Transcript for:
Inspirasi Menulis dan Merantau bersama Ahmad Fuadi

[Musik] Kami mohon perhatian hadirin. Acara Studium Generale akan segera dimulai. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Pada hari ini, Rabu, 21 Mei 2025, kita akan mengikuti studium Generale bersama seorang novelis Indonesia ternama Bapak Ahmad Fuadi dengan topik belajar menjadi orang besar, merantau, menulis, memberi. Acara hari ini akan diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hadirin dimohon berdiri. [Musik] Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku. Di sanalah aku berdiri jadi penuh ibuku. Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku. Marilah kita berseru, Indonesia bersatu. Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku semuanya. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. Indonesia Raya merdeka merdeka tanahku negeriku yang kucinta Indonesia Raya merdeka merdeka hiduplah Indonesia Raya Indonesia Raya merdeka, merdeka tanahku negeriku yang kucinta Cinta Indonesia Raya. Merdeka, merdeka. Hiduplah Indonesia Raya. Hadirin disilakan duduk kembali. Selanjutnya kita akan mengikuti penyampaian sambutan dari koordinator mata kuliah KU4078 Studium Generale yang sekaligus akan membuka acara pada hari ini. Kami silakan dengan hormat Ir. Henry Syamsudin, M.Si., PhD. Bismillahirrahmanirrahim. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera. Selamat pagi warga kampus Ganesa Jatinangor dan Cirebon. Apa kabar semuanya? Semoga masih kuat, masih semangat, dan masih sanggup menghadapi realita perkuliahan yang makin seru ya. Apalagi ini sudah masuk minggu ke berapa nih? 13 ya. Minggu ke berapa pun tugas tetap datang tanpa permisi. Oke, hari ini alhamdulillah kita dikasih jeda dari segala kejaran deadline, kuis dadakan, dan mungkin revisi tubes yang tidak pernah stop ya. Karena kita bakal bareng-bareng belajar bukan dari diktat ataupun dari slide PowerPoint, tapi dari kisah hidup langsung seorang tokoh inspiratif. Beliau adalah penulis bestseller, alumni pesantren, wartawan, peraih beasiswa ke luar negeri yang jumlahnya banyak sekali dan yang paling penting masih bangga jadi orang Indonesia. Siapa lagi kalau bukan Bang Ahmad Fuadi, penulis Negeri 5 Menara? [Tepuk tangan] Topik hari ini juga keren banget. belajar menjadi orang besar, merantau, menulis, memberi. Tiga kata yang sepertinya jadi road map hidup ya ini dan mungkin lebih rapi dari FRS kita nih. Terima kasih saya ucapkan buat Kang Ridwan Fauzi dari KK Humaniora yang juga dosen pengapuh SG yang akan menjadi moderator pada kesempatan pagi hari ini. Di ITB kita biasa mikir pakai rumus grafik coding ya. Tapi hari ini agak beda. Kita diajak mikir pakai hati, mimpi, dan keberanian. Cocok banget buat kalian yang sedang mencari arah hidup nih, mempertanyakan jurusan atau bahkan mempertanyakan kenapa harus masuk ITB sejak awal. Nah, ini mungkin nanti akan dijawab semua oleh materi pada pagi hari ini. Jadi, saya ajak kita simpan dulu spreadsheet tugas. matikan dulu notifikasi grup angkatan yang mungkin isinya banyak stiker gitu ya dan fokus ke cerita inspiratif yang insyaallah membuat kita keluar dari ruangan albar ini dengan pikiran dan hati yang lebih tenang. Sebelum kita mulai, izinkan saya awali dengan sedikit pantun biar enggak terlalu serius ya. Jalan-jalan ke Lembang pagi-pagi. Jangan lupa mampir beli donat. Hari ini bukan hari biasa lagi karena ada Bang Fuadi yang super hebat. Dengan mengucapkan basmalah. Bismillahirrahmanirrahim. Kuliah Studium Jenderal, Rabu, 21 Mei 2025 secara resmi dibuka. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Tepuk tangan] Hadirin yang kami hormati, kita akan memasuki acara utama pada hari ini yaitu Studium Generale yang akan dipandu oleh moderator yaitu Dr. Ridwan Fauzi, M.H. Beliau adalah dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain dengan kelompok keahlian ilmu-ilmu kemanusiaan. Kepada Dr. Ridwan Fauzi kami silakan. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Salam kebajikan. Namo buddhaya. Om swastiastu. Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha esa. Hari ini kita semua ee berkumpul pada kegiatan kita di Studium Generale dengan pemateri kita hari ini yang sudah hadir di hadapan kita, Bapak Ahmad Fuadi. Yang saya hormati Ibu Dr. Nurlaila Arif dari Direktur Biro Humas ITB. juga Bapak Ir. Henri Syamsuddin, PhD dari koordinator dosen pengampu ee mata kuliah Studium Generale, Bapak Ibu dosen pengampu mata kuliah Studium Generale, para mahasiswa yang saya banggakan yang ada di Ganesa kampus Cirebon dan juga kampus Jatinangor. juga yang saya banggakan pemateri yang sudah hadir di hadapan kita semua yaitu Bapak Ahmad Fuadi. Beliau adalah penulis atau novelis Indonesia. Mohon tepuk tangan untuk pemateri yang luar biasa hebat kita kali ini. Sebelum saya bacakan CV-nya ee tadi saya sudah briding bahwa dulu ketika tingkat satu dalam fase-fase merantau bagaimana banyak keraguan dalam diri dan segala keterbatasan novelnya Pak Ahmad Fuadi yakni Negeri 5 Menara betul-betul sangat insight ya, sangat powerful bagi saya secara pribadi. Dan hari ini saya menjadi moderator pada kegiatan ini dan itu salah satu kebanggaan juga bagi saya ya. Baik, tanpa berlama-lama saya akan membacakan dan saya akan memanggil juga sebelumnya saya akan bacakan CV beliau. Beliau bernama Ahmad Fadi. Beliau lahir di Maninjau 30 Desember tahun 1972 kalau enggak salah ya. Beliau adalah ee penulis dari banyak novel. Riwayat singkat pendidikan beliau eh beliau menyelesaikan eh MA Media of Arts di University of London, kemudian University Washington George Washington, kemudian eh PT PTIKI, Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an, MA Ilmu Al-Qur'an. Jadi keilmuannya sangat transilmuan luar biasa. lalu di UNPAD. Dia alumni UNPAD di kemudian eh pernah satu semester di University of Singapura dan di masa-masa mudanya beliau merupakan alumni dari Pondok Modern Gontor gitu ya. Luar biasa. Beliau sudah menulis banyak sekali novel. Mungkin ada triloginya Negeri Lima Menara, Ranah Tiga Warna, Rantau Satu Muara dan di antara film-film itu sudah ee difilmkan ya menjadi film-film bioskop. Dan hari ini masih ada film-filmnya di Netflix dan mungkin penyedia film lainnya. Tanpa berlama-lama ee karena banyak sekali ya ee apa namanya ee biografi beliau. Maka tanpa berlama-lama saya akan panggil ee pemateri yang hadir pada hari ini, Bapak Ahmad Fuadi. Mohon dihaturanan, Pak. Ah, mangga, Pak. Dicek dulu. Iya. Sami-sami cek dulu, Pak. Ada. Oke. Kumaha ITB Bandung? Ada ya. Bagaimana, Pak ee kabarnya? Sehat? Alhamdulillah. Baik. Pagi-pagi ini jam 0.00 dari Jakarta karena cepat, Pak, ya. Iya, langsung wus sampai di sini. Iya, itulah. Alhamdulillah, Bush. Di Bandung hari ini sedang dingin, Pak. Satu karena hujan, dua karena Persib di puncak. W Persip pekan-pekan perayaan juara mungkin hari ini. Dan ee luar biasa. Bagaimana perasaannya, Pak? Kalau saya lihat di di novelnya itu Alif itu sangat benar-benar memimpikan dia kuliah di ITB karena sangat mengagungi Pak Habibi, Pak. Dan hari ini Pak Alif sebagai penulis ada di ruangan bersejarah, satu ruangan tertua dan pertama mungkin di ITB di aula berat ini. Bagaimana tuh, Pak, perasaannya? I teman-teman tahu enggak jaket ini apa? Jaket apa ini? Wis R80, Pak. R80. Kenapa saya pakai hari ini? Bukan karena kedinginan, karena saya pengin dekat dengan ITB. Ini Pak Habibi alumni ITB dan saya merasa kalau mendekat itu nanti mudah-mudahan jangan-jangan saya masuk ITB kayak teman-teman semua nanti ini. Yes. Luar biasa. Tepuk tangan untuk beliau. Oke, hari ini Pak Fuadi akan memberikan ee apa namanya? insight kepada kita semua ee belajar menjadi orang besar, merantau, menulis, dan memberi dengan kapasitas beliau yang sudah tidak diragukan lagi. Pak Fuad, ada kurang lebih waktu 58 menit. Nanti ee jam mungkin berdasarkan penerian di sana. Silakan nanti di sesi-sesi itu ada sesi tanya jawab bagi mahasiswa di Ganesa juga ada Pak kita disaksikan live YouTube di kampus Cirebot dan kampus Jatinangor. Nah, juga mungkin nanti pertanyaan mungkin saja juga ada pertanyaan dari mahasiswa di multikampus itu selain dari yang di Ganesa. Tanpa berlama-lama waktu dan tempat mangga Pak dipersilakan. Oke. Bismillahirrahmanirrahim. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullah. Selamat pagi. Salam sejahtera para putra-putri terbaik Indonesia. Biasanya disambut begitu bukan? Nah, itu antara lain yang bikin saya pengin masuk ITB. Terima kasih pengantarnya, Dokur Ridwan. Nah, kalau orang pesantren dukur ya. Juga terima kasih kepada Pak Rektor yang sudah mengundang, Ibu Lala. Terima kasih juga Pak Henri untuk pengantarnya dan teman-teman ITB semua dari segala penjuru kampus. Hari ini saya akan bercerita karena saya penulis. Penulis itu sukanya bercerita. Saya akan mengajak teman-teman nanti berjalan ke berbagai tempat sambil bercerita. Apa kira-kira ceritanya? Ceritanya bagaimana kita bisa menjadi orang besar. Dan dalam cerita ini nanti ada tentang perantauan, tentang menulis, tentang memberi. Saya mau tanya dulu kepada teman-teman di sini ada yang pernah dengar negeri lima menara enggak? Dengar pernah. Ada yang pernah menonton enggak? Boleh angkat tangan yang sudah nonton. Wah, terima kasih ikut menyembang royalty tiket buat saya. Ada yang pernah membaca bukunya enggak? Oh, alhamdulillah. Ya, kalau enggak baca lihat covernya aja pernah gitu ya. Baik, di awal cerita ini saya ingin menyampaikan bagaimana saya sangat merasa spesial seperti tadi Kang Ridwan bilang, saya merasa sangat spesial berada di aula barat ITB ini. Kenapa? Karena saya merasa setiap detik saya semakin dekat kepada ITB. Karena dulu jauh banget dulu, Teman-teman. Ketika saya masih kecil di Sumatera Barat itu ITB itu jadi impian setiap pesawat lewat. Oh, itu yang bikin Habibi. Habibi sekolah di mana? ITB. Pengin masuk ITB, tapi jauh banget dan enggak masuk ITB tentunya. Lalu saya ke Bandung. Di Bandung saya ngekos supaya dekat ITB saya kos dengan anak ITB. Enam orang tuh satu kos itu anak ITB. Saya dulu kosnya di Cisitu pindah ke Tubagus Ismail bawah. Ada yang kos di Cisitu? Wah sama kita Tubagus Ismail ada. Nah, kalau Pak Hendri saya keluar ya, Pak ya. Saya sehari-hari itu, Teman-teman, dengerinnya obrolan anak ITB. ngomongin proses produksi, ngomongin mekanika fluida seperti itu. Lalu beberapa tahun kemudian saya semakin dekat ke ITP. Saya syuting film ranah tiga warna di depan di gerbang Ganesa makin dekat ke ITB. Hari ini saya ada di ITB. Terima kasih banyak ITB. Dan saya punya rencananya, Ibu Lala, jangan-jangan habis ini saya ke admission office ya, daftar jadi mahasiswa. Wah, boleh S3. Baik, Teman-teman. Tadi sudah diperkenalkan intinya saya itu awalnya bukan seorang penulis. Saya awalnya adalah seorang wartawan. Saya dulu wartawan di majalah Tempo lalu di VOE di Washington. Teman-teman ada yang baca majalah Tempo enggak sih? Oh, bacanya pasti bocor halus ya. Nah, saya sebelum itu bocor banyak saya bocor besar. Lalu saya sekolah ke berbagai tempat dan kemudian baru menulis novel Mega Bestseller Negeri 5 Menara. Jadi ada 23 bukulah sampai sekarang dan tentu film-filmnya. Nah, apa yang terjadi teman-teman? Dulu waktu saya menulis, saya pikir ya menulisnya begitu-gitu aja. Tapi ternyata sebuah tulisan itu bisa masuk ke level bawah sadar manusia, bisa menjadi imajinasi, bisa menjadi inspirasi. Dan tahu-tahu saya diundang, diundang ke layar-layar TV, ke acara seperti acara Dedi Gurbuzer, Najwa Sihab dan lain-lain hanya gara-gara menulis. Dan itu membuat saya berpikir menulis adalah satu cara, Teman-teman, untuk kita bisa terbang ke mana-mana. Dia seperti karpet terbang, seperti karpet merah hanya dengan merangkai kata. Nah, oke. Itu pengantar. Sekarang kita jalan-jalan ya. Siap jalan-jalan? Siap. Oke, kita mulai perjalanan kita dengan sebuah tempat. Ada yang tahu enggak ini tempat ini di mana? Ini adalah danau terindah di dunia versi saya. Ini Danau Maninjau. Saya lahir di sini di sebuah kampung di pinggir Dana Maninjau. Dan ketika itu semuanya terasa jauh. Dari Danau Maninjau ke kota terdekat itu Padang itu bisa 2 jam. Apalagi ke Bandung, apalagi ke Jakarta atau apalagi ke berbagai tempat di dunia. Tapi saya beruntung dibesarkan di keluarga yang paham literasi. Saya dibesarkan di keluarga guru dan kemudian guru yang tidak sekedar guru. Ibu saya guru. Jujur banget. Saking jujurnya, Teman-teman, suatu hari ibu saya menjadi guru saya sendiri di sekolah. Dan sepanjang umur saya nilai saya bagus, kecuali ketika sama ibu saya, nilai saya merah. Kenapa? Karena menurut ibu saya, saya enggak perform di bidang yang diminta. Dan dengan ee apa namanya? nekadnya dengan hati yang tidak sama sekali gentar. Ibu saya kasih nilai saya merah. Dan ketika kita sudah agak besar, Ibu bilang ini buat mendidik kalian, Nak. Bahwa kejujuran itu sangat penting. Nilai itu adalah apa yang kita dapatkan. Bukan karena didapat dari orang lain, bukan karena bantuan dari mana-mana. Yang kedua, saya dibesarkan dengan kartu pos. Teman-teman, ada yang tahu kartu pos apa enggak? Kalau Ibu Lala sama Pak Hendy tahu. Zaman dulu, Teman-teman, sebelum ada email, orang berkirim kabar tuh dengan surat dan kartu pos. Ketika saya kecil, Om dari kampung yang jauh ini dapat beasiswa ke Swedia. Yang kami sekampung pun saya yakin enggak terlalu ngerti Swedia itu makanan apa negara gitu. Saking jauhnya dari realitas kita. Dan dia setiap musim berganti mengirim kartu pos ke saya. Musim gugur, gambar di Swedia yang penuh pohon-pohon yang menggugurkan daunnya. Musim salju, dia lagi megang salju. Yang saya dulu enggak ngerti salju itu apa. Saya pikir eser root gitu ya. Referensi saya cuma ese rut waktu itu musim Piala champion dia ngirim kesebelasan yang lagi final. Saya anak kampung terhubung dengan dunia dan itu membuat saya punya impian. Oh, ternyata dunia itu bisa kita capai. Batas geografis itu bisa tembus untuk belajar. Jadi keberuntungan saya dimulai dengan situasi keluarga yang seperti itu. Nah, Teman-teman tadi saya sudah bilang ya, saya itu cita-citanya mau ke ITB lah, mau jadi kayak Habibi, mau sekolah ke Eropa kayak Pak Henri itu ke Cranfield ya, Pak ya. Dan nilai saya bagus. Wah, saya senang banget. Saya masuk SMA favorit ke ITB mungkin bisa gitu. Lalu saya melapor ke ibu saya di Minang itu nama n ibu itu biasanya dipanggil amak ya bilang mak nilai saya bagus saya mau masuk SMA lalu ke ITB dan ibu saya bilang gini nak nilai sebagus ini kamu enggak boleh masuk SMA loh kenapa kamu harus masuk pesantr ketika item saya pikir ini saya baru punya cita-cita sudah mau dihancurkan kenapa saya harus masuk pesantren ibu saya bilang bilang, "Ya, menjadi seorang yang idealis, ibu saya bilang gini, "Nak, banyak sekali orang kirim anak ke pesantren karena mau memperbaiki gara-gara anaknya nakal, anaknya ngobat, anaknya ya dikirim ke pesantren untuk diperbaiki. Saya tidak ikhlas pesantren jadi tempat memperbaiki yang rusak-rusak. Harus yang terbaik dikirim." Saya waktu itu umur 15 tahun berpikir, "Emangnya saya pikirin gitu ya, saya enggak mau." Tapi teman-teman, melawan seorang ibu di lingkungan Minangkabau itu susah banget. Sini ada orang Minang. Nah, itu melawan orang tua di Minang apalagi ibu itu susah. Kenapa susah? Dari kecil kami sudah diajari sebuah urban legend namanya Malin Kundang. Ya, melawanlah sama ibu kamu jadi batu gitu. Ya sudahlah saya ikut kata ibu saya merantau umur 15 tahun masuk pesantren di Jawa Timur zaman dulu 3 hari 3 malam naik bus baru nyampai dengan setengah hati. Dan di sinilah kemudian saya belajar banyak hal, Teman-teman. Saya ketemu dengan orang-orang aneh di sini. 3.000 orang di sebuah pesantren yang datang dari segala penjuru Indonesia. Ada yang juga datang dari Amerika, dari Austral, dari Rusia, dari Suriname. Tiba-tiba saya masuk ke sebuah kampung tapi begitu global dan semua orang berbicara dalam bahasa Arab, Inggris, Indonesia. Dan tiba-tiba saya merasa, "Wah, Ibu saya enggak main-main mengirimkan saya ke sini." Untuk pertama saya merasa I'm a global citizen. Dan yang sangat berkesan ada sebuah pesan yang diajarkan oleh kiai saya. Dia ngumpulin kita. Jadi, kalau teman-teman di sini ada baca Harry Potter enggak? Nah, bayangkan kiai itu kayak dumble door gitu ya. Lalu kiainya ngumpulin kayak gini. Anak-anak, kalian di sini akan saya ajari, kami ajari menjadi orang besar. Kita berpikir orang besar itu apa? Selama ini kan orang besar itu ya yang wawasannya luas, yang ilmunya banyak, yang hartanya banyak, yang mungkin kekuasaannya luas. Dan kia saya bilang orang besar bukan hartanya besar, bukan kekuasaannya yang besar, bukan itu semua. Orang besar adalah orang yang mau pergi ke bawah jembatan, ke balik sebuah bukit dan mengajarkan satu dua huruf kepada orang yang membutuhkan dengan ikhlas. Jadi, Teman-teman, dia men-switch sebuah paradigma di kepala saya tentang orang besar. Besar itu bukan kebesaran kita, tapi seberapa besar kita berbagi dengan ikhlas tanpa ada transaksi. Transaksi bukan dengan manusia, transaksi dengan yang di atas. Nah, itu masuk ke alam bawah sadar kami. Walaupun kita juga enggak tahu sebetulnya gimana cara mengamalkan sehari-hari karena itu begitu ideal, ya. Dan dalam perjalanannya kemudian kita diyakinkan memberi giving itu memang sangat besar, Teman-teman. Dan memberi itu dengan cara kita masing-masing. Jangan membebani diri. Saya harus memberi yang besar juga. Beri yang kecil enggak masalah. Selamat teman-teman memberi dengan ikhlas hati. Apa yang bisa kita beri? Yang biasa kan oh kasih don apa don. Tapi ada memberi yang juga sangat mudah. Dari mulai memberi senyum, memberi waktu, memberi perhatian, memberi apaagi? Memberi hati boleh enggak? Boleh enggak memberi hati? Boleh. Tapi pilih yang diberi hati ya biar enggak sakit hati. Jadi, giving is so powerful. Itu yang disampaikan kepada kami. Dan yang kedua, Teman-teman, ketika saya di pesantren itu, saya membayangkan akan diajarkan oleh seorang mungkin ustaz yang sudah senior, yang sudah tua. Ternyata yang masuk ke dalam kelas saya seorang yang sangat muda, energic, kayak Dr. Ridwan inilah kira-kira gitu ya. Dan kita kaget, ini mudah sekali. pakai baju putih, lengan panjang masih habis distrika kayaknya karena tajam. Dan dia berteriak di depan kelas kita manjada wajada. Kami anak baru kan bingung ini orang masuk-masuk teriak-teriak ada apa? Dan dia bilang, "Oke, kalian semuanya ayo bersama-sama kita teriakkan kata-kata ini." Manjada wajada. Ya, kami anak baru ya ikut-ikut aja. Kita teriaklah sekencang-kencangnya sampai muncrat sana sini. Kalau zaman COVID udah kena sana kena sini itu ya. Dan lalu setelah habis suara kita dengan sepenuh suara, dia bilang, "Pegang kata ini sepanjang hidup kalian." Artinya, siapa yang bersungguh-sungguh, dia yang berhasil. Kesungguhanlah kunci keberhasilan. Jadi, Teman-teman, karena diajarkan dengan sebuah cara yang unik, diteriakkan, dibuat situasi yang seperti itu, itu juga masuk ke alam baah sadar kita dan jadi pegangan kita. bahwa apapun di dunia ini bisa kita tembus dengan kesungguhan. Kesungguhan adalah pintu. Kesungguhan adalah kunci, kwenci, ya. Dan kesungguhan itulah yang harus kita amalkan. Oke, sebelum kita lanjut, Teman-teman, saya punya buku khusus buat Teman-teman. Di sini ada buku yang belum beredar, tapi ini buku tulisan saya tentang kisah lulusan terbaik ITB, Ibu Nurhayati Subakat. Ini akan saya kasih hadiah ke teman-teman juga ada Negeri 5 Menara. Nanti gimana cara dapatnya? Sini boleh pakai sosial media ya. Ya, Teman-teman nanti silakan menulis apapun di sosial media tentang acara kita boleh mention saya di Instagram ya @fuadi di-follow juga boleh. Nanti saya akan lihat setelah acara yang menarik atau yang beruntung nanti dapat buku ini. Oke. Dan tentu dengan tanda tangan. Oke, kita balik tadi sampai mantra manjada wajada dan itulah yang kemudian masuk ke lambah sadar kita menjadi energi buat saya dan teman-teman untuk mengarungi hidup. Dan yang dipelajari lagi adalah teman-teman tentang kekuatan impian. Saya waktu itu suka bingung ya. Saya belajar di sebuah kampung kecil di pesantren. Tapi guru saya, saya tanya, "Anda lulusan mana, Ustaz?" Oh, saya dulu ke India. Jauh banget belajarnya, tapi ngajarnya ke kampung lagi. Kalau antum dari mana, Ustaz? Oh, saya dulu dari Manchester. Oh, sampai ke Inggris dia belajar. Antum dari mana? Dari Mesir. Saya melihat betapa banyak orang itu bisa belajar ke mana saja. Belum lagi tadi om saya yang ke Swedia. Sehingga di sana saya berpikir kalau mau belajar enggak ada batas geografis, Teman-teman bisa ke mana saja. Dan waktu itu kita diajarkan punya impian belajar ke mana saja. Nah, ada satu kejadian ini kalau lihat gambar nih, Teman-teman kepikir apa kira-kira ini tempatnya apa? Ini adalah asrama tempat santri tidur. Satu kamar 40 orang. Jadi lumayan itu ya padatnya, tapi kami banyak kegiatan di luar. Jadi tidur itu di kasur lipat saja. Yang repotnya kalau mau mandi itu antrinya juga panjang. Jadi kamar mandinya ada tapi ya antrinya harus panjang. Dan di masa antri itu, Teman-teman, kami dihibur oleh pesantren dengan ada loud speaker di dekat kamar mandi yang isinya adalah siaran radio dari berbagai penjuru dunia. ada radio Australi, radio Amerika, radio BBC London dan dengan bahasa aslinya. Sehingga ketika itu saya kalau lagi mau antri mandi masih belekan, masih ngantuk-ngantuk tapi dengarnya suara this is Voice of America, this is BBC London. Suara itu seluwiran di kepala saya dan saya berpikir nih suara jauh banget terbangnya dari London, dari Amerika gitu. Dan mungkin waktu itu terbitlah sebuah harapan. Ya Tuhan nih suara jauh banget terbangnya. Bisa enggak saya yang terbang ke sana? Impian yang enggak jelas yang juga enggak tahu cara merealisasikannya tapi muncul. Dan waktu itu apa yang terjadi? 10 tahun kemudian saya ada di sebuah studio dan saya jadi menjadi penyiar di studio di Washington DC sebagai jurnalis di Voice of America. 10 tahun kemudian impian jadi kenyataan. Dan ketika itu saya berpikir inilah makna bahwa impian itu bibit kenyataan, Teman-teman. Impian itu boleh enggak kerasa, boleh kayaknya kecil, tapi dia bibit. Bibit adalah tugasnya untuk tumbuh kalau dipelihara, kalau disirami, kalau diperjuangkan. Kita punya banyak pohon di sekitar. Pohon apa namanya ya? Waktu kecil segedai apa pohon ini? Bibit, Teman-teman. Mungkin segede kelingking. Impian teman-teman segede apa sekarang? Mungkin masih kecil. Kita enggak tahu 10 tahun lagi siapa jadi apa Anda. Kita enggak tahu 20 tahun lagi mungkin jadi presiden, jadi siapa saja. Bibit impian boleh kecil tapi perjuangkan. tapi dibela, didoakan dan kita enggak pernah tahu nanti bibit itu jadi apa. Dan kemudian cerita-cerita tentang kuliah ke luar negeri, ke segala penjuru dunia benar-benar saya jadikan impian dan saya perjuangkan. Ya, alhamdulillah ada jalannya dapat beasiswa ke mana-mana. Impian bisa jadi nyata. Impian enggak cuma impian. Impian bisa jadi nyata. Kita di aula barat, Teman-teman. 200 tahun yang lalu enggak ada. Ini 200 tahun lalu aula barat dalam alam gaib, dalam alam impian. Siapapun yang mendirikan sekarang nyata. Dan begitulah selalu dalam kehidupan. Ini overview waktu itu ya. Saya pengin juga berbagi ke teman-teman. Kalau ada yang mau sekolah jauh enggak usah menunggu teman-teman. masih semester 2, semester 3, semester 4, belum lulus. Ada kesempatan kalau mau ketika S1 saya nyari-nyari, saya nanya-nanya, "Ada enggak sih beasiswa buat anak S1?" Beberapa orang bilang, "Udahlah selesaikan dululah skripsi." Baru mikir. Saya bilang, "Kenapa harus mikir dulu? Kalau bisa kenapa enggak digrab?" Dan waktu itu masih kuliah semester 5 kalau enggak salah. Saya dapat kesempatan ke KBEK Kanada tinggal di sana bagian dari beasiswa itu dan belajar menjadi minoritas. Ini penting teman-teman ya. Ini yang mayoritas di sini kadang-kadang merasa bisnis as usual dalam hidup. Padahal kalau dibalik kita belajar banyak dan merantau jauh itu, Teman-teman, belajar menjadi tidak nyaman dan menjadi minoritas. Dan itu yang membesarkan kita. Itu yang membuat kita lebih paham, lebih mengerti tentang kemanusiaan. Lalu saya juga pernah di NUS, masih S1 itu ya, jadi belum lulus S1 sudah dapat kesempatan baru kemudian setelah lulus S1 sudah kerja saya baru S2 dan lagi S2 lagi ee di Inggris dan S2 lagi kemarin. Jadi saya S6 tapi belum S3 Pak 2 +ah 2 + 2. Dan apalagi, Teman-teman? Kemudahan untuk belajar ke banyak tempat juga adalah kemudahan untuk bisa traveling. Kalau teman-teman nanti dapat kesempatan ke mana-mana, jangan lupa untuk traveling. Jangan hanya di kelas aja. Kelas keilmuan itu penting. Tapi belajar di luar kelas itu juga penting. Saya bersama istri saya, Nyayi, ada di sini traveling ke banyak tempat dan dia trip liner yang hebat ya. Saya biasanya ikut foto-foto aja. Jadi banyak memahami. Oke, Teman-teman. Keyword ya. Jangan pernah remehkan impian kita. Karena setinggi apapun bagi Tuhan itu enggak tinggi. Bagi Tuhan itu gampang. Teman-teman tahu Thanos kan ya? Dia flick fingernya berubah gitu ya. Padahal Thanos itu kan bukan Tuhan. Tuhan lebih powerful daripada Thanos. Jangan remehkan. Oke, kita pindah perjalanan tentang menulis. Teman-teman, ada yang suka menulis? Ya, saya lihat wajahnya berbakat menulis semua. Menulis status paling tidak setiap hari. Ya, Teman-teman. Itu lebih kuat daripada peluru. Kenapa begitu? Peluru bisa mematikan, bisa melukai, dan dia berhenti di satu tempat. Tulisan menghidupkan, tulisan menyemangati, dan tulisan enggak berhenti di satu tempat. Tulisan itu bisa dipindahkan. Dibaca orang satu bisa pindah ke yang lain. Dia bisa menyerbu ribuan. otak manusia peluruh hanya satu. Jadi ini sebuah kekuatan, Teman-teman, ya. Kalau kita mau menulis, kita punya kemampuan untuk menyebarkan ke mana-mana. Oke, saya mau tanya di sini ada yang pernah menerbitkan tulisan enggak? atau mencoba menulis dengan reguler ya nanti teman-teman ya di belakang menulis tadi ya boleh berdiri dulu saya mau tanya ke mikrofon ceritanya gimana tes. Oke. E siapa? Izin ee perkenalkan diri dulu. Aku Jeremia Salatua dari jurusan matematika. Wus. Matematika penulis. Gimana? Gimana Jer nulis apa? Jadi dulu aku pernah nulis ee sebuah artikel ee jadi aku nulis artikel itu politik dan remaja dulu judulnya. Dan aku pernah nyoba jadi cuman iseng nyoba n nyobain ee untuk serahkan ke koran Kompas waktu itu. Dan ternyata 2 minggu tunggu ternyata ada walaupun memang di section yang bukan section utama gitu. Jadi ada yang di ee corner kecil di halaman dua kalau enggak salah corner kecil di pinggir bawah kiri gitu. Tapi ya pernah gitu, pernah menulis. Wah, tepuk tangan dong teman-teman ya. Anak anak matematika menulis kalibernya Kompas lagi ya. Kayaknya kamu layak dapat buku deh. Mau buku? Oke, kita kasih buku satu ya. [Musik] Oke, J ke sini. Kamu mau buku Nagir Lima Menara apa buku yang Ibu Nur Hayhat? Yang lima menara. Oh, lima menara. Oke, ya. Kita tanda tangan sekalian. Heeh. Kamu pegang mic-nya ya. Jarang-jarang nih pegang mic. Namanya siapa tadi? Jeremiah Sahalat. R-nya satu ya? Satu ya? Jeremia. Kamu dari mana? SMAnya SMA Negeri 15. Enggak terkenal. SMA mana? Aku dari SMA Negeri 15. Di mana itu? Itu di Sarijadi. Sarijadi. Katanya enggak terkenal ya? Kurang terkenal sih sebenarnya. Bukan Asama Favorit Bandung gitu. Iya. Kamu jadi penulis, kamu nanti akan terkenal apalagi dengan ITB ya. Thank you Jeremy ya. Oke teman-teman tadi ah. Oke, jadi tulisan itu punya kekuatan yang luar biasa. Mudah-mudahan nanti Jeremi langsung menuliskan lebih banyak lagi. Nah, ketika saya mulai menulis tahun 2009 itu, saya menulis novel Negeri 5 Menara. Ini sebetulnya saya cukup kaget karena ini pengalaman pertama saya menulis novel dan langsung menjadi mega bestseller. Mega bestseller itu apa sih? Mega bestseller itu definisi penerbit. Kalau bukunya terjual 100.000 1000 eksemplar kurang dalam setahun digelari mega bestseller dan kemudian dapat award dan kemudian yang menarik menulis itu ternyata teman-teman dia bisa berkembang pindah-pindah bahasa jadi yang diterjemahkan ke bahasa Inggris ke bahasa Melayu dan ke bahasa yang sebelah kiri itu ada yang bisa baca huruf sirilik enggak? Saya sih enggak bisa ya tapi saya yakin tuh buku saya gitu ya. Nah, saya kasih sedikit tips buat menulis ya, Teman-teman. Terus saya nulis apa pertanyaannya? Kan pertanyaan itu teman-teman bisa jawab dengan interest teman-teman sendiri. Contohnya saya nulis novel anak rantau. Tadi Ibu Lala baru punya anak rantau. Ini anak rantau ini idenya dari mana? Idenya karena saya melihat situasi sosial di lingkungan saya enggak benar. Saya pengin protes, tapi saya kayaknya kalau protes enggak akan didengar. Kalau saya ikut demo mungkin bisa terdengar sebentara, tapi saya enggak bisa ngomong banyak, saya tuliskan. Jadi, Teman-teman, kalau kita enggak happy dengan lingkungan kita dan pengin protes, salah satu caranya dengan menulis. Dan dengan menulis itu, Teman-teman, kita bisa menumpahkan semuanya. Dan lucunya yang diprotes kadang-kadang enggak tahu dia diprotes. Dia menikmati ceritanya sambil ketawa-ketawa. Tapi mudah-mudahan ada yang berubah dalam hal itu, ya. Lalu apalagi? Kalau teman-teman punya kisah inspirasi atau kisah nyata dari orang tua, dari saudara yang menarik, bisa dijadikan bahan tulisan juga. Apalagi bahan tulisan itu. Wah, saya enggak bisa nih nulis panjang-panjang kayak gitu. Nulis tugas saja udah pusing gitu ya, Teman-teman. Bisa nulis yang pendek-pendek. Buku apa itu? Buku anak. Apalagi namanya picture book. Itu gambarnya yang gede satu halaman. Kalimatnya hanya satu baris. Jadi bisa, Teman-teman, kalau kita mau yang pendek-pendek juga. Bagaimana kalau teman-teman punya tokoh yang dikagumi baik itu di lingkungan nasional atau seorang kita yang inspiratif, seorang dosen kita itu bisa jadi bahan, bisa jadi novel biografi. Nah, saya menulis ada novel biografi Lafran Pane, pendiri HMI, ada Hamka, Reginajer, dan yang terakhir Ibu Nurhahyati Subakar, alumni terbaik ITB untuk farmasi. Ini masih ada tiga bukunya ya. Jadi, oh ini tambahan. Wah, ini istri saya baik banget ya. Bagi-bagi tambahan buat teman-teman. Nah, kuncinya apa kemudian teman-teman dalam menulis itu? Menulis bukan bahasa tulisan fisik. Semua orang bisa menulis dengan fisik. Menulis menurut saya perlu kekuatan bahasa hati. Jadi, menulislah dengan sepenuh hati. Itu yang biasanya sampai ke hati pembaca. Jadi kadang-kadang saya melihat dalam sebuah buku itu ada kata-kata, ada kalimat, itu semuanya adalah yang fisiknya. Tapi ada ruang-ruang yang enggak terlihat yang bahasa hati itu. Jadi kalau teman-teman menulis yang sepenuh hati, kemungkinan nanti bisa mengena ke hati pembacanya, ya. Nah, sebetulnya kalau teman-teman mau bisa menerbitkan sebuah novel setahun setelah ini. Jadi, pada tanggal 21 Mei 2026, teman-teman punya peluang, punya novel sendiri. Caranya gimana? Caranya nulis saja setiap hari satu halaman. Setiap hari 1 tahun berapa hari? 365 hari. Kalau teman-teman enggak skip, skip, skip ya, paling enggak tahun depan punya 300-an halaman sudah modal untuk menulis sesuatu. Kalau mau ya konsisten. Jadi konsepnya itu kita kayak pepatah itu sedikit-sedikit lama-lama menjadi buku ya. Sedikit-sedikit lama-lama menjadi buku. bisa kalau mau nanti buktikan siapa tahu tahun depan ada yang mau nerbitin. Oke. Nah, yang menarik lagi menulis itu, Teman-teman, seperti karpet terbang. Wah, yang naik karpet terbang biasanya siapa? Aladin. Ya, saya kadang-kadang merasa jadi Aladin punya karpet terbang. Karpet terbang apa itu? dalam arti yang sebenarnya juga itu terjadi. Jadi pernah ini ada cerita berapa tahun yang lalu ada sebuah email, emailnya bilang kayak gini, "Dear Mr. Ahmad Fuadi, we would like to invite you to come to our campus." Bahasa Inggris kan enggak mungkin dari ITB ini. Kalau ITB bahasa Indonesia. Dari mana ini? Ternyata itu dari University of California at Berkley, jauh. Salah satu kampus terbaik di dunia. Saya tanya, "Anda mengundang saya buat apa?" Anda datang ke kampus kami, cerita tentang buku Anda. Saya bilang, "Buku saya kan cerita anak pesantren dari kampung. Apa menariknya?" Dia bilang, "Justru karena ceritanya lokal, kami tertarik." Jadi kemudian saya buru-buru bilang, "Iya ya." Takut nanti dibilang enggak serius, enggak dikirim tiket kan. Lalu kirim tiket, saya terbang sama istri saya juga ke Berkeley, Teman-teman. Untuk ngapain? itu cerita tentang tulisan saya aja. Saya terbang gara-gara buku saya ini yang sebelah kiri atas disuruh masuk kelas ngajar mahasiswa di sana hanya isi buku saya aja. Dan kemudian Profesor Jeff Hler namanya dia bilang kira-kira dia bilang gini, "You know what?" gitu. "Kami sudah pakai buku Anda sebagai buku bacaan wajib untuk dua mata kuliah di sini." Gu banget, Teman-teman. Buku saya jadi bahan mata kuliah. "Emya kuliah apaan, Prof?" Dia bilang, "Ini kami di Asian Studies punya mata kuliah namanya Intro to the people of Southeast Asia, mengenal masyarakat Asia Tenggara." Cara mengenalnya apa? Dia merekomendasikan film, merekomendasikan buku untuk dibaca dan lain-lain. Jadi bayangin un mahasiswa itu besok ujian, malamnya baca Negeri 5 Menara. Lumayan. Dan kemudian yang sebelah kiri bawah itu di Australia, anak SMA di Australia itu punya elektif ya. Salah satunya wajib baca buku tentang Indonesia. Yang sebelah kanan, Teman-teman ini bedah buku di Washington DC. Dan yang hadir nih, crowd-nya beda lagi nih. Crowd-nya ada diplomat, politikus, orang-orang hebat gitu ya. Dan yang paling di depan tuh, paling duduk depan tuh orang terkenal di masanya teman-teman. Dia wakil menteri pertahanan Amerika, bosnya Pentagon. Duduk paling depan paling banyak nanya, "Kapan lagi bisa diposisi untuk seorang seperti saya bisa karena jalur menulis?" Ya, jadi salah satu jalur untuk punya karpet merah adalah menulis. Tentu teman-teman punya jalur masing-masing. Tapi saya mau cerita, inilah dunia menulis. Dia punya banyak sekali kemungkinan-kemungkinan. Oke, kita mau lihat bagaimana tulisan itu kemudian dia pindah medium, Teman-teman. Dia tidak hanya bentuk kata-kata, tapi bisa menjadi visual. Boleh kita putar. [Musik] [Musik] Setiap nafasku di dalam detak jantung. Tak pernah aku meragu. Hanya Engkau yang di hatiku berlelah-lelah dahulu. bersenang-senang kemudian. Tiada suatu yang besar tanpa perjuangan yang hebat. Wcara wcara bencana wcara bencara wcara mencara wcara air yang mengalir jernih tak akan keru menggenang jalan surutkan langkah yakin dan penuh ketulusan [Musik] Wcada mencara wcara mencara wcara mencara wajung-sungguh dia berhasil sampai bersu-sungguh dia berhasil [Musik] Nah, berteman siang matahari mata arah hadapi semua rintangan [Musik] siapa yang bersungguh-sungguh dia kan berhasil siapa sungguh-sungguh dia berhasil wjaga wjaga [Musik] wag berhasil siapa yang dia berhasil dia berhasil dia berhasiat mencad wajada menjadah [Musik] wajah ya tahun 2012 teman-teman ada di mana ya itu tayang 2012 dan sudah enggak ada di bioskop tapi yang mau nonton masih ada di Netflix. Oke, itu tadi behind the scene dan bagaimana perubahan dari sebuah kata-kata menjadi film. Jadi, Teman-teman, ada satu kejadian waktu syuting film itu. Syutingnya di Gontor ya dan saya duduk sendiri. Di depan saya sedang ada sebuah adegan diyuting. Ada sekitar 1000 orang figuran, ada sekitar 40 mobil kru dari Jakarta, ada pemain dan lain-lain. Jadi itu 1000 orang lebih sibuk di depan saya entah ngapain. Dan saya kemudian berpikir ini keributan apa ini? Dan saya berpikir dari mana awalnya? Dan kemudian saya pada sampai pada kesimpulan semua kehebohan hanya dimulai dengan satu huruf saja. Huruf apa itu? Huruf pertama yang kita tulis sebagai penulis. Tapi huruf itu tidak berhenti, Teman-teman. Ditambah huruf kedua, huruf ketiga jadi kata, kata jadi kalimat, kalimat jadi paragraf, paragraf jadi bab. Jadilah buku. Jadi yang pengin menulis mulai dari satu huruf aja, tapi jangan biarin satu huruf. dilanjutkan. Dilanjutkan dan kita enggak tahu dia jadi apa nanti. Oke, dari video tadi saya mau tanya nih, ada hadiahnya ya. Sebutkan tiga lokasi syuting Negeri 5 Menara. Ada yang bisa? Tiga lokasi ya. Silakan. Benar enggak, ya? Kalau enggak benar, kita lempar pertanyaan ini, ya. Ya. Namanya siapa? Tiga lokasi tempat syuting Negeri 5 Menara. Eh, asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam. Ee, selamat pagi, Pak. Selamat pagi, Teman-teman semuanya. Perkenalkan saya Zaki Vitrayendri dari Teknik Geofisika e angkatan 2023 dan kebetulan saya salah satu penikmat eh buku buku dan novel Bapak dari SMP. Terima kasih. Eh, dan saya eh berasal juga berasal dari provinsi yang sama-sama Bapak yaitu di Pariaman di Sumatera Barat. Iya. kita MU Minang United. Eh, oke. Untuk pertanyaan tiga tempat ee syuting dari tiga Negeri 5 Menara di Iya, Pak. lokasi tiga lokasi syuting. Ee yang pertama tuh ada di kalau di di filmnya tuh ada di pasa di pasar Bukittinggi. Yang yang kedua tuh ada di Gontornya sendiri di pesantren. Di pesantren yang ada di Gontor. Terus ada di ee bentar boleh dibantu liveine Lifeline ee Oh iya dan di scene terakhirnya ada di London. Di London. Benar enggak, Teman-teman? Benar. Oke, maju maju maju. Kita kasih buku. Oke, maju sini. Coba pegang mic-nya sambil bilang, "Kamu SMA di mana dulu?" Eh, saya SMA di SMA 1 Pariaman. Oke, keren. Namanya tadi siapa? Zaki Fitra Yuendri. Zaki. Oke, Zaki. Boleh salam? Oh, boleh salam. Boleh dua kali juga boleh. Ini ada temannya enggak? Mau motoin ini biar ada tolong foto dong. Tuh, tuh, tuh. Ada fotografer. Oke, Zaki. Makasih ya. Sukses ya. Ya. Elok-elok Naguang. Oke, Teman-teman kita lanjut ya. Tadi perjalanan kita sudah sampai mana tadi? Alih Wahana ya. Nah, Teman-teman dari berbagai buku tadi sudah ada beberapa film. Jadi dari buku ke film Negeri 5 Menara tadi 2012 ada lagi PH yang nelepon, "Mas, boleh enggak difilmin?" kan sudah difilmin. Saya bilang enggak kita mau bikin serialnya. Jadi ada serialnya di Maxam 2019 lalu 2022 ada yang nelepon lagi boleh enggak difilmin buku keduanya? Jadi negeri Ma Menara ada buku keduanya ranah tiga warna. Ranah tiga warna itu ceritanya cerita anak mahasiswa. Lokasinya di mana? Kebanyakan di Bandung. Cocok nih buat teman-teman ya. Ada yang sudah nonton tiga Warna ya? ada di Prime Video. Oke. Nah, waktu itu kita sampai syuting di Jalan Ganesa, di Gerbang Ganesa ya sama istri malam-malam waktu itu. Sorry teman-teman kalau ada yang keganggu waktu itu kita tutup jalan ya jalan di IFTB. Lalu Buya Hamka juga ada filmnya tapi ini bukan adaptasi ya. Dan yang terbaru adalah adapsi terbaru kisah alumni ITB Ibu Nurhayati Subakat. Ya, beliau adalah sosok yang sangat ee inspiratif dan sudah ada filmnya tapi film short movie. Ya, silakan teman-teman nonton itu di YouTube Paragon yang nonton sudah berapa nih? Hampir 3 juta orang. Sangat inspiratif. Nah, balik ke pertanyaan bagaimana menjadi orang besar. tadi keyword menjadi orang besar itu apa, Teman-teman? Menjadi orang besar tadi apa keyword-nya? Memberi. Apalagi ikhlas apalagi dengan cara sendiri-sendiri. Saya terus berpikir setelah dewasa, setelah bekerja di Amerika, pulang ke Indonesia, merasa hidup nyaman, gaji sudah enak, keluarga juga sehat. Kemudian saya kepikir-pikir, "Ya Allah, saya itu belum mengamalkan menjadi orang besar sepenuhnya. Saya belum banyak memberi. Yang saya beri hanya keluarga dekat, hanya teman-teman. Bagaimana supaya lebih banyak memberi?" Nah, kebetulan dengan menulis kita bisa memberi memberi cerita, memberi inspirasi. Dan pada suatu ketika ketika buku terbit terjadi gempa besar di Padang. Banyak sekolah bangunan yang runtuh. Salah satunya ada TK yang runtuh yang sudah belajarnya di bawah tenda. Waktu itu saya pikir mungkin saya bisa mengajak pembaca untuk memberi sedikit-sedikit saja. Kita bikin buku edisi gempa. Jadi novel ini edisi gempa. Setiap membeli Anda artinya menyumbang 1.000 dan lumayan ternyata. Lalu penerbit bilang, "Wah, kami juga mau cip in, mau ikut juga." Jadi gini, Teman-teman. Niat baik itu kalau kita selalu sampaikan kadang-kadang ada orang yang ikut bantu ramai-ramai kemudian akhirnya kekumpul enggak terlalu banyak berapa puluh juta kita bawa ke Padang kita bikin sekolah baru buat anak-anak itu. Itulah realisasi dari memberi sedikit-sedikit dengan cara masing-masing. Dan sampai sekarang kemudian kami lanjutkan bersama istri saya dan teman-teman juga pembaca, kita bikin sekolah PAUD gratis di beberapa tempat dan ada yang sudah mandiri dan sekarang terakhir ada yang di Bintaro. Jadi teman-teman silakan cari cara teman-teman sendiri untuk menjadi orang besar dengan memberi itu. Dan untuk menjadi orang besar itu enggak cukup sendiri. Kalau sendiri capek jadi orang besar aduh banyak banget penginnya gitu. Cari teman, cari mentor, teman seperjuangan, support system, circel-nya yang asik supaya enggak capek. Dan untuk menjadi orang besar, Teman-teman, kadang-kadang capek mental. Jadi, mental health, Teman-teman, ini perlu dipikirkan juga. Nah, apa obat mental health? Saya sama Kang Ridwan nih, sama-sama dari pesantren. Kita diajari mental health dan ini mujarab kalau kita pakai. Sayangnya kadang-kadang kita anggap dia obat generik aja ya. Ya, kelise-kelise gitu. Padahal kalau satu-satu dipraktikkan mujarab, Teman-teman. Apa itu? Pertama syukur. Syukur itu gratitude, Teman-teman. Kita berterima kasih apa yang kita punya. Kita nanti enggak akan terlalu tegang harus kayak itu, kayak ini. Kita grateful. Lalu doa, doa itu kekuatan luar biasa, Teman-teman. Kita enggak bisa ngapa-ngapain. Yang bisa ngapa-ngapain yang di atas. Doa is so powerful. Lalu prasangka baik. Sering kita negative thinking ya udah mikir ini itu. Ganti mindsetnya menjadi prasangka baik. Dan kalau kita sudah usaha sudah habis-habisan bilang saya sudah manjada wajada nih. Ternyata nilai semesteran saya masih jelek. Udah sungguh-sungguh kok enggak juga. Kita enggak bisa menuntut gitu, Teman-teman. Ada yang kedua namanya sabar. Sabar dalam proses. Kalau usaha Teman-teman sudah habis-habisan, doa sudah habis-habisan, ada namanya tawakal. Tawakal ini konsep di pesantren ya. Artinya saya wakilkan usaha saya sudah habis, doa saya sudah habis saya wakilkan kepada yang maha kuasa untuk hasilnya. Kalau sudah tawakal tuh plong, Teman-teman. karena sudah melalui usaha dan doa. Dan yang terakhir adalah ikhlas. Ikhlas itu artinya apa? Ada yang tahu enggak ikhlas itu artinya apa? Ikhlas itu salah satu artinya adalah bersih. Bersih apa sih? Hatinya bersih, semuanya bersih, tidak ada kepentingan, tidak ada transaksional, semuanya untuk yang di atas. Dan kalau sudah bersih dari segala kepentingan, Teman-teman, kita punya jalur high speed internet kepada the highest power. Nah, itulah ikhlas kira-kira. Jadi, berusahalah sebaik-baiknya, berdoalah sehebat-hebatnya, serahkan semuanya kepada yang paling punya otoritas. Insyaallah itu jadi obat mental health kita. Dan untuk menjadi orang besar, teman-teman, saya ajak meninggalkan legasy yang baik. Ini sekalian di sini saya pengin ngomporin teman-teman ya. Usahakan sepanjang hidup teman-teman minimal bikin satu buku. Kenapa begitu? Karena buku punya umur yang panjang, Teman-teman. 100 tahun lagi kita enggak ada lagi di sini. Kita mungkin sudah dikubur. Kalau nulis buku, bukunya enggak dikubur, Teman-teman. Bukunya mungkin masih ada di perpustakaan. Bukunya mungkin masih dibaca orang. bukunya terus ada nulis satu buku minimal tadi kan caranya sudah ya satu hari satu halaman kalau konsisten enggak termasuk buku nikah ya buku tabungan gitu ya buku benar-benar buku lalu ya as you know it ya jejak digital itu selamanya teman-teman bikin konten di mana saja mau TikTok mau Instagram mau di 100 tahun lagi ada kemungkinan masih ada bayangkan kalau itu konten kita dilihat oleh anak cucu kita, mereka bangga apa enggak? Kita bikin mereka bangga. Jadi, pilihlah jejak digital dan konten kita yang baik-baik. Sharing sebelum sharing dan jadilah otentik. Nah, baik teman-teman kalau mau info lebih lanjut baik beasiswa tentang menulis itu ada di sosial media saya bisa teman-teman lihat dan sebagai penutup kita lihat video Negeri 5 Menara trailernya. Silakan [Musik] Wanday makan taliang luluin dong jelui lah. [Musik] Alif tidak nemuok pesantren Alif. [Musik] Di sini kalian juga akan kami didik untuk menjadi orang besar. Apakah jadi pengusaha besar, jadi menteri, ketua partai, ketua DPR, MPR, atau ketua ormas Islam berkarat, Ustaz. Bukan itu yang saya maksud orang kesal. [Musik] [Tepuk tangan] [Musik] [Tepuk tangan] Lif, aku akan jadi M orang besar itu. Kalau saya mah jadi ketua partai tapi ngajarin di kolong jembatan kan dobble jadin ya. [Musik] Ingat bukan yang paling tajam. Siapa yang bersungguh-sungguh dia yang akan berhasil. Manjadda wajada. Manjadah wajada. Manjadah wajada. Manjadah wajada. Kita bikin janji hidup darah ini. Nanti kita akan bertemu dengan foto menara kita masing-masing. Hei Alif, ke mana mimpimu? SMA di Bandung. Terus GTB kau pikir saya menara cuma bakso gak ada hubungannya dengan itu. Aku memang dari awal enggak mau di [Musik] sini berhasil dia berhasil sucana dia berhasil sucana dia berhasiat mencad Wajcada menjad wadah mencad [Musik] wajah. Oke yang pengin kepoin filmnya atau rewatch di Netflix tadi ya. Nah saya pengin tanya teman-teman masih ada buku? Nah masih ada. Ada enggak yang mau berbagi sedikit apa rencana Anda menjadi orang besar sesuai dengan apa yang kita ceritakan hari ini? Oke. Depan saya ya. Kerudung hitam boleh. Ee mic-nya di kanan ya. Ya. Lewat depan ini ya. E perkenalkan saya Ilmania Syakira dari jurusan fisika. Em rencana saya menjadi orang besar untuk yang berdasarkan yang materi SG hari ini dan juga berdasarkan rencana saya. Eh, sebenarnya saya juga suka menulis dan sejauh ini saya sudah biasa menuis puisi dan juga cepen. Sebagai seorang yang belajar di jurusan fisika dan juga sebagai seorang penulis, harapan saya bisa ee berdasarkan orang besar yang tadi bahwa orang besar itu adalah orang yang ikhlas berbagi. Saya ingin berkontribusi baik itu di jurusan fisika dan juga di penulisan. Nah, saya rencananya ingin menghubungkan bagaimana membuat tulisan yang menarik tentang fisika. Jadi, menambah minat masyarakat juga terhadap teknologi dan juga tentang sains di bidang fisika, tetapi juga ee menyampaikannya secara menarik dan juga membuka ee peluang saya di dunia kepenulisan. Oke, keren enggak ya? Tepuk tangan. Wah, seru juga ya. Fisika dibahasakan dengan menarik, apalagi dengan puisi. Puisi fisika, ya. Boleh maju. Dapat buku nih. Iya. Mau baca puisi fisika ya. Ya. K. Silakan kamu milih bukunya yang mana. Negeri Menara. Negeri Lima Menara. Sudah habis adanya ranah tiga warna. Hamka dan ranah tiga warna. Ranah tiga warna. Oke, pegang mic-nya sambil cerita SMA-nya di mana? ee SMA-nya di Kabupaten Bandung di SMAN 1 Dayah Koyot. Oke. Ini pilihan pertama. Pilihan pertama kuliah. Iya. Iya. Pilihan pertama ee Iomania. Ilma. Iya. Cita-citanya apa? Ee cita-citanya sebenarnya ingin jadi peneliti dan juga dosen. Jadi dosennya mengembangkan ilmu teknologi dan juga meneliti. Oke. Amin. Ya, terima kasih. Sukses ya. tuh sudah difoto [Musik] kan. Kekuatan doa itu kata kiai saya tiga, Teman-teman. Ada namanya triangle of prayer. Kita kan kadang-kadang mikir doa itu ya di kita aja. Doa yang powerful adalah ketika kita mendoakan orang lain. Jadi sering-serilah mendoakan orang lain. Lalu doa itu adalah ke kita ketika kita minta doa dari orang lain. Dan yang ketiga adalah doa kita sendiri. Jadi kalau doa kita sendiri didoakan orang lain dan kita mendoakan orang lain itu complete triangle-nya. And that is so powerful. Oke kita lanjut. Pertanyaannya teman-teman di penghujung ini, siap enggak Anda menjadi orang besar? Mau enggak Anda menjadi orang besar? Karena kesempatan menjadi orang besar itu ada terbuka. Anak ITB sering dibilang putra putri terbaik Indonesia. So, be not only the brightest minds of the country. but also the greatest souls of the country. Jangan hanya menjadi orang pintar, orang yang hebat secara akademik. Jadilah orang yang punya hati yang luas, hati yang baik, hati yang ikhlas. That makes different. Jadi, start giving teman-teman, start giving. Insyaallah kita akan menjadi orang besar. Thank you. Terima kasih. Terima kasih, Pak Fuadi. Luar biasa teman-teman hari ini kita mkan banyak insightful, powerful juga ya apa yang disampaikan pengalaman beliau dari sejak sekolah dulu sampai hari ini. Mudah-mudahan kita semua dapat tercerahkan, dapat menginspirasi bagi kita semua. Sekali lagi tepuk tangan untuk Pak Ahmad Wadi. Baik. Baik. Ee setelahnya saya akan memberikan kesempatan kepada para mahasiswa yang hadir di aula barat pada hari ini untuk memberikan pertanyaannya atau mungkin silakan catatannya mungkin atau pengalamannya kepada pemateri kita pada hari ini. Kalau mungkin nanti Pak Nanan ada yang dari YouTube mohon di juga disampaikan. Ada juga dari YouTube ya. Nanti akan saya bacakan setelah saya pilih mungkin dua orang terlebih dahulu dari aula barat ini. Baik, saya akan berikan kesempatan siapa yang pertama? Baik, satu yang paling kiri, dua yang di depan ya. Silakan bertanya. Sebutkan nama jurusan, dan pertanyaannya di mik sebelah kiri. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Perkenalkan nama saya Muhammad Ilham Sarifulmillah dari Teknik Metalurgi. Pertanyaannya ada beberapa sih, Kak. Pertama itu ketika Kakak menulis sebuah novel, apakah Kakak itu ada suatu outline-nya atau itu langsung mengalir saja gitu. Kemudian ketika misalnya kita sudah selesai menulis sebuah novel, apakah itu ee gimana cara kita untuk menerbitkannya itu bagaimananya dan cara kita mengetahui bahwasanya tulisan kita sudah layak untuk dipublikasikan, cara mengetahui hal tersebut itu seperti apa? Dan yang terakhir itu ee rata-rata Kakak menulis satu buku itu berapa lama gitu, Kak. dan ada kiat untuk pemula bagi saya sendiri agar bisa menulis seperti Kakak. Terima kasih. Baik, boleh biar tidak ini Pak terdistraksi. Nama dari siapa? Nama Ahmad ya. Ilham. Ilham. Ilham dari Teknik Metal. Oke. Iya, Teman-teman. Ini mohon maaf hadiah bukunya menipis tapi ada kabar baik ee di pintu luar di Selasar itu ada Bootgram Gram Media. Ya, kalau teman-teman ada yang tertarik siapa tahu sudah diskon minta aja diskon anak ITB siapa tahu dikasih gitu ya nanti bisa tanda tangan juga. Baik, pertanyaan tadi dari teman kita ini lebih teknik tentang menulis novel ya. Saya biasa nulis novel seperti apa. Setiap penulis itu punya cara masing-masing, punya jurusnya masing-masing kayak pesilat gitu ya. Kalau saya jurus saya biasanya mulai dari mindmap dulu. Mindmap itu kenapa? Karena bagi saya itu kayak mau pergi ke sebuah tempat yang saya enggak tahu tempatnya. Terus saya masuk Google Map. Paling enggak kebayang dulu tuh jalurnya. Dan mind map itu, Teman-teman, memudahkan kita. Karena mind map itu kan enggak ada beban harus detail ya. Mindmap itu dia ide-ide besar aja lalu dicari ee koneksinya. Nah, biasanya mind map itu saya tulis lalu saya taruh di kertas besar, saya tempel di dinding di tempat saya biasa nulis. Biar apa? Supaya saya tidak tersesat dalam tulisan saya. Ini real, Teman-teman, ya. Kadang-kadang nulis itu bisa tersesat. Tersesat dari tulisan masing-masing itu bisa. Kita mau nulis ini jadinya kok A, jadinya kok C. Nah, mind map membantu. Oke. Kemudian gimana kita kalau sudah punya naskah kira-kira terbit bisa apa enggak gitu ya. Yang kita tulis itu, Teman-teman, itu perlu biasanya diedit. Edit itu bisa self editing, bisa diedit oleh orang lain, bisa dikasih masukan oleh orang lain. Nah, orang sering nanya, "Gimana supaya bukunya bagus?" Jawaban saya gini ya, punyalah istri atau pasangan suami yang mau baca naskah kita. Nah, saya beruntung nih punya istri saya, Kiai. Kiai ini juga dulu wartawan di Tempo. Sekarang ee sibuk di PR gitu ya. Dulu dia rajin itu kalau ada naskah saya satu draft saya store ke dia nanti dicoret-coret kayak dosen aja dia dicoret-coret nih jelek ini jelek dan benar sadarlah teman-teman sebagai penulis tulisan pertama kita pasti jelek itu ok tapi perlu diperbaiki. Jadi ada editing ya editing bisa self editing atau cari pasangan yang mau atau orang dekat yang mau mengedit. Nah, kalau udah lumayan rapi itu bisa kemudian kita biarin ya, biarin berapa bulan, jangan sampai 30 bulan ya. Ya, 2 bulan 3 bulan nanti kita baca lagi. Biasanya kita fresh ice bacanya lebih enak. Nah, rata-rata berapa lama nulis? Tiap orang juga beda-beda nulisnya. Ada penulis cepat, ada penulis lambat. Saya lumayan penulis lambat. Menulis itu bisa setahun, 2 tahun. Tapi kalau memang bisa cepat, why not gitu ya. Cuma saya percaya kalau terlalu terburu-buru nanti kualitasnya turun ya. Jadi nanti sayairin dan pengalaman akan ketemu sendiri nanti kira-kira di mana ee yang pas gitu ya. Oke. Baik. Ee nih penanya pertama boleh dikasih buku deh. Kamu bukunya mau yang mana? Ngilham. Tinggal ranah tiga warna Hamka sama buku Ibu Nurhayati ya. Ya. Ya. Maju maju ke depan. Silakan maju. Sama tadi yang komen lagi saya lihat ya, yang komen di sosial media sekalian kita panggil juga deh. Silakan. Boleh dipilih dulu, Pak. Iya, pilih dulu. Oke. Baik. Pegang mik-nya. Cerita SMA-nya di mana, perjuangannya ke sini. Baik, Teman-teman semua, SMA saya di SMA 1 Garut itu tetangganya Bandung. perjuangan bisa masuk ke ITB itu pertama alhamdulillah saya itu lolos di SNBP. Jadi perjuangannya itu lebih ke apa ya membagus-baguskan nilai dan ikut lomba-lomba gitu sebelum ke apa ya sebelum mensubit di SNBP SNBP tersebut gitu. Alhamdulillahnya itu diloloskan oleh Allah Subhanahu wa taala. Kamu mau yang mana? Alhamdulillah ya. Yang ini ya. Tadi panggilan siapa? Ilham Ilham ya suka menulis ya. Ee alhamdulillah saya juga ketika SMA dan SMP juga pernah kolaborasi sama guru dan juga itu tuh diterbitkan akan tetapi ada kolaborasinya gitu. Oke, tepuk tangan sudah menulisih ya. Oke. Baik terima kasih teman-teman. Ini yang dari Mension tadi ya. Hm. H. Oke. Ini banyak banget ya, tapi saya harus memilih. Mohon maaf ya. Yang merasa akunnya nu n I Nuni ada atau jangan-jangan. Oh, I silakani. Oke, silakan maju ke depan. Silakan. Ini nanti kalau ada yang mention dari Cirebon, dari Jatinangor, kita enggak ngasih bukunya nih. Oke, tinggal dua. Noni mau yang mana? Ada Hamka sama buku Nur. Ibu Nur ya. Hamka. Hamka. Oke. E naik-naik sini biar difoto dulu. Silakan naik dulu. SMA di mana cerita? Ee saya SMA-nya di Kabupaten Polewalimandar, Sulawesi Barat. Di mana? Kabupaten Pole Walimandar, Sulawesi Barat. SMA 1 Polewali. Jauh banget ya. Betul. Panggilannya siapa? Nuni. Nuni. Betul. Sekarang jurusan Teknik Lingkungan angkatan 2021. Ya, sukses nih ya. Foto dulu tuh. Ah, eh belum. Oke, makasih Ni, ya. Yes. Terima kasih. Tepuk tangan dong. Tepuk tangan buat pemening. Satu lagi mungkin Pak, ada pertanyaan dari YouTube ya, ya. Mungkin dari kampus Oh, dua ya, dari Jatinangor, Pak. dari Asyifa Nurul Ilmi mau bertanya terkait penulisan autobiografi tentang orang lain. Perspektif siapakah yang paling Fad tulis? Apakah perspektif sebagai orang yang mengagumi atau orang itu sendiri? Apakah pernah ada kendala diprotes dengan tidak sesuai apa yang dialami orangnya langsung atau Pak Fuadi minta izin dulu kepada orang yang ingin ditulis? Sekian pertanyaan saya. Iya, silakan, Pak. Oke, J langsung ya. Oke, buat Asyifa terima kasih pertanyaannya. Ee pertama, autobiografi itu biasanya istilah untuk orang yang nulis sendiri kan auto ya. Jadi kalau dituliskan orang lain itu biografi disebutnya dan saya menulisnya biografi perspektif siapa. Jadi teman-teman kita ambil contoh ee Hamka itu adalah perspektif saya membaca semua buku Hamka yang bisa saya baca. Mewawancarai orang yang masih kenal Hamka. mewawancarai anak cucunya, ponakannya dan kemudian saya ambil saripatinya. Jadi itu dari perspektif ee saya sebagai ee pembaca seorang figur apalagi orangnya sudah enggak ada. Nah, bagaimana dengan contoh lain? Ibu Nurhayati Subakat beliau masih ada dan sumbernya ya sumber utama kan. Kalau Hamka kan sudah meninggal, sumbernya sudah sumber kedua, ketiga. Karena itu saya mewawancarai beliau dengan perspektif saya. Jadi pertanyaannya itu adalah dari kepala saya. Kalau istilah kita pakai AI, promnya dari saya gitu ya. Prom ini kan menentukan jawaban juga kan alurnya mau kita ke mana. Nah, itu yang saya susun. Jadi pertanyaan adalah dari saya, kerangkanya dari saya, tapi jawabannya itu pure dari Ibu, dari Ibu Nurhyati. Jadi ketika itu bertemu prom dari saya, jawabannya dari Ibu, kombinasi itulah yang kemudian menjadi alur cerita di ee biografi tadi. Nah, apa kendala yang dialami ee apa pernah ada kendala yang diprotes yang tidak sesuai. Oh, apakah ada kendala? Bisa saja. Kan kita menceritakan biografi itu kehidupan hidup seseorang ya. Ada mungkin dalam hidup itu orang mau meng-highlight sesuatu, ada yang dia pengin melupakan atau menyimpan atau buat kepentingan private keluarga saja. Nah, dari sana kemudian bisa saja ada yang off the record atau sudah ditulis kemudian merasa, "Ah, bagian ini enggak usahlah, ini konsumsi keluarga." Itu bisa terjadi. Nah, kalau misalnya naskah Hamka waktu itu setelah jadi naskah itu dibaca oleh keluarga mereka kemudian ngasih feedback juga walaupun enggak selalu yang mereka kasih feedback itu yang kemudian saya ikuti karena pasti ada tektoknya, ada diskusinya. Karena saya kasih kesempatan kalau kita tulis ini efeknya ini loh bukan hanya negatif bahkan bisa positif karena diambil dari sudut yang berbeda. Lalu apa? Minta izin sejauh ini saya diminta. Jadi ada dua kan kita ngambil tokoh terserah kita kemudian kita tuliskan mungkin bagus minta izin walaupun tidak harus. Kalau itu tokoh publik yang besar kayak misalnya ee tokoh presiden atau tokoh dunia, kita enggak perlu minta izin kalau menurut saya karena dia sudah milik publik. Tapi kalau merasa bisa minta izin lebih baik lagi. Oke, itu kira-kira ee jawabannya ya untuk Asifa ya. Yes. Ya. Satu lagi mungkin terakhir, Pak, dari UT Universitas Terbuka ini ee umum ya dari Salman. Apa tatangan terbesar dalam penulisan novel trilogi Lima Menara? Oke, untuk Salman ee tadi saya sudah cerita ke teman-teman ya, Negeri Lima Menara itu novel pertama yang saya tulis dan sebelumnya saya belum pernah nulis novel, belum pernah nulis cerpen yang terbit, tapi sering nulis berita karena wartawan. Jadi apa tantangan pertama? Tantangan pertama adalah gimana menulis novel buat orang yang biasanya enggak nulis novel. Nulisnya biasanya berita. Berita itu apa? Berita itu yang dituliskan fakta. Kalau novel itu kan harus ada rasa. Apalagi dia fiksi, harus ada yang dimasukin fiksinya. Saya kesulitan. Dan karena saya kesulitan ee istri saya enggak percaya ini. Jangan-jangan nanti bikin novel isinya kayak berita disambung gitu ya. Akhirnya pada suatu kesempatan dia lagi tugas ke Singapura. Dia cari buku dan ketemulah sebuah buku How to Write a Novel. Bagaimana cara menulis novel. Pulang-pulang saya diadiahin dikasih baca dulu nih sebelum nulis novel. Jadi teman-teman saya baca belajar dari from scratch gitu ya menulis novel itu baca how to-nya. Pelan-pelan saya baca, saya praktikin dan kemudian jadilah novel. Apakah kemudian novelnya bagus? Sebagian orang bilang bagus, yang beli bagus, ada juga yang protes. Ini enggak kayak novel, ini banyak sekali kayak apa namanya? Ee kayak laporan jurnalistik gitu ya. Jadi di antara cers gaya wartawannya. Jadi tantangannya antara lain adalah menyelaraskan gaya bahasa reporting menjadi gaya bahasa narasi novel. dan pelan-pelan itu saya perbaiki. Jadi saya kemudian beli banyak buku how to menulis, saya pelajari terus belajar. Keep ee apa learning teman-teman itu sangat penting supaya kita tumbuh kalau enggak ya kita beku aja gitu ya. Nah, ini karena dari YouTube kita enggak bisa kirim buku i dan bukunya juga sudah habis ya. Bukunya tinggal di depan itu teman-teman kalau nanti teman-teman tertarik ya di Selasar. Baik. Oke, kira-kira itu jawaban ya. Cukup ya. Tepuk tangan untuk Pak Fuadi. Ee sebelum saya akhiri mungkin ee sedikit Pak ee dipersilakan berikan sedikit nasihat terakhir ya untuk para mahasiswa yang hadir di ruangan ini ya teman-teman. Kalau balik ke judul besar kita, belajar menjadi orang besar, apakah bisa jadi orang besar itu? Itu tergantung kepada kita. Mau bersedia dan terus mau belajar apa tidak. Dan kenapa kita harus menjadi orang besar? Karena kita manusia diciptakan memang tidak untuk kebahagiaan pribadi sendiri sendiri. Kalau kita diciptakan untuk kebahagiaan pribadi sendiri-sendiri, itu yang terjadi pada makhluk lainnya. Misalnya binatang. Dia bahagia. Contohnya burung, ya. Burung itu kan bahagia. Paling tidak dari sisi kita ya. Pagi bernyanyi, siang bernyanyi, sore bernyanyi, walaupun dalam sangkar tetap bernyanyi. Lalu siang dia kemudian sibuk cari makan, agak sore mungkin sibuk bikin sarang, lalu dia punya anak. Siklusnya begitu, Teman-teman. Tapi dia tidak membahagiakan burung lain. Kita manusia punya misi, punya tugas membawa kebahagiaan buat hati orang lain, buat orang lain. That is the different. Itulah perbedaan kita manusia dengan yang lain. Jadi, jadilah manusia sesungguhnya antara lain dengan banyak memberi, antara lain dengan bermanfaat buat orang lain. Kalau bahasa pesantrennya kami itu ada namanya hadis khairunas anfaahum linnas. Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat buat orang lain. Terima kasih. Semoga teman-teman menjadi orang besar. tidak hanya the brightest mind tapi juga the greatest source of the country. Terima kasih. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Waalaikumsalam. Luar biasa hari ini kita mendapatkan banyak pencerahan pada kita semua. Terima kasih semuanya. Sebelum saya akhiri saya ingin tutup dengan kutipan Pak Fuadi di novel lima Menara kalau tidak salah. menulislah karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah. Dengan terima kasih itu saja. Terima kasih Pak Fadi yang sudah powerful pada hari ini. Terima kasih para mahasiswa semua. Ee saya berikan kepada MC. Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kepada Bapak Ahmad Fuadi kami mohon untuk tetap di tempat. Selanjutnya, Direktur Komunikasi dan Humas ITB akan memberikan piagam penghargaan kepada Bapak Ahmad Fuadi. Kepada Dr. Lala Arif kami silakan. Baiklah hadirin, dengan demikian studium Generale pada hari ini telah selesai. Terima kasih atas perhatian hadirin dalam mengikuti acara ini. Selamat siang.