Transcript for:
Sejarah dan Budaya Etnis Cina Benteng

Hai teman-teman, selamat datang di channel kami. Ketab Sunda Tinala yang parah yangan disebutkan. Cina Benteng sudah ada di Tangerang sejak 1407. Tidaklah heran, jika pada rentang usia sampai sekarang, pembauran dan pembaharuan sudah banyak terjadi dengan masyarakat setempat. Antara lain dengan etnis Sunda atau Jawa Barat dan Betawi atau Jakarta.

Di kota Tangerang, etnis Tionghoa hampir seperempat dari keseluruhan jumlah penduduk. Tidak heran jika mereka mewarnai kebudayaan setempat. Sebutan Cina Benteng tidak terlepas dari pemukiman etnis Tionghoa di Tangerang, yakni Benteng. Cina Benteng terlahir dari pernikahan pribumi dan Tionghoa.

Etnis Cina Benteng yang bermukim di wilayah kota Tangerang dan kabupaten Tangerang hidup sederhana, seperti masyarakat non-Tionghoa setempat. Tahun Bapak 07 terdampar di Turunaga satu rombongan perahu dibawah pimpinan Cencirung atau Halung dan perahu yang pertama ini adalah seorang gadis dan perahu ini perahu jung buat satu orang lebih nah kemudian di Turunaga itu ada penguasa namanya Sang Hyak Anggalarang dari kerajaan Pejajaran berasal dari negara secara cantik disuning oleh Presiden Anggalarang yang kompetensi bidang tanah yang teriakan laki-laki Tioho kan kadang kan Pak Yogi ini memiliki 100 orang lebih nah laki-laki Tioho yang mendekat dengan perusahaan tempat hasil pendidikan laki-laki Tioho yang berusaha tempat muncul namanya peranakan Tioho nah jadi karena memang Memang, ya mudah itu kan anak itu ibunya kan, jadi pakai bahasa ibu. Makanya banyak orang Tionghoa itu tidak mengerti bahasa Mandarin, atau bahasa sukunya, atau Hokkien. Menurut sejarah, orang Tionghoa sudah menyebar ke seluruh Asia Tenggara jauh sebelum kedatangan orang Eropa. Di Pulau Jawa, mereka tinggal di daerah pesisir utara, dan pada waktu itu, mereka mendapat kebebasan untuk berdagang dan bergaul dengan penduduk setempat.

Maka dari itu, terjadilah perkawinan campur antara orang Tionghoa dengan penduduk setempat Bila mana seorang laki-laki Tionghoa menikah dengan perempuan setempat Maka setelah beberapa generasi, keturunannya tidak dapat lagi dibedakan dengan penduduk asli Raut muka, cara berpakaian, ataupun tingkah lakunya menjadi mirip dengan penduduk setempat. Dengan kata lain, keturunan Tionghoa pada waktu itu lebih cepat dan lebih banyak membaur dengan penduduk asli. Ketika pada 1602, Ferenich de Ostindische Kompeni atau VOC didirikan dan memulai kolonisasi mereka. Mereka mencoba untuk mengatur persoalan bangsa Tionghoa yang tinggal menetap di daerah yang mereka kuasai. Dua buah peraturan penting yang dikeluarkan oleh VOJ adalah Peraturan yang menetapkan orang Tionghoa harus menetap di satu wilayah tertentu atau Wai Ken Selsel dan juga peraturan di mana orang-orang Tionghoa memerlukan surat jalan atau pas jika hendak berpergian dari satu tempat ke tempat lain atau pas Selsel.

Akibat dari peraturan tersebut, orang Tionghoa menjadi terkelompokan dan tidak lagi bebas bergaul serta berkomunikasi dengan penduduk setempat, seperti yang terjadi sebelum dikeluarkannya peraturan itu. Peraturan itu juga menyebabkan munculnya daerah-daerah Intro Mereka berkembang Tunggul Naga, mereka membuat satu desa lain di Desa Pangkalan. Nah Desa Pangkalan ini berkembang, jadi dua daerah ini melalui jarus sungai ini nih, dari sana kemari, itu membuka lahan di sini.

Pembukaan di Tangerang ini peranakan Tionghoa. Siau tecungsin di Ilenc, sebutnya Pate, dilaporkan kebanjiran. Yang penting bikin kota boleh jangan sampai kebanjiran. Maka di Tionghoa itu kan ada sebayang-bayang yang iya itu, sebayang-bayang yang iya.

dan takwa supaya manusia jangan masuk lingkungan boleh kebangun tapi bening jangan belajar cara orang lain kalau dulu kan yang tinggal di sini kan suku karena pokoknya Sunda ya Sunda Sunda Betabi Tionghoa Jawa sama sama Makassar sekarang kan udah mengutih jadi orang Tionghoa itu merantau ke Nusantara itu ingin memubah hidup bukan ingin menjajah ada yang dagang ada yang petani kemudian dari sekarang Mereka masih di daerah, mereka masih bertanung. Satu hal yang sangat menarik sebenarnya di Tangerang adalah satu fenomena yang sangat berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Di banyak tempat, terutama di permukiman-permukiman lama, pejinan-pejinan lama, Orang Tionghoa selalu identik dengan tinggal di perkotaan. Tangerang yang memang asalnya itu adalah daerah-daerah perkebunan Om Melandung.

Artinya daerah perkebunan di luar tembok Kastil Batavia. Mereka hidup... Hampir tidak pernah jauh beda dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.

Mereka mengelola pertanian, menangkap ikan, dan lain-lain. Maka orang Tionghoa di Tangerang bisa dibagi dua. Yang pertama orang Tionghoa yang tinggal di daerah perkotaan, di kota Tangerang yang sebenarnya identik dengan pasar lama dan orang-orang Tionghoa yang tinggal di luar pasar lama yaitu di sebelah utaranya.

yang kita kenal sekarang sebagai sewan perabah kucing hingga teluk naga. Saya berdapat sebagai RT pilihan dari lurah ya. Mungkin di warga kajangan sini kan komunitasnya orang Tionghoa, orang Cina. Sedangkan saya juga orang turun Tionghoa, Cina ya. Jadi mereka milih saya sebagai untuk jadi RT, ketua RT.

Jadi ya mungkin masyarakat setuju kali saya jadi ke RT. Maksudnya saya orang Tionghoa, komunitas kajangannya orang Tionghoa semua. China Benteng yang menempati tepian aliran sungai Cisadane terbagi dalam dua kelompok. Sebelah utara adalah kelompok yang mayoritas dari mereka adalah petani dan nelayan.

Sedangkan di sebelah selatan adalah mereka yang bertahan hidup dengan cara berdagang di pasar. Etis Cina Benteng atau biasa disebut Ciben, sampai saat ini masih ada yang hidup dengan cara berkebun. Tadinya di Bendara, karena di Gusur pindah tahun 1974. Tinggal di sini, pindahin rumah.

Ini kebun, kosong pada waktu itu. Biasa sini emang turunan sini ya, Cina BNTG. Pokoknya ciri khasnya emang penghasilannya menengah ke bawah. Kalau Cina BNTG, menengah ke bawah semangat rata. Ada sebagian masih tani, ada juga lah.

Tani masih ada, sebagian lagi. Apa aja dikerjain Itu untuk beradaan Nyapu-nyapu Apa aja nanam pisang Apa aja yang bisa dipegang Biar sebentaran gitu Setoran Ini dibuat Tahun 1927 dengan ngkong. Ngkong saya kakek yang ngebuat.

Setelah itu dia mau ngawinin papa saya. Saya, dia bikin rumah dulu. Itu, riwayatnya rumah ini kakek yang buat. Tahun 27. Ingat saya gitu ya, saya kan lahir tahun 55. Ya kalau orang tua ngomong rumah ini dibangun tahun 65. Kan saya udah umur 10 tahun.

Saya juga masih ingat waktu itu, cuma dia masih terlalu anak-anak lah, jangan segitu, kan gitu ya. Jadi memang saya udah dari terjak lahir saya udah di singgali rumah ini sama orang tua saya udah gitu ya mungkin dibangunnya sekitar tahun 65 Musik Ada pikiran pada waktu itu sekolah umur 16 sekolah lebih tinggi di sekolah Setelah lulus di balai desa di rumah tinggal emak kolot sama mama Jadi tidak bisa ditinggal di rumah ini ada emak dan mama doang Nah disitu pola berpikir ya dagang kerja jadi guru Terima kasih Kalau jadi guru kita kesian, minta bayaran sama anak-anak, sebab kita pernah ngalamin mau bayar sekolah kayak ngejual ayam. Biar katanya orang Tionghoa tanggerang gitu ya, hidupnya sih kebanyakan ya udah hampir rata-rata menengah ke bawah lah.

Ya, kayak contohnya sekarang kayak saya gitu ya, saya ngucap hati saya sendiri, ya seperti kayak gini aja udah. Emang saya sih ya sekolah juga nggak terlalu pinter sebab... sebatas pemikiran saya sejauh mana.

Soal bisnis kita pakai ada aturan yang benar. Biar kita panjang sama bos, kita jangan ada neko-neko soal harga, kita ikut aja. Bagang, dapatlah. Buat di rumah tangga, ngurusin bujang. Kita support lah orang tua, kalau tahun baru beli pakaian apa.

Kemudian yang sebayang, tanggung jawab pindah. Kalau kayak itu udah penuh pemikiran itu ada situ. Beli sawah pada waktu itu masih murah.

Dulu sih, dulu ya kita hidupnya memang orang tua tani kita kan ikut tani juga. Tani ini emang udah rasanya bebannya juga kurang lah soal hasil. Jadi kita ada perubahan-perubahan sedikit-sedikit, suka bisnis tanah, itu pun kalau ada yang yakin, percaya sama saya, saya usaha, kalau enggak ya enggak apa-apa. Beda halnya dengan Liam Buntin. Ia dibesarkan di lingkungan yang tidak berjauhan dengan kawasan pasar.

Jangankan untuk mendirikan perusahaan dengan jumlah karyawan yang banyak. Untuk dapat mengecap pendidikan, di masa mudanya adalah hal yang sulit. Sehari-haripun ia isi dengan berjualan es campur di kawasan ini.

Dengan kesehajaannya, ia bertahan di daerah ini dari masa ke masa, melewati pasang surutnya kehidupan. Saya sama sekali nggak duduk di bangun sekolah. Cuman ada niat bisa. Nah, ada keanehannya saya, kalau diajarin sama orang, nggak mau bisa. Tapi kalau saya mau tahu, lain.

ini gimana nih jalannya tadi orang kasih tahu kalau mereka ketemu apa itu baru bisa kalau diajarin nih nggak bisa aneh itu saya enggak saya sampai nulis jelek sampai bagus Hai Apa tuh, ngejumpain juga bisa cepat. Kita sendiri kita itu mencebrakan, tobrak. Kagak mau ini saya, gak mau kalah lah. Orang-orang bisa rapi, masa kita gak bisa. Akhirnya bisa juga.

Saya gak sama sekali gak duduk di bangku sekolah. Makanya orang kadang-kadang gak percaya. Sampai waktu jaman G30S itu bikin surat G3S Kamu sekolah? Enggak sekolah pak Cuman waktu itu kata saudara mendingan lu ngaku ET gak lulus Gak mungkin kan katanya lu gak sekolah Kan harus sekolah Itu saya disuruh tanda tangan dia bilang kamu ngebohong kenapa?

Nggak mungkin nih kamu kalau nggak sekolah tinggi begini rapih gitu tanda tangannya. Ya itu sih ya kalau menurut saya ya salah itu mah ya politik kali ya. Iya kalau kamu nggak bikin begini nggak bakal keluar izin ini izin itu nggak bisa.

Waktu itu lagi keras-kerasnya, tahun 60-an saja. Harus, kalau enggak, enggak bisa. Sampai kesana saya masih di kepolisian di mana. Kalian mungkin sudah pindah di sini ya.

Enggak percaya, saya tanda tangan. Lulus sekolahnya? Nggak lulus pak, ST dong.

Waduh, dikatain bohong. Kamu bohong ya? Kenapa pak? Nggak mungkin nih kamu nggak lulus ST, ini tanda tangan begini bagus. Itu aduh, jangan kata mau gaul.

Bisa diwadah, ditimpah, dikatakan, tapi kita tidak akan pindah. Biarinah kita. Kalau kita mencari keluarga, mereka tidak mau.

memang usaha disini ada sebagai masih tani ada juga kami amat ada saja jadi mungkin gak mereka itu nggak mungkin lah bisa untuk usaha keluarga mungkin paling-paling kalau misalkan mereka mau nyari tambahan ya di kampung-kampung sendiri secara pribadi saya pergi ke mana perasaan udah nggak nggak udah nggak niat ajalah Iya apalagi pesawat-pesawat yang bisa waktunya makan Jeman kesel ya udah perasaan dimakan di kapal Anbik itu? Iya. Pergolakan politik era itu memaksa mereka harus belajar secara diam-diam. Dan membuat etis peranakan Tionghoa agak sulit untuk bergerak dan melakukan segala sesuatunya secara bebas.

Sekecil-kecilnya pada buka usaha, itu gak ada nasib namanya. Tuhan juga gak diamaya, punya mata bisa dia ngeliat, punya kuping bisa ngedenger. Kan begitu.

Barangkali kita dikasih jalan yang terbaik, oh dagangan dia rame. Kan gitu. Usahanya dia maju. Sebenarnya saya mau dagang di pasar, dagang di zaman masih baru, dagang di pasar kalau nggak kuat ini susah. Kita kalau ada barang baru kita perjuangin laku, udah laku jaga ikon yang berduit.

Ya kirimnya ke orang berduit lah. Kata kita, waduh kita mah payah amat ya luar negeri. Waduh kata kita ini gimana, udah gak kuat kita.

Tagang. Orang-orang naik barang nih, keuntungan kalau barang. Kita mah yang namanya gak punya ini, jangan kata kita dikasih. Udah diliwatin aja, dikasih yang gede-gede aja. Waduh kata kita udah gak kuat.

Tapi biarpun begitu, yang namanya kita rikrik, keluarga kecil kan cuma anak dua. Rik-rik-rik-rik, masih bisa kita nabung. Itu lagi kesulitan dua tahun.

Waktu itu masih berapa, seratus dua puluh lima perak apa banget. Sekarang sampai lima ber. Tenggu sekarang, bangkok. Empat puluh dua tahun itu. Saya memang udah paling nggak bisa soal usaha disebutnya dagang, buka toko apa, toko B, nggak bisa.

Udah, sebab hati saya yang kecil. Paling nggak bisa, yang ceritanya apalagi temen mau pesta, mau ngambil belanjaan, saya bilang paling nggak bisa. Udah saya kasih-kasih aja. Maka saya mau begini aja, paling ya ada bisnis tanah lah.

Yang tadi saya bilang, orang yakin, percaya, tolong bantu jualin, ya saya jualin. Kalau juga ada pembelinya. Salah satu hal yang muncul adalah bahwa setelah era perdagangan satu persatu mulai masuk, maka muncul kompani Belanda.

Nah, kompani Belanda masuk, kemudian mereka tahu bahwa... Bagaimana untuk membangun satu tempat yang setel di Nusantara itu diperlukan tenaga-tenaga kerja. Maka didatangkan semakin banyak orang-orang Tionghoa. Ini menjadi satu pola yang umum sekali terutama di Nusantara.

di Jawa bagaimana ada pejinan lalu ada komunitas orang-orang birokrasi kolonial dan orang-orang setempat tiga hal ini yang mengikat dan membuat satu Siliosis masyarakat itu menjadi hidup. Belanda tentu mempunyai satu tujuan, bagaimana supaya mereka bisa menguasai orang baik, orang Tionghoa, maupun orang setempat. Sehingga masih dalam kontrol Belanda.

Sehingga kemudian dibuatlah satu kelas. Cluster-cluster tertentu di mana mereka dipisahkan orang-orang setempat dan orang Tionghoa yang tadinya hidup bersama, kemudian dipisahkan. Bukan berjabat, segala keinginan Leluhur masih ada, saya jalanin satu, emang disebut Bapak Kolot Ngkong ya, masih ada simbolnya gitu, yang disebut ada Abu Hiyolo, sama orang tua. Kedua-duanya masih ada di dalam, saya urusin. Karena ya bukan apa ya Pak, ya orang mati saya anggap kan bukan mati kayu.

Kenapa saya bilang gak mati kayu? Setiap hari bulan baik itu kan diurusin Diapain? Contoh seperti Kayaton baru, Imlek Kita acarain sembayangan Terus Cengbeng Kita acarain sembayangan kuburan kita bersih-bersih yang disebutnya kan di Ceng Beng dan nanti ada lagi pecun makan bacang sembayang lagi habis pecun sembayang ntar ada lagi bulan Cintai gue sembayang lagi itu kan kita buat leluhur kita nanti ada lagi sembayangan onde ya onde yang udah terciri ntar lagi mau tahun baru bulan 11 onde tuh bulan 11 bulan 12nya Imlek acara kita kita jalanin nih masalah masih bisa jalan seperti sembahyang cengbeng ada juga masih jalan disini hai hai Untuk acara pernikahan Tio Tau Tio Tau masih juga disini.

Kalau untuk pernikahan ada juga suka kita sembahyang-sembahyang terima kasih, sembahyang santai. Masih sih tradisi-tradisi di Kajang masih dijalani. Kalau pesan saya sih sama generasi muda ya cobalah tolong.

Tradisi-tradisi Cina benteng itu jangan sampai dilupakan, jangan sampai dihilangin gitu. Ingat diri sendirilah untuk bekal lesok dan lusak, terutama di pendidikan. Kedua, restarikanlah kebudayaan-kemudayaan. Seperti kata pepatah Cina, sifat dasar manusia adalah sama.

Yang menjadikan mereka jauh berbeda adalah kebiasaan. Ketika dua perbedaan telah menyatu, maka tak terdengar lagi ego yang saling mengadu. Yang tersisa hanya asa yang saling merindu.

Terima kasih telah menonton