empat mahasiswa Trisakti yang meninggal dunia.
Dan mahasiswa dari angkatan 1995 itu, yaitu Heri Hartanto dan Hafidin Alifidin Royan, serta dua mahasiswa lagi dari angkatan 1996, yaitu Elang Mulia Lesmana dan Henry Awansi. Peristiwa itu menjadi duka Indonesia. Sehari kemudian, jenazah keempat masalah.
masih sudah diberangkatkan ke kediaman masing-masing. Mereka yang hadir menyanyikan lagu Gugur Bunga. Kematian mereka yang disiarkan secara luas memicu ledakan peristiwa yang jauh lebih besar.
Di tanggal 14 Mei 1998, kerusuhan hebat melanda ibu kota. Saat itu, suara itu masih berada di kota. di Mesir.
Dia baru kembali ke esokan harinya dan langsung mengadakan rapat dan pertemuan untuk melakukan konsultasi pada unsur pimpinan DPR. Satu persatu menteri memilih mundur dari jabatannya. Puncak kerusuhan terjadi di tanggal 18 Mei 1998 ketika ribuan mahasiswa mendatangi gedung MPR DPR dan terus menuntut mundurnya Soeharto dari kursi kekuasaan. Aksi mereka mencapai tujuannya dengan pernyataan mundurnya Soeharto sebagai presiden di tanggal 21 Mei 1998 dan majunya BGHBB sebagai pemimpin baru setelah 32 tahun dikuasai Soeharto. Setelah lengser dari kekuasaannya, Soeharto menghadapi tuntutan untuk bertanggung jawab atas dugaan korupsi dan penyalahgunan kekuasaan selama masa pemerintahannya.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengusut harta kekayaannya yang diduga diperoleh dari hasil KKN alias kolusi korupsi dan nepotisme. Namun, proses hukum yang dijalani penuh dengan kendala dan kontroversi. Jaksa Agung menyelidiki dugaan penggunaan dana yayasan secara tidak wajar dan kekayaan Soeharto di luar negeri.
Meskipun Soeharto membantah tuduhan tersebut, bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan adanya indikasi kuat keterlibatannya dalam korupsi. Manjalah Time bahkan melaporkan bahwa Soeharto memiliki... kekayaan hingga 15 miliar dolar AS. Soharto sempat ditetapkan menjadi tahanan kota selama kasus korupsinya diusut. Di tanggal 3 Desember 1998, akhirnya BGHBB segera memberi instruksi pada Jaksa Agung AM Golib untuk memberi sesuatu mengenai masalah dana yayasan, program mobil nasional, kekayaan di luar negeri, dan kasus tapos.
Masalahnya, situasi penyelidikan menjadi rumit setelah Soharto mengajukan gugatan pencemaran ambil baik terhadap majalah Time. dengan tuntutan ganti rugi sekitar 27 miliar dolar AS dan memenangkannya di Mahkamah Agung sehingga majalah TMD minta membayar ganti rugi material sebanyak 1 triliun rupiah kepada Soeharto. Dan maksud saya untuk datang di markas besar Polri ini, karena itu saya nilai bahwa pemberitaan melibati majalah TMD tersebut sudah merupakan suatu pemberitaan yang tidak benar.
Merupakan suatu tindakan yang melawan hukum. Iyalah. Merupakan penghinaan, bahkan pensemaran nama melibat di tulisan.
Di sisi lain, penyelidikan korupsi Soeharto masih berlanjut. Hasil penyelidikannya untuk kasus 7 yayasan yang dikelolanya saja menghasilkan berkas lebih dari 2.000 halaman yang berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta, 9 saksi ahli. dan ratusan dokumen otentik yang disitatim dari Kejaksaan Agung.
Meskipun Soeharto memang terbukti melakukan penggelapan uang, bahkan menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15 hingga 35 miliar dolar AS selama 32 tahun masa pemerintahnya. Tapi proses hukum terpaksa dihentikan. Salah satu alasannya adalah karena kondisi kesehatan Soeharto yang semakin menurun.
Pada akhirnya, Kejaksaan Agung mengeluarkan surat keputusan penghentian penuntutan atas kasus dugaan korupsi yang dilakukan Soeharto. Sebenarnya selain masalah korupsinya, Soeharto juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan berbagai kebijakan dan tindakannya. Seperti kebijakan yang diskriminatif terhadap etnis Tionghoa termasuk larangan penggunaan bahasa dan budaya Tionghoa di Indonesia. Bahkan saat itu agama Konghucu tidak diakui keberadaannya. Lantaran kekhawatiran Soeharto bahwa orang-orang Tionghoa terhubung dengan komunis.
Soeharto juga melarang protes pelajar setelah demonstrasi atas kasus dugaan korupsi meluas. Rakyat dicengkram ketakutan karena Soharto memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Meskipun masyarakat menyadari kebobrokan pemerintahan Soharto yang sudah jadi rahasia umum, salah satunya adalah persoalan kalau Soharto menguasai sektor finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk 6 anaknya.
Tidak ada yang berani melakukan protes keras terhadap tindakan KKN ini lantaran takut dibredel, ditangkap, dihilangkan, dan dibunuh. Soharto benar-benar menguasai negara. Bahkan partai politik dan kolmok militer dimainkan olehnya untuk melawan satu sama lain hingga terjadi perpecahan di antara mereka dan memusaktan kekuatan hanya pada suarto sendiri yang menyebabkan UU Pemilu berubah dengan hanya diizinkan 3 partai besar yang mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri yaitu Golkar. Akhirnya, semua partai Islam yang ada harus digabungkan menjadi partai persatuan pembangunan alias PPP sementara partai-partai non-Islam serta partai nasionalis tergabung menjadi partai demokrasi Indonesia alias PDI.
Selain masalah tersebut, Catatan pelanggaran HAM berat yang dilakukan Soeharto pun terus memburuk dari tahun ke tahun. Tidak hanya peristiwa tersakti, tapi Soeharto pun bertanggung jawab atas peristiwa penemakan di Timur Timur setelah mendapat permintaan dan persetujuan dari Amerika Serikat dan Australia. Selain itu upaya Soeharto untuk menyingkirkan Megawati Soekarno Putri dari kepemimpinan PDI pun akhirnya membuat kerucuan pecah di Jakarta dan dikenal sebagai peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli.
Pria yang memimpin Indonesia selama 32 tahun dengan tangan besinya ini akhirnya wafat di tanggal 27 Januari 2008 di rumah sakit pusat Pertamina, Jakarta Selatan pada pukul 13 lewat 10 menit dan jenazahnya segera diberangkatkan sekitar pukul 14 lewat 35 menit kekediamannya di jalan cendana nomor 8, Menteng, Jakarta Pusat Ambulans yang membawa jenazah Soeharto diiringi sejumlah kendaraan keluarga, kerabat, serta pengawal. Sejumlah wartawan mencoba mendekati iring-iringan kendaraan yang bergerak menuju jalan cendana itu. Mengakibatkan seorang wartawan televisi tertabrak, kedatangan jenazahnya kekediaman disambut ribuan masyarakat di sepanjang Jalan Tanjung dan Jalan Cendana. Minggu itu, jenazahnya dihinapkan di kediamannya dan baru diberangkatkan pada hari Senin, pukul 7 lewat 30 menit waktu Indonesia bagian Barat, menuju Bandara Halim Perdana Usuma untuk diterbangkan ke Solo dan dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, sebuah kompleks pemakaman keluarga yang terletak di lereng Gunung Lau.
Intro