Sementara itu Komisi 8 DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Komisi 8 mengimbau Menteri PPA menjaga kasus pernikahan dini di Bantaing, Sulawesi Selatan. Dalam rapat, Komisi 8 menyuruh... ...kotir kasus rencana pernikahan dini yang terjadi pada anak di bawah umur di Bantai. Komisi 8 menyayangkan keputusan pengadilan agama yang mengeluarkan izin menikah......bagi kedua anak di bawah umur tersebut.
Pimpinan Komisi 8 meminta Kementerian Agama dan Kementerian Perlindungan Anak... anak untuk melakukan pembinaan kepada orang tua dan keluarga agar kasus pernikahan Dini bisa dicegah. Sementara itu, Menteri PPA Yohana Yabise mengaku kementeriannya telah mengirim tim untuk mencegah pernikahan Dini di Bantaeng.
Tim tersebut akan melakukan pendekatan khusus kepada pasangan di bawah umur agar membatalkan niat menikah Dini. Akan ada tim yang kesana untuk berusaha bagaimana caranya mencegah ini karena undang-undang ini kan masih berlaku ya, undang-undang nomor 174 ini masih berlaku, jadi ini harus membutuhkan pendekatan-pendekatan khusus dengan keluarga. Kita bahas kontroversi pernikahan dini bersama Rosniati Aziz, Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia.
Selamat malam Ibu Rosniati. Ya selamat malam Mbak. Iya, Ibu Rosniati apa yang mendasar...
Dasarnya atau menjadi dasar pemikiran tingginya atau anak-anak ini mengambil langkah untuk melakukan atau mengajukan pernikahan di usia anak, pernikahan dini. Kalau misalnya, kalau zaman dulu apa ya, zaman bapak ibu saya. ya zaman orang tua saya mungkin kita masih terbiasa atau cukup akrab dengan stigma atau pemikiran menikah di usia muda.
Tapi kalau sekarang kan tidak ya. Apa yang mendasari pernikahan anak di bantai yang ini misalnya salah satunya? Ya ini memang menjadi dilematis ya di lingkungan masyarakat kita karena dalam perkembangannya seharusnya kondisi-kondisi seperti ini kita tidak temukan lagi. Karena ada beberapa pertimbangan-pertimbangan tetapi fakta dilapang. bahwa ternyata kasus pernikahan dini ini juga masih marah terjadi.
Contohnya yang kita baca dan kita dengar informasinya kasus di Bantaeng baru-baru ini, itu ternyata pertimbangannya karena mungkin memang ini agak pragmatis ya secara berpikirnya, karena misalnya daripada misalnya Sina, kemudian anak ini kan sudah suka sama suka, jadi hanya pertimbangan seperti itu, tetapi pertimbangan yang lainnya terkait... Berkait dengan persoalan kesehatan, persoalan keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan pendidikan bagi anak itu ternyata memang tidak menjadi bahan pertimbangan. Dan ini tentunya sangat dipengaruhi oleh cara berpikir dari orang tua anak, dimana sebenarnya harusnya kan di dalam proses perlindungan anak, pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, itu peran orang tua harusnya cukup besar. Tetapi ini yang kadang tidak terjadi karena pertimbangan. Berimbangkan itu tadi daripada misalnya anaknya kina lebih baik dinikahkan saja seperti itu.
Oke edukasi dari pihak keluarga artinya ya Bu Rosniati ya? Ya betul sekali. Ada tidak faktor misalnya perekonomian dari pihak keluarga kemudian menjadi alasan atau pemicu anak-anak ini mengambil langkah atau punya paling tidak sedikitnya setidaknya pemikiran mereka harus melakukan pernikahan di usia yang sangat-sangat muda. Iya, kalau berdasarkan data yang ada di Koalisi Perempuan Indonesia yang saat ini sebenarnya dari 2017 kemarin itu mengajukan Judisian Restu ke Mahkamah Konstitusi, ternyata misalnya kasus pernikahan anak yang di Bengkulu yang kebetulan memberikan kuasa kepada Koalisi Perempuan Indonesia dan kelompok 18 plus, termasuk juga yang kasus dari Indramayu ada dua kasus dan pernikahannya itu dari umur 12 sampai 15 tahun, rata-rata itu faktornya karena persoalan ekonomi. Itu yang pertama faktor ekonomi Tetapi tentunya jika misalnya pengetahuan dan pemahaman keluarga cukup memadai Dengan kondisi-kondisi yang lebih panjang nantinya Misalnya persoalan kesehatan reproduksinya Kemudian persoalan pendidikannya nanti yang akan berdampak pada keberlanjutan ekonominya Kalau misalnya itu selesai meskipun misalnya mungkin ekonominya terbatas Tetapi pasti pasti dia akan berpikir bahwa daripada misalnya kondisi anaknya lebih parah lagi nanti, maka lebih baik tidak disikatkan.
Kalau misalnya memang pengetahuan dan pemahamannya selesai. Nah, kondisi ini juga diperparah oleh pihak pemerintah yang menurut kami itu Memang tidak ada kesepahaman yang sama dari pusat sampai dengan ke lapangan gitu loh, sampai di daerah. Sehingga terjadilah kondisi-kondisi seperti itu gitu.
Ya, Bu Rosniati, mungkin saat ini juga banyak sekali orang tua yang menonton. interview kita malam hari ini di Sian Indonesia Connected gitu. Apa yang kemudian mungkin Anda juga bisa sampaikan dari Koalisi Perempuan Indonesia bagaimana pernikahan dini ini, pernikahan anak di bawah umur atau di usia yang masih sangat muda ini menyelesaikan atau tidak menyelesaikan? Kalau menurut pandangan kami sebagai lembaga yang bergerak di isu perempuan, ini sebenarnya justru semakin memperumit, menambah beban, menambah masalah bagi yang bersangkutan sendiri dan termasuk juga bagi keluarganya.
Kalau misalnya kita melihat ketika misalnya terjadi pernikahan anak, tentunya yang perlu dilihat bagaimana dampaknya terhadap kesehatan reproduksinya sendiri. Usia 12-15 tahun misalnya. itu masih sangat tidak kondusif kondisi kesehatan reproduksinya ketika misalnya dia harus melahirkan dan sebagainya. Belum lagi ketika misalnya mereka punya anak, bagaimana faktor ini, kondisi ini bisa berdampak pada kondisi ekonomi mereka.
Beban ekonomi pasti akan bertambah. Di sisi lain, tingkat pendidikan anak yang menikah ini itu tentunya dengan tingkat pendidikan yang terbatas, tentunya mereka juga tidak bisa mendapatkan lapangan. dengan pekerjaan yang lebih memadai, sehingga dampaknya jangka panjang ini sebenarnya bisa terjadi proses-proses pemiskinan yang berkelanjutan dari orang tuanya, kemudian turun lagi ke anaknya, kemudian ke cucunya, seperti itu.
Oke, Bu Ros, MK beberapa waktu kemarin sempat menolak untuk menaikkan batas usia nikah dari yang sebelumnya 16 menjadi 18. Apa sih sebenarnya perbedaan signifikan atau bagaimana pemahaman kita untuk melihat sebenarnya... Saya kan angka 16 sampai dengan 18 ini hanya terpaut 2 tahun, tapi seberapa besar perbedaannya? Apa yang kemudian menjadi concern ya, kekhawatiran ya?
Ya, kalau kami melihat bahwa ini kan sebenarnya harus ada persamaan. Kenapa misalnya sebenarnya kita tuntut bahwa harusnya sama antara laki-laki dengan perempuan usianya sama-sama 19 tahun. Kemudian yang berikutnya lagi usia 16 tahun itu kan juga sekali lagi saya perlu menyampaikan bahwa Wah kondisi kesehatan reproduksi anak yang usia 16 tahun itu belum matang. Dan kenapa misalnya banyak terjadi kasus kematian ibu dan anak? Karena memang beberapa faktor penyebabnya karena anak yang hamil kemudian melahirkan yang tentunya kesiapannya sendiri belum seperti yang kita harapkan sehingga bisa berdampak.
dampak pada tingginya kasus kematian ibu dan anak. Tidak usah terlalu jauh, misalnya baru-baru di Sulawesi Barat, misalnya itu sampai ada kasus orang tuanya terpaksa menjual anaknya, menjual anaknya karena tidak mampu memberikan makan kepada anaknya. Jadi itu kondisi-kondisi yang terjadi di lapangan, dan itu kadang tidak dipikirkan oleh pihak orang tua dan pengambil kebijakan. Oke, buros ya. Biasanya, bukan lazim, tapi apa ya, yang biasanya kita dengar adalah mengapa artinya para orang tua di luar sana mungkin setuju atau mengiakan anak mereka untuk menikah di usia yang muda, apalagi mungkin di pernikahan di usia dini, alasannya untuk menghindari zina.
Nah, ini akhirnya berbentrokan dengan hukum agama, dengan syariat agama, tanggapan Anda? Nah, sebenarnya kan begitu. Di dalam agama pun itu kan harus ada kewajiban orang untuk melindungi anaknya gitu. Kewajiban orang untuk memastikan bahwa anaknya juga bisa mendapatkan kehidupan yang baik dan layak.
Kalau misalnya, jadi ini sebenarnya kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi gitu. Saya rasa misalnya pandangan mengatakan bahwa daripada sini itu hanya pandangan yang pragmatis. Padahal ada beberapa cara, ada beberapa solusi, ada beberapa pendekatan yang...
yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Bukan hanya karena pemikiran bahwa daripada terjadi Sina, kemudian ya sudah dilegalkan saja, ya sudah diiyakan saja keinginan anak-anak ini. Padahal ada beberapa strategi yang bisa dilakukan, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan mulai dari lingkungan orang tua, kemudian keluarga, kemudian masyarakat, selanjutnya kepada pemerintah. Oke, buruk. Itu tadi kan dihadapkan dengan syariat agama, dengan hukum dalam agama ya.
Tanggapan dari Menteri Agama sendiri, dari Pak Lukman Hakim Saifuddin, menyatakan, kalau tadi mungkin juga Anda dengar di cnnindonesia.com bahwa... Tidak bisa mencegah atau tidak bisa menunda jika ada dispensasi, jika lahir dispensasi melalui putusan pengadilan agama. Tanggapan Anda? Nah, oleh karena itu sebenarnya kami dari Kualitas.
Polisi Perempuan Indonesia, mungkin memang kalau pemikirannya dari pertimbangan dari aspek agama seperti itu, tetapi kan harus ada upaya-upaya pencegahan supaya kondisi itu tidak terjadi. Nah ini kan yang tidak dilakukan oleh pemerintah gitu loh. Nah dari Polisi Perempuan Indonesia sendiri itu kami sebenarnya sudah mengajukan draft perpu terkait dengan pencegahan dan penghantian perkahwinan anak. Itu kami sudah mengirimkan ke KSP.
bulan Maret, kemudian ke Kementerian PP dan PA dan kami berharap bahwa surat kami ini bisa disampaikan ke Presiden dan itu ada beberapa aspek yang kami tawarkan terkait dengan perpuituan, sebenarnya pada dasarnya ada tiga yang pertama, bagaimana perlu ada perlewasaan usia perkahwinan kemudian yang kedua pembatasan ketat pemberian dispensasi perkahwinan anak nah ini yang terjadi di Bantaeng, karena karena tidak adanya... Nah, pembatasan yang ketat sehingga itu kan bisa membuat ini semakin longgar. Kemudian yang ketiga bidrah perpu yang kami ajukan ke Presiden ini, termasuk diantaranya kami meminta kepada pemerintah untuk melakukan upaya-upaya pencegahan seperti yang saya sampaikan. Karena upaya pencegahan ini tidak terjadi.
Kemudian berikutnya lagi, Mahkamah Agung itu perlu membuat panduan bagi hakim dalam memutus permohonan terkait dengan dispensasi karena tidak ada acuan yang dasar bagi hakim maka ini bisa beda-beda keputusannya antara satu wilayah dengan wilayah yang lain gitu Oke jadi intinya bahwa bagaimana pemerintah melalui presiden ini perlu membuat regulasi terkait dengan bagaimana perlu ada pencegahan dan penghentian perkahwinan anak karena kalau tidak dilakukan maka ini bisa berdampak jangka panjang yang harus kita pikirkan. Baik, baik. Terima kasih Ibu Rosniati Aziz, Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia.
Yang paling penting memang sumbernya dari lingkungan keluarga, bagaimana bisa mengedukasi kepada anak-anaknya. Terima kasih sekali lagi Ibu Ros. Ini cukup menjadi atau apa ya, pencipta perhatian netizen beberapa hari terakhir sekaligus banyak yang miris dan ironis terhadap apa yang terjadi di Bantai Sulawesi Selatan. Kita lihat dari tagar pernikahan Dini, apa saja kata yang dicuitkan oleh netizen. kita lihat melalui data ontologi berikut yang berhasil dikurasi oleh tim dari Transmedia Social seperti biasa saya akan buka ada beberapa kata besarnya kita akan lihat top 3 nya yang paling besar ada bantaeng Kemudian kita geser selain bantaeng yang menjadi tempat pernikahan dini berlangsung pada tanggal 21 nanti.
Siswa kemudian yang ketiga adalah cegah. Nah kata lain yang juga related dengan tagar pernikahan dini ini ada sayangkan mencegah psikologis dan tentunya usia. Jadi kalau kita lihat Anda familiar akrab gitu ya di telinga Anda dengan kalimat pernikahan dini tidak hanya terjadi di sinetron tapi ini juga terjadi di kehidupan nyata ya. Kita tutup.
Tutup data ontologinya kita akan buka apa komentar atau kata netizen terkait dengan pernikahan Dini yang terjadi di bantai yang ini. Yang pertama dari Ed Hidayat Rizki 8, nikah Dini juga tidak semua jelek kok ada positif ada negatifnya. Sikapis saja dengan bijak orang tua saya juga nikah muda gak jadi masalah toh sampai dengan sekarang sudah kakek nenek.
Mungkin ditanya dulu orang tuanya waktu itu nikahnya umur berapa apakah di 14-15 tahun ya. Ed Poros Indra keduanya kini tengah menjalankan. Halani bimbingan perkawinan dari KUA Bantaeng tidak ada paksaan dan keluarganya juga mendukung. Semoga pernikahan mereka langgeng. Lalu kita buka komentar berikutnya yang ketiga.
Komentarnya agak sedikit berbeda dari dua sebelumnya dari Atunggal P. Menurut saya KUA bisa ambil peran strategis untuk mencegah ini kok. Dalam kasus ini KUA yang pertama kali dijangkau oleh keluarga, keluarga anak semestinya bisa menjadi fasilitator. Untuk memberikan penyuluhan agar keluarga dan anak untuk bisa menemukan.
menunda pernikahan tersebut. Lalu berikutnya Renaldi Pawinru rencana pernikahan anak SMP di Bantayang ini udah jadi hal serius ya keluarga mereka kok bolehin ya? Itu tadi kata Ibu Ros juga bagaimana peran keluarga untuk bisa memberikan edukasi terhadap anak-anaknya apalagi mungkin di usia-usia ABG ya kurang lebih namanya ABG jadi mungkin masih-masih labil apalagi soal percintaan. Dari Adlativa FR jadi makin sedih karena abis baca berita dua siswa SMP ya yang mendaftarkan pernikahan ke KUA, baik anak perempuan dan anak laki-laki berhak untuk menikmati pendidikan sampai ke jenjang yang tertinggi.
Apakah juga ini akan menyelesaikan masalah dengan pernikahan? Tidak selalu.